Selasa, 13 April 2021

Buku Meninggalkan Uang Kertas Kembali ke Uang Emas Seri 2

MENINGGALKAN SISTEM UANG KERTAS

KEMBALI KE SISTEM UANG EMAS

Seri ke-2

 

Adakah negara yang kembali memakai Dinar dan Dirham / sistem uang emas ?

 

 

MATA UANG KOIN EMAS DAN PERAK :

Setelah Kelantan dan Utah, Bagaimana Dengan Kita?

Oleh: Muhaimin Iqbal, 9 Juni 2011  

ENTAH siapa yang lebih pinter dan lebih berpikiran maju di era tidak berdayanya mata uang kertas dalam menghadapi krisis financial global yang masih segar di ingatan kita, tetapi ada tiga peristiwa penting yang bisa jadi pelajaran kita yang terjadi dalam setahun terakhir ini dalam hal mata uang dunia.

1.  Di Indonesia pekan lalu tanggal 24 Mei 2011, di Komisi XI DPR RI seluruh fraksi menyetujui RUU Mata Uang untuk selanjutnya dibawa ke rapat Paripurna untuk mendapatkan pengesahan. 

 

2. Di Amerika Serikat, salah satu negara bagiannya yaitu Utah dua bulan sebelumnya tepatnya tanggal 25 Maret 2011 – Gubernur negara bagian itu secara resmi menanda tangani apa yang disebut Utah Legal Tender Act, yang intinya mengakui koin emas dan perak sebagai salah satu uang resmi yang bisa di gunakan di negara bagian itu. Utah sebenarnya bukan negara bagian yang pertama yang secara resmi mengakui koin emas dan perak sebagai uangnya. 

  3.  Di negeri tetangga kita negara bagian Kelantan – Malaysia sudah mendahuluinya hampir satu tahun lalu untuk secara resmi menggunakan koin emas Dinar dan koin perak Dirham sebagai uang di negara bagiannya. Yang bisa menjadi pelajaran menarik adalah alasan di belakang kerja keras melawan arus yang dilakukan oleh para legislator yang berhasil menggoalkan koin emas dan perak tersebut sebagai uang resminya. Mengapa mereka sampai mau bersusah payah ‘melawan’ negara federal Malaysia yang hanya mengakui uang kertasnya sebagai uang resmi dengan menggoalkan koin emas dan perak juga sebagai uang resmi? Di Kelantan selain mereka tahu keperkasaan daya beli Dinar dan Dirham, upaya menggunakannya kini tidak terlepas dari upaya untuk menegakkan syariat – maka Dinar dan Dirham di negeri itu disebut sebagai Matawang Syariah. Mereka juga melakukan  berbagai upaya untuk memasyarakatkan Matawang Syariah ini, selain untuk membayar sebagian gaji pegawai -  mereka juga menjadikannya sebagai identitas tersendiri. Bahkan di bandara udara sebagai pintu masuk Kelantan orang akan disambut dengan tulisan “Negara Dinar dan dirham”.

Utah tentu saja tidak concern dengan syariat, tetapi juga membutuhkan uang dari emas dan perak ini karena mereka yakin bahwa Dollarpun seharusnya di backed up dengan emas atau perak. Krisis financial tiga tahun terakhir yang hingga kini belum sembuh benar, telah membuat masyarakat yang cerdas negeri bagian itu mengkhawatirkan kebijakan-kebijakan Obama yang akan bisa membuat uang Dollar mereka collapse. Kekawatiran ini tentu saja amat sangat beralasan karena sebelum gejala krisis muncul awal 2007, untuk membeli 1 Oz emas hanya dibutuhkan uang kertas US$ 600-an dan kini hanya dalam waktu kurang lebih 4 tahun kemudian, untuk membeli 1 Oz emas yang sama dibutuhkan lebih kurang dua setengah kalinya yaitu US$ 1,500-an.

Di belahan dunia lain di negeri ini, para legislator kita yang saya yakin betul bahwa banyak yang Muslim sehingga mereka tentunya paham bahwa nishab zakat ditimbang dengan Dinar atau Dirham dan bukan Rupiah, nishab pencuri dan uang diyat dan lain sebagainya juga ditimbang dengan Dinar atau Dirham, tidakkah mereka ingin mengikuti legislator Kelantan yang menjadi facilitator bagi rakyat / umatnya untuk dapat melaksanakan syariat dengan lebih akurat? Saya agak yakin pula bahwa mereka mestinya juga paham dengan apa yang terjadi dengan daya beli uang kertas dalam dua dasawarsa terakhir – lebih-lebih para legislator ini pastinya sudah memasuki usia dewasa ketika uang kertas kita nyaris lumpuh dan daya belinya anjlog tinggal seperempatnya pada krisis 1997 / 1998. Melalui kehancuran mata uang kertas ini pula, sejumlah besar asset terbaik negeri ini berpindah tangan – mulai dari BUMN-BUMN telekomunikasi, perbankan sampai sejumlah industri kini berada di tangan asing – karena murahnya mereka membeli setelah Rupiah hancur pasca krisis 1997 / 1998 tersebut. Tidakkah mereka tergerak untuk membangun ketahanan ekonomi berdasarkan uang yang kuat, yang daya belinya tidak bisa dipermainkan oleh para spekulan, yang daya belinya terbukti stabil lebih dari 1,400 tahun? Tetapi sekali lagi kita tidak bisa hanya berandai-andai dan berharap pada manusia, kita bisa berbuat dengan apa yang kita bisa, mulai dari yang kita tahu – insya Allah Allah akan membimbing kita dengan apa yang kita belum tahu. Hanya kepada Allahlah kita berharap dan memohon pertolonganNya…Amin.

Penulis Direktur Gerai Dinar dan kolumnis hidayatullah.com

sumber: hidayatullah.com

     Berita ini dilansir pertama kali tanggal 13 Agustus lalu oleh Nik Abdul Aziz, kepala kementrian negara bagian Kelantan. Konon, uang emas dan perak yang akan diterbitkan ini mengacu ke mata uang Dinar dan Dirham, mata uang yang digunakan di zaman kerajaan Ottoman, Turkey di sekitar abad 12 sampai dengan awal abad 19. 

 

      Uang emas dan perak tadi akan diterbitkan dalam satuan ‘setengah’ dinar sampai ‘delapan’ dinar (0.5 Dinar – 8 Dinar), dan ‘satu’ dirham sampai dengan ‘dua puluh’ dirham (1 Dirham – 20 Dirham). Bila dinilai dengan harga emas sekarang, konon uang ‘satu’ dinar akan sama dengan 183 US Dollar (1 Dinar = Rp 1.647.000). Suatu pecahan nominal uang yang besar. Sementara ‘satu’ dirham = sekitar 5 US Dollar atau Rp. 45.000, (1 Dirham = Rp 45.000)-.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar