Jumat, 11 Februari 2011

Buku Merokok Harom? 03



Rokok Kretek Sehat dengan Nano Biologi


1 Feb 2011 18:30

Surabaya – Asap rokok kretek yang mengandung kadar racun berbahaya, ternyata bisa dimodifikasi menjadi asap yang menyehatkan bagi manusia dengan menggunakan pendekatan nano biology.
Demikian hasil sebuah penelitian yang dilakukan Guru Besar Biologi Sel Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang, Prof Dr Sutiman B. Sumitro, kepada wartawan, Selasa (4/1).
"Pendekatan nano biology sangat mungkin bisa menjinakkan asap kretek dan dimanfaatkan untuk kesehatan manusia, menyuburkan dan meningkatkan kualitas tanaman pangan," ujarnya.
Sutiman B Sumitro menjelaskan divine cigarette sebagai salah satu prototipe perlakuan terhadap rokok kretek menggunakan pendekatan nano biology, sudah mulai dirintis dan dikembangkan di Universitas Brawijaya dan Lembaga Penelitian Peluruhan Radikal Bebas di Malang, Jawa Timur.
"Ternyata asap divine cigarette tidak menimbulkan efek sama sekali pada kelompok tikus percobaan. Bahkan, tikusnya menjadi lebih lincah dengan ransum makanan lebih sedikit dibandingkan tikus kontrol tanpa divine cigarette," jelasnya.
Selain itu, asap divine juga terbukti memacu pertumbuhan akar kecambah kedelai dan mendorong pertumbuhan lebih cepat, serta mampu menjadi penyedia elektron pada sistem transfer listrik dalam proses fisiologi normal.
Menurut Sutiman, perlakuan nano biology juga membuat asap kretek menjadi tidak berbau dan menjadikan udara bersih sehingga sangat ramah lingkungan.
"Sayangnya, fakta ilmiah semacam ini tidak pernah diperhatikan pemerintah dan industri rokok kretek Indonesia, karena mereka tidak punya unit riset dan pengembangan produk yang memadai," katanya.
Sutiman mengemukakan, dari segi aset dan volume perdagangan rokok di Indonesia yang nilainya sangat besar, sebenarnya riset semacam ini cukup mudah untuk direalisasikan.
"Riset semacam ini bisa menghilangkan stigma negatif rokok kretek dan tentunya jauh lebih murah dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan untuk lobi dan iklan yang konon anggarannya mencapai lebih dari 60 persen biaya produksi," ujar Sutiman.
Menurut Sutiman, rokok kretek merupakan salah satu produk kearifan lokal yang masih tersisa, sebagai pemberi konstribusi nyata terhadap perekonomian nasional.
Namun, ia menilai, rokok kretek terlanda isu sebagai produk tidak sehat tanpa didukung data hasil riset memadai. Isu tersebut berhembus dari luar negeri dan dibangun melalui kegiatan riset asing.
"Departemen Kesehatan mengklaim rokok kretek merugikan kesehatan lewat rancangan peraturan pemerintah (RPP) tanpa upaya menakar dampaknya pada aspek lain secara seksama," ujar Sutiman.
Ia mengatakan, RPP itu bisa memperlemah industri rokok dan mengingkari kenyataan bahwa merokok dan bercocok tanam tembakau merupakan budaya bangsa yang tidak mudah diubah.
Selain itu, RPP itu juga berisiko melemahkan sendi-sendi perekonomian dan sosial budaya bangsa.
"Rokok kretek sifatnya sangat kompleks, sarat kepentingan dan melibatkan nasib 24 juta orang, serta aset yang nilainya mencapai ratusan triliun rupiah setiap tahun," kata Sutiman.(Ant)

masih haram juga?





1 Feb 2011 18:51

Asap rokok dapat hilangkan penyakit kanker hati

Mana ada wanita kuat menghadapi kematian akibat serangan kanker hati stadium 3a. Hanya ada dua pilihan menghadapi vonis maut penyakit mematikan itu; menyerah kalah pada rasa putus asa, atau mengubah cara pandang untuk mendapatkan penyembuhan alternatif.
Beberapa prototipe yang menggunakan pendekatan nano biology disebutnya sebagai Divine Cigarette, bisa menjinakkan asap kretek dan dimanfaatkan untuk kesehatan manusia lewat partikel yang dilukiskan mampu menjadi penyedia elektron pada sistem transfer listrik dalam proses fisiologi normal.
Semula ragu asap rokok berdaya menyembuhkan. Tetapi begitu merubah cara pandang terhadap benda satu ini, berkatnya tak terbendung. Karena itu tadi, asap Divine Cigarette benar-benar mengikis kuasa kanker yang membelit hati sebagaimana dialami Ala Lisenko Sulistyono.
Agustus 2008 Ala didiagnosa dia terserang kanker hati. Dokter memperkirakan bahwa hidupnya tinggal 6 sampai 8 bulan. Waktu itu, kondisinya sakit sekali dan amat kurus.
Dalam kondisi kronis dia tidak bertanya "Kenapa hal ini menimpa saya?" karena menyadari ada jutaan orang lain yang juga sakit kanker. Pertanyaannya adalah "Kok bisa?" Sudah berhenti merokok 25 tahun lalu, diet sehat dan rajin olahraga. Pokoknya segala usaha untuk hidup sehat sudah dilakukan. Tapi kenapa masih bisa kena kanker ?
Dokter memberi tahu bahwa tidak ada cara yang bisa menyembuhkan kanker hatinya. Yang bisa dilakukan mungkin kemoterapi, tapi itu hanya untuk memperpanjang hidup. Setelah mempertimbangan hal itu, kemoterapi tidak dilakukan karena memperburuk mutu hidup. Hidup memang sedikit lebih panjang, tapi sangat menderita. Sebagai gantinya Ala mencari alternatif lain.
Dokter menganjurkan mengganti amalgam yang menempel di gigi dengan komposit sebelum menjalani serangkaian terapi balur di Jakarta dan dilanjutkan di Rumah Sehat milik Lembaga Penelitian Peluruhan Radikal Bebas di Malang. Terapi balur memanfaatkan divine cigarette yang diperkaya berbagai asam amino lewat pendekatan nano biology. Pendekatan nano biology memungkinan asap Diivine Cigarette mengikat mercuri yang dituding menjadi biang penyebab kanker hati.
Mengutip Dr Saraswati Subagjo selaku pengelola Rumah Sehat yang menginduk pada Lembaga Penelitian Peluruhan Radikal Bebas di Malang, Ala mengemukakan kanker hati stadium ikut bisa sembuh berkat terapi balur, yaitu proses detoxifikasi pembaluran kulit dengan menggunakan berbagai bahan peluruh radikal bebas yang dikombinasikan dengan asap Divine Cigarette untuk mengangkat merkuri dan logam berbahaya lainnya dari dalam tubuh.
Asap rokok berbentuk partikel berukuran nano mudah meresap dan menghajar habis radikal bebas, khususnya merkuri dari dalam tubuh. Saraswati bersama sejumlah ahli seperti guru besar biologi melekuler Unibraw Malang Prof Dr Sutiman B Sumitro, mengembangkan proses detoxifikasi yang dapat mengangkat racun logam berbahaya seperti merkuri atau air raksa dari tubuh pasien.
Proses balur, sebagaimana pernyataan Prof Dr Sutiman B Sumitro, dapat dimanfaatkan untuk mengobati kanker dan beberapa penyakit lainnya. Pada prinsipnya tubuh memiliki kemampuan melakukan "self regenerasi" maupun "self reparasi", dengan cara inilah homeostasis kehidupan normal dapat berjalan.
Hal seperti ini menjadi macet atau tidak terjadi pada orang sakit karena proses biologis yang ada tidak efisien khususnya dalam pengelolaan aliran energinya, ditandai oleh banyaknya tumpukan radikal bebas. Dengan proses balur, pengaturan homeostasis radikal bebas dapat dilakukan, dan pasien dapat lebih cepat dan lebih mudah sembuh.
Sesudah 6 bulan, kata Ala, dilakukan CT scan lagi dan hasilnya menunjukkan bahwa kanker hatinya mulai mengecil. CT scan dilakukan dua kali lagi untuk memonitor hasil terapi dan hasil setiap CT Scan menunjukkan bahwa kanker menjadi relatif lebih kecil.
Ala ngeri membandingkan CT scan pertama pada Agustus 2008 dengan CT scan terakhir akhir Maret 2010, karena citra yang ditangkap CT scan yang petama sangat buruk. "Saya berencana melakukan CT scan lagi kira-kira Juni 2011 karena takut radiasi CT scan justru bisa jadi pemicu kanker. Tapi saya tetap periksa darah dan hasilnya normal," tuturnya.
Rekam medis berupa CT scan dibawa ke dokter onkolog. Dokter tanya, treatment apa yang sudah dilakukan. Ala bercerita panjang lebar tentang balur, tapi tidak cerita bertumpu pada rokok kretek. "Dokter waktu itu bilang saya harus kasih lihat hasilnya kepada dokter spesialis hati dan saya bilang bahwa mereka tidak mau tahu. Dokter bilang but this is science!" seru Ala.
Ala percaya bahwa segala sesuatu yang Tuhan berikan kepada manusia adalah baik, dan dapat dikelola demi kesejahteraan manusia. Tapi, karena tidak mengubah cara pandang, banyak elemen baik dari rokok terabaikan karena erlanjur dicap membahayakan kesehatan.
Sebelum sakit, kalau ada yang bilang cara mengobati kanker dengan tembakau, apalagi kretek, dipastikan seruannya "Gila, yang benar aja!" Tetapi sekarang kalau ada yang tanya tentang pengobatan dengan teknik nano biology, dia akan ceritakana. Take it or leave it. "Waktu cari informasi tentang kanker hati, banyak ahli mengatakan kalau ada tumor jangan mengkonsumsi asam amino karena membuat tumor menjadi besar. Tetapi, kenyataannya justru sebaliknya!" tutur ibu dua anak kelahiran Australia yang sudah mukim 27 tahun di Indonesia.
mungkin bu menkes tertarik?




...THIS IS EAT!!!!!!



Rabu, 09 Februari 2011

Buku Merokok Harom ? 02



Merokok Itu (Tidak) Haram?



Oleh : Ayu Sutarto*





DARI akhir Januari hingga awal Februari ini, saya terlibat dalam sebuah kegiatan peluncuran buku yang berjudul Siapa Bilang Merokok Harom? karya dr HM.Nasim Fauzi. Sebuah judul buku yang sangat sensitif dan provokatif. Keterlibatan saya dalam peluncuran buku itu bukan hanya satu kali, tetapi beberapa kali.

Prof. Dr. Ayu Sutarto, MA.

          Peluncuran buku yang mengundang rasa ingin tahu itu bukan hanya diselenggarakan dalam ruangan hotel bintang lima nan nyaman, tetapi juga di sebuah radio terkenal di Surabaya dan juga di sebuah stasiun televisi di Surabaya juga. Bukan main. Tentang siapa saja yang hadir dalam peluncuran buku itu, tentu saja, melibatkan dua kubu, yang pro dan yang kontra rokok: ada pengusaha tembakau, petani tembakau, pengusaha rokok, aktivis LSM, kiai, ulama, budayawan, dan tentu saja ahli jantung yang tak suka rokok

          Judul buku tersebut memang bisa membuat gatal telinga orang yang tidak menyukai rokok atau yang mengharamkan rokok. Simak saja judulnya, Siapa Bilang Merokok Harom? Nada melawan dan rasa jengkel senyatanya tercermin dalam buku itu. Bahkan subjudulnya seperti pernyataan orang yang sedang nggerundel atau bersungut-sungut : Minyak Kedelai dan Minyak Kacang sebagai Penyebab Penyakit Jantung; Rokok yang dijadikan Kambing Hitam! Dalam buku itu, Pak dr Nasim, sang penulis, melihat rokok dari tiga aspek, yakni aspek kesehatan, aspek ekonomi, dan aspek agama. Dari aspek kesehatan Pak Nasim menegaskan bahwa rokok yang didiskreditkan sebagai penyebab impotensi, penyakit jantung, atau merusak janin adalah omong kosong. Bahwa rokok bisa menyebabkan penyakit paru obstruktif kronis, memang telah terbukti. Begitu Pak Nasim. Jadi, angka kematian yang besar itu jelas bukan karena rokok!     Begitu tandas Pak Nasim.

          Pak Nasim yang tumbuh di kalangan santri juga sangat yakin bahwa rokok tidak haram. Beliau mengutip beberapa ayat dan hadis yang beliau jadikan rujukan. Pernyataan beliau digaris-bawahi oleh beberapa kiai dan ulama yang hadir dalam peluncuran buku itu. Menurut Pak Nasim, kampanye anti rokok tersebut lebih merupakan bagian dari gebrakan imperialisme medis (medical imperialism) yang dinakhodai oleh negara-negara Barat. Kita sebaiknya tidak selalu mengamini apa yang dikatakan Barat karena telah terbukti bahwa Barat tidak selalu benar. Menurut Pak Nasim, rokok juga memiliki manfaat nonekonomis yang positif, seperti menghilangkan stres, misalnya. Kalau Sampeyan mau tahu manfaat nonekonomisnya yang positif, baca saja buku ini. Kalau manfaat ekonomisnya jelas kelihatan. Tanya saja sama petani tembakau di Jember, Pamekasan, atau Sumenep.

          Pada awalnya saya ragu untuk hadir dan membahas buku ini. Saya bukan perokok, dan saya tidak anti atau mendukung rokok. Mau merokok, ya merokok saja, asalkan tahu tempat. Begitu sikapku. Apalagi kalau nanti saya harus berbenturan dengan saudara-saudara saya dari Muhammadiyah dan MUI, atau dengan para dokter ahli jantung yang jelas-jelas tidak menyukai rokok. Gak usyah ya! Untuk apa menambah angka konflik di Indonesia? Tetapi kemudian saya memutuskan untuk hadir dengan niat baik.     Buku dr Nasim ini sangat menarik dan tembakau atawa rokok sangat terkait dengan mata pencaharian orang banyak. Jadi, kalau saya hadir dan ikut bersuara, saya bisa memberi sumbang pikir untuk masalah yang membelit negeri saya meski hanya sebesar debu.

          Mungkin Sampeyan kepengin tahu siapa sang penulis buku itu. Penulisnva adalah seorang dokter dan bukan perokok. Dr HM. Nasim Fauzi, lahir di Malang. 24 Maret 1945. Sejak SD hingga SMA, beliau tinggal di lingkungan Pondok Pesantren KHM. Siddiq, Kidul Pasar Jember. Setelah lulus dari Fakultas Kedokteran Unair pada tahun 1974, beliau bekerja sebagai dokter Depkes RI di Gresik dan Jember, dan pensiun tahun 2000. Kini beliau bekerja di sebuah rumah sakit swasta di Jember dan menyalurkan hobi menulisnya, baik melalui dunia cetak maupun dunia siber (cyber). Pak Nasim adalah orang kedua yang berani melawan arus melalui buku, setelah sebelumnya Wanda Hamilton menulis buku yang berjudul Nicotine War, tentang perang nikotin dan para pedagang obat.

          Pak Nasim yang kiai terpanggil untuk menulis buku ini konon karena beliau melihat akan banyak orang Indonesia yang menjadi "korban" dari gerakan mengharamkan rokok apabila nanti negara sangat-sangat membatasi peredaran rokok. Mereka yang akan menjadi korban adalah petani tembakau, buruh tani, pengusaha tembakau, buruh pabrik rokok dan juga pengusaha rokok. Jumlah mereka banyak, sekitar 30 juta. Begitu menurut perkiraan Prof Kabul Santosa, mantan rektor UNEJ yang hadir sebagai pembahas dalam peluncuran itu. Prof Kabul dikenal sebagai pakar tembakau, bukan hanya di Jawa Timur, tetapi juga di Indonesia. Dulu Prof Kabul merokok, tetapi sekarang tidak. Menurut beliau, rokok memberi sumbangan yang tidak kecil bagi keuangan negara.

          Alhamdulilah, meski terkadang terjadi benturan pendapat, dalam peluncuran buku itu tidak ada peserta, pendengar, atau pemirsa yang tampil emosional. Kelompok yang tidak suka rokok tetap bersikukuh bahwa rokok lebih banyak membawa mudharat ketimbang manfaat. Sebaliknya, kelompok yang pro rokok sangat menggebu-gebu dan mendukung pernyataan ulama vang berbunyi bahwa hukum merokok adalah makruh atau mubah (boleh).

          Diskusi selalu hangat, tetapi tak sampai panas dan meledak-ledak. Tentu saja, nama Muhammadiyah dan MUI juga dibawa-bawa dalam peluncuran buku itu karena kedua nama tersebut pernah mengeluarkan fatwa bahwa merokok itu haram. Diskusi berjalan lancar, dan tercermin sikap saling menghargai antara yang pro dan yang kontra.

          Ketika saya dimintai pendapat saya berbicara dari perspektif budaya. Rokok sudah dikenal selama berabad-abad di negeri ini. Rokok telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sosial-budaya. Simak saja, dalam berbagai perhelatan, baik yang bernuansa adat maupun reiigi, masyarakat pedesaan selalu menghadirkan rokok sebagai bagian penting. Dalam ranah sosial, rokok telah menjadi instrumen untuk memperkuat kohesi sosial. Bagi sebagian orang, seperti juga telah ditulis Pak Nasim, rokok dapat mendorong pikiran dan bicara menjadi cair dan mengalir. Sebagai seorang peneliti masalah sosial-budaya, saya mengamati juga peran dan fungsi rokok dalam masyarakat. Orang Tengger, misalnya, laki-laki, perempuan, dan anak-anak merokok semua.
   
   
          Mereka adalah petani tradisional yang bekerja di ladang hingga sore hari. Tubuh mereka kuat dan rata-rata usia mereka juga panjang. Sebagian orang Using menyuruh anak-anak kecil merokok agar mereka tidak step. Kalau begitu, benarkah merokok itu (tidak) haram?



Dikutip dari RADAR JEMBER, Rabu 9 Februari 2011

*) Prof. Dr. Ayu Sutarto adalah Budayawan dan Pengamat Sosial.





Surabaya Post Online
Kekeliruan di Balik Bahaya Rokok
Jumat, 4 Februari 2011 | 09:54 WIB
SURABAYA- Rokok tetap menjadi isu yang paling sering diperdebatkan. Kita bisa berbincang soal rokok, mulai dari isu kesehatan, budaya, hingga dari sisi ekonominya.
Sayangnya perdebatan dan ulasan-ulasan terkait rokok tersebut sering terkesan simplisistis, memuat banyak kekeliruan dan sarat kepentingan. Apalagi setelah adanya fatwa pengharaman rokok di seluruh dunia islam dan pelarangan merokok di tempat-tempat umum. Ketidakwajaran inilah yang membuat dr H.M Nasim Fauzi, seorang dokter di sebuah rumah sakit di Jember merasa tergelitik dan akhirnya membuat buku Siapa bilang merokok itu harom?” .
Melalui buku ini penulis ingin mengungkap ketidakwajaran yang terjadi dalam gerakan anti rokok tersebut, ia juga berhasil mengungkap bobrok-bobrok argumentasi yang selama ini dibangun oleh mereka yang anti rokok.
Buku setebal 285 halaman ini jadi menarik karena ditulis oleh seorang yang tidak merokok dan juga seorang dokter. Jadi bisa dipastikan buku ini objektif dan jauh dari unsur balas dendam “ Saya ingin masyarakat bangun dari tidur dogmatis lalu sadar bahwa fakta yang dibangun oleh masyarakat anti rokok selama ini hanyalah kebohongan belaka,” ujar Nasim Fauzi di sela peluncuran bukunya di Hotel Shangri La, Rabu (2/2).
Dalam acara yang juga dihadiri Wakil Gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf, itu diungkapkan, hukum rokok sebenarnya adalah mubah (boleh). Ia mendasarkannya pada beberapa pendapat para ulama seperti H. Sulaiman Rasyid dalam buku Fiqih Islam dan Syeih Muhammad Yusuf Qadharwi dalam buku Halal dan Haram dalam Islam, yang menyatakan hukum merokok adalah mubah karena sebenarnya tiap-tiap barang di permukaan bumi ini menurut hukum aslinya adalah halal terkecuali kalau ada larangan dari syara; atau karena ada mudarotnya.
Namun pertanyaan utamanya adalah, benarkah rokok merusak kesehatan? Karena seperti yang tertera di dalam bungkus rokok selama ini adalah bahwa merokok dapat menimbulkan kanker, serangan jantung, impotensi, serta gangguan kehamilan dan janin.
Berbekal ilmu kedokteran yang dimilikinya, Nasim menegaskan rokok tidak terbukti menimbulkan penyakit-penyakit yang dianggap tersebut. Hal ini diterangkan dengan analisa dan fakta-fakta medisnya. Penyakit yang terbukti ditimbulkan rokok adalah penyakit paru obstruktif dan kronis, yaitu bronkitis kronis dan emphysema tapi menurutnya jumlah penderita penyakit ini masih sedikit di Indonesia.
Untuk memperkuat isi temuannya ini, dr Nasim mengungkapkan fakta yang tak dapat dibantah tentang persentase orang Jepang yang merokok lebih banyak dibanding orang Amerika, namun risiko kematian akibat kanker paru di Amerika Serikat sepuluh kali lebih tinggi. “ Dan penyebab kematian akibat kanker paru yang terjadi di Amerika tersebut disebabkan oleh konsumsi energi lemak dan bukan karena rokok,” kata pria kelahiran Malang, 24 Maret 1945.
Dengan fakta tersebut, Nasim jelas ingin menunjukkan rokok hanyalah objek yang dituduh dan dikorbankan. Rokok sering dituduh sebagai penyebab kanker hingga kematian seseorang. “Lebih rasional bila menempatkan soal rokok ini dalam persaingan bisnis global dengan mengambil kasus perang minyak kelapa dan minyak di Amerika,” katanya.
Padahal minyak kelapa itu sebenarnya sehat dan sangat bermanfaat. Tapi karena orang barat ingin produk minyaknya laku, dibuatlah cara agar minyak kelapa itu dianggap tidak sehat.
Lewat buku ini, Nasim juga tidak bermaksud mengatakan merokok itu sehat. Ia hanya ingin mengimbau publik untuk lebih teliti dalam menerima informasi. “ Siapa tahu, informasi tersebut merupakan pesan dari orang di balik layar yang hanya ingin mencari keuntungan. Jadi jangan asal ditelan bulat-bulat saja,”pungkasnya.m8


ROKOK BERIKAN KONTRIBUSI PENDAPATAN NASIONAL RP 30 T
Cetak
Oleh : Dinas Komunikasi dan Informatika Prov. Jatim
Rabu, 02 Februari 2011
Industri rokok di Jawa Timur memberikan kontribusi terhadap pendapatan nasional sekitar Rp 30 triliun setiap tahunnya. Dengan pemasukan yang cukup besar, industri rokok ikut adil dalam kemajuan pembangunan di Indonesia.
Wakil Gubernur Jawa Timur Drs H Saifullah Yusuf saat Launching Bedah Buku “Siapa Bilang Merokok Harom” karya Dr HM Nasim Fauzi di Shangri-La Hotel Surabaya, Rabu (2/2) mengatakan, yang penting soal merokok adalah yang merokok jangan mengganggu orang yang tidak merokok. Karena kontribusi industri rokok cukup besar terhadap pendapatan pemerintah, maka pemerintah diharapkan membangun dan memperbanyak area khusus merokok di tempat umum. Dengan dibangunnya tempat merokok yang di tempat-tempat umum akan membantu program jangan merokok di tempat-tempat umum.
Kemudian persoalan haram dan halalnya merokok, serahkan pada ahlinya, jangan sampai yang bukan ahlinya menafsirkan merokok itu haram atau halal. Soal haram dan halal serta mengganggu kesehatan jika merokok diperlukan penelitian dan didiskusikan terlebih dahulu. Karena merokok ini merupakan bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia khususnya di Jawa Timur. Dan Selanjutnya sekali lagi soal rokok ini hukumnya tidak jelas maka perlu didiskusikan oleh para ahlinya baik dari tokoh agama dan ahli kesehatan.
Dicontohkan Gus ipul, ada sebagai orang merokok sejak kecil tapi tambah sehat, tetapi ada orang yang tidak merokok malah sakit-sakitan. Oleh sebab itu dengan adanya bedah buku “ Siapa Bilang Merokok Harom” sangat menarik karena buku ini ditulis oleh orang yang tidak merokok.
Sementara Ketua koperasi Agrobisnis Taruna Nusantara sekaligus panitia bedah buku, Abdul Kahar Muzakir mengatakan, karena ditulis berkesinambungan oleh berbagai media dan fatwa dari dari elemen masyarakat bahwa “merokok itu haram” itu perlu diluruskan, karena hal ini berhubungan dengan masyarakat.
Larangan-larangan tersebut disinyalir ditulis oleh sebagian masyarakat yang anti merokok. Jika ditinjau dari aspeknya ada tiga hal. Yang pertama aspek bisnis ada pergulatan bisnis farmasi. Kemudian merokok dilihat dari aspek kesehatan, apakah merokok itu bisa menyebabkan orang sakit dan aspek agama. Apakah agama mengharamkan merokok atau merokok hukumnya mubah. Itulah aspek-apek yang masih perlu dibicarakan yang jelas larangan merokok itu karena ada persaingan bisnis.
Menurut data dari tanaman tembakau di Indonesia luasnya 210 ribu hektare dengan produksi sekitar 150 ribu ton, sedangkan kebutuhkan tembakau di Indonesia setiap tahunnya 205 ribu ton. Kemudian luas tanaman tembakau di Jawa Timur mencapai 110 ribu hektare dengan jumlah produksi 83 ribu ton per tahunnya. Sementara pada 2010 secara nasional pendapatan pemerintah dari hasil cukai rokok sekitar Rp 60 triliun.
Sementara penulis buku “Siapa Bilang Merokok Itu Harom“ Dr HM Nazim Fauzi mengatakan, kesimpulan dalam penulisan buku ini adalah larangan merokok pada dasarnya perang bisnis. Dalil kesehatan dan agama yang dipakai oleh para anti rokok terbukti hanyalah retorika yang sebenarnya jauh dari fakta. Dari pada alasan kesehatan dan agama menurutnya larangan merokok ini lebih rasional bila diletakan pada persaingan bisnis global. Persaingan bisnis global tersebut dengan mengambil kasus perang minyak kelapa dan minyak goreng di Amerika.(ryo/jnr)


Go Jakarta
Merokok Sembuhkan Penyakit Asma?
lokasi: Home / Berita / Kesehatan / [sumber: Jakartapress.com]
Kamis, 03/02/2011 | 00:08 WIB
Surabaya - Siapa bilang merokok itu menimbulkan penyakit. Justru sebaliknya, merokok dapat menyembuhkan penyakit, khususnya Asma? Sebab, rokok mengandung Nikotin yang selama dunia ilmu berkembang merupakan persenyawan sangat hebat.
"Pada dasarnya nikotin berguna untuk mencegah dan menyembuhkan beberapa penyakit. Termasuk, penyakit Asma," kata dr. HM Nasim Fauzi, penulis buku "Siapa Bilang Merokok Harom" kepada wartawan di sela-sela peluncuran buku setebal 285 halaman itu di Hotel Shangri-la Surabaya, Rabu (2/2).
Menurutnya, merokok dapat menyembuhkan penyakit Asma, bukan hal yang baru. Sebab, waktu rokok pertama kali diperkenalkan ke Eropa, tujuannya untuk menyembuhkan penyakit Asma. Namun, kondisi itu justru terbalik di Indonesia.
"Di sini malah terbalik, sekarang penyakit asma dilarang merokok. Padahal, di Eropa penderita Asma disarankan untuk merokok. Kedua, dulu ada wabah penyakit pes. Orang disuruh merokok untuk sembuhkan penyakit yang sangat jahat itu," ujarnya.
Selain bisa menyembuhkan penyakit Asma dan pes akibat tikus, merokok juga menyembuhkan beberapa penyakit ganas lainnya. Seperti yang diungkap di buku yang ditulis Nasim Fauzi, merokok dapat berguna untuk mencegah dan menyembuhkan penyakit jantung koroner, kanker kulit, kanker payudara dan lain-lain.
"Semua barang di dunia punya manfaat dan mudharatnya. Yang disebutkan di buku, koran dan TV itu mudharat. Sedangkan manfaatnya tidak dibicarakan. Sama seperti rokok, itu banyak manfaatnya," jelasnya.
Pihaknya juga menyayangkan munculnya Undang-undang (UU) dan Peraturan Daerah (Perda) merokok di beberapa daerah, seperti di Surabaya dan Bogor. UU dan Perda merokok itu mestinya tidak perlu diberlakukan, jika pemerintah memahami betul akan manfaat merokok.
"Mulai dulu, saya menganalisa setelah adanya larangan merokok. Waktu haji, sudah ada tulisan bahaya merokok di dalam bungkusnya. Setelah saya pulang haji, baru ada tulisan itu di Indonesia. UU dan Perda pembatasan merokok itu sudah tidak wajar. Saya melihat beritanya negara-negara Islam dilarang merokok. Ini kok ada yang menggerakkan," ungkapnya.
Terkait haram dan tidaknya merokok, Nasim Fauzi dengan santai menjawab halal atau mubah (boleh) jika merokok di luar Masjid. Sebaliknya, merokok di dalam Masjid, itu dilarang. "Merokok di dalam Masjid akan menimbulkan bau rokok. Jadi, tidak boleh," serunya. (Mb)


ANTARANEWS Jawa Timur
Industri Rokok Jatim Sumbang Pendapatan Rp30 Triliun
02 Peb 2011 18:50:45| Ekonomi | Dibaca 61 kali | Penulis : Didik Kusbiantoro

Surabaya - Industri tembakau dan rokok di Jawa Timur memberikan sumbangan pendapatan dari sektor cukai mencapai hampir Rp30 triliun atau sekitar 50 persen dari total pendapatan negara yang diperoleh dari industri tersebut.
Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf di Surabaya, Rabu, mengemukakan Provinsi Jatim merupakan salah satu sentra industri tembakau dan rokok terbesar di Indonesia yang memiliki andil dalam perekonomian nasional.
"Tidak hanya pabrik rokok berskala besar, seperti Gudang Garam dan Sampoerna, tapi industri rokok berskala kecil jumlahnya juga cukup banyak," katanya saat bedah buku berjudul "Siapa Bilang Merokok Harom?" karya dr HM Nasim Fauzi.
Saifullah Yusuf mengatakan selain memberikan sumbangan pendapatan dalam bentuk cukai, industri tembakau dan rokok yang tersebar di berbagai daerah di Jatim juga menyerap jutaan tenaga kerja.
"Artinya, industri tembakau dan rokok itu ikut berperan dalam kemajuan perekonomian dan pembangunan di Jatim dan Indonesia," tambah Wagub yang akrab disapa Gus Ipul itu.
Terkait polemik hukum merokok itu halal atau haram, Gus Ipul tidak ingin berkomentar terlalu jauh dan lebih senang menyerahkan persoalan tersebut kepada ahlinya.
"Lebih baik masalah ini diserahkan kepada ahlinya, sehingga jangan sampai mereka yang bukan ahlinya justru memberikan penafsiran yang membingungkan masyarakat," katanya.
Ketua Koperasi Agrobisnis Tarutama Nusantara Jember, Abdul Kahar Muzakir, yang selama ini intens menggeluti bisnis tembakau, mengatakan lebih dari 50 persen produksi tembakau nasional berasal dari wilayah Jatim.
Ia menyebutkan dari total produksi tembakau nasional yang mencapai sekitar 150 ribu ton, hampir 83 ribu ton di antaranya dihasilkan dari wilayah Jatim dengan luas budidaya tembakau lebih kurang 110 ribu hektare.
"Industri rokok di Jatim mulai dari skala besar hingga kecil diperkirakan mencapai 1.300 hingga 1.400 unit usaha (pabrik). Jadi, peran dan kontribusi industri tembakau di Jatim memang sangat besar," ujarnya.
Kendati demikian, lanjut Kahar Muzakir, besarnya kontribusi industri rokok terhadap pendapatan dan perekonomian negara tersebut, belum dibarengi dengan keberadaan payung hukum atau lembaga yang melindungi industri itu.
"Padahal, di negara-negara produsen tembakau dunia seperti China, Brasil dan India, keberadaan industrinya sangat dilindungi," tambahnya.
Penulis buku "Siapa Bilang Merokok Harom", Nasim Fauzi, menilai larangan merokok atau kampanye antirokok yang muncul beberapa waktu terakhir, sebenarnya lebih mengarah pada masalah perang bisnis.
"Dalil kesehatan dan agama yang dipakai oleh mereka yang mengkampayekan gerakan antirokok, terbukti hanya retorika yang sebenarnya jauh dari fakta. Lebih rasional jika meletakkan masalah rokok dalam persaingan bisnis global," kata alumnus Fakultas Kedokteran Unair itu.
Menurut Nasim Fauzi, di balik munculnya kampanye gerakan antirokok "berbaju" isu kesehatan dan agama tersebut, sebenarnya terdapat kepentingan dari kelompok-kelompok bisnis tertentu.




Kamis, 03 Februari 2011

Buku Merokok Harom ? 01


Siapa Bilang Merokok Harom?


Minyak Jagung dan Minyak Kedelai
Sebagai Penyebab Penyakit Jantung
Rokok Yang dijadikan Kambing Hitam


Oleh : Dr. H.M. Nasim Fauzi



Prakata

Buku yang dikarang oleh penulis, dengan judul di atas, telah diluncurkan di Hotel Shangrila Surabaya pada hari Rabu tanggal 3 Pebruari 2011 yang lalu. Berikut ini adalah alasan mengapa penulis menulis buku itu.
Pada dasarnya, isi buku ini tidak dapat dilepaskan dari tempat tinggal penulis, yakni Kota Jember, sebuah kota Kabupaten di Jawa Timur bagian timur. Perlu diketahui bahwa sejak dekade 1850-an tembakau Na Oogst atau tembakau Besuki terkenal dengan mutunya yang sangat bagus. Pada waktu itu ada perusahaan Belanda yaitu Landbow Maatschappy Onderneming Oud Djember (LMOD) yang menanam tembakau, mengolah daunnya dan mengekspornya ke Amsterdam. Selanjutnya dengan keberadaan perusahaan itu banyak petani yang ikut menanam dan ternyata hasilnya sangat menguntungkan.
Di Jember pada musim tembakau, warna hijau tanaman tembakau ini menghiasi sawah-sawah. Pemandangan akan menjadi menarik lagi karena gudang pengasapan daun tembakau yang dibuat dari bambu serta beratap rumbia ada di mana-mana Oleh karena itu wajarlah bila Pemerintah Daerah Kabupaten Jember memakai daun tembakau sebagai lambang daerahnya.
Dari keadaan tersebut, tidak aneh kalau kemudian orang-orang di sekitar penulis banyak yang merokok, termasuk almarhum ayah penulis. Perlu diketahui bahwa ayah penulis merupakan salah seorang pengidap penyakit diabetes. Pada suatu hari ayah menderita sakit dada. Dengan sakitnya ini, beliau dirawat di R.S. Kata almarhumah ibu, ayah menderita penyakit jantung dan dokter melarang beliau merokok. Sejak kejadian itu, penulis terkesan bahwa rokok itu tidak baik bagi kesehatan karena bisa menimbulkan penyakit jantung.
Meneruskan kebiasaan almarhum ayah yang gemar membaca, penulis mempunyai lemari-lemari buku yang penuh dengan buku-buku tebal dan tipis. Untuk melengkapi koleksi tersebut, kadang-kadang penulis membeli buku kesehatan yang ditulis orang Amerika yang dijual dari rumah ke rumah. Pada buku-buku itu selalu ditulis bahwa rokok berbahaya bagi kesehatan. Untuk menguatkan pesan itu, gambar rokok sering disandingkan dengan gambar peti mati. Setelah penulis menjadi dokter dan berpraktek sebagai dokter umum di rumah, gambar tengkorak manusia yang sedang mengendarai rokok, pemberian sebuah pabrik obat, penulis pajang di ruang tunggu pasen. Demikianlah, keluarga penulis sebagai dokter tidak menyukai orang merokok di dalam rumah penulis.
Berbeda dengan keadaan tersebut, yakni kondisi yang ada di lapangan. Kenyataannya, iklan rokok ada di mana-mana. Tidak segan-segan, pabrik rokok mensponsori banyak kegiatan yang dihadiri oleh kerumunan manusia. Dalam kegiatan itu, dipampang pula umbul-umbul rokok dengan berbagai versi dan menarik.
Pada suatu hari penulis menyempatkan melihat bungkus rokok dan membaca berbagai iklannya. Ada sebuah hal yang menarik di situ, yakni tambahan tulisan tentang bahaya rokok terhadap kesehatan. Penulis menganggap hal itu masih dalam taraf wajar dan baik, cukup memberi informasi kepada masyarakat, serta menyerahkan pilihan secara bebas pada masyarakat pengguna rokok untuk menderita sakit atau tetap sehat. Sama halnya dengan orang yang sakit lambung untuk memilih antara makan atau tidak makan lombok/cabe karena efeknya dapat mengganggu lambung. Dunia penuh dengan pilihan bagi seseorang untuk menjadi baik atau buruk asal tidak merugikan orang lain.
Akan tetapi, setelah adanya pelarangan merokok di tempat-tempat umum dan terjadi wabah fatwa pengharoman rokok di seluruh dunia Islam, penulis merasakan di situ adanya ketidak-wajaran. Sepertinya, di situ ada konspirasi global yang terorganisasi untuk mencanangkan permusuhan terhadap rokok. Orang dipaksa untuk tidak merokok yang hakikatnya termasuk hak asasi mereka. Penulis berpikir, gerakan ini tentu ada dalangnya. Setelah mencari di internet, penulis menemukan biang keroknya yaitu Michael Bloomberg, walikota New York, seorang dari beberapa orang terkaya di dunia. Dalam konteks ini, dia menjejalkan data-data yang tidak masuk akal tentang bahaya rokok bagi kesehatan ke seluruh dunia. Kemudian, dengan kekayaannya itu, ia memberi uang pada badan-badan di seluruh dunia untuk mengurangi pemakaian rokok. Dalam bentuk kecil, situasi ini mirip dengan bencana ekonomi pada tahun 1998, dimana beberapa kapitalis Amerika berkomplot untuk menghancurkan ekonomi Indonesia dan negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, dengan jalan menjatuhkan nilai uang rupiah.
Penulis juga teringat dengan peristiwa besar di Amerika yang berimbas ke seluruh dunia, yaitu konspirasi penghancuran nama baik minyak kelapa oleh para kapitalis Amerika produsen minyak sayur (kacang kedelai, kacang tanah dll.). Minyak kelapa yang sangat baik bagi kesehatan (hampir menyerupai air susu ibu) dikatakan bisa mengganggu jantung. Sebaliknya, para kapitalis itu menganjurkan masyarakat untuk menggunakan minyak sayur yang mereka sebut tidak berbahaya bagi kesehatan jantung. Padahal minyak sayur itu, mengandung asam lemak rantai panjang, yang bila dipanaskan berubah menjadi trans fatty acid yang sangat berbahaya bagi kesehatan jantung. Dengan mengosumsi minyak sayur tersebut, setelah perang dunia ke-2, di Amerika dan di seluruh dunia terjadi wabah penyakit jantung karena masyarakat meninggalkan pemakaian minyak kelapa. Dengan modalnya yang luar biasa besar itu mereka bisa memanipulasi data sehingga menguntungkan atau tidak merugikan produk minyak sayur mereka. Itulah juga yang terjadi sekarang yaitu terjadi konspirasi global untuk menghentikan pemakaian rokok.
Hal-hal inilah yang mendorong penulis untuk menulis buku ini dengan tujuan demi menegakkan kebenaran dan keadilan serta membela masyarakat petani tembakau agar tidak dirugikan.


Pendahuluan.

Di Indonesia banyak sekali orang yang gemar merokok. Data Survey Kesehatan Nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa 54,5 % laki-laki dan 1,2 % perempuan Indonesia berusia lebih dari 10 tahun merupakan perokok aktif. Pada tahun 2002 konsumsi rokok di Indonesia mencapai jumlah 182 miliar batang. Menurut Badan Kesehatan Sedunia (WHO) jumlah ini menempati urutan kelima di dunia setelah China sebanyak 1.643 miliar batang, Amerika Serikat 451 miliar batang, Jepang 328 miliar batang dan Rusia sebanyak 258 miliar batang. Pada tahun 2010 ini produksi rokok di Indonesia adalah sekitar 240 miliar batang.
Merokok disukai karena rasanya yang nikmat, bisa menimbulkan rasa tenang, yang sebelumnya gelisah akibat stress, juga bisa mempertajam pikiran dan konsentrasi. Pada dasarnya sebagian besar manusia menyukai dan selalu mencari kenikmatan hidup. Manusia modern juga cenderung gelisah. Gaya hidup sehari-hari yang sangat dipengaruhi oleh tayangan TV dengan iklan-iklannya mendorong manusia untuk hidup konsumtif. Filosofi kehidupan konsumtif adalah : “Bekerjalah sekeras-kerasnya, dari pagi, sore sampai malam. Dapatkan uang sebanyak-banyaknya. Setelah itu belanjakan semuanya sampai habis, dan bila masih kurang jangan ragu-ragu untuk berhutang.” Banyak barang yang dijual secara kredit, begitu juga banyak bank dan lembaga keuangan yang menyediakan kredit pembelian barang. Kemudian, meniru sistem di luar negeri, banyak bank yang menyediakan Kartu Kredit. Pada akhirnya, hidup kita terbelit oleh utang yang tak pernah lunas karena sebelum lunas utang yang satu segera disambung dengan utang yang lain. Akibatnya, kita sering gelisah. Dengan merokok kegelisahan yang sangat mengganggu itu musnah begitu saja.
Perokok di kalangan pria jauh lebih banyak daripada wanita (54,5 % : 1,2 %). Penyebabnya, antara lain karena tingginya dorongan sex pada pria dibanding wanita. Seorang pria berpikir tentang sex setiap 50 detik, sedangkan wanita hanya sekali sehari. Bagi pria yang sudah kawin dorongan ini dapat disalurkan kepada istrinya. Akan tetapi, tidak demikian pada remaja pria. Akibat fenomena penundaan usia nikah yaitu pria baru kawin setelah lulus sekolah yang dijalaninya puluhan tahun, sehingga dorongan yang tidak tersalurkan ini menimbulkan stress. Umumnya, untuk mengurangi stress tersebut, antara lain dengan mengisap rokok.
Secara hukum merokok bukan perbuatan yang terlarang. Sepanjang ratusan tahun sejarah hukum Islam, hukum merokok adalah makruh. Perbuatan merokok diqiaskan dengan makan bawang, yaitu sehabis merokok tidak boleh masuk ke dalam masjid. Di luar masjid merokok boleh-boleh saja, tidak berdosa. Namun, bila perbuatan ini ditinggalkan, kita akan mendapatkan pahala dari Alloh s.w.t. Oleh karena manfaatnya dirasakan lebih banyak dibanding mudhorotnya, maka ummat Islam banyak yang suka merokok. Bahkan para kiai juga banyak yang merokok.
Sementara itu, beberapa ilmuwan Barat memperhatikan bahwa kanker paru yang jarang terlihat sebelum abad 20, telah meningkat secara dramatis sejak tahun 1930. American Cancer Society dan organisasi lain di Amerika Serikat berinisiatif melakukan studi perbandingan kematian antara perokok dan bukan perokok selama beberapa tahun. Dari studi itu ditemukan adanya peningkatan kematian di antara para perokok akibat kanker dan sebab lain. Pada tahun 1962, Pemerintah Amerika Serikat menunjuk sebuah panel yang terdiri dari sepuluh orang ahli untuk mencari bukti pengaruh rokok terhadap kesehatan. Kesimpulan mereka dimasukkan dalam laporan Surgeon General tahun 1964 yang menyatakan bahwa “Rokok berbahaya untuk kesehatan, hal yang cukup penting di Amerika Serikat untuk dilakukan tindakan penanggulangannya.”.
Akan tetapi, yang luput dari perhatian dalam penelitian ini, yakni penelitian itu dilaksanakan dalam suasana kampanye untuk melindungi kejelekan minyak sayur produksi Amerika terhadap keunggulan minyak kelapa yang mengandung asam lemak rantai sedang, yaitu asam laurat (C12) produksi negara-negara tropis. Sebelum Perang Dunia ke-2 rumah tangga di Amerika mengonsumsi minyak kelapa sebagai minyak goreng yang diperoleh dari jajahannya di daerah tropis, yaitu Filipina dan pulau-pulau di Lautan Pasifik. Setelah Perang Dunia ke-2 jajahan ini lepas sehingga Amerika mengalami kesukaran untuk mendapatkan minyak kelapa Sebagai gantinya, digunakan minyak produksi dalam negeri, yaitu minyak kedelai dan minyak jagung. Akan tetapi, setelah penggantian dilakukan kemudain terjadilah wabah penyakit jantung koroner di Amerika Serikat setelah Perang Dunia ke-2. Dari penelitian yang dilakukan, ternyata penyebabnya adalah minyak sayur (minyak kedelai dan minyak kacang) yang dikonsumsi penduduk Amerika mengandung asam lemak rantai panjang yang bisa terhydrogenasi menjadi trans fatty acid yang sangat beracun. Sepertinya, hasil penelitian ini dirahasiakan. Oleh karena bila data ini tersebar akan berakibat masyarakat meninggalkan konsumsi minyak sayur. Dengan kejadian ini, kemudian para produsen minyak sayur menggunakan segala cara termasuk rekayasa data untuk merusak reputasi minyak kelapa dan melancarkan kampanye jahat dengan menyatakan bahwa minyak kelapa / tropis itu berbahaya bagi kesehatan. Bahkan, sampai sampai AHA (Asosiasi Ahli Penyakit Jantung Amerika) dan FDA (Food And Drug Administration), badan yang mengatur peredaran obat dan makanan yang sangat dihormati oleh dunia kedokteran, ikut berkomplot menutupi bahaya yang ditimbulkan oleh trans fatty acid dan menjelek-jelekkan minyak kelapa. Sampai sekarang pandangan yang salah ini dianut oleh dunia kedokteran dan masyarakat.
Pada hakekatnya, kebenaran tidak dapat ditutupi secara terus menerus. Pada akhirnya, data-data itu terbuka juga ke publik. Dengan terbukanya data tersebut, selanjutnya mereka mencari kambing hitam lain untuk mengalihkan perhatian publik terhadap kejelekan minyak sayur. Dan, runyamnya, yang dipilih dijadikan kambing hitam adalah rokok. Apakah dipilihnya rokok ini karena meningkatnya ekspor rokok kretek Indonesia dan meningkatnya konsumsi rokok kretek di Amerika ? Tidak menutup kemungkinan cara-cara kotor yang dilakukan terhadap minyak kelapa dipakai juga untuk menyerang rokok. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dan jeli dalam menerima data tentang pengaruh buruk rokok terhadap kesehatan. Oleh karena perusahaan swasta di Amerika mempunyai akses untuk mengontrol penelitian agar menguntungkan dan tidak merugikan mereka. Untuk itu harus dicari data pembanding yang jujur dan adil.
Berdasarkan laporan Surgeon General Amerika Serikat inilah kemudian timbul gerakan untuk mengurangi dan meninggalkan praktik merokok. Gerakan ini disambut oleh para pemerintah di Barat, yakni dengan mengeluarkan peraturan untuk membatasi peredaran rokok serta pelarangan merokok di tempat-tempat umum. Selanjutnya pada tahun 2003 Badan Kesehatan Sedunia (WHO) membuat Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) untuk mengendalikan pengaruh tembakau terhadap kesehatan. Sampai sekarang Indonesia belum ikut menandatangani FCTC ini. Sejak tahun itu, tanggal 31 Mei dinyatakan sebagai Hari Bebas Tembakau (No Tobacco Day).
Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Departemen Kesehatan RI mengeluarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Pada peraturan itu Bagian ke-6, tentang Kawasan Tanpa Rokok, Pasal 22 disebutkan bahwa tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah, dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan bebas dari rokok. Untuk menguatkan hal itu, pada bungkus rokok dan di iklan-iklan rokok wajib dicantumkan peringatan akan bahaya rokok bagi kesehatan yaitu : “Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin”.
Pada perkembangannya, pengaruh laporan umum Surgeon General AS ini masuk ke Dunia Muslim, yang kemudian dihubungkan dengan hukum Islam. Kemudian, timbullah gelombang fatwa pengharoman rokok di negara-negara Muslim. Dengan fatwa ini imbasnya sampai ke Indonesia. Atas usulan Ketua Komisi Perlindungan Anak, Seto Mulyadi, agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa harom terhadap rokok agar hak-hak anak dilindungi. Saran tersebut mendapatkan sambutan positif, yaitu dengan dikeluarkannya fatwa MUI atas haromnya rokok di tempat-tempat yang terdapat anak-anak. Sebenarnya, fatwa ini hanyalah menguatkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.
Tidak berselang lama dari fatwa tersebut, pada tanggal 8 Maret 2010 Majelis Tarjih Muhammadiyah mengeluarkan fatwa tentang hukum haromnya rokok. Dengan keluarnya fatwa tersebuat, maka fatwa hukum rokok yang sebelumnya mubah dicabut. Pada dasarnya fatwa ini hanya mengikat warga Muhammadiyah dan tidak berlaku untuk ummat Islam di luar organisasi Muhammadiyah. Akan tetapi, organisasi Muhammadiyah dalam Kongresnya bulan April 2010 tidak membahas Fatwa ini karena masih banyak masalah yang dipandang jauh lebih penting. Berkaitan dengan dengan faktor tersebut, di luar Muhammadiyah telah terjadi perdebatan, misalnya di Mass Media. Sementara itu, di lapangan marak demonstrasi yang dilakukan oleh para petani tembakau dan pekerja industri rokok. Oleh karena mereka khawatir dengan fatwa tersebut berakibat timbulnya larangan penanaman tembakau. Oleh karena industri tembakau merupakan lapangan kerja yang paling intensif menggunakan sumber daya manusia, maka larangan penanaman tembakau akan menimbulkan PHK dan pengangguran yang sangat besar.
Sementara itu seorang penulis Amerika yaitu Wanda Hamilton dalam bukunya Nicotin War – Perang Nikotin dan Para Pedagang Obat, menyangsikan kemandirian dan kejujuran penelitian lembaga pemerintah AS Surgeon General ini. Menurut dia paling tidak sejak tahun 1988 Surgeon General telah disusupi oleh orang-orang dari pabrik farmasi yang membuat permen karet nikotin dan koyok nikotin, yaitu produk-produk pengganti rokok. Mereka berkepentingan agar para perokok itu berhenti merokok dan beralih mengkonsumsi produk mereka.
Gerakan pengurangan dampak rokok terhadap kesehatan sebagai suatu tesis tentu akan menimbulkan pembelaan diri dari para pelaku industri tembakau dan para pengguna rokok sebagai anti-thesis. Pada tanggal 12 Mei 2010 di gedung Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Jember (LPM Unej) diadakan penyuluhan berjudul Merokok Sehat: Strategi dan implikasinya. Pada penyuluhan itu dikemukakan bahwa hingga kini belum ada penelitian yang benar-benar membuktikan bahwa merokok memang mengakibatkan penyakit yang berujung pada kematian.
Projek Monica, yang dibuat oleh WHO dengan tujuan menjelaskan berbagai kecenderungan kematian kardiovaskuler, yang semula diduga berkaitan erat dengan kebiasaan merokok, hasilnya belum bisa membuktikan hal itu. Padahal survei itu dilakukan selama 10 tahun sejak 1970-1980 dengan jumlah responden sebanyak 10 juta orang, dengan jenjang usia antara 25- 64 tahun. Dalam survei tersebut, ternyata sama sekali tidak ditemukan adanya hubungan antara trend faktor risiko utama kardiovaskuler seperti kolesterol serum darah dan tekanan darah dengan konsumsi merokok. Akan tetapi, kenyatannya, penyebab utama kematian akibat kardiovaskuler justru diakibatkan oleh kekurangan asam folat.
Meskipun persentase orang Jepang yang merokok lebih banyak dibanding orang Amerika, namun risiko kematian akibat kanker paru di Amerika Serikat sepuluh kali lebih tinggi daripada di Jepang. Ternyata, penyebabnya karena perbedaan pola diet. Penduduk Amerika jauh lebih banyak mengonsumsi lemak dibanding di Jepang, yakni sebesar 40 persen dari kebutuhan harian per orang, sedangkan di Jepang, hanya 8 persen.
Sementara itu di Amerika Serikat terjadi perkembangan yang sangat berpengaruh terhadap pemakaian tembakau. Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa orang terkaya di dunia, yaitu Michael Bloomberg dan Bill Gates menyumbangkan $500 juta untuk membantu pemerintah di negara-negara berkembang melaksanakan kebijakan yang sudah terbukti dan meningkatkan pendanaan untuk pengawasan tembakau. Negara-negara yang diprioritaskan adalah China, India, Indonesia, Federasi Rusia dan Bangladesh. Tentu saja bantuan ini akan meningkatkan suasana anti rokok di Indonesia. Dengan gerakan ini lebih mendorong terjadinya perubahan fatwa rokok oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah. Akan tetapi, tidak semuasepaham dengan fatwa ini. Bahkan, fatwa rokok harom mengejutkan Amin Rais sendiri, mantan Ketua Muhammadiyah. Ia menginginkan hukum rokok tetap makruh. Dr. Sudibyo Markus salah seorang Ketua Muhammadiyah mengakui adanya kucuran dana Rp 3,6 miliar dari Bloomberg Initiative (BI) untuk memerangi rokok di Indonesia. Sosok penting di BI ini adalah Michael R Bloomberg, Wali Kota New York.
Tentu saja bantuan Bloomberg ini sangat berpengaruh terhadap Departemen Kesehatan RI. Tentu saja dengan bantuan ini bisa memengaruhi nalar pemikiran para pejabatnya. Hal ini terbukti dari harapan Dr. Siti Fadilah Supari, seorang doktor spesialis jantung yang baru saja lengser dari jabatan Menteri Kesehatan RI. Ia berharap agar isi rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang pengamanan produk tembakau sebagai zat adiktif bagi kesehatan dipertimbangkan kembali. Oleh karena, di situ ada nasib petani dan pegawai industri rokok yang terancam. "Janganlah kita itu ikut-ikutan luar, nyaplok luar sama sekali, apakah betul angka kematian akibat rokok berapa sih banyaknya?" tanya Siti. Jelas bahwa Dr. Siti Fadilah Supari meragukan kesohihan data kematian akibat penyakit jantung yang dipakai sebagai dasar untuk usaha melarang rokok.
Dari gambaran tersebut, dapat dikatakan dasar fatwa diharomkannya rokok yang terutama diambil dari data-data kesehatan tentang pengaruh rokok terhadap kesehatan kardiovaskuler dan paru ternyata tidak valid. Oleh karena itu, perlu ditinjau kembali dan diperlukan fatwa baru yang lebih sesuai dengan kaidah fekih klasik, di antaranya mengeluarkan fatwa harom merupakan bagian ibadah yang diniatkan semata-mata karena Alloh s.w.t. (bukan karena adanya sumbangan dari Bloomberg). Inilah synthesisnya.


Jember, 04 Pebruari 2011



Dr. H.M. Nasim Fauzi
Jl. Gajah Mada 118
Tlp. (0331) 481127
Jember