Jumat, 27 November 2009

Buku Wanita dan Poligami 02


Diedit tanggal 19 Juni 2016


Mengapa
Wanita Pada Umumnya
Anti Poligami ?


Oleh : Dr. H.M. Nasim Fauzi

 

..... Lanjutan dari makalah sebelumnya


15. Muslimat NU Berubah Menjadi Anti Poligami
Setelah lulus Fakultas Kedokteran Unair dan pulang ke Jember penulis melihat bahwa famili-famili perempuan penulis yang umumnya termasuk Muslimat dan Fatayat N.U. pandangannya tidak seperti orang tuanya dulu yang tidak anti poligami, tetapi sekarang berubah menjadi anti poligami. Sedang kitab-kitab yang dipakai sebagai dasar hukum bukan lagi kitab-kitab hukum Islam berdasar mazhab Imam Syafii namun menggunakan kitab tafsir Al Qur-an yang dikarang oleh ulama modern di antaranya : Tafsir Al-Manar karangan Rosyid Ridho dan Tafsir Al-Maroghi karangan Ahmad Mustofa Al-Maroghi.

Syaikh M. Rosyid Ridha

 Muktamar NU ke-31 diselenggarakan di Surakarta. Konsumsi muktamar tersebut diserahkan pada "Ayam Bakar Wong Solo" milik Puspo Wardoyo, presiden Masyarakat Poligami Indonesia. Hal ini diprotes oleh Ny. Nuriyah A. Rahman Wahid dan Muslimat NU sambil mengatakan bahwa poligami adalah suatu bentuk kekerasan pada perempuan. 


 Puspo Wardoyo dengan ke-4 Isterinya

Wacana ini sangat jauh melenceng dari faham Islam Tradisional NU, karena dapat diartikan bahwa Nabi Muhammad dan para sohabat besar yaitu Umar bin Khottob, Ali bin Abi Tholib (sepupu/menantu Nabi), Muawiyah bin Abi Sufyan, dan Muaz bin Jabal telah melakukan kekerasan pada perempuan lantaran menjalankan poligami. Na'udzu billah min dzalik.
16. Kitab Kuning Hukum Islam Dianggap Tidak Adil Karena Bias Gender / Bernuansa  Patriarki
Seharusnya anggota Muslimat dan Fatayat NU yang termasuk Jamaah NU yang berpaham tradisional tetap menganut faham mazhab Imam Syafii, dan menggunakan kitab kuning hukum Islam. Pada faham itu hukum poligami sudah final yaitu halal. Kemudian kitab tafsir yang dipegang adalah tafsir Al-Qur’an kitab kuning antara lain : Tafsir Jalalain atau Tafsir Ibnu Katsir. Rupa-rupanya mereka terpengaruh oleh Feminis Islam luar negeri antara lain : Fatima Mernisi (Maroko), Amina Wadud Muhsin (Malaysia), Riffat Hasan (Pakistan) dan Asghar Ali Enginer (India).

Sedang tokoh-tokoh feminis di Indonesia adalah : Masdar F. Masudi, Mansour Fakih, Wardah Hafidz, Nurul Agustina, Ratna Megawangi dan Siti Ruhaini Nurhayatin.



Tokoh Islam lainnya yang perduli perempuan adalah : Quroish Shihab, Nurcholis Majid, Jalaluddin Rahmat dan Nasaruddin Umar.
Mereka tidak suka kitab hukum Islam tradisional karena dianggap bernuansa patriarki / bias gender sehingga dianggap tidak adil. Maka mereka beralih kepada Kitab Tafsir modern atau Tafsir kitab putih.
16. Usaha Gerakan Feminis di Indonesia
Tujuan utama gerakan feminisme adalah untuk mengikis ketidak-adilan perlakuan terhadap perempuan dalam struktur sosial serta memperjuangkan kesetaraan jender.
Usaha para feminis muslim untuk merubah persepsi masyarakat Indonesia agar memahami tujuan feminis adalah :
Pertama : Memberdayaan perempuan melalui jalur Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI, jalur pusat studi wanita di Perguruan Tinggi, dan jalur pelatihan, seminar dan konsultasi.
Kedua :  Melalui buku-buku.
Ketiga :  Melalui kajian historis yang mendukung faham kesetaraan gender.
Keempat : Dekonstruksi tafsir Al-Quran yang bias gender, serta mengkritisi hadis yang misoginis (membenci perempuan).
II. Permasalahan
Mengapa Wanita Pada Umumnya Anti Poligami?
1. Karena secara naluri para wanita tidak mau dimadu.
2. Terpengaruh oleh pendapat feminis bahwa kitab-kitab tradisional bernuansi patriarkhi / bias gender.
3. Karena Terpengaruh Kitab-kitab Tafsir Modern
Angka 1 dan 2 telah diterangkan di atas. Tinggal angka 3 yang akan dijadikan permasalahan :
III. Analisa Masalah
    Mengapa Kitab-kitab tafsir modern menimbulkan dampak anti poligami, sebaliknya Kitab-kitab tafsir klasik (Kitab kuning) tidak demikian ?
A. Pembuatan hipotesis
Untuk menjawab pertanyaan di atas, terlebih dahulu penulis membuat hipotesis, kemudian kebenaran hipotesis itu akan diuji dalam pembahasan masalah.
Hipotesis penulis adalah :
=============================================================
1.  Kitab-kitab Tafsir Modern itu telah menjadi sarana bagi Virus fikiran untuk merusak hukum Islam,
2.  di antaranya adalah hukum Islam tentang perkawinan yang sudah baku.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dalam kalimat di atas ada dua (2) kalimat kunci :
1. Virus fikiran
2. Merusak hukum Islam yang sudah baku
keduanya akan dibahas dalam uraian berikutnya:
==========================================================================
B. Ayat-ayat Al Qur-an yang akan dibahas tafsirnya
Adapun ayat-ayat yang akan dibahas tafsirnya adalah: Surat An-Nisa’ ayat-ayat 2 - 6 dan 129 sebagai berikut:
4:2. Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.
4:3. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
4:4. Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.
4:5. Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.
4:6. Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).
4:129. Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
C. Kitab-kitab Tafsir Al Qur-an yang akan dikaji
 Adapun Kitab-kitab Tafsir Al Qur-an yang akan dikaji terbagi atas dua (2) golongan besar.
1. Tafsir Al Qur-an klasik atau Tafsir Kitab Kuning
a. Tafsir Jalalain
Tafsir Jalalain dikarang oleh Jalaluddin Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Ibrohim Al Mahally (1389-1459) yang mengarang bagian pertamanya dan ditamatkan oleh Jalaluddin Abdurrahman ibn Abi Bakar ibn Muhammad As Sayuthi (1445-1505).
b. Tafsir Ibnu Katsir
Tafsir Qur-anul Adzim, dikarang oleh murid Ibnu Taimiyah, Ibnu Katsir (1302-1373) yang bermadzhab Syafi'i. Nama lengkapnya adalah Imamul Jalil Al-Hafizh Imaduddin Abu Fida' Ismail bin Umar Ibnu Katsir bin Dhou'ul Bashory Ad-Dimsyiki.
2. Tafsir Al Qur-an modern atau Tafsir Kitab putih.
a. Tafsir Al-Maroghi
 
 Al-Syaikh Mustofa Al-Maroghi disebut sebagal murid Muhamad Abduh yang terbesar di kalangan orang-orang Al-Azhar. Atas usaha gurunya pada mulanya diangkat menjadi Kepala Hakim Agama di Sudan dan kemudian menjadi Syaikh Al-Azhar (1928 - 1930). Sewaktu memimpin Al-Azhar ia berusaha meneruskan usaha guru untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan di Universitas tersebut. Peraturan untuk itu telah dikeluarkan di tahun 1930, tetapi ia mendapat tantangan keras dari kalangan-kalangan yang anti pembaharuan. Akhirnya ia terpaksa melepaskan jabatan tertinggi Al-Azhar yang dipegangnya itu.
b. Tafsir Al-Misbah karangan Dr. Quroisy Shihab
Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab lahir di Rappang (Sulawesi Selatan) pada 16 Februari 1944. Ia seorang cendekiawan muslim dalam ilmu-ilmu Al Qur’an dan pernah menjabat Menteri Agama pada Kabinet Pembangunan VII (1998)

.
Ia berasal dari keluarga keturunan Arab yang terpelajar. Ayahnya, Prof. Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir. Abdurrahman Shihab dipandang sebagai salah seorang ulama, pengusaha, dan politikus yang memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Makassar (dulu Ujung Pandang), Quraish melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang, sambil “nyantri” di Pondok Pesantren Darul-Hadits Al-Faqihiyyah.
Melihat bakat bahasa arab yang dimilikinya, dan ketekunannya untuk mendalami studi keislaman, Quraish beserta adiknya (Alwi Shihab) dikirim oleh ayahnya ke Al-Azhar Cairo. Mereka berangkat ke Kairo pada 1958, saat usianya baru 14 tahun, dan diterima di kelas dua I’dadiyah Al Azhar (setingkat SMP/Tsanawiyah di Indonesia).
Pada 1967, dia meraih gelar Lc (S-1) pada Fakultas Ushuluddin JurusanTafsir dan Hadis Universitas Al-Azhar. Kemudian dia melanjutkan pendidikannya di fakultas yang sama, dan pada 1969 meraih gelar MA untuk spesialisasi bidang Tafsir Al-Quran dengan tesis berjudul “al-I’jaz at-Tasryri’i Al-Qur’an Al-Karim (Kemukjizatan Al-Qur’an Al-Karim dari Segi Hukum)”.
Sekembalinya ke Makassar, Quraish Shihab dipercaya untuk menjabat Wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada IAIN Alauddin. Ia juga terpilih sebagai Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Wilayah VII Indonesia Bagian Timur).
Pada 1980, Quraish Shihab kembali ke Kairo dan melanjutkan pendidikannya di almamaternya yang lama, Universitas Al-Azhar. Ia hanya memerlukan waktu dua tahun untuk meraih gelar doktor dalam bidang ilmu-ilmu Al-Quran. Dengan disertasi berjudul ‘Nazhm Al-Durar li Al-Biqa’iy, Tahqiq wa Dirasah (Suatu Kajian dan Analisa terhadap Keotentikan Kitab Nazm ad-Durar Karya al-Biqa’i), ia berhasil meraih gelar doktor dengan yudisium Summa Cum Laude disertai penghargaan tingkat I (mumtat ma’a martabat al-syaraf al-‘ula).
Sekembalinya ke Indonesia, sejak 1984, Quraish Shihab ditugaskan di Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Pasca-Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Di sini ia aktif mengajar bidang Tafsir dan Ulum Al-Quran di Program S1, S2 dan S3 sampai tahun 1998.
Quraish Shihab bahkan dipercaya menduduki jabatan sebagai Rektor IAIN Jakarta selama dua periode (1992-1996 dan 1997-1998). Setelah itu ia dipercaya menduduki jabatan sebagai Menteri Agama selama kurang lebih dua bulan di awal tahun 1998, hingga kemudian ia diangkat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk negara Republik Arab Mesir merangkap Republik Djibouti yang berkedudukan di Kairo.
Ia juga dipercaya untuk menduduki berbagai jabatan lain, antara lain: Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, anggota Lajnah Pentashih Al-Quran Departemen Agama, dan anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional. Dia juga banyak terlibat dalam beberapa organisasi profesional, antara lain: Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu Syari’ah, Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).
Aktivitas lainnya yang ia lakukan adalah sebagai Dewan Redaksi Studia Islamika: Indonesian Journal for Islamic Studies, Ulumul Qur ‘an, Mimbar Ulama, dan Refleksi Jurnal Kajian Agama dan Filsafat.
Di sela-sela segala kesibukannya itu, ia juga terlibat dalam berbagai kegiatan ilmiah di dalam maupun luar negeri.
Di samping kegiatan tersebut di atas, M. Quraish Shihab juga dikenal sebagai penulis dan penceramah yang handal, termasuk di media televisi. Ia diterima oleh semua lapisan masyarakat karena mampu menyampaikan pendapat dan gagasan dengan bahasa yang sederhana, dengan tetap lugas, rasional, serta moderat.
Quraish Shihab memang bukan satu-satunya pakar Al-Qur’an di Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan dan menyampaikan pesan-pesan Al-Qur’an dalam konteks kekinian dan masa post modern membuatnya lebih dikenal dan lebih unggul daripada pakar Al-Qur’an lainnya.
Dalam hal penafsiran, ia cenderung menekankan pentingnya penggunaan metode tafsir maudu’i (tematik), yaitu penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah ayat Al-Qur’an yang tersebar dalam berbagai surah yang membahas masalah yang sama, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut dan selanjutnya menarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok bahasan.
Menurutnya, dengan metode ini dapat diungkapkan pendapat-pendapat Al-Qur’an tentang berbagai masalah kehidupan, sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat Al-Qur’an sejalan dengan perkembangan iptek dan kemajuan peradaban masyarakat.
Quraish Shihab banyak menekankan perlunya memahami wahyu Ilahi secara kontekstual dan tidak semata-mata terpaku pada makna tekstual agar pesan-pesan yang terkandung di dalamnya dapat difungsikan dalam kehidupan nyata. Ia juga banyak memotivasi mahasiswanya, khususnya di tingkat pasca sarjana, agar berani menafsirkan Al-Qur’an, tetapi dengan tetap berpegang ketat pada kaidah-kaidah tafsir yang sudah dipandang baku.
Menurutnya, penafsiran terhadap Al-Qur’an tidak akan pernah berakhir. Dari masa ke masa selalu saja muncul penafsiran baru sejalan dengan perkembangan ilmu dan tuntutan kemajuan. Meski begitu ia tetap mengingatkan perlunya sikap teliti dan ekstra hati-hati dalam menafsirkan Al-Qur’an sehingga seseorang tidak mudah mengklaim suatu pendapat sebagai pendapat Al-Qur’an.
Bahkan, menurutnya adalah satu dosa besar bila seseorang mamaksakan pendapatnya atas nama Al-Qur’an. Dr. M. Quraisy Shihab, seorang pakar Tafsir Al-Qur'an lulusan Universitas Al-Azhar di Cairo, Mesir. Pendidikan di Al-Azhar ditempuhnya sejak Tsanawiyah (1958), S1 jurusan Ushuluddin dan Tafsir (1967), MA jurusan Tafsir (1969) dan doktor dalam ilmu-ilmu Al-Qur'an dengan predikat Summa cum laude dengan penghargaan tingkat I pada tahun 1982.
c. Tafsir Al-Azhar Karangan Buya HAMKA
HAMKA (1908-1981), adalah akronim kepada nama sebenar Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah. Beliau adalah seorang ulama, aktivis politik dan penulis Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara. Beliau lahir pada 17 Februari 1908 di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, Indonesia. Ayahnya ialah Syeikh Abdul Karim bin Amrullah atau dikenali sebagai Haji Rasul, seorang pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906.

HAMKA mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau sehingga Darjah Dua. Ketika usia HAMKA mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ HAMKA mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. HAMKA juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjoparonto dan Ki Bagus Hadikusumo.
Hamka adalah seorang otodidiak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjoparonoto, Haji Fachrudin, Ar Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal.
Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (yang ditulis semasa dalam penjara) dan antara novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastera diÿMalaysiaÿdan Singapura termasuklah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Kaabah dan Merantau ke Deli.
Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan antara-bangsa seperti anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas al-Azhar, 1958; Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974; dan gelaran Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno daripada pemerintah Indonesia.
d. Tafsir An-Nuur Karangan Teungku M. Hasbi ash-Shiddieqy
Teungku Mumammad Hasbi Ash-Shiddieqy (Lahir di Lhokseumawe, 10 Maret 1904. Wafat di Jakarta, 9 Desember 1975). Seorang ulama Indonesia, ahli ilmu fiqh dan usul fiqh, tafsir, hadis dan ilmu kalam.
Menurut silsilah, Hasbi ash-Shiddieqy adalah keturunan Abu Bakar ash-Shiddieq (573-13 H/634 M), kholifah pertama. Ia sebagai generasi ke-37 dari kholifah tersebut melekatkan gelar ash-Shiddieqy di belakang namanya.
Pendidikan agamanya diawali di dayah (pesantren) ayahnya: Teungku Qadhi Chik Maharaja Mangkubumi Husein ibn Muhamad Su'ud. Kemudian selama 20 tahun ia mengunjungi berbagai dayah dari satu kota ke kota lain. Pengetahuan bahasa Arobnya diperoleh dari Syekh Muhammad ibn Salim al-Kalali, seorang ulama berkebangsaan Arob. Pada tahun 1926, ia berangkat ke Surabaya dan melanjutkan pendidikan di Madrosah al-Irsyad, sebuah organisasi keagamaan yang didirikan oleh Syekh Ahmad Soorkati (1974-1943), ulama yang berasal dari Sudan yang mempunyai pemikiran modern ketika itu. Di sini ia mengambil pelajaran takhassus (spesialisasi) dalam bidang pendidikan dan bahasa. Pendidikan ini dilaluinya selama 2 tahun. Al-Irsyad dan Ahmad Soorkati inilah yang ikut berperan dalam membentuk pemikirannya yang modern sehingga setelah kembali ke Aceh beliau langsung bergabung dalam keanggotaan organisasi Muhammadiyah.
Pada zaman demokrasi liberal ia terlibat secara aktif mewakili Partai Masyumi (Mejelis Syuro Muslimin Indonesia) dalam perdebatan ideologi di Konstituante. Pada tahun 1951 ia menetap di Yogyakarta dan mengkonsentrasikan diri dalam bidang pendidikan. Pada tahun 1960 ia diangkat menjadi dekan Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Jabatan ini dipegangnya hingga tahun 1972.
Kedalaman pengetahuan keislamannya dan pengakuan ketokohannya sebagai ulama terlihat dari beberapa gelar doktor (honoris causa) yang diterimanya, seperti dari Universitas Islam Bandung pada 23 maret 1975 dan dari IAIN Kalijaga pada 29 Oktober 1975. Sebelumnya, pada tahun 1960, ia diangkat sebagai guru besar dalam bidang ilmu hadis pada IAIN Sunan Kalijaga.
Hasbi ash-Shiddieqy adalah ulama yang produktif menuliskan ide pemikiran keislamannya. Karya tulisnya mencakup berbagai disiplin ilmu keislaman. Menurut catatan, buku yang ditulisnya berjumlah 73 judul (142 jilid). Sebagian besar karyanya adalah tentang fiqh 936 judul. Bidang-bidang lainnya adalah hadis (8 judul), tafsir (6 judul), tauhid ilmu kalam, (5 judul). Sedangkan selebihnya adalah tema-tema yang bersifat umum.
e. Al-Qur’an dan Tafsirnya Departemen Agama RI
Kitab tafsir ini dibuat oleh tujuh belas (17) orang Tim ahli berikut:
1. Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar
2. Drs. H. Fadhal AR Bafadal, M Sc.
3. Dr. Ahsin Sakho Muhammad, M.A.
4. Prof. K.H. Mustafa Yaqub, M.A.
5. Drs. H. Muhammad Shohib, M.A.
6. Prof. Dr. H. Rif’at  Syauqi Nawawi, M.A.
7. Prof. Dr. H. Salman harun
8. Dr. Hj. Faizah Ali Sibromalisi
9. Dr. H. Muslih Abdul Karim
10. Dr. H. Ali Audah
11. Dr. H. Muhammad Hisyam
12. Prof. Dr. Prof. Dr. Hj. Huzaimah T. Yanggo, M.A.
13. Prof. Dr. H.M. Salim Umar, M.A.
14. Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, M.A.
15. Drs. H. Sibli Sandjaja, LML
16. Drs. H. Mazmur Sya’roni
17. Drs. H.M. Syatibi AH.
IV. Pembahasan Masalah
 Tafsir Al Qur-an yang baik harus sistematis, akurat dan obyektif.
A. Sistematika Tafsir Al Qur-an menurut Dr. Ahmad Syurbasyi
Menurut Dr. Ahmad Syurbasyi dalam bukunya “Sejarah Perkembangan Al-Qur’an Al-Karim”, syarat-syarat untuk penafsiran Al Qur-an yang baik secara singkat adalah :
1. Memenuhi kaidah bahasa Arob Al Qur-an yang baik. Bahasa Arob Al Qur-an adalah bahasa Arob saat diturunkannya Al Qur-an yaitu bahasa Arob kuno.
2. Dalam menafsirkan ayat-ayat tentang sifat-sifat Alloh swt. dan tentang keimanan harus memenuhi kaidah ilmu Ushuluddin.
3. Bila menafsirkan ayat-ayat yang akan dijadikan dasar pembuatan hukum Islam harus memenuhi kaidah ilmu Ushul Fiqh.
4. Agar tafsir Al Qur-an itu tepat dalam maksud dan tujuannya, harus dikaji dulu Asbabun Nuzulnya. Asbabun nuzul adalah sebab-sebab atau latar belakang turunnya ayat-ayat Al Qur-an.
5. Agar bisa menggolongkan suatu ayat apakah bersifat umum yaitu berupa garis besar (mujmal), atau bersifat samar-samar (mubham). Ayat-ayat yang mujmal dan mubham itu hendaknya dilengkapi dengan hadits Nabi Muhammad saw. Yang isinya berupa perincian ayat yang mujmal dan menerangkan ayat yang mubham.
6. Ayat-ayat yang membahas masalah sains dan teknologi memerlukan spesialisasi keilmuan yang berkaitan.
Tambahan dari penulis :
     Selain istilah ayat yang bersifat umum yaitu berupa garis-garis besar (mujmal) dan ayat yang samar-samar (mubham) dalam angka 5 di atas, juga ada istilah ayat muhkamat dan mutasyabihat sesuai yang diuraikan Allah dalam QS. Ali Imron ayat 7 berikut:
Artinya : “Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepada Muhammad. Di antara isi)nya ada ayat-ayat muhkamat, itulah Umm Al Qur’an (yang dikembalikan dan disesuaikan pemaknaan ayat-ayat al Qur’an dengannya) dan yang lain ayat-ayat mutasyabihat. Adapun orang-orang yang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya sesuai dengan hawa nafsunya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah serta orang-orang yang mendalam ilmunya mengatakan : “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran darinya kecuali orang-orang yang berakal” (Q.S. Ali Imran : 7)
Ayat-ayat Muhkamat : ayat yang dari sisi kebahasaan memiliki satu makna saja dan tidak memungkinkan untuk ditakwil ke makna lain. Atau ayat yang diketahui dengan jelas makna dan maksudnya.
Ayat-ayat Mutasyabihat : ayat yang belum jelas maknanya. Atau yang memiliki banyak kemungkinan makna dan pemahaman sehingga perlu direnungkan agar diperoleh pemaknaan yang tepat yang sesuai dengan ayat-ayat muhkamat.
B. Tafsir bi al-Ma’tsur sebagai tafsir Al Qur-an yang ideal.
Menurut Dr. Thameem Ushama, yang dimaksud dengan Tafsir bi al-Ma’tsur adalah : 
a. tafsir yang merujuk pada penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, atau
b. penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Hadits atau
c. penafsiran Al-Qur’an dengan penuturan para sohabat.
Metode ini merupakan tafsir yang nilainya tertinggi yang tidak dapat dibandingkan dengan sumber lain, karena:
i. Para sohabat itu menyaksikan turunnya wahyu, maka penafsiran merekalah yang layak untuk dijadikan sumber.
ii. Di samping itu mereka langsung dididik oleh Rosululloh Saw. sendiri.
C. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan masalah Tafsir Surat An-Nisa’ ayat 2-6 dan 129 adalah sebagai berikut:
1. Asbabun Nuzul Surat An-Nisa’ ayat 2-6
2. Tafsir kitab Kuning terhadap S. An-Nisa’ ayat 2-6.
3. Kesimpulan penulis akan tafsir kitab kuning terhadap S. An-Nisa’ ayat 2-6.
4. Tafsir kitab Putih terhadap Surat An-Nisa’ ayat 2-6. Intinya adalah (kesalahan) tafsir terhadap ayat : Dzalika adnaa allaa ta’uuluu dan tafsir tentang istilah adil.
5. Perbandingan antara Tafsir Kitab Kuning dan Tafsir Kitab Putih tentang ayat-ayat Poligami.
6. Komentar penulis akan tafsir kitab putih terhadap Surat An-Nisa’ ayat 2-6.
7. Mengapa tafsir kitab putih melenceng sampai sejauh itu ? Akibat pengaruh Virus fikiran dalam pemikiran islam modern.
8. Fenomena Jamaluddin al-Afghoni.
1. Asbabun Nuzul Surat An-Nisa’ ayat 2-6
Hadis 01 : Imam al-Bukhori meriwayatkan bahwa A’isyah r.a. berkata: “Ada gadis yatim di bawah asuhan walinya. Ia berserikat dengan walinya dalam masalah hartanya, walinya itu tertarik kepada harta dan kecantikan gadis tersebut. Akhirnya ia bermaksud untuk menikahinya, tanpa memberikan mahar yang layak.” Maka turunlah ayat ini. (Al-Qur’an dan Tafsirnya Depag RI).
Hadis 02 : Al-Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Urwah ibn Zubair, bahwa beliau bertanya tentang ayat ini, yang oleh Aisyah dijawab, ayat ini turun berkaitan dengan perempuan yatim yang dipelihara oleh walinya, tetapi kemudian harta dan kecantikan perempuan yatim itu menarik hati si wali. Tetapi si wali itu ternyata tidak berlaku adil, dia tidak mau memberi maskawin sebagaimana yang diberikan suami kepada isterinya yang setara. Ayat ini mencegah mereka berbuat demikian dan memerintahkan mereka untuk menikahi perempuan lain. (Tafsir Al-Qur-an An-Nuur Hasbi)
Maka topik daripada Surat An-Nisaa ayat 2-6 adalah :
-----------------------------------------------------------------------------------------------
perintah untuk berbuat adil terhadap anak yatim perempuan.
------------------------------------------------------------------------------------------------
2. Tafsir kitab Kuning terhadap S. An-Nisa’ ayat 2-6.
a. Tafsir Jalalain
Surat An-Nisaa ayat 2
(Dan berikanlah kepada anak-anak yatim) yaitu anak-anak yang tidak berbapak
(harta mereka) jika sudah balig
(dan janganlah kamu tukar yang baik dengan yang buruk) artinya yang halal dengan yang haram, dan janganlah kamu ambil harta yang baik dari anak yatim itu lalu kamu ganti dengan hartamu yang jelek
(dan jangan kamu makan harta mereka) yang telah dicampur-aduk
(dengan hartamu. Sesungguhnya itu) maksudnya memakan yang demikian itu
(adalah dosa) atau kesalahan
(yang besar).
Surat An-Nisaa ayat 3
(Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (tuqsithu, nf) terhadap anak-anak yatim) sehingga sulit bagi kamu untuk menghadapi mereka, lalu kamu takut pula takkan dapat berlaku adil di antara wanita-wanita yang kamu kawini
(maka kawinilah) (apa) dengan arti siapa
(yang baik di antara wanita-wanita itu bagi kamu: dua, tiga atau empat orang) boleh dua, tiga atau empat tetapi tidak boleh lebih dari itu.
(Kemudian jika kamu takut takkan dapat berlaku adil (ta’dilu 1, nf.) di antara mereka dalam giliran dan pembagian nafkah
(maka hendaklah seorang saja) yang kamu kawini
(atau) hendaklah kamu batasi pada
(hamba sahaya yang menjadi milikmu) karena mereka tidak mempunyai hak-hak bagaimana istri-istri lainnya.
 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------
 (Yang demikian itu (dzalika, nf.) maksudnya mengawini sampai empat orang istri atau seorang istri saja, atau mengambil hamba sahaya
(lebih dekat) kepada
(tidak berbuat aniaya (ta’ulu, nf.) atau berlaku zalim.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Surat An-Nisaa ayat 4
(berikanlah kepada wanita-wanita itu maskawin mereka) jamak dari sodaqoh
(sebagai pemberian) karena ketulusan dan kesucian hati
(Kemudian jika mereka menyerahkan kepadamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati) nafsa merupakan tamyiz yang asalnya menjadi fa’il artinya -hati mereka senang untuk menyerahkan sebagian dari maskawin itu kepadamu, lalu mereka berikan-
(maka makanlah dengan enak) atau sedap
(lagi baik) akibatnya, sehingga tidak membawa bencana di akhirot kelak. Ayat ini diturunkan kepada orang yang tidak menyukainya.
Surat An-Nisaa ayat 5.
(Dan janganlah kamu serahkan) wahai para wali
(kepada orang-orang yang bebal) artinya orang-orang yang boros dari kalangan laki-laki, wanita dan anak-anak
(harta kamu) maksudnya harta mereka yang berada dalam tanganmu
(yang dijadikan Alloh sebagai penunjang hidupmu); qiyama masdar dari qoma artinya penopang hidup dan pembela kepentinganmu, karena akan mereka habiskan bukan pada tempatnya. Menurut satu qiroat dibaca qoyyima jamak dari qimah artinya alat untuk menilai harga benda-benda
(hanya berilah mereka belanja darpadanya) maksudnya beri makanlah mereka daripadanya
(dan pakaian dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik) misalnya janjikan jika mereka telah dewasa, maka harta mereka itu akan diberikan semuanya kepada mereka
Surat An-Nisaa ayat 6.
(Dan hendaklah kamu uji anak-anak yatim itu) sebelum mereka baligh yakni mengenai keagamaan dan tingkah laku mereka
(hingga setelah mereka sampai umur untuk kawin) artinya telah mampu untuk itu dengan melihat keadaan dan usia, menurut Syafii 15 tahun penuh
(maka jika menurut pendapatmu) atau penglihatanmu
(mereka telah cerdas) artinya pandai menjaga agama dan harta mereka
(maka serahkanlah kepada mereka itu harta-harta mereka, dan janganlah kamu memakannya) – hai para wali
(secara berlebihan) tanpa hak, ini menjadi hal
(dan dengan tergesa-gesa) untuk membelanjakannya, karena khawatir
(mereka dewasa) hingga harta itu harus diserahkan kepada yang berhak
(Dan barangsiapa) di antara para wali
(yang mampu, maka hendaklah ia menahan diri) dari mengambil dan memakan harta anak yatim itu
(sedangkan siapa yang miskin, maka bolehlah ia makan) harta itu
(secara sepatutnya) artinya sekadar upah jerih payahnya
(Kemudian apabila kamu menyerahkan kepada mereka) maksudnya kepada anak-anak yatim
(harta mereka, maka hendaklah kamu persaksikan terhadap mereka) yakni bahwa mereka telah menerimanya dan tenggung jawabmu telah selesai. Maksudnya ialah siapa tahu kalau-kalau terjadi persengketaan nanti, maka kamu dapat mempergunakan para saksi itu. Maka perintah ini tujuannya ialh untuk memberi petunjuk.
(Dan cukuplah Alloh), ba merupakan tambahan
(sebagai pengawas) yang mengawasi perbuatan-perbauatan hamba-Nya dan memberi mereka ganjaran.
Surat An-Nisaa ayat 129
(Dan kamu sekali-kali takkan dapat berlaku adil (ta’dilu 2, nf.) artinya bersikap sama tanpa berat sebelah
(di antara istri-istrimu) dalam kasih sayang
(walaupun kamu amat menginginkan) demikian
(sebab itu janganlah kamu terlalu cenderung) kepada wanita yang kamu kasihi itu, baik dalam soal giliran maupun dalam soal pembagian nafkah
(sehingga kamu tinggalkan) wanita yang tidak kamu cintai
(seperti bergantung), janda bukan bersuami pun tidak.
(Dan jika kamu mengadakan perjanjian) yakni dengan berlaku adil dalam mengatur giliran
(dan menjaga diri) dari berbuat kecurangan
(maka sesungguhnya Alloh maha pengampun) terhadap kecenderungan yang terdapat dalam hatimu
(lagi Maha Penyayang) kepadamu dalam masalah tersebut.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Surat An-Nisaa ayat 2
Ibnu katsir menafsirkan ayat ini lebih lengkap dibanding Jalalain, disertai dengan pendapat para shohabat. Maka Tafsir ini termasuk dalam Tafsir bil ma’tsur yaitu tafsir yang merujuk pada penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, atau dengan Al-Hadits atau dengan penuturan para sohabat.
Surat An-Nisaa ayat 3
Firman-Nya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga atau empat." Artinya apabila di bawah pemeliharaan salah seorang kamu terdapat wanita yatim dan ia merasa takut tidak dapat memberikan mahar sebanding, maka carilah wanita lainnya. Karena mereka cukup banyak, dan Alloh tidak akan memberikan kesempatan padanya.
Hadis 03 : Al-Bukhori meriwayatkan dari ‘Aisyah “Sesungguhnya seorang laki-laki yang memiliki tanggungan wanita yatim, lalu dinikahinya, sedangkan wanita itu memiliki sebatang pohon kurma yang berbuah. Laki-laki itu menahannya sedangkan wanita itu tidak mendapatkan sesuatu pun dari laki-laki itu, maka turunlah ayat ini.
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil.” Aku mengira ia mengatakan: “Ia bersekutu dalam pohon kurma dan hartanya.”
Hadis 04 : Al-Bukhori meriwayatkan: “Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdulloh, telah menceritakan kepada kami Ibrohim bin Sa’ad dari Sholih bin Kaisan dari Ibnu Syihab, ia berkata: ’Urwah bin az-Zubair mengabarkan kepadaku bahwa ia bertanya kepada Siti ‘Aisyah r.a. tentang firman Alloh swt. “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yatim bilamana kamu mengawininya,“ beliau menjawab: “Wahai anak saudariku, anak yatim perempuan yang dimaksud adalah wanita yatim yang berada pada pemeliharaan walinya yang bergabung dalam hartanya.”
Sedangkan ia menyukai harta dan kecantikannya. Lalu, walinya ingin mengawininya tanpa berbuat adil dalam maharnya, hingga memberikan mahar yang sama dengan mahar yang diberikan orang lain. Maka, mereka dilarang untuk menikahinya kecuali mereka dapat berbuat adilo kepada wanita-wanita tersebut dan memberikan mahar yang terbaik untuk mereka. Dan mereka diperintahkan untuk menikahi wanita-wanita yang mereka sukai selain mereka.
Hadis 05 : Urwah berkata: “’Aisyah berkata: “Sesungguhnya para sohabat meminta fatwa kepada Rosululloh saw. setelah ayat ini, maka Alloh menurunkan firman-Nya: “Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang para wanita’. (QS. An-Nisa’ : 127). ‘Aisyah berkata : “Firman Alloh di dalam ayat yang lain”. “Sedangkan kamu ingin menikahi mereka”. (QS. An-Nisa’ : 127). (Karena) kebencian salah seorang kalian kepada wanita yatim, jika mereka memiliki sedikit harta dan kurang cantik, maka mereka dilarang untuk menikahi wanita yang disenangi karena harta dan kecantikannya kecuali dengan berbuat adil. Hal itu dikarenakan kebencian mereka kepada wanita-wanita itu jika sedikit harta dan kurang cantik.” 
Firman Alloh swt. : “Dua, tiga, atau empat.” Artinya nikahilah oleh kalian wanita-wanita yang kalian sukai selain mereka. Jika kalian suka silakan dua, jika suka silakan tiga, dan jika suka silakan empat.
Hadits 06 : Imam asy-Syafi'i berkata: "Sunnah Rosulullah Saw. yang memberikan penjelasan dari Alloh Swt. menunjukkan bahwa tidak diperbolehkan bagi seseorang selain Rosulullah Saw. untuk menghimpun lebih dari empat wanita."
Pendapat yang dikemukakan oleh asy-Syafi'i ini telah disepakati oleh para ulama kecuali pendapat dari sebagian penganut Syi'ah yang menyatakan bolehnya menggabung wanita lebih dari empat orang hingga sembilan orang. Sebagian ulama berpendapat, tanpa batas.
 Hadits 07 : Sesungguhnya al-Bukhori memu'allaqkannya (tanpa menyebutkan sanadnya), telah kami riwayatkan dari Anas bahwa Rosulullah Saw. kawin dengan 15 orang wanita. Di antara mereka yang telah digauli adalah 13 orang dan yang dihimpun beliau adalah 11 orang. Sedangkan di saat wafat, beliau meninggalkan 9 orang isteri.
Menurut para ulama, hal ini merupakan kekhususan-kekhususan beliau, bukan untuk ummatnya, berdasarkan hadits-hadits yang menunjukkan pembatasan 4 isteri yang akan kami sebutkan berikut ini.
Hadits 08 : Di antaranya: Imam Ahmad meriwayatkan dari Salim, dari ayahnya bahwa Ghoilan bin Salamah ats-Tsaqofi masuk Islam, saat itu ia memiliki 10 orang isteri. Maka, Nabi Saw. bersabda: "Pilihlah 4 orang di antara rnereka."
Begitu pula yang diriwayatkan oleh asy-Syafi'i, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, ad-Daruquthni, al-Baihaqi dan yang lainnya. Dan itu pula yang diriwayatkan oleh Malik dari az-Zuhri secara mursal. Abu Zur'ah berkata: "Inilah yang lebih shohih."
Firman-Nya: "Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (ta’dilu 1, nf.) maka kawinilah seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. "Artinya, jika kamu takut memiliki banyak isteri dan tidak mampu berbuat adil kepada mereka, sebagaimana firman Allah Swt. : "Dan tidak akan pernah kamu mampu berbuat adil (ta’dilu 2, nf.) di antara isteri-isterimu, walaupun kamu sangat menginginkannya." (QS. An-Nisaa': 129).
Barang siapa yang takut berbuat demikian, maka cukuplah satu isteri saja atau budak-budak wanita. Karena, tidak wajib pembagian giliran pada mereka (budak-budak wanita), akan tetapi hal tersebut dianjurkan, maka barang siapa yang melakukan, hal itu baik dan barangsiapa yang tidak melakukan, maka tidaklah mengapa.
 ===============================================================
Firman-Nya: "Yang demikian itu (dzalika, nf.) adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya." Yang shohih, artinya adalah janganlah kalian berbuat aniaya. (Dalam bahasa Arab) dikatakan (aniaya dalam hukum) apabila ia menyimpang dan zholim.
===============================================================
Hadits 09 : dalam Shohihnya Diriwayatkan dari 'Aisyah dari Nabi Saw.:"Yang demikian itu (dzalika, nf.) adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya (ta’ulu, nf.)," beliau bersabda: "Janganlah kalian berbuat aniaya." (HR. Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardawaih dan Ibnu Hibban).
Ibnu Abi Hatim berkata: "Ayahku (Abi Hatim) berkata : “Ini adalah kesalahan."' Yang benar adalah ucapan itu dari 'Aisyah secara mauquf (bukan dari Nabi saw.)”.
Surat An-Nisaa ayat 5 dan 6
Sebagaimana pada ayat 3, Ibnu katsir menafsirkan ayat ini lebih lengkap dibanding Jalalain, disertai dengan pendapat para shohabat.
Surat An-Nisaa ayat 129
Firman-Nya : “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian,” Yaitu, wahai manusia, kalian tidak akan sanggup bersikap adil pada isteri-isteri kalian dari berbagai segi, karena sekali pun pembagian malam demi malam dapat terjadi, akan tetapi tetap saja ada perbedaan pada rasa cinta, syahwat dan jima’, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, ‘Ubaidilah al-Salmani, Mujahid, al-Hasan al-Basri, dan adh-Dhahhak bin Muhazim.
Ibnu Abi Hatim mengatakan dari Ibnu Abi Mulaikah, ia berkata: “Ayat ini : “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian,” turun pada ‘Aisyah, yaitu bahwa Nabi saw. sangat mencintainya, melebihi isteri-isterinya yang lain. Sebagaimana dalam hadits :
Hadits 10 : yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ahlus Sunan dari ‘Aisyah, ia berkata : “Rosululloh membagi giliran di antara isteri-isterinya dengan adil, lalu beliau berkata : “Ya Alloh inilah pembaianku yang aku mampu, maka janganlah Engkau cela aku pada pada apa yang Engkau miliki dan tidak aku miliki.” Yaitu hati (Lafadz hadith ini adalah berdasarkan riwayat dari Abu Dawud dan isnadnya shohih, akan tetap at-Tirmidzi berkata : “Hadits ini diriwayatkan pula oleh Hammad bin Zaid dan yang lainnya dari Ayyub dari Abu Qilabah secara mursal dan ini lebih shohih.”
Selanjutnya adalah seperti Tafsir Jalalain.   
3. Kesimpulan penulis akan tafsir kitab kuning terhadap Surat An-Nisa’ ayat 2-6.
Karena permasalahannya adalah mengapa pada tafsir kitab putih bertendensi anti poligami, sedang pada tafsir kitab kuning tidak demikian, maka penulis mengkaji hyal-hal yang berbeda antara kedua macam kitab tafsir itu.
a. Pertama-tama QS. An-Nisa 2-6 itu membahas terutama tentang masalah perintah untuk bertindak adil terhadap anak yatim perempuan, yang penulis sebut sebagai induk kalimat. Sedang masalah poligami bukan merupakan pembahasan utama, ini penulis sebut sebagai anak kalimat..
Surat An-Nisa’ ayat 2 s/d 6
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
# Induk kalimat :
* Berbuat adil pada anak yatim
Memberikan hartanya, tidak menukar dan mencampur.
4:2. Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.
Tidak memberikan hartanya pada yang belum sempurna akalnya, memberi belanja dn pakaian dan berkata yang baik
4:5. Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.
Mengawinkan bila sudah cukup umur dan menyerahkan hartanya.
4:6. Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).
Bila kamu hendak mengawininya (anak yatim itu) maka:
1. Selain menyerahkan hartanya
2. Berikanlah mas kawinnya
4:4. Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.
* Tidak berbuat adil pada anak yatim, yaitu mengawininya, tetapi:
1. Tidak menyerahkan hartanya
2. Tidak memberikan mas kawinnya.

4:127. Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Qur'an (juga memfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya".
4:3. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), (yaitu tidak memberikan hartanya dan mas kawinnya).
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
# Anak kalimat :
maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
Dengan adil yaitu : dalam giliran waktu bermalam, nafkah dan tempat tinggal.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
(dalam hal waktu bermalam, nafkah dan tempat tinggal),
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kembali ke # induk kalimat
Dzalika = yang demikian itu (yaitu tidak mengawini anak yatim perempuan itu tanpa memberi mas kawin yang layak dan mengambil hartanya, kemudian kawin dengan perempuan lain 2,3,4,1 atau budak = anak kalimat) adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Yaitu berbuat adil terhadap anak yatim itu

Perbedaan antara tafsir kitab kuning dengan tafsir kitab putih adalah :
Kata dzalika yang pada tafsir kitab kuning termasuk induk kalimat, di dalam tafsir kitab putih dimasukkan sebagai anak kalimat.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
# Anak kalimat :
maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
Dengan adil yaitu : dalam giliran waktu bermalam, nafkah dan tempat tinggal.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
(dalam hal waktu bermalam, nafkah dan tempat tinggal),
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Dzalika = yang demikian itu (yaitu mengawini seorang (isteri) saja, atau budak-budak yang kamu miliki) adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
b. Bila QS. An-Nisa ayat 2-6 bukan ayat-ayat tentang perkawinan tetapi ayat-ayat tentang perintah untuk berbuat adil pada anak yatim perempuan, manakah ayat tentang perkawinan itu ?
Ayat itu adalah QS. An-Nuur [24] : 32.
Ayat ini sebenarnya merupakan ayat poligami terselubung.
Surat An-Nur [24]:32 : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian [1035] di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
1035] Maksudnya: hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita-wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.
Seorang laki-laki yang sendirian bisa berupa seorang jejaka atau duda yang bisa mengawini seorang wanita yang sendirian juga yaitu seorang gadis atau janda.
Seorang wanita yang sendirian bisa berupa seorang gadis atau seorang janda. Bagi keduanya, bisa kawin dengan seorang laki-laki yang sendirian juga yaitu seorang jejaka atau seorang duda.
Tetapi bila keduanya tidak bisa menemukan laki-laki yang masih lajang yang bisa dikawini, tidak menutup kemungkinan bagi keduanya untuk kawin dengan seorang laki-laki yang sudah beristeri / poligami. Hal inilah yang penulis maksud sebagai ayat poligami terselubung. 
Sedang orang miskin yang masih sendirian (laki-laki atau perempuan) kemudian kawin, Alloh Swt. berjanji akan memampukannya dengan karunia-Nya. Bisa jadi ada seorang laki-laki miskin yang yang sudah mempunyai seorang isteri, akan (menambah istrinya dengan) mengawini seorang wanita yang masih lajang baik perawan atau janda, maka ayat ini adalah janji Alloh Swt. akan menjadikan-Nya mampu dengan karunia-Nya. Jadi ayat ini sejalan dengan hadis di atas.
4. Tafsir kitab Putih terhadap Surat An-Nisa’ ayat 2-6. Intinya adalah (kesalahan) tafsir terhadap ayat : Dzalika adnaa allaa ta’uuluu dan tafsir tentang istilah adil.
a. Tafsir Al-Maroghi
Dzalika Adna an la Ta'ulu : Hal itu (memilih seorang isteri atau mengambil gundik) lebih aman bagimu untuk tidak menyimpang dari berbuat zolim. Memilih seorang istri atau mengambil gundik lebih menghindari perbuatan zina dan aniaya.
Jadi, yang dimaksud dengan "dzalika" dalam Al-Maroghi adalah: memilih seorang isteri atau mengambil gundik.
Kesimpulannya, bahwa menjauhi perbuatan zalim adalah dasar disyari'atkannya hukum perkawinan. Dalam hal ini terkandung pengertian yang menunjukkan persyaratan adil dan wajib melaksanakannya, dan berbuat adil memang sulit diwujudkan, sebagaimana diungkapkan oleh firman-Nya:
"Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian" (An-Nisa', 4 : 129).
b. Tafsir Al-Misbah karangan Dr. Quroisy Shihab
Dzalika, yang demikian itu, yakni menikahi selain anak yatim yang mengakibatkan ketidakadilan, dan mencukupkan satu orang istri adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya, yakni lebih mengantarkan kamu kepada keadilan atau kepada tidak memiliki banyak anak yang harus kamu tanggung biaya hidup mereka.
Jadi, yang dimaksud dengan "dzalika" dalam Al-Misbah adalah: menikahi selain anak yatim yakni beristeri satu.
Surat An-Nisaa Ayat 129
'Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu jangantah kamu terlalu cenderung sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan bertakwa maka sesungguhnya Alloh Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang"
Setelah menganjurkan ihsan kepada pasangan, atau paling tidak berlaku adil, dijelaskannya di sini betapa keadilan harus ditegakkan, walaupun bukan keadilan mutlak, apalagi dalam kasus-kasus poligami. Poligami sering kali menjadikan suami berlaku tidak adil; di sisi lain kerelaan wanita untuk dimadu dapat juga merupakan bentuk perdamaian demi memelihara pernikahan. Nah, kepada suami, setelah dalam berbagai tempat diingatkan agar berlaku adil, lebih-lebih jika berpoligami, melalui ayat ini para suami diberi semacam kelonggaran sehingga keadilan yang dituntut bukanlah keadilan mutlak. Ayat ini menegaskan bahwa kamu, wahai para suami, sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil, yakni tidak dapat mewujudkan dalam hati kamu, secara terus-menerus keadilan dalam hal cinta di antara istri-istri kamu walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena cinta di luar kemampuan manusia untuk mengaturnya. Karena itu, berlaku adillah sekuat kemampuan kamu, yakni dalam hal-hal yang bersifat material dan kalaupun hatimu lebih mencintai salah seorang atas yang lain, aturlah sedapat mungkin perasaan kamu sehingga janganlah kamu terlalu cenderung kepada istri yang kamu cintai dan mendemontrasikan serta menumpahkan semua cintamu kepadanya sehingga kamu biarkan istrimu yang lain terkatung-katung tidak merasa diperlakukan sebagai istri dan tidak juga dicerai sehingga bebas untuk menikah atau melakukan apa yang dikehendakinya. Dan jika kamu setiap saat dan bersinambung mengadakan perbaikan dengan menegakkan keadilan yang diperintahkan Alloh dan bertakwa, yakni menghindari aneka kecurangan serta memelihara diri dari segala dampak buruk, maka Allah akan mengampuni pelanggaran-pelanggaran kecil yang kamu lakukan karena sesungguhnya Alloh selalu Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.
Ayat ini sering dijadikan alasan oleh sementara orang yang tidak mengerti bahwa Islam tidak merestui poligami karena kalau izin berpoligami bersyarat dengan berlaku adil berdasarkan firman-Nya:
Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya" (QS. An-Nisa’ [3] : 4), sedang di sini dinyatakannya bahwa kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri kamu walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, maka hasilnya -kata mereka- adalah bahwa poligami tidak mungkin direstui. Pendapat ini tidak dapat diterima, bukan saja karena Nabi saw. dan sekian banyak sahabat beliau melakukan poligami, tetapi juga karena ayat ini tidak berhenti di tempat para penganut pendapat ini berhenti, tetapi berlanjut dengan menyatakan karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai).
Penggalan ayat ini menunjukkan “kebolehan poligami walau keadilan mutlak tidak dapat diwujudkan” (asterik (“) berasal dari penuis. nf).
Seperti terbaca di atas, keadilan yang tidak dapat diwujudkan itu adalah dalam hal cinta. Bahkan, cinta atau suka pun dapat dibagi. Suka yang lahir atas dorongan perasaan dan suka yang lahir atas dorongan akal. Obat yang pahit tidak disukai oleh siapa pun. Ini berdasarkan perasaan setiap orang, tetapi obat yang sama akan disukai, dicari, dan diminum karena akal si sakit mendorongnya menyukai obat itu walau ia pahit. Demikian suka atau cinta dapat berbeda. Yang tidak mungkin dapat diwujudkan di sini adalah keadilan dalam cinta atau suka berdasarkan perasaan, sedang suka yang berdasarkan akal dapat diusahakan manusia, yakni memperlakukan istri dengan baik, membiasakan din dengan kekurangan-kekurangannya, memandang semua aspek yang ada padanya, bukan hanya aspek keburukannya.
c. Tafsir Al-Azhar Karangan Buya HAMKA
Selanjutnya berfirmanlah Tuhan: "Dzalika, adnaa anlaa ta’uuluu, yang demikian itulah yang lebih memungkinkan kamu terhindar dari berlaku sewenang-wenang."(Ujung ayat 3)." Dengan ujung ayat ini kita mendapat kejelasan, bahwasanya yang lebih aman dan terlepas dari ketakutan tidak akan adil hanyalah beristeri satu. Kalau kita beristeri satu saja, lebih hampirlah kita kepada ketenteraman.
Jadi, yang dimaksud dengan "dzalika" menurut HAMKA adalah: beristeri satu.
Tidak akan bising dan pusing oleh mempertanggungkan beberapa perempuan yang membawa kehendak mereka sendiri-sendiri. Padahal masing-masing meminta supaya dia diladeni, minta supaya dia diperhatikan. Dan minta pula disamakan. Soal itu sajalah yang akan memusingkan kepala setiap hari. Lebih-lebih kalau masing-masing diberi pula anugerah banyak anak oleh Allah. Kalau diri kaya mungkin semua anak itu dapat diasuh dengan baik, tetapi kalau awak miskin, takut kalau-kalau semua anak itu tidak akan sempurna pendidikannya. Lebih memusingkan lagi kalau tiap-tiap anak menurut yang ditanamkan oleh ibunya. Sehingga anak yang datang dari satu ayah menjadi bermusuhan karena berlain ibu mereka, karena ibu mereka memang bermusuhan.
Kita artikan An-la ta'ulu, dengan "agar kamu terhindar dari kesewenang-wenangan." Sewenang-wenang, artinya sudah bertindak menurut kehendak sendiri saja, tidak peduli lagi, masa bodoh. Ini lebih celaka!
d. Tafsir An-Nuur Karangan Teungku M. Hasbi ash-Shiddieqy
Dzalika adnaa allaa ta’uuluu = Beristeri satu lebih dekat bagimu untuk tidak berlaku curang. Mencukupkan diri beristeri satu dengan perempuan merdeka atau mencukupkan diri dengan budak-budak yang dimiliki lebih dekat kepada perilaku tidak curang. Beristeri banyak sesungguhnya tidak diperbolehkan, kecuali dalam keadaan dorurot, dan sangat kecil kemudorotannya.
Jadi, yang dimaksud dengan "dzalika" menurut Tk. Hasbi adalah: beristeri satu.
Ayat ini memberi pengertian bahwa kebolehan beristeri banyak disertai syarat dapat berlaku adil. Sedangkan berlaku adil merupakan satu hal yang sangat sulit dicapai. (QS 4: 128)
Adil yang dimaksud di sini adalah: kecondongan hati. Kalau demikian halnya, memastikan adanya adil merupakan satu hal yang sulit diwujudkan. Tidak mungkin kecintaan seseorang kepada isteri-isterinya bisa berlaku sama.
Oleh karena itu, kebolehan beristeri banyak tidak bisa diberlakukan sembarangan. Diperbolehkan secara dorurot bagi orang yang percaya benar akan mampu berlaku adil dan terpelihara dari perbuatan curang.
e. Al-Qur’an dan Tafsirnya Departemen Agama RI
Memang benar, rumah tangga yang baik dan harmonis dapat diwujudkan oleh pernikahan monogami. Adanya poligami dalam rumah tangga dapat menimbulkan banyak hal yang dapat mengganggu ketenteraman rumah tangga.
5. Perbandingan antara Tafsir Kitab Kuning dan Tafsir Kitab Putih tentang ayat-ayat Poligami.
a. Masa dikarangnya.
     Tafsir Kitab Kuning ditulis sebelum masuknya penjajah Eropa ke Timur Tengah, sedang Tafsir Kitab Putih ditulis setelah masuknya pengaruh Barat  ke Timur Tengah dan Indonesia. Berikut faham-faham Barat yang bertentangan dengan islam.
b. Sistematikanya.
Sistematika Tafsir Kitab Kuning cukup baik,
(i.) dilengkapi dengan hadis-hadis tafsir serta pendapat para ulama yang sesuai.
(ii.) Sehingga Tafsir Ibnu Katsir dimasukkan sebagai Tafsir Bil Ma’tsur yang nilainya tertinggi.
Sedang Tafsir Kitab Putih
(i.) sangat kurang menyertakan hadis tafsir yang sesuai.
(ii.) Sedang pendapat ulama yang dikutip hanyalah yang mendukung pendapat mereka.
(iii.) Dasar yang dipakai terutama adalah fikiran / logika yang disalahkan oleh Nabi saw. pada hadits berikut:
Hadis 11: Dari Haban bin Hilal dari Suhail bin Abi Hazam dari Abu Imron Al-Juwainy dari Jundub, dari Rosululloh saw. yang bersabda : “Barang siapa yang berbicara tentang Al Qur-an menurut pendapatnya (logika) sendiri, sekalipun ia benar, maka ia telah melakukan kekeliruan. (HR. Abas bin A. Azim Al-Ambary).
6. Komentar penulis akan tafsir kitab putih terhadap Surat An-Nisa’ ayat 2-6.
a. Kelima Kitab Tafsir modern yang penulis kutip di atas yaitu : (i.) Tafsir Al-Maroghi, (ii.) Tafsir Al-Misbah, (iii.) Tafsir Al-Azhar, (iv) Tafsir An-Nuur dan (v.) Tafsir Depag RI, tendensinya adalah menganggap bahwa poligami sebaiknya dihindari karena menimbulkan banyak mudhorot.
b. Tafsir Al Qur-an Kitab putih telah meninggalkan hasil ijtihad para imam mazhab yang empat (lima dengan mazhab syiah) yaitu:
i. Imam Abu Hanifah
ii. Imam Malik ibn Anas.
iii. Imam Asy-Syafi'i.
iv. Imam Ahmad ibn Hanbal.
v. Mazhab Imam Syi’ah.
Padahal ke-5 nya diciptakan dengan dasar ushul fiqh yang baik.
Ini adalah akibat dari pengaruh jargon kaum pembaharu di Timur Tengah yaitu meninggalkan taqlid terhadap imam mazhab, langsung kembali kepada Al Qur-an dan Al-Hadits.
Maka para pengguna dan pengikut tafsir modern ini telah meninggalkan 5 mazhab yang lama masuk ke mazhab yang baru yaitu "mazhab tafsir modern" yang sistematika ushul fiqhnya kurang baik.
c. Juga meninggalkan syariat Nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad yang menghalalkan poligami.
Dalam agama Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhamad saw. terdapat ajaran tentang enam (6) rukun iman di antaranya adalah (i.) percaya terhadap ke-25 Nabi-nabi, tidak boleh membeda-bedakannya satu dengan yang lain, serta (ii.) percaya kepada kitab-kitab suci Alloh yaitu Taurot, Zabur, Injil dan Al Quran.
Dalam kitab-kitab tersebut dianut tentang dihalalkannya poligami.
Pertama-tama adalah Nabi Ibrohim yang beristerikan Saroh dan Hajar yang sangat terkenal riwayatnya. Serta isteri ke-3 Ketura dalam Tawarikh 1:32 yang tidak terkenal.
Yakub dalam Kejadian 29:15-30:24 dengan 2 orang isteri yang merdeka dan 2 orang budak.
Nabi Musa as. selain isteri pertama Zipora, lalu kawin lagi dengan seorang perempuan negro.
Di dalam 2 Samuel 5:13, Raja Daud membuat kontrak perkawinan dengan banyak wanita merdeka dan beberapa orang budak wanita.
Raja Sulaiman as. juga adalah contoh seorang raja yang mempunyai sangat banyak isteri, baik wanita merdeka atau budak.
 Meneruskan ajaran agama langit sebelumnya, agama Islam juga menghalalkan poligami.
d. Akibat kesalahan dalam menafsirkan kata dzalika pada QS. An-Nisa ayat 4 berakibat timbulnya anggapan bahwa perkawinan monogami lebih baik daripada poligami.
Sehingga terjadi keanehan-keanehan, di antaranya;
i. Poligami dianggap lebih mendekati zina (Al-Maroghi) dan aniaya (Al-Maroghi dan Al-Misbah) atau curang (An-Nuur),  sewenang-wenang (Al-Azhar) serta tidak adil (An-Nuur).
ii. Poligami menjadikan lebih banyak tanggungan isteri dan anak-anak. Tetapi memiliki seorang isteri (-yang dilewati- atau yang engkau miliki, beberapa orang selir, bahkan bisa berpuluh-puluh orang selir ! nf) tanggungannya lebih sedikit (Al-Azhar)?
iii. Monogami (-yang dilewati- atau kawin dengan hamba-hamba) lebih tenteram, sedang poligami kacau (Al-Azhar), hanya merupakan tindakan dorurot (An-Nuur).
iv. Terdapat faham pertentangan kelas antara yang berpoligami dengan yang bermonogami, mirip ideologi Marxis.
v. Padahal tidak boleh memakai alasan takut banyak tanggungan (ekonomi) untuk tidak berpoligami, dengan contoh Hadis Nabi Saw. menyuruh seorang miskin untuk berpoligami sebagai berikut:
Dalam suatu riwayat, ada seorang sohabat Rosululloh yang datang kepada beliau dan meminta petunjuk bagaimana caranya agar ia menjadi orang kaya. Rosululloh dengan kapasitasnya sebagai manusia yang mempunyai hubungan terdekat dengan Alloh, lalu memerintahkan kepada orang tersebut untuk menikah. Setelah menikah, orang tersebut datang lagi kepada Nabi dan mengatakan bahwa dirinya belum kaya. kemudian Nabi saw menyuruhnya untuk kawin lagi. Lagi-lagi, setelah cukup lama mempunyai dua orang istri, kehidupannya masih terpuruk dalam kubang kemiskinan. Rosul pun memerintahkan lagi untuk menikah yang ketiga kalinya. Tanpa banyak tanya, sohabat yang sudah sangat percaya (tsiqoh) kepada Nabi ini pun memenuhi sarannya. Sampai akhirnya, orang itu menikah untuk yang ke-empat kalinya. Di sinilah, rohmat dan karunia Allah datang. Istri yang keempat ini mempunyai keterampilan menenun. Istri pertama, kedua, dan ketiga diajari bagaimana caranya membuat kain dan pakaian. Sampai pada suatu ketika, sohabat Nabi tadi menjadi seorang saudagar kaya raya yang mempunyai harta berlimpah. Begitulah cara Rosululloh mengentaskan kemiskinan!
vi. Gaya tafsir-tafsir Kitab putih menganggap poligami adalah perbuatan halal yang tercela. Padahal tidak ada perbuatan halal yang dicela Alloh Swt. kecuali talak.
Hadis 12 : Ibnu Umar Ra. mengabarkan, Rosululloh Saw. bersabda : "Sesuatu yang halal yang dibenci Alloh adalah talak." (HR. Abu Dawud dan Hakim).
Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, dalam Nidzom Ijtima’i fil Islam (Sistem Pergaulan dalam Islam), perbuatan terpuji adalah semua yang dipuji syariat, sedangkan yang tercela adalah semua yang dicela syariat. Semua yang dibolehkan syariat adalah terpuji, sedangkan yang dilarang adalah tercela.
Dalam hal ini kaum muslimin harus diingatkan bahwa poligami dibolehkan syariat. Jika Al-Qur'an telah menyebut kebolehannya, berarti perbuatan semacam ini terpuji. Sebaliknya, tindakan melarang poligami tercela.
e. Meninggalkan ayat muhkamat dan membahas ayat mutasyabihat secara panjang lebar.
    Kalimat “kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.”  yang merupakan ayat yang sangat jelas artinya (m-u-h-k-a-m-a-t), yang berarti hukum beristeri dua, tiga atau empat (poligami) diperbolehkan dengan syarat adil, d-i-t-i-n-g-g-a-l-k-a-n -
    sedang kalimat “dzalika adnaa allaa ta’uuluu / yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” adalah termasuk ayat yang multi tafsir atau tidak jelas artinya (m-u-t-a-s-y-a-b-i-h-a-t), malah dibahas secara panjang lebar.
     Padahal di dalam QS. 7:7 Alloh swt. menyebutkan :
      Adapun orang-orang yang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya sesuai dengan hawa nafsunya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah serta orang-orang yang mendalam ilmunya mengatakan : “kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran darinya kecuali orang-orang yang berakal(Q.S. Ali Imran : 7)
7. Mengapa tafsir kitab putih melenceng sampai sejauh itu ?
Akibat pengaruh Virus fikiran dalam pemikiran Islam modern.
Virus fikiran itu berupa “Fenomena Jamaluddin Al-Afghoni”.
Dari buku “Devil’s Game” karangan Robert Dreyfus.
Pada tahun 1885, seorang aktivis Persia-Afghon bertemu dengan para pejabat intelijen dan kebijakan luar negeri Inggris di London untuk mengemukakan suatu ide kontroversial. Ide dalam proposal tersebut berisi tentang apakah Inggris ingin tahu atau berkepentingan untuk mengorganisir sebuah aliansi Pan-Islamisme yang beranggotakan Mesir, Turki, Persia dan Afghonistan untuk melawan kaum czarist diktator Rusia?
Pada masa itu muncul sebuah era Permainan Besar, yaitu pertarungan imperial yang berlangsung lama antara Rusia dan Inggris untuk memperebutkan kekuasaan di Asia Tengah. Inggris saat itu menjadi penguasaÿIndia, kemudian Mesir pada tahun 1881. Kekaisaran Turki Utsmani-mencakup wilayah Irak, Syria, Libanon, Yordania, Israel, Saudi Arabia, dan negara-negara Teluk-pada waktu itu sedang goyah dan rapuh. Begitu juga dengan wilayah-wilayah lain kekaisaran Turki sangat potensial untuk dianeksasi, meskipun akhirnya pelepasan daerah-daerah kekuasaan Turki tersebut menunggu sampai Perang Dunia I. Perebutan tanah jajahan terbesar dalam sejarah sedang dilakukan di Afrika dan Asia Barat Daya.
Inggris yang ahli dalam memanipulasi afiliasi suku, etnik, agama, dan ahli dalam membuat kelompok-kelompok minoritas agar saling menyerang, tertarik dengan ide untuk membangkitkan spirit revivalisme Islam, jika spirit tersebut bisa memuluskan tujuan mereka. Rusia dan Prancis juga memiliki ide yang sama. Namun dalam perkembangannya, Inggris dengan puluhan juta warga muslim di Timur Tengah dan Asia Selatan yang mendapatkan keuntungan.
Aktivis Persia-Afghon yang mengajukan ide Pan-Islamisme di bawah kendali Inggris pada tahun 1885 adalahÿJamaluddin al-Afghoni. Sejak 1870-an sampai 1890-an, Afghoni memperoleh dukungan Inggris. Dan setidaknya satu kali-yakni pada 1882, menurut sebuah arsip rahasia badan intelijen pemerintah India-Afghoni secara resmi menawarkan diri untuk pergi ke Mesir sebagai agen intelijen Inggris.


Afghoni, sang pendiri Pan-Islamisme, adalah kakek moyang Osama bin Laden, bukan keturunan biologis, tetapi secara ideologis. Bila kita ingin membuat geneologi biblikal Islamisme sayap kanan, maka akan terbaca seperti berikut: Afghoni (1838-1897) menurunkan Muhammad Abduh (1849-1905), seorang aktivis Pan-Islamisme dari Mesir, murid utama serta penyebar ajaran-ajaran Afghoni. Abduh menurunkan Muhammad Rosyid Ridlo (1865-1935), seorang murid Abduh dari Syria, berpindah ke Mesir dan membuat majalah al-Manar, untuk mengkampanyekan ide-ide Abduh dalam mendukung sebuah sistem Republik Islam. Rosyid Ridlo menurunkan Hassan al-Banna (1906-1949), yang mempelajari Islamisme dari majalah al-Manar dan mendirikan al-Ikhwan al-Muslimun di Mesir pada 1928. Banna menurunkan banyak keturunan, antara lain adalah menantunya, Said Romadon, organisator al-Ikhwan al-Muslimun internasional yang berkantor pusat di Swiss. Banna juga menurunkan Abul A'la al-Maududi, pendiri Jamaati Islami di Pakistan, sebuah partai politik Islam pertama yang banyak terilhami oleh karya-karya Banna. Para pewaris Banna lainnya mendirikan cabang-cabang Ikhwan di setiap negara Muslim, Eropa, bahkan Amerika Serikat. Seorang keturunan ideologis Banna lainnya adalah Osama bin Laden, seorang warga Saudi yang terlibat peristiwa Jihad Afghon-nya Amerika dan pihak yang paling dikambing-hitamkan dari keluarga genealogi biblikal Islamisme sayap kanan tersebut.
Selama kurun setengah abad, yaitu 1875 hingga 1925, building block kanan Islam dibangun secara tepat oleh kekuasaan Inggris. Afghoni membuat pondasi intelektual bagi gerakan Pan-Islamisme dengan patronase Inggris dan dukungan dari orientalis Inggris terkemuka, E.G. Browne. Abduh, murid utama Afghoni, dengan bantuan proconsul (pejabat) London untuk Mesir, Evelyn Baring Lord Cromer, mendirikan gerakan Salafiyyah, sebuah gerakan arus fundamentalis kanan radikal yang berprinsip "kembali ke dasar" yang masih eksis hingga kini. Untuk memahami peran Afghoni dan Abduh sesungguhnya, maka penting untuk melihat peran mereka sebagai eksperimen Inggris dalam usaha mengorganisasi sebuah gerakan Pan-Islamisme pro Inggris. Afghoni, seorang sekutu yang bersikap manis dan licin, menjual ide kontroversialnya kepada kekuasaan-kekuasaan imperial lain, meski pada akhirnya, fundamentalisme mistis dan semi modern-nya tak mampu naik pada level gerakanÿmassa. Abduh, seorang murid utama Afghoni, memiliki hubungan lebih erat dengan penguasa Inggris di Mesir. Dia juga menciptakan landasan bagi al-Ikhwan al-Muslimun yang mendominasi kanan Islam sepanjang abad dua puluh. Inggris juga mendukung Abduh, terutama saat mereka meluncurkan dua skema pra Perang Dunia I untuk memobilisasi semangat Islam. Di Jazirah Arob, Inggris membantu sekelompok orang Arab ultra-fundamentalis padang pasir pimpinan keluarga Ibnu Saud yang berhasil menciptakan negara fundamentalis Islam pertama di dunia yaituÿSaudi Arobia. Pada saat yang sama, Inggris juga mendukung Hasyimiyyah dari Makkah -keluarga Arab kedua dengan klaim palsu sebagai keturunan Nabi Muhammad- di mana anak-anaknya dipasang olehÿLondonÿsebagai raja Irak dan Yordania.
3. Inggris memproduksi dan memasukkan Ulama-ulama Palsu ke Pusat-pusat Ilmu Islam
Dari buku "Confession of a British Spy" / "Pengakuan Mata-mata Inggris dalam Menghancurkan kekuatan Islam":
 Langkah selanjutnya adalah memecah belah Kesultanan Turki Usmaniah menjadi negara-negara nasional, yaitu Arab Saudi, Turki, Mesir, Irak dan lain-lain dalam waktu kurang dari satu abad. Mereka membina tokoh-tokoh pembaharu yaitu Muhammad bin Abdul Wahab, pendiri aliran Wahabi dan Kemal Attaturk pendiri Republik Turki menggunakan mata-mata Kerajaan Inggris. Mereka menginfiltrasi Kerajaan Safawi di Iran serta mendirikan Ahmadiyah dan Jamaatul Islamiyah di India. Mata-mata Inggris yang menyamar sebagai ulama disusupkan ke dalam pusat-pusat pendidikan Al-Azhar, Istambul, Najaf dan Karbala. (Halaman 46-128).
Tokoh-tokoh pembaharu yang lain yaitu Jamaluddin Al-Afghoni dan Muhammad Abduh ternyata adalah ketua organisasi bikinan Yahudi, Masonic Lodge. Kedua tokoh ini mendorong terpisahnya Kerajaan Mesir dari Imamah Turki Usmaniyah. Presiden Masonic Lodge di Beirut, Hanna Abu Rosyid mengakui keanggotaan kedua tokoh ini. (Halaman 162-166).
4. Masuknya Virus fikiran ke dalam Kitab-kitab Tafsir yang berorientasi Al-Azhar
Fenomena Jamaluddin Al-Afghoni serta Ulama-ulama palsu tersebut menciptakan faham-faham keislaman yang menyimpang -meminjam istilah Virus komputer- penulis namakan Virus fikiran.
Tujuan Virus fikiran ini adalah untuk
1. memecah belah ummat Islam,
2. merusak moralnya serta
3. memadamkan api semangat jihad melawan Inggris.
Virus fikiran ini dikemas dalam bentuk
- ceramah dan kuliah-kuliah,
- majalah dan buku-buku, serta
- media audio-visual,
 kemudian disebarkan ke dalam masyarakat akademis dan masyarakat umum. Virus fikiran ini mencemari pikiran para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat, kemudian menyebar ke masyarakat Islam di seluruh dunia dalam bentuk Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Islam.



 Dari kelima Tafsir-tafsir Kitab putih yang telah dibahas tdii, tiga di antaranya yaitu Syaikh Mustofa Al-Maroghi, Buya HAMKA dan Teungku Hasbi adalah tokoh-tokoh Pemikiran dan Gerakan pembaharuan, sedang yang lain yaitu Dr. M. Quroisy Shihab adalah lulusan Al-Azhar, Mesir yang sudah terkontaminasi berat oleh Virus pikiran tadi. Demikian juga para penulis Tafsir Al Qur-an Depag kebanyakan lulusan dari Perguruan tinggi di Mesir dan negara-negara Barat.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Adanya pengaruh Virus fikiran dalam bentuk Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Islam inilah yang menjadikan Tafsir Kitab-kitab putih tadi berbeda dengan Tafsir Kitab-kitab kuning.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
V. Kesimpulan
1. Poligami adalah laki-laki yang mempunyai lebih dari seorang isteri.
2. Wanita pada umumnya anti poligami adalah karena:
a. Bersifat naluri.
b. Terpengaruh oleh pendapat feminis yang anti kitab kuning.
c. Terpengaruh Kitab-kitab Tafsir Modern.
3. Menurut Lembaga Fatwa tertinggi Mesir, Dar Ifta Al Mishriyah, pelarangan poligami di Barat berakibat maraknya perzinaan dalam bentuk pelacuran, sex bebas, tradisi pertukaran pasangan serta perselingkuhan.
4. Di dalam Islam perzinaan termasuk kejahatan, setingkat dengan syirik dan membunuh.
5. Di dalam kitab kuning hukum Islam hukum poligami adalah mubah.
6. Pada zaman Orde Baru pemikiran Barat yang anti poligami mendominasi.
7. Aliran Islam modern menggeser pemikiran hukum berdasar mazhab yang tidak anti poligami ke arah penggunaan hukum Islam berdasar ilmu tafsir Al Qur-an modern yang anti poligami.
8. Tafsir Al Qur-an modern dipengaruhi oleh virus pikiran dalam bentuk fenomena Jamaluddin Al Afghoni, yang berhubungan dengan Penjajah Inggris di Timur Tengah, yang ingin menguasai Timur Tengah.
9. Penjajah Inggris juga menciptakan ulama-ulama palsu dan memasukkannya ke pusat-pusat studi islam.
9. Al Afghoni menurunkan Muhammad Abduh, Muhammad Rosyid Ridho, Hassan Al-Bana dan Al-Syaikh Mustofa Al-Maroghi, pengarang Kitab Tafsir Al-Maroghi.
10. Tafsir Al-Maroghi ini mempengaruhi Tafsir Al Misbah, Tafsir Al Azhar, Tafsir An-Nuur dan Tafsir Al Qur-an Depag.
11. Tafsir Al Qur-an Modern dengan berdasar pada logika telah salah menafsirkan kata “dzalika” pada kalimat dzalika adna alla ta’ulu dengan “monogami lebih adil dibanding poligami”.
12. Kalimat kawinlah wanita yang lain 2, 3, 4 atau 1 dan mengawini budak sebagai ayat muhkamat ditinggal, sedangkan kalimat “dzalika adnaa allaa ta’uuluu / yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya yang merupakan ayat mutasyabihat dibicarakan secara panjang lebar.
13. Padahal hal ini dilarang pada Q.S. Ali Imran [7] : 7. Juga penggunaan logika tanpa didasari Ayat Al Qur-an, Al Hadits dan pendapat para sohabat dicela.
14. Maka pada akhirnya yang benar adalah, sebagaimana yang disebutkan di dalam Kitab Kuning Hukum islam, bahwa poligami hukumnya adalah mubah, sebuah rukhsah dan bukan tujuan utama. Karena memang di dalam Al-Quran tak ada perintah secara spesifik untuk berpoligami, kecuali dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan.
Mudah-mudahan dapat diterima oleh khalayak ramai.
Kami yakin tulisan ini tidak sempurna, bagi pembaca yang menemukan kekurangannya dan kesalahannya sudilah memberitahukan kepada kami untuk diadakan perbaikan seperlunya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih.
  Wal-lloohu-lmuwaffiq ilaa aqwamith thorieq

Jember, 27 Nopember 2009

Dr. H.M. Nasim Fauzi
Jl. Gajah Mada 118
Tilp. 481127 Jember

Kepustakaan
01. Abdul Mustaqim, M.A., Tafsir Feminis vs Tafsir Patriarki, Sabda Persada, Yoyakarta, 2003.
02. Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Penerjemah Bahrun Abubakar, Lc, PT Karya Toha Putra, Semarang, 1993.
03. Al Mihrab, Edisi 15/ Tahun ke-2, Semarang, 2005.
04. Departemen Agama RI, Al-Qur?an dan Tafsirnya, Jilid 2, Jakarta, 2009.
05. Dr. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Bogor, 2008.
06. Drs. M. Rifai, Terjamah Khulasah Kifayatul Akhyar, CV Toha Putra, Semarang, 1982.
07. Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag., Filsafat Hukum Islam, UIN Malang Press, Malang, 2007.
08. Dra. Hj. Sri Suhandjati Sukri, Pemahaman Islam dan Tantangan Keadilan Jender, Gama Media, Yogyakarta, 2002.
09. Dr. Hj. Zaitunah Subhan, Kekerasan Terhadap Perempuan, Pustaka Pesantren, Yogyakarta, 2006.
10. Drs. Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat Buku II, PT. Bulan Bintang, Jakarta, 1973.
11. Dr. Thameem Ushama, Metodologi Tafsir Al-Qur-an, Riora Cipta, Jakarta, 2000.
12. Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Pustaka, Bandung, 1983.
13. Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Penerbit Sinar Harapan, Jakarta, 1985.
14. Martin van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat, Penerbit Mizan, Bandung, 1995.
15. K.H. A. Muchith Muzadi, NU dan Fikih Kontekstual, LKPSM NU DIY, Yogyakarta, 1995.
16. K.H A. Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, LKiS, Yogyakarta, 2004.
17. K.H.Munawar Chalil, Nilai Wanita, Ramadani, Solo, 1984.
18. Louanne Brizendine, The Female Brain, Ufuk Press, Jakarta, 2006.
19. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 2, Lentera Hati, Jakarta, 2002.
20. Muhammad Siddiq Gunnus, Pengakuan Mata-mata Inggris dalam menghancurkan Kekuatan Islam, disadur oleh Masduki, Al-Ikhlas, Surabaya, 1999.
21. Prof. Dr. H. A. Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar Juzu’ IV, Yayasan Nurul Islam, Jakarta, 1981.
22. Prof. Dr. Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1975.
23. Robert Dreyfuss, Devil’s Game Orchestra Iblis, SR-Ins Publishing, Yogyakarta, 2007.
24. Syamsul Rijal Hamid, 297 Petuah Rasulullah Saw. Seputar Hubungan Pria & Wanita, Cahaya Islam, Bogor, 2006.
25. Tashwirul Afkar, NU & Pertarungan Ideologi Islam, Lakpesdam NU, Jakarta, Edisi No. 21 Tahun 2007.
26. Taufiq Adnan Amal, Neomodernisme Islam Fazlur Rahman, Penerbit Mizan, Jakarta, 1992.
27. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, PT Pustaka Rizqi Putra, Semarang, 2000.