Selasa, 13 April 2021

Buku Meninggalkan Uang Kertas Kembali ke Uang Emas Seri 4

MENINGGALKAN SISTEM UANG KERTAS

KEMBALI KE SISTEM UANG EMAS

Seri ke-4

 

TAHAPAN IMPLEMENTASI DINAR DAN DIRHAM

 

VIII. 1. MASALAH-MASALAH YANG HARUS DIATASI

Memang harus diakui bahwa Dinar dan Dirham dalam arti sesungguhnya yaitu Dirham yang terbuat dari emas 22 karat 4,23 gram dan Dirham yang terbuat dari perak murni 2,975 gram sejak keruntuhan Kekhalifahan Usmaniyah di Turki tahun 1924 sampai saat ini belum dipakai kembali sebagai uang resmi oleh satu negarapun di dunia. Meskipun demikian, secara khusus Dinar dan Dirham tetap digunakan dalam kelompok-kelompok jamaah tertentu di seluruh dunia. Bahkan dengan teknologi modern dunia maya, Dinar dalam versi elektronik seperti e-Dinar sudah cukup luas digunakan oleh berbagai elemen masyarakat di seluruh dunia.

Meskipun demikian masih ada beberapa masalah yang harus diselesaikan oleh berbagai fihak sebelum Dinar dan Dirham kembali bisa dipakai seluas-luasnya oleh masyarakat yang menyadari bahwa mata uang kertas mereka setiap saat berisiko sangat tinggi terhadap penurunan nilai yang bisa terjadi kapan saja. Masalah-masalah yang masih perlu diatasi tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Dinat dan Dirham belumlah menjadi mata uang resmi di Indonesia maupun negara lain, artinya kita tidak dapat memaksakannya sebagai alat tukar yang sah (legal tender) dalam bermuamalah sehari-hari.

2. Perbankan Indonesia saat ini belum bisa membuka rekening Dinar atau Dirham. Apabila ini sudah diijinkan, maka akan terdorong masyarakat menyimpan uangnya dalam Dinar dan Dirham yang telah memiliki sejarah stabilitas nilai selama 1400 tahun lebih, dibandingkan dengan rupiah maupun US$ yang bahkan nilainya dalam sepuluh tahun terakhir tinggal antara ¼ (untuk rupiah) sampai ½ (untuk US$). Dengan perbankan membuka account Dinar dan Dirham akan lahir pula produk-produk keuangan seperti asuransi pendidikan, asuransi pensiun dlsb. dalam Dinar dan Dirham sehingga terjamin daya beli asuransi pada saat cairnya.

3. Masalah Pajak Penambahan Nilai (PPN) yang belum kondusif bagi pemakai Dinar pada saat ini. Dalam Undang-Undang no. 18 tahun 2000 yang merupakan penyempurnaan Undang-Undang no. 8 tahun 1983, di pasal 4 A ayat 2 d disebutkan “Uang, Emas Batangan dan surat-surat berharga” ditetapkan sebagai jenis barang yang tidak kena PPN. Sementara ini Dinar yang di Indonesia diproduksi oleh Logam Mulia--tidak termasuk jenis barang yang tidak kena PPN tersebut. Argumennya adalah Dinar bukan uang dan bukan emas batangan! Artinya Dinar terkena PPN, yang berarti Dinar Indonesia secara rata-rata akan 10% lebih mahal dari Dinar negara lain. Coba kita bandingan dengan negara-negara yang tergabung  dalam Uni Eropa, mes-kipun mereka tidak mempercayai Dinar, tetapi mereka mengakui koin emas dan membebaskannya dari PPN sebagaimana mereka membebaskan emas batangan. Pembebasan koin emas dari PPN ini di Uni Eropa dalam directive no—Directive— 1998/80/EC of 12 October 1998. Apakah ini karena kebetulan, ketidaktahuan atau karena sesuatu bagian dari skenario besar? Di Eropa yang notabene mayoritas warganya bukan muslim, warganya dipermudah untuk berinvestasi dengan koin emas--sementara kita yang warganya mayoritas muslim, mengenal Dinar dalam Al Qur-an dan berbagai Hadis Nabi Saw. dipersulit (dipermahal) untuk memperoleh Dinar kita? Apabila peraturan yang tidak kondusiv bagi kita untuk menggunakan Dinar terus berlanjut, maka Eropa akan semakin banyak memiliki koin emas (atau emas batangan) sementara kita tidak memiliki apa-apa.

4. Masalah yang tidak akan kalah rumitnya adalah terkait dengan hubungan Indonesia dengan masyarakat internasional khususnya lembaga internasional seperti IMF. Indonesia yang sejak 21 Pebruari 1967 menjadi anggota IMF, terikat dalam banyak hal termasuk di antaranya tidak diijinkan untuk mengaitkan nilai tukar Rupiah kita dengan emas (article 4, section 2b). Menurut Dick Ware yang mantan pejabat IMF yang saat ini bekerja pada World Gold Council, pelarangan tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan zaman dan merugikan negara-negara berkembang yang memiliki sumber emas sendiri. Kesepakatan lain yang juga tentu bisa menjadi penghalang adalah keharusan negara-negara anggota IMF untuk melaporkan segala aktifitas  yang terkait dengan emas  seperti cadangan emas yang dimiliki oleh bank sentral dan bank atau lembaga keuangan lainnya, produksi emas, export dan import emas (Article VIII sec. 5a).

Terlepas dari adanya masalah-masalah tersebut di atas, tidak berarti Dinar dan Dirham belum bisa  digunakan di Indonesia saat ini. Banyak cara yang sudah bisa dilakukan oleh umat Islam yang ingin menggunakan mulai menggunakan Dinar dan Dirham ini baik sebagai alat investasi, alat muamalah, ibadah (membayar zakat dlsb) maupun sebagai tabungan untuk menjaga nilai kekayaan kaum muslimin dari permainan bangsa lain yang sudah terbukti kejahatannya terhadap mata uang Rupiah kita. Bab-bab berikut  akan membahas penggunaan  Dinar dan Dirham yang sudah bisa dilakukan saat ini dan apa yang bisa dilakukan ke depan.

VIII. 2 PENGGUNAAN DINAR SEKARANG DAN PROSPEKNYA KE DEPAN

Telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya problem yang dihadapi oleh uang kertas. Problem tersebut sudah terjadi di berbagai belahan dunia dan berbagai rentang waktu. Kita pun di Indonesia pernah mengalaminya secara pahit di tahun 1965 ketika harus ada pemotongan uang kertas dan Sanering Rupiah, juga di tahun 1997-1998 ketika kita harus kehilangan kedaulatan ekonomi kita dengan menyerah kepada seluruh kemauan IMF.

Di sisi lain kita juga menyadari bahwa kembali ke Dinar dan Dirham tidaklah semudah membalik tangan. Meskipun demikian apabila kita memiliki niat yang lurus untuk mencari solusi dari problematika ummat zaman ini dengan meneladani Uswatun Hasanah dari Rasulullah Saw. kemudian kita beristiqomah di jalan itu, insya Allah umat ini akan kembali berjaya seperti yang pernah ditunjukkannya selama 14 abad lamanya, mulai dari zaman kenabian, jaman Kholifatur Rosyidin sampai kejatuhan Kekhalifahan Usmaniyah di Turki 82 tahun lalu (tahun 1924).

Ada pelajaran lain yang kita bisa tiru dari sisi semangat dan lurusnya niat, yaitu pengalaman anak-anak kecil Palestina yang hanya bersenjatakan ketapel dan lemparan batu, mereka menggetarkan tank-tank modern Israel sehingga tidak sedikit di antara tank-tank tersebut harus mundur. Hal ini bukanlah mereka yang melempar tetapi Allahlah yang melempar.

8:17

17. Maka (sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, melainkan Allah yang membunuh mereka, dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar, tetapi Allah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. (QS. Al-Anfal [8] : 17).

Seperti juga yang dilakukan oleh anak-anak kecil Palestina tersebut, yang kita lakukan ini mungkin juga kecil di mata para ekonom dan ahli moneter, mungkin tidak ada artinya bagi mereka atau bahkan akan menjadi bahan cemoohan, namun dengan niat yang lurus, niat yang ikhlas untuk kembali kepada solusi Islam, maka insyaallah Allah pulalah yang meneruskan lemparan batu kecil ini.

Berikut adalah lemparan batu kecil berupa langkah-langkah penggunaan Dinar dan Dirham tahap demi tahap dari posisi kita sekarang.

 VIII 2.1. Tahap 1 : Penggunaan Dinar dan Dirham Pada Saat Belum Dikenal Luas dan Belum Dikenal Sebagai Uang.

Inilah situasi dimana kita mulai memperkenalkan Dinar dan Dirham bagi umat muslimin di Indonesia. Perlu diperkenalkan kembali karena bahkan di kalangan umat Islam sendiri banyak yang belum mengetahui tentang Dinar dan Dirham, padahal perhitungan zakat mal mereka diqiyaskan dengan Dinar dan Dirham. Lebih banyak lagi yang belum mengetahui bahwa Dinar dan Dirham adalah hal yang nyata yang sekarangpun dapat dibeli bebas di berbagai tempat di Jakarta yang disebut wakala Dinar.

Pada tahap ini kita juga belum bisa berharap banyak terhadap pemerintah untuk mengakui bahwa Dinar dan Dirham adalah mata uang resmi yang diakui sebagai mata uang di samping Rupiah.

Lantas apa yang bisa kita lakukan dengan mata uang yang belum diakui sebagai uang oleh pemerintah dan belum pula dikenal oleh ma-syarakat luas?, jawabannya adalah sebagai berikut :

1. Dinar dan Dirham saat ini memang belum diakui oleh pemerintah sebagai mata uang, namun karena mata uang ini berharga bukan karena pengakuan pemerintah (legal tender) sebagaimana mata uang kertas, melainkan karena bendanya sendiri memang berharga (emas 22 karat dan perak murni) maka pemegang mata uang ini memegang nilai tukar yang sesungguhnya—yang dia bisa ditukarkan dengan barang berharga lain apapun dan kapanpun dia mau.

2. Karena nilai mata uang Dinar dan Dirham melekat pada barangnya sendiri, tidak ada pihak luar yang bisa merusak atau menghancurkan nilainya. Oleh karenanya mata uang Dinar dan Dirham dapat digunakan sebagai simpanan yang paling aman nilainya dibandingkan dengan nilai mata uang Rupiah, dolar Amerika dan uang fiat lainnya di seluruh dunia. Nilainya yang terus terapresiasi terhadap mata uang kertas –-seperti contoh grafik berikut—membuktikan keperkasaan uang Dinar selama ini.

3. Karena daya belinya yang tetap tinggi sepanjang masa, Dinar dan Dirham sangat cocok untuk transaksi muamalah yang bersifat jangka menengah sampai panjang—di kala mata uang kertas tidak bisa digunakan sebagai alat transaksi yang adil karena nilainya yang terus berubah. Pinjam meminjam, investasi bagi hasil (Qirad dan Mudhorobah) atau-pun kerjasama usaha (Musyarokah) dengan berbasis Dinar dan Dirham akan bisa lebih adil baik bagi yang menyediakan modal maupun yang menjalankan usaha. Umat Islam tidak dianjurkan untuk menumpuk harta yang tidak produktif, oleh karenanya investasi yang aman dan adil sesuai syariah akan menjadi solusi yang efektif bagi surplus pendapatan yang ada di kaum muslimin.

4. Dinar dan Dirham dapat digunakan  untuk perencanaan keuangan yang aman, misalnya untuk merencanakan biaya pendidikan anak, pengobatan kesehatan di hari tua, persiapan pensun dlsb. Penggunaan Dinar dan Dirham untuk keperluan ini dapat menggunakan jasa perusahaan asuransi syariah yang memiliki produk Dinar dan Dirham, atau belum ada dapat dilakukan dengan cara swakelola. Contoh kalau kita punya anak baru lahir dan kita ingin pendidikannya terjamin sampai perguruan tinggi, maka kita dapat menabung 1 Dinar untuk setiap anak tersebut setiap bulan. Pada saat anak yang bersangkutan masuk perguruan tinggi umur 18 tahun, maka akan terkumpul dana 158 Dinar (bukan 216 yang berasal dari 1 Dinar x 12 bulan x 18 tahun--karena setiap tahun akan terkena zakat 2,5 % setelah mencapai nisab 20 Dinar). Perlunya dana ini diinvestasikan adalah untuk menjaga minimal agar Dinar tidak hanya disimpan sehingga tidak produktif dan tergerus oleh zakat, itulah sebabnya dalam Islam bahkan ketika kita mendapat amanah untuk mengelola harta anak yatim pun sangat dianjurkan untuk mengelola dana tersebut untuk kepentingan yang produktif—agar tidak habis terkena zakat.

5. Secara fisik Dinar dan Dirham untuk kepentingan tabungan, investasi,  muamalah atau bahkan untuk ibadah (membayar zakat misalnya) dapat dibeli di Unit Usaha Logam Mulia atau melalui wakalah-wakalah yang ada. Meskipun demikian mungkin masih ada masalah ketika umat mencairkan atau menukarkan Dinar dan Dirham di luar wakalah-wakalah Dinar dan Dirham, misalnya dijual ke toko emas—toko emas selalu mau membeli Dinar tetapi pada harga yang mereka kehendaki—yang kadang jauh di bawah harga emas internasional. Untuk menghindari umat dirugikan dalam nilai tukar kembali ini, dianjurkan bagi pengguna Dinar dan Dirham untuk tolong menolong sesama pengguna sehingga setiap saat ada yang mau melepas Dinar, dapat diambil oleh jamaah yang lain dengan harga mengikuti harga emas dunia. Secara luas insyaallah tolong menolong semacam ini antara lain difasilitasi oleh DinarClub atau jamaah bila memiliki kelompok pengguna yang besar bisa juga membentuk kelompok tolong menolongnya sendiri.

Perlu diingat bahwa ada Undang-Undang Republik Indonesia no. 23 tahun 1999 yang antara lain di pasal 2. Ayat 3 mengatur bahwa :

“Setiap perbuatan yang menggunakan uang atau mempunyai tujuan pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang jika dilakukan di seluruh negara Republik Indonesia wajib menggunakan uang Rupiah, kecuali apabila ditetapkan lain dengan Peraturan Bank Indonesia”. Artinya apabila Anda ingin menggunakan Dinar untuk akti-vitas muamalah, maka masalah legal formal hukum positif ini perlu di-perhatikan. Solusi sementara bisa dengan “menukar” dahulu Dinar ke Rupiah baru kemudian untuk bertransaksi. Peringatan ini juga berlaku bagi aplikasi Tahap 2 dan Tahap 3.

Hal kedua yang juga perlu diingat adalah harga Dinar di Indonesia terdistorsi naik lebih dari 10 % dibandingkan dengan harga emas dunia sebagai akibat dari tingginya ongkos cetak Dinar dan pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Untuk menghindari ketidakadilan dan distorsi nilai ini—dan tidak melanggar hukum formal Indonesia, dalam kondisi ini sementara umat dapat menggunakan emas batangan sebagai pengganti koin Dinar. Penggunaan emas batangan tidak terkena biaya cetak yang tinggi dan tidak terkena PPN pula, jadi harganya lebih riel mengikuti harga emas di pasar Dunia. Penggunaan emas batangan atau emas yang ditimbang ini juga mengikuti contoh penggunaan uang emas dan perak di awal perkembangan Islam.

 

VIII. 2. 2. Tahap 2 : Penggunaan Dinar dan Dirham Pada Saat Mulai Dikenal Luas Tetapi Belum Diakui Sebagai Uang.

Dalam waktu dekat, ketika Dinar dan Dirham mulai dikenal secara luas Insyaallah, kelompok-kelompok pengguna Dinar dapat meningkatkan lebih lanjut kegiatan tolong menolongnya dalam bentuk untuk saling bertransaksi menggunakan Dinar dan Dirham. Transaksi yang masih bersifat internal (jamaah atau Club) ini dapat meliputi kegiatan investasi, perdagangan maupun konsumsi.

Untuk tahap ini ada dua contoh yang bisa digunakan. Pertama adalah apa yang sudah dilakukan oleh E-Dinar, yaitu perusahaan yang berpusat di Dubai. Dengan teknologi yang berbasis web, perusahaan ini sudah bisa memfasilitasi transaksi di internet antara pemegang account e-Dinar dengan pedagang atau penjual jasa yang juga sudah melayani pembayaran dengan menggunakan e-Dinar. Hanya karena teknologi web ini di Indonesia belum terlalu praktis untuk keperluan sehari-hari maka penggunaan e-Dinar di Indonesia masih sangat terbatas.

Contoh lain dari penggunaan Dinar di zaman modern ini adalah menggunakannya sebagai kartu tagih (Charge Card) yang berbasis Dinar sebut saja Dinar Card. Cara beroperasinya mirip dengan kartu sejenis yang berbasis uang kertas, hanya setiap transaksi ditagihkan ke account Dinar dari pemegang kartu yang bersangkutan. Minimal ada dua jenis transaksi yang bisa difasilitasi oleh DinarCard yaitu transaksi untuk belanja dan transaksi untuk pengambilan tunai. Apabila transaksi belanja atau pengambilan tunai dilakukan oleh pemegang account dengan menggunakan uang lain selain Dinar, maka nilai transaksi akan dikonversikan ke Dinar sesuai dengan rate yang berlaku saat transaksi.

Contoh berikutnya yang juga bisa diperkenalkan pada tahap ini adalah penggunaan Dinar dan Dirham sebagai basis Mobile Payment System (MPS) yang teknologinya sedang diperebutkan secara ketat olah para pemain MPS dunia. Dengan teknologi MPS ini, telepon genggam yang saat ini sudah dimiliki ratusan juta penduduk dunia dapat berubah menjadi alat pembayaran yang efektif dari pengguna yang satu kepada pengguna lainnya. Dengan teknologi MPS, uang Dinar dan Dirham dapat digunakan sepraktis uang manapun di dunia—namun tetap dengan keunggulannya yang hakiki yaitu nilai yang tidak bisa rusak atau dirusak oleh spekulan mata uang. Dinar juga akan selalu bisa diklaim kembali uang fisiknya sehingga akan tetap paling aman dari sisi resiko kejahatan penjahat-penjahat era cyber yang semakin canggih. Lebih detil aplikasi teknologi MPS pada Dinar bisa dilihat di Appendix IV.

 

VIII. 2. 3. Tahap 3. Penggunaan Dinar dan Dirham Secara Luas dan Siap Bersaing dengan Mata Uang Masa Depan

Sebenarnya sudah beberapa dasawarsa terakhir ini terjadi persaingan yang sangat keras antara para pelaku perbankan dan pelaku teknologi informasi dunia untuk bersaing mendefinisikan uang masa depan. Berikut adalah contoh-contoh persaingan tersebut :

Beberapa perusahaan yang relative belum terkenal, telah melahirkan berbagai uang untuk zaman cyber ini dengan nama-nama seperti Mondex, E-Cash. Digicash, Cybercash, GoldMoney, E-Gold dan E-Dinar. Uang-uang cyber ini telah menemukan pasarnya sendiri-sendiri namun belum dikenal secara luas oleh masyarakat kebanyakan. Sementara itu perusahaan dengan nama global seperti Microsoft, Visa dan Citicorp tentu tidak mau ketinggalan. Mereka tentu sudah lama juga melihat fenomena dan peluang ini. Citicorp bahkan telah menggagas apa yang mereka sebut sebagai Electronic Monetary System.

Nama apapun nantinya yang berjaya di dunia cyber, mungkin bukan Rupiah, bukan juga US$ atau Euro. Mata uang yang akan lahir untuk dunia masa depan ini akan berlaku universal tidak mengenal batas Negara dan mungkin juga bisa lepas dari pengawasan bank sentral dari masing-masing Negara. Bahkan untuk transaksi dengan uang masa depan tersebut bisa jadi tidak lagi membutuhkan perantaraan institusi perbankan.

Sampai sejauh ini persaingan melahirkan icon uang masa depan tersebut belum melahirkan pemenang. Sejumlah masalah masih harus diselesaikan sebelum persaingan ini berakhir. Masalah-masalah tersebut antara lain menyangkut :

O  Akan diberi nama apa uang ini, apa satuannya dan bagaimana mengukur nilainya ?

O   Siapa yang mau menggunakan uang ini secara luas?

O   Negara mana atau perusahaan mana yang berhak mengeluarkan uang masa depan tersebut ?

O   Siapa yang akan mengatur kendali pengawsannya, Bank Sentral Negara mana yang berhak ?

O   Bagaimana membedakan yang uang cyber sesungguhnya dengan yang palsu ?

O   Bagaimana melindungi kekayaan dalam bentuk uang cyber dari jarahan orang yang tidak berhak ?

O   Bagaimana bentuk konversinya ke uang fisik seperti yang kita gunakan sekarang ?

O   Dan sederet daftar pertanyaan lain yang yang diperlukan jawabannya dari waktu ke waktu.

 Terlepas dari kemungkinan berbagai masalah yang perlu diantisipasi dari daftar pertanyaan atau permasalahan tersebut, Dinar dan Dirham akan paling siap menjawab pertanyaan dan permasalahan yang ada, kita lihat jawaban tersebut adalah sebagai berikut :

O  Akan diberi nama apa uang ini, apa satuannya dan bagaimana mengukur nilainya ?

     Namanya tentu Dinar atau Dirham, satuan dan ukurannya mengikuti sunnah Rosululloh Saw. berdasarkan timbangan penduduk Mekah waktu itu yaitu 1 Mitsqal sama dengan timbangan sekarang 4,25 gram emas untuk 1 Dinar. Perbandingan berat Dinar dan Dirham mengikuti aturan Umar bin Khottob yaitu 1 Dinar (Mitsqal) sama dengan 19 Dirham, berarti berat 1 Dirham adalah 2,975 gram. Nilainya mengikuti pergerakan permintaan dan penawaran pasar.

O   Siapa yang mau menggunakan uang ini secara luas?

    Umat Islam di seluruh dunia tentu siap menggunakannya, dan ini berarti sekitar 2,5 milyard penduduk.

O   Negara mana atau perusahaan mana yang berhak mengeluarkan uang masa depan tersebut ?

         Negara-negara atau bahkan juga mungkin institusi yang memenuhi syarat yang ditunjuk dapat menerbitkan uang Dinar dan Dirham—toh ini harus dibuat dari emas 22 karat seberat 4,25 gram dan perak murni seberat 2,875 gram. Siapapun yang membuat tidak terlalu masalah asal memenuhi kriteria standar dan diberi wewenang tersebut.

O   Siapa yang akan mengatur kendali pengawasannya, Bank Sentral Negara mana yang berhak ?

        Bisa disepakati oleh negara-negara Islam seperti OIC (Organization of Islamic Countries), WITO (World of Islamic Trade Organization atau kekhalifahan kalau sudah ada.

O   Bagaimana membedakan yang uang cyber sesungguhnya dengan yang palsu ?

        Uang Dinar dan Dirham yang asli selalu bisa diambil secara fisik di manapun account itu berada.

O   Bagaimana melindungi kekayaan dalam bentuk uang cyber dari jarahan orang yang tidak berhak ?

        Dukungan uang fisik Dinar dan Dirham akan membuat uang ini tak mudah dibobol oleh kejahatan cyber yang paling canggih sekalipun.

O   Bagaimana bentuk konversinya ke uang fisik seperti yang kita gunakan sekarang ?  

        Uang Dinar dan Dirham esensinya adalah uang fisik, teknologi hanya sebagai alat bantu untuk memudahkan transaksi tetapi tidak menggantikan kedudukan uang fisik tersebut. Jadi cyber Dinar dan cyber Dirham akan selalu konvertibel ke Dinar dan Dirham yang sesungguhnya.

O   Dan sederet daftar pertanyaan lain yang yang diperlukan jawabannya dari waktu ke waktu.

        Islam sebagai agama akhir zaman insyaallah selalu siap menjawab tantangan kehidupan manusia akhir zaman.

 VIII.3. PENGGUNAAN DIRHAM DAN MASA DEPAN PERAK.

 Seluruh pembahasan  mengenai emas atau Dinar di buku ini juga relevan dengan perak atau Dirham. Kedua mata uang ini Dinar dan Dirham sering disandingkan dalam Hadis-hadis Rasululloh Saw., hal ini menunjukkan nilai penting keduanya sebagai alat pertukaran dan nilai tukar yang adil bagi kaum muslimin.

Sifat tukar uang Dinar dan Dirham juga diindikasikan oleh Rasululloh Saw. dalam 2 hadis berikut :

“Kamu tidak berkewajiban mengeluarkan zakat emas hingga kepemilikanmu mencapai 20 dinar. Jika kamu memiliki emas 20 dinar dan cukup satu tahun, zakatnya adalah setengah Dinar. Selebihnya dihitung seperti itu dan tidak wajib zakat pada sesuatu harta hingga mencapai satu tahun. (HR. Ahmad, Abu Daud, Baihaqi, dan dinyatakan sahih oleh Bukhari dan hadis hasan menurut al-Hafidz).

“Aku telah membebaskanmu dari zakat kuda dan budak, karena itu keluarkanlah zakat perak, yakni dari setiap empat puluh Dirham adalah sebanyak satu Dirham. Akan tetapi, tidak wajib mengeluarkan zakat jika banyaknya hanya mencapai 190. Jika jumlahnya telah cukup 200, kamu wajib mengeluarkan zakatnya sebanyak lima Dirham.” (HR. Ashabus Sunan).

Dua hadis di atas mengindikasikan bahwa di zaman Rosululloh Saw. harga Dinar setara dengan 10 Dirham, hal ini dikuatkan oleh hadits lain yang membahas masalah Diyah atau uang darah misalnya yang ditentukan sebesar 800 Dinar atau 8000 Dirham. Namun angka ini juga bukan angka mati karena harga keduanya secara independent berjalan terpisah mengikuti harga pasar. Di zaman khalifah Umar bin Khattab misalnya pernah dicatat harga Dinar ke Dirham menjadi 1 Dinar setara 12 Dirham karena mengikuti perkembangan pasar seperti riwayat berikut ini :

Diriwayatkan oleh Abdullah ibn Amr ibn Al-‘As Nilai uang darah pada zaman Rasulullah Saw. adalah delapan ratus Dinar atau delapan ribu Dirham, dan uang darah bagi ahlil kitab adalah separuh dari Muslim. Ia berkata: Ini berlaku sampai Umar bin Khattab Ra.menjadi khalifah dan dia berkata catat! Unta-unta menjadi berharga (mahal).Kemudian Umar menentukan uang darah berdasarkan bahwa barang siapa yang memiliki uang emas (maka uang darah yang berlaku saat itu) senilai seribu Dinar, barang siapa memiliki uang perak maka senilai dua belas ribu Dirham, barangsiapa memiliki ternak sapi maka senilai dua ratus ekor sapi, barang siapa memiliki ternak kambing maka senilai dua ribu ekor kambing, barang siapa memiliki barang dagangan baju resmi maka senilai dua ratus baju resmi.Kemudian beliau membiarkan uang darah bagi orang kafir dhimmi (yang dalam perlindungan) tetapi tidak menaikkan persentasenya dari ketentuan darah muslim. (Riwayat Sunan Abu Daud).

Dari ketentuan persamaan berat yang ditentukan oleh Umar bin Khattab bahwa 10 Dirham sama dengan berat 7 Dinar, karena berat 1 Dinar = 4,25 gram emas 22 karat maka berat 1 Dirham = (7*4.25) /10  =  2,975 gram.

Kemudian dari persamaan-persamaan tersebut kita juga bisa menghitung harga perak terhadap emas dan sebaliknya yang mungkin juga akan tercapai di waktu yang akan datang dengan perhitungan berikut :

 

2,975 gr * 10 * harga perak = 4,25 * 1 * 33 / 24 * harga emas

harga perak = (4,25 *!* 22 / 24) / (2,975 * 10)* harga emas

harga perak = 0,131 * harga emas

harga emas = 7,64 * harga perak

 (apabila angka 10 diganti angka 12 maka harga emas = 9,17 x harga perak)

 

 

Jadi harga emas bisa mencapai 7,64 kali sampai 9,17 kali harga perak. Kenyataannya saat ini harga emas mencapai sampai 47 kali harga perak. Jadi dari sini dapat dilihat bahwa harga perak masih berpeluang naik sampai angka 7,64 kali sampai 9,17 kali tersebut. Angka ini akan sangat mungkin terjadi apabila perak benar-benar digunakan sebagai uang (Dirham), karena penggunaan perak untuk Dirham ini akan meningkatkan kebutuhan perak.secara signifikan. Alasan lain peluang akan naiknya harga perak ini juga disebabkan oleh :

1  Kenaikan kebutuhan akan perak tidak secara serta merta diimbangi oleh kenaikan produksi. Produksi perak lebih merupakan hasil samping dari produksi emas, tembaga, seng dan timbal.

2  Hasil produksi perak selama ini lebih banyak dikonsumsi untuk bahan baku industri (pembuatan film, industri elektronik dlsb.) apabila ada kebutuhan lain misalnya untuk memproduksi uang Dirham maka otomatis akan menikkan harga perak smpai harga jauh lebih tinggi dari harga perak sekarang.

     Selain dua alasan tersebut, dari statistik harga emas dan perak

Lebih dari seratus tahun kita bisa melihat bahwa harga perak mempunyai korelasi yang sangat nyata dengan pergerakan hargaemas maupun terhadap harga minyak.

      Terhadap harga emas koefisien korelasi harga perak 106 tahun menca-pai angka 0,835. Sedangkan terhadap harga minyak selama 60 tahun koefisien relasi mencapai angka 0,830. Grafik berikut menggambarkan kemiripan fluktuasi harga emas dengan harga perak tersebut.

Adapun harga minyak dalam US$ dibandingkan dengan harga minyak dalam Dirham dapat dilihat sebagai berikut. (halaman 178).

Do Oil Prices Determine Gold Prices - BoldBusiness

Berbeda dengan harga minyak dalam Dinar selama 60 tahun (halaman 109) yang cenderung memiliki trend mendatar, yang menunjukkan stabilitas daya beli emas terhadap minyak, dalam periode yang sama trend daya beli perak terhadap minyak masih naik turun—hal ini termasuk naik turun harga yang sifatnya fitrah didorong oleh penawaran dan permintaan. Sekali lagi di grafik tersebut di atas kita bisa melihat perbedaannya dengan  naiknya harga minyak terus menerus dalam US$ yang didorong oleh inflasi atau penurunan daya beli US% terhadap minyak.

Terlepas bahwa perimbangan harga perak saat ini yang masih jauh lebih murah terhadap harga emas dibandingkan dengan perimbangan harga perak terhadap harga emas di zaman Rasululloh Saw. dan para sahabat. Tidak berarti uang perak (Dirham) kurang berharga dibanding-kan dengan uang emas (Dinar). Karena kedua uang ini berbasis nilai riel bahan yang digunakan, maka nilainya masing-masing tentu terpengaruh oleh fluktuasi naik turunnya harga dari bahan yang digunakan tersebut. Sejauh naik turunnya harga bahan tersebut (yang berarti juga naik turunnya daya beli Dinar dan Dirham) berlangsung alami mengikuti hukum penawaran dan permintaan maka ini merupakan hal yang fitrah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar