Sabtu, 31 Desember 2011

Buku Merokok Harom ? Seri 07




Dasar-dasar Hukum Islam
Dalam Penetapan
Fatwa Hukum Rokok





Oleh : Dr. H.M. Nasim Fauzi




I. PENDAHULUAN

Makalah ini adalah kutipan dari buku yang dikarang oleh penulis berjudul "Siapa Bilang Merokok Harom?. Buku itu dilaunching pada hari Rabu tanggal 3 Februari 2011 yang lalu di Hotel Shangrila Surabaya.




II. PEMBAHASAN

A. Hukum Islam / Fiqh
Di dalam ilmu hukum Islam / Ushul Fiqh, yang dimaksud hukum adalah: titah Alloh (atau Sunnah Rasul) tentang laku perbuatan manusia mukallaf (dewasa), baik yang diperintahkan, yang dilarang maupun yang dibolehkan.
Sedangkan hukum Islam atau Fiqh adalah ilmu tentang hukum Islam yang disimpulkan dengan akal berdasarkan alasan-alasan yang terperinci.

Untuk lebih memahami yang hal ini, baiklah kita pelajari dulu tonggak-tonggak sejarah pembentukan hukum Islam sebagai berikut :


Tonggak I (610-632 M.): Misi Nabi Muhammad s.a.w. Pada masa ini hukum Islam langsung dibina oleh Nabi Muhammad sendiri.
Tonggak II: Pada tahun 633 M., Kholifah pertama Abu Bakar a.s. memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan Al-Qur'an yang ada dalam bentuk tulisan dan hafalan menjadi mus-hof tunggal. Kemudian kholifah ketiga Utsman bin Affan a.s. pada tahun 647 M. memerintahkan Zaid dan tiga sohabat yang lain menyalin mus-hof pertama tadi menjadi beberapa mus-hof dan mengirimkannya ke berbagai propinsi di wilayah kekuasaan Islam (Kufah, Basra, Madinah, Mekah, Mesir, Suriah, Bahrain, Yaman dan Al-Jaziroh) untuk menggantikan salinan lain yang telah beredar.
Tonggak III: Berkembangnya kitab-kitab hukum Islam yang dikarang oleh para ahli hukum Islam /imam dan memperoleh pengikut yang banyak di dunia Islam.

Imam-imam itu adalah :

a. Imam Abu Hanifah. Lengkapnya: Abu Hanifah Nu'-man ibn Tsabit At-Taimi (80 - 150 H. = 699 - 767 M.). Madzhabnya bernama madzhab Hanafi. Beliau hidup dalam dua dinasti, Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Beliau meninggalkan sebuah buku yang dinamai Al-Fiqh al-Akbar. Pengikut-pengikutnya tersebar di dunia, utamanya di Turki, Pakistan, Afganistan, Transyordania, Indo Cina, Cina dan Asia Tengah.
b. Imam Malik ibn Anas (95-179 H. = 713-789 M.). Mazhabnya bernama madzhab Maliki. Karyanya yang bernama Al-Muwaththa, yaitu kumpulan hadits-hadits yang disusunnya. Sekarang ini pengikut-pengikutnya tersebar di Maroko, Al-Jazair, Tunis, Sudan, Kuwait dan Bahrain.
c. Imam Asy-Syafi'i. Lengkapnya, Muhammad ibn Idris Asy-Syafi'i (150-204 H. = 757-820 M.). Mazhabnya bernama madzhab Syafii. Mencapai suatu prestasi yang tinggi dalam bidang ilmiah, beliau telah mampu merumuskan suatu metode yang mempersatukan Qur'an, Sunnah, Ijma' dan Qiyas. Asy-Syafi'i mempunyai dua qoul (pendapat). Pertama, ketika beliau bermukim di Baghdad, namanya Qoul Qodim (pendapat lama). Kedua, ketika beliau tinggal di Mesir, namanya Qoul Jadid (pendapat baru). Selama hayatnya beliau telah menulis sejumlah 113 buah kitab tentang Tafsir, Fiqhi, Kesusastraan dan lain-lainnya. Kitabnya yang paling terkenal ialah Al-Umm. Para pengikutnya terdapat di: Indonesia, Malaysia, Palestina, Libanon, Mesir, Irak, Saudi Arabia, Yaman dan Hadramaut. Jumlah mereka sekarang lebih kurang 125 juta jiwa.
d. Imam Ahmad ibn Hanbal (164-241 H. =780-855 M.). Madzhabnya bernama Madzhab Hambali. Imam Ahmad banyak menulis buku-buku yang berharga. Beliau telah menyusun sebuah musnad, yang di dalamnya terkumpul 40.000 buah hadits.
Para pengikut Imam Ahmad pada umumnya terdapat di Saudi Arabia, Libanon dan Syria.
Tonggak IV: Pengumpulan hadits shahih oleh para ulama pengumpul hadits.
Mereka ada 8 orang terdiri dari 2 Imam Besar yang terdahulu yaitu (i) Imam Malik (95-179 H.=713-789 M.) dan (ii) Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H.=780-855 M.), serta para penulis 6 Kitab Hadits Shohih (Kutubus Sittah) yaitu (iii) Imam al-Bukhori (194-256 H. = 814-876 M.), (iv) al-Muslim (204-261 H. = 824-881 M.), (v) an-Nasa'i (215-303 H. = 835-923 M.), (vi) Abu Daud (202- 275 H. = 820-895 M.), (vii) at-Turmudzi (209-279 H. = 829-899 M.) dan (viii) Ibnu Majah (209-273 H. = 829-893 M.).
Tonggak V: Pada tahun 1925 di Mesir diterbitkan Al-Qur'an cetakan modern yang pertama sesuai dengan bacaan yang diciptakan oleh imam Hafsh (w. 796) dari Kufah. Selain sistem ini di Afrika Utara terdapat tujuh sistem bacaan yang lain.
Dengan tersebarnya cetakan Al-Qur'an dan Kitab-kitab hadith shohih ini di seluruh dunia, mempermudah kita memperoleh data-data sumber hukum Islam khususnya Al-Qur'an. Tetapi Kitab-kitab Hadits shohih ini sukar di dapat di pasaran karena ukurannya yang tebal menyebabkan harganya menjadi mahal. Bila kitab-kitab hadith ini dalam bentuk terjemahan dapat dikumpulkan dalam bentuk satu CD (compact disk) yang murah dan lebih mudah menggandakannya, kendala itu akan dapat diatasi.


B. Isi Hukum Islam / Fiqh
Secara umum isi kitab fekih terbagi atas bagian-bagian sebagai berikut.

1. Pertama, Kitab Ibadat.

Bagian ini membicarakan hukum-hukum bersuci, sholat, zakat, puasa, haji dan segala yang berhubungan dengan masing-masingnya termasuk rukun dan syarat serta amal-amal lain seperti azan, qomat dan sebagainya.

2. Kedua, Kitab Munakahat.

Bagian ini membicarakan hukum pernikahan, perceraian, rujuk, nafkah isteri dan anak, perwalian dan segala sesuatu yang berhubungan dengan akibat pernikahan, juga pembagian harta warisan.

3. Ketiga, Kitab Mu'amalat.

Bagian yang mengatur hukum perjanjian, jual-beli, utang-piutang, gadai dan lain-lain yang menyangkut dengan sosial ekonomi. Termasuk juga hukum makanan dan minuman termasuk alkohol, narkotik dan yang kita bahas sekarang yaitu rokok.

4. Keempat, Kitab 'Uqubat.

Bagian yang mengatur hukum pidana, peradilan, urusan pemerintahan, hubungan dengan luar negeri, perang dan damai, pemberontakan, pindah agama, kewarganegaraan dan sebagainya.


C. Sumber-sumber Hukum Islam

Pertama-tama sistematika Hukum Islam diambil dari Al Qur-an Surat An-Nisa [4]:59 :

سُوۡرَةُ النِّسَاء

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِى ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡ‌ۖ فَإِن تَنَـٰزَعۡتُمۡ فِى شَىۡءٍ۬ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِ‌ۚ ذَٲلِكَ خَيۡرٌ۬ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلاً (٥٩


59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah (1) (Al Qur-an) dan taatilah Rasul (2) (Sunnah-Hadis)(nya), dan ulil amri di antara kamu (3) (Ijma' ulama')Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya) (4) (Qiyas)jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Berdasarkan ayat ini ada empat dalil yang dapat dijadikan pijakan dalam menentukan hukum yaitu Al Qur-an, Al-Hadits, Ijma' dan Qiyas.
Sumber hukum Islam yang pertama adalah Al Qur-an yaitu : Kitab Alloh yang terakhir, sumber asasi Islam yang pertama, kitab kodifikasi firman Alloh s.w.t. kepada manusia di atas bumi ini, diwahyukan kepada Nabi Muhammad s.a.w., berisi petunjuk Ilahi yang abadi untuk manusia, untuk kebahagiaan mereka di dunia dan akhirot.
Sumber Hukum Islam yang kedua adalah As-Sunnah yaitu : Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi s.a.w., baik berupa perbuatan, ucapan serta pengakuan Nabi Muhammad s.a.w.
Dalil ketiga adalah Ijma' yakni : Kesepakatan para mujtahid di suatu zaman tentang satu permasalahan hukum yang terjadi ketika itu.
Dalil keempat adalah Qiyas : Qiyas adalah menyamakan hukum cabang / far' kepada pokok / ashl karena ada (kesamaan) illat (sebab) hukumnya.
Selain empat dasar ini ada enam dalil lainnya yang digunakan oleh para mujtahid yaitu : (v.) Mashalah Mursalah (maslahah yang tidak bertrentangan dengan dalil syar'i), (vi.) Istihsan (menganggap baik suatu perkara), (vii.) Madzhab shohibi (pendapat para sohabat Nabi), (viii.) Al-'Urf (kebiasaan yang tidak bertentangan dengan syari'at), (ix.) Istishhab (menetapkan hukum yang sekarang terjadi saat itu sesuai dengan hukum yang sudah pernah berlaku sebelumnya), serta (x.) Syariat kaum-kaum sebelum Nabi Muhammad s.a.w. (Kitab perjanjian Lama dan Baru)
Di samping Surat an-Nisa ayat 69 di atas, sistematika hukum Islam adalah berdasarkan hadis soal jawab yang terjadi antara Rosul dengan Mu'adz bin Jabal di kala Mu'adz diutus pergi ke Yaman untuk menjadi hakim:

Diriwayatkan dari Mu'adz bin Jabal r.a. bahwa pada saat Rosululloh s.a.w. mengutusnya ke negeri Yaman, beliau (R) bertanya kepada Mu'adz (M) : "Bagaimana caramu memutuskan suatu persoalan jika disodorkan kepadamu sebuah masalah ?", (M): "Saya memutuskan dengan (1) Kitab Alloh", (R): "Jika kamu tidak menemukan di dalam Kitabulloh?", (M): "Maka dengan (2) sunnah Rosululloh", (R): "Jika kamu tidak menemukan di dalam sunnah?, (M): "(3) Saya berijtihad dengan pendapatku dan tidak bertindak sewenang-wenang". Maka Rosululloh s.a.w. menepuk dadanya dan bersabda: "Segala puji bagi Alloh yang telah memberikan petunjuk kepada utusan Rosululloh dengan yang diridloi Rosululloh". (Diriwayatkan dalam Sunan ad-Darimi).

Dari hadits Muadz bin Jabal ini dapat dipetik bahwa sumber hukum Islam ada 3 yaitu (i.) Al Qur-an, (ii.) hadits atau sunnah Rosululloh s.a.w. dan (iii.) ijtihad.

1. Ijtihad
Ijtihad adalah mencurahkan segala upaya (daya pikir) secara maksimal untuk menemukan hukum Tuhan tentang sesuatu yang belum jelas di dalam Al Qur-an dan al-Hadits dengan menggunakan dalil-dalil umum (prinsip-prinsipm dasar agama) yang ada di dalam al Qur-an, al-Hadits, Ijma', Qiyas serta dalil yang lainnya.

Oleh sebab itu ada beberapa peryaratan yang harus dipenuhi agar seseorang dapat melakukan proses ijtihad.
1. Memiliki kemampuan untuk menggali hukum dari al Qur-an. Yaitu harus faham ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah hukum. Termasuk harus mengetahui Asbab al-Nuzul (latar belakang turunnya ayat al Qur-an), kalimat yang global dan parsial, kalimat yang umum dan khusus, Muhkam-Mutasyabih (kalimat yang jelas dan samar) dan sebagainya.
2. Memiliki ilmu yang luas tentang Hadits Nabi Muhammad s.a.w., terutama yang berkaitan dengan persoalan hukum seperti Asbab al-Wurud (latar belakang munculnya hadits) dan sejarah para perawi hadits.
3. Menguasai persoalan-persoalan yang telah disepakati (Ijma').
4. Memahami Qiyas serta dapat menggunakannya dalam usaha menghasilkan sebuah hukum.
5. Menguasai Bahasa Arab dan gramatikanya dengan baik. Juga harus menguasai kaidah-kaidah Ushul Fiqh (cara memproduksi hukum).
6. Memahami serta menghayati tujuan utama pemberlakuan hukum Islam. Yakni memahami bahwa tujuan hukum Islam adalah rohmah li al-'alamin, yang terpusat pada usaha untuk menjaga perkara primer atau pokok, sekunder atau pelengkap dan tersier atau keindahan.
7. Mempunyai pemahaman serta metodologi yang dapat dibenarkan untuk menghasilkan keputusan hukum.
8. Mempunyai niat serta akidah yang benar. Tujuannya bukan untuk mengejar pangkat dan kedudukan duniawi. Namun niatnya murni karena Alloh s.w.t., ingin mencari hukum Tuhan demi kemaslahatan seluruh manusia. (Ushul al-Fiqh, Abu Zahroh, 380-389)

2. Dasar Qiyas dalam menentukan hukum rokok
Rokok dihukumi sebagai makruh diqiaskan dengan bawang putih dan sayuran yang berbau dalam hadis berikut :


Jabir r.a. menuturkan, Rosululloh s.a.w. melarang kami memakan bawang putih dan kucai (sayur-sayuran yang menyebabkan mulut atau badan jadi bau). Tetapi karena terpaksa kami makan juga. Karena itu beliau bersabda : "Siapa yang memakan sayur-sayuran (yang menyebabkan mulut atau badan jadi bau) ini, janganlah mendekati masjid kami, karenam malaikat merasa tersiksa juga dengan apa yang menyiksa manusia." (Diriwayatkan oleh Imam Muslim).


Di sini hukum rokok adalah hukum cabang / far' kepada hukum bawang putih sebagai hukum pokok / ashl karena ada kesamaan illat (sebab) yaitu sama-sama menimbulkan bau.Dengan demikian, dilarang merokok di dalam masjid karena menimbulkan bau, demikian juga siapa yang berbau rokok dilarang memasuki masjid.


3. Penggunaan akal dan ilmu pengetahuan modern sebagai sumber hukum Islam.
Kita harus hati-hati dalam menggunakan ilmu pengetahuan termasuk pendapat dokter dan hasil penelitian mereka sebagai dasar untuk menetapkan haromnya sesuatu. Karena ilmu pengetahuan sifatnya relatif dan selalu berkembang dan berubah.
Dari peristiwa / fenomena minyak kedelai dan minyak kacang produk Amerika melawan minyak kelapa sebagai produk wilayah tropis di atas, kita bisa memetik hikmah sebagai berikut :
Kita tidak boleh langsung percaya kepada hasil penelitian di negara kapitalis Amerika. Bila masalahnya sudah menyangkut kepentingan para kapitalis, dengan banyaknya uang yang mereka miliki, mereka bisa mempengaruhi para peneliti untuk memanipulasi data. Bahkan badan yang bergengsi seperti FDA dan AHA dapat mereka pengaruhi. Kemudian uang Bloomberg juga mengalir ke WHO. Tidak tertutup kemungkinan badan dunia tersebut ikut terpengaruh. Oleh karena para kapitalis juga menguasai mass media, maka hasil penelitian yang merugikan mereka bisa dicegah agar tidak menyebar ke masyarakat.
Sehubungan dengan kasus tersebut, ironisnya, sekarang rokok mereka jadikan kambing hitam agar perhatian masyarakat beralih dari issue minyak kedelai dan kacang ke rokok.

a. Yang menjadi pokok haromnya makanan dan minuman
Dikutip dari Fiqh Islam karangan H. Sulaiman Rasyid.
Tiap-tiap barang (zat) di permukaan bumi ini menurut hukum aslinya adalah halal, terkecuali kalau ada larangan dari syara; atau karena mudorotnya.

Telah ditanya Rosululloh s.a.w. dari hal minyak sapi (samin), keju dan kulit binatang beserta bulunya dipakai untuk perhiasan atau tempat duduk, jawab beliau : "Barang yang dihalalkan oleh Alloh dalam kitab-Nya halal; dan barang yang diharomkan oleh Alloh dalam kitab-Nya harom; dan sesuatu yang tidak diterangkan-Nya maka barang itu termasuk yang dima'afkan-Nya, sebagai kemudahan bagi kamu". (Riwayat Ibnu Majah dan Tirmidzi).


1. Binatang air
Binatang yang hidupnya di dalam air, semuanya halal baik yang berupa ikan atau bukan, mati dengan ada sebabnya atau mati sendiri.

Firman Alloh s.w.t. : Telah dihalalkan bagi kamu menangkap ikan di laut dan memakannya untuk kesenangan bagi kamu, dan bagi orang yang berjalan (untuk bekal dalam perjalanan)". (Q.S. Al maidah 96)

Sabda Rosululloh s.a.w. : Laut itu suci airnya, halal bangkainya". (Riwayat Malik dan lainnya).

2. Yang hidup di air dan di darat.
Binatang yang dapat hidup di air dan di darat seperti katak, buaya dan kepiting hukumnya harom dimakan.


3. Binatang daratan
Binatang yang berkehidupan di darat, ada yang halal dan ada yang harom.


Firman Alloh s.w.t. : Telah dihalalkan bagi kamu memakan an'am (unta, sapi, kerbau dan kambing)". (Q.S. Al maidah 1).

Sabda Rosululloh s.a.w. : Dari jabir: "Nabi besar s.a.w. telah memberi izi memakan daging kuda". (Riwayat Bukhori dan Muslim).

سُوۡرَةُ الاٴعرَاف

ٱلَّذِينَ يَتَّبِعُونَ ٱلرَّسُولَ ٱلنَّبِىَّ ٱلۡأُمِّىَّ ٱلَّذِى يَجِدُونَهُ ۥ مَكۡتُوبًا عِندَهُمۡ فِى ٱلتَّوۡرَٮٰةِ وَٱلۡإِنجِيلِ يَأۡمُرُهُم بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡہَٮٰهُمۡ عَنِ ٱلۡمُنڪَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ ٱلطَّيِّبَـٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيۡهِمُ ٱلۡخَبَـٰٓٮِٕثَ وَيَضَعُ عَنۡهُمۡ إِصۡرَهُمۡ وَٱلۡأَغۡلَـٰلَ ٱلَّتِى كَانَتۡ عَلَيۡهِمۡ‌ۚ فَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِهِۦ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَٱتَّبَعُواْ ٱلنُّورَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ مَعَهُ ۥۤ‌ۙ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ (١٥٧)


Firman Alloh s.w.t. : Menhalalkan Alloh bagi mereka segala yang baik-baik (lezat rasanya), dan mengharomkan yang buruk-buruk (keji)". (Q.S. Al A'rof 157)


4. Yang harom dengan nash.
(1). Himar jinak, (2) keledai, (3). tiap-tiap yang mempunyai saing dari binatang buas, (4). tiap-tiap burung yang mempunyai kuku tajam.


5. Harom karena kita disuruh membunuhnya
Sabda Rosululloh s.a.w. : Dari A'isyah, telah berkata Rosululloh s.a.w.: "Lima macam binatang yang jahat hendaklah dibunuh, baik di tanah halal ataupun di tanah harom : (1). ular, (2) gagak, (3). tikus, (4) anjing galak dan (5) burung elang. (Riwayat Muslim).


6. Harom karena dilarang membunuhnya.
Sabda Rosululloh s.a.w. : Dari Ibnu Abbas : "Telah dilarang Nabi besar s.a.w. mmbunuh empat maca binatang: (1). Semut, (2) tawon, (3) burung teguk-teguk, (4) burung suradi". (Riwayat Ahmad dan lainnya).



7. Harom karena kotor (keji) : dalam bagian ini termasuk kutu, ulat, bangsat, kutu anjing dan sebagainya.
Firman Alloh s.w.t. : Mengharomkan Alloh kepada mereka segala yang buruk (hobaits)". (Q.S. Al A'rof 157).

8. Sesuatu yang bukan binatang.
Diharomkan makan sesuatu yang bukan binatang apabila memberi mudorot kepada badan atau akal, seperti racun, candu, arak, batu, kaca dan lain-lainnya.


D. Pandangan Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi tentang rokok.
Yusuf Qardhawi merupakan seorang ulama besar dan tokoh Ikhwanul Muslimin, gerakan pembaharuan di Mesir.

Dalam bukunya "Halal dan Haram Dalam Islam" Qardhawi menulis sebagai berikut :
1. Pokok-pokok ajaran Islam tentang halal dan harom :
a.. Asal tiap-tiap sesuatu adalah mubah / boleh.
b. Menentukan halal dan harom semata-mata hak Alloh.
c. Mengharomkan yang halal dan menghalalkan yang harom adalah syirik.
d. Mengharomkan yang halal akan berakibat timbulnya kejahatan dan bahaya.
e. Setiap yang halal tidak memerlukan yang harom.
f. Apa saja yang membawa kepada harom, adalah harom.
g. Bersiasat terhadap hal yang harom, hukumnya adalah harom.
h. Niat baik tidak dapat melepaskan yang harom.
i. Menjauhkan diri dari syubhat (meragukan) karena takut terlibat dalam harom.
j. Sesuatu yang harom berlaku untuk semua orang.
k. Keadaan terpaksa membolehkan yang terlarang.

2. Setiap yang berbahaya dimakan atau diminum, tetap harom.
Di sini ada suatu kaidah yang menyeluruh dan telah diakui dalam syariat Islam, yaitu bahwa setiap muslim tidak diperkenankan makan atau minum sesuatu yang dapat membunuh, lambat ataupun cepat, misalnya racun dengan segala macamnya; atau sesuatu yang membahayakan termasuk makan atau minum yang terlalu banyak yang menyebabkan sakit. Sebab seorang muslim itu bukan menjadi milik dirinya sendiri, tetapi dia adalah milik agama dan ummatnya. Hidupnya, kesehatannya, hartanya dan seluruh nikmat yang diberikan Alloh kepadanya adalah sebagai barang titipan (amanat). Oleh karena itu dia tidak boleh meneledorkan amanat itu.



Firman Alloh :Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (Q.S. An-Nisa' [4]: 29)


Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. al-Baqoroh [2]: 195)


Dan Rosululloh s.a.w. bersabda : "Tidak boleh membuat bahaya dan membalas bahaya." (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah).


Sesuai dengan kaidah ini, maka kami berpendapat sesungguhnya rokok (tembakau) selama hal itu dinyatakan membahayakan, maka menghisap rokok hukumnya adalah harom. Lebih-lebih kalau dokter spesialis sudah menetapkan hal tersebut kepada seseorang tertentu.
Kalaupun toh ditakdirkan tidak jelas bahayanya terhadap kesehatan seseorang, tetapi yang jelas adalah membuang-buang uang untuk sesuatu yang tidak bermanfaat, baik untuk agama ataupun untuk urusan dunia. Sedang dalam hadisnya dengan tegas Rosululloh s.a.w. melarang membuang-buang harta.
Larangan ini dapat diperkuat lagi, kalau ternyata harta tersebut amat dibutuhkan untuk dirinya sendiri, atau keluarganya.


E. Komentar Penulis
Menurut Qardhawi, bila merokok membahayakan kesehatan dan jiwa maka hukumnya harom.

Ternyata rokok bermanfaat karena bisa menimbulkan kenikmatan, menenangkan dan menajamkan fikiran, serta bisa mencegah atau menyembuhkan beberapa penyakit tertentu. Sedang bahayanya lebih sedikit daripada manfaatnya. Maka hukumnya kembali kepada hukum asal semua makanan dan minuman yaitu mubah / boleh.
Apabila merokok dianggap membuang-buang uang untuk sesuatu yang tidak bermanfaat jelas tidak, karena telah disebutkan tadi bahwa merokok itu bermanfaat.
Di samping itu, penggunaan ayat-ayat Al Qur-an untuk mengharomkan rokok tanpa mempelajari sebab turunnya ayat (asbabun nuzul) adalah kurang tepat. Ada dua ayat yang dipakai dalam uraian Yusuf Qardawi tadi, yaitu Q.S. An-Nisa [4]:29 dan Q.S. Al-Baqoroh [2]:129.

Pada Q.S. An-Nisa [4]:29 "dan janganlah kamu membunuh dirimu" Ibnu Kaytir dalam Kitab Tafsirnya menafsirkan dengan : Yaitu dengan melakukan hal-hal yang diharomkan Alloh S.w.t. (sedangkan di dalam Al Qur-an Alloh tidak mengharomkan rokok, pen.), sibuk melakukan kemaksiyatan terhadap-Nya dan memakan harta dikalangan kalian dengan bathil. Kemudian Ibnu Katsir mengutippendapat Ibnu Mardawaih, yang mengutip hadits Bukhori dan Muslim tentang ancaman siksa di neraka bagi bunuh diri menggunakan besi dan minum racun (yaitu benda-benda yang langsung menimbulkan kematian, sedang rokok tidak bersifat racun yang langsung bisa menimbulkan kematian, pen.).

Sedang Q.S. Al-Baqoroh [2]:129 : "dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan", menurut Ibnu Katsir yang mengutip pendapat Imam Bukhori bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan infak (maksudnya orang yang tidak berinfak berarti menjatuhkan dirinya ke dalam kebinasaan, pen.). Ibnu Katsir juga mengutip pendapat Abu Ayyub Al-Ansori yang mengetahui asbabun nuzul ayat ini. Kata Al-Ansori "Jadi, kebinasaan itu terletak pada tindakan kami menetap bersama keluarga dan harta kekayaan, serta meninggalkan jihad."
Maka kedua ayat ini tidak bisa dipakai sebagai dasar pengharoman rokok.



C. KESIMPULAN

1. Hukum merokok adalah : m u b a h (boleh).
2. Tidak boleh merokok di dalam masjid dan orang yang berbau rokok tidak boleh masuk ke dalam masjid karena diqiyaskan kepada hukum bawang putih dan sayuran yang berbau.
3. Bagi orang yang tidak bisa mengendalikan nafsunya sehingga biaya untuk membeli rokok mengalahkan biaya untuk gizi keluarga dan pendidikan anak-anaknya maka dianjurkan untuk tidak merokok.
4. Bagi orang yang menderita penyakit PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) yang terbukti bahwa rokok bisa memperberat penyakitnya maka dianjurkan untuk tidak merokok.


Jember, 31 Desember 2011.


Dr. H.M. Nasim Fauzi
Jl. Gajah Mada 118 Jember
Tlp. (0331) 481127


Daftar Pustaka
1. Dr. H.M. Nasim Fauzi Siapa Bilang Merokok Harom ?, Surya Pena Gemilang, Malang, 2010.
1. H. Sulaiman Rasid, Fiqh Islam, Penerbit Djajamurni, Jakarta, 1954.
2. Muhyidin Abdusshomad, Fiqh Tradisionalis, Pustaka Bayan, Malang, 2004.
3. Prof. DR. Dr. Susilo Wibowo, M.S.Med., Sp.And, VCO Pencegahan Komplikasi Diabetes, Pawon Publishing, Jakarta, 2005.
4. Prof. Dr. T.M.Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, Penerbit Bulan Bintang, Jakarta, Cetakan Kelima,1975.
5. Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, Penerbit PT Bina Ilmu, Surabaya, 1982.
6. Wanda Hamilton, "Nicotin War –Perang Nikotin dan Para Pedagang Obat", Insist Pres, Yogyakarta, 2010.




Senin, 28 November 2011

Buku Sejarah Hitam Wahabi 03

Direvisi 6 Agustus 2012
 

SEJARAH “HITAM”
KAUM WAHABI 03

PERSAHABATAN KAUM 
WAHABI DENGAN 
PEMERINTAH INGGRIS



Oleh: Dr. H.M. Nasim Fauzi




I. Pendahuluan

Pada tulisan sebelumnya telah digambarkan situasi Timur Tengah sebelum berkuasanya Kaum Wahabi di Saudi Arabia. Pertama-tama digambarkan situasi Kerajaan Islam yang dikuasai oleh bangsa Arab dari keturunan Quroisy.
Selanjutnya diceriterakan tentang asal-usul bangsa Mongol dan Turki yang berasal dari Asia Utara. Kemudian terbentuknya Khilafah Turki Usmaniyah, perkembangannya sampai keruntuhannya.
Kesultanan ini memasuki zaman kejayaannya di bawah beberapa sultan. Sultan Selim I (1512-1520 M.) secara dramatis memperluas batas wilayah kesultanan dengan mengalahkan Shah Dinasti Safavid dari Persia, Ismail I, di Perang Chaldiran. Selim I juga memperluas kekuasaan sampai ke Mesir dan menempatkan keberadaan kapal-kapal kesultanan di Laut Merah.
Pewaris takhta Selim, Suleiman yang Agung (1520-1566 M.) melanjutkan ekspansi Selim. Di sebelah timur, Kesultanan Utsmaniyah berhasil menaklukkan Baghdad dari Persia tahun 1535 M., mendapatkan kontrol wilayah Mesopotamia dan Teluk Persia.
Dalam dokumen resmi Pemerintah Inggris yang telah dibuka untuk umum tertulis sebagai berikut:
Jaziroh Arob secara umum berada di bawah kekuasaan Turki Usmani. Klan keluarga Syarif Hussein (keturunan Rosululloh Saw.) yang menguasai kota suci Makah sejak 700 tahun lalu itu didirikan olah Qotadah ibnu Idris (1133-1220 M) yang dilahirkan di Yanbu, Jaziroh Arob. Dia memanfaatkan fitnah pertikaian yang terjadi di tengah masyarakat Makah sebagai peluang untuk menguasainya. Dia berhasil menguasai Makah pada tahun 1201. Kekuasaannya semakin meluas sampai ke Madinah sebelah utara dan Yaman di sebelah selatan. Kemudian Sultan Turki Usmani Salim I menguasai Mesir dan semenanjung Hijaz tahun 1517. Para syarif dan anak keturunan Qotadah itu terus memegang kekuasaan (di jaziroh Arob) di bawah kekuasaan Turki Usmani dari masa ke masa, baik secara de jure maupun de facto. Syarif Hussein ibnu Ali ibnu Muhammad ibnu Abd al-Mu’in ibn Awan merupakan penguasa terakhir dari kalangan syarif tersebut.


II. Pembentukan 
Faham Wahabi.

Suatu ide baru yang jauh berbeda dengan ide yang sudah ada di masyarakat tidak mungkin serta merta muncul di dalam otak seseorang begitu saja. Tentu ada pemicunya. Sebagai contoh ajaran agama para Nabi yang berbeda dengan faham masyarakat waktu itu dipicu oleh wahyu yang diturunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril. Teori-teori para sarjana yang cemerlang timbul dari percobaan / eksperimen yang dikerjakannya atau orang lain serta buku-buku karya para sarjana sebelumnya yang dibacanya.
Begitu juga dengan faham Wahabi yang dicetuskan oleh Muhammad ibnu Abdul Wahhab. Selain pengaruh bacaan buku-buku karangan Ibnu Taimiyah tentu ada peristiwa lain yang menjadikannya bergerak sangat radikal. Peristiwa itu adalah interaksi antara Muhammad ibnu Abdul Wahhab dengan seorang mata-mata Inggris bernama Hempher.
Sumber utama uraian di bawah adalah sebuah buku berjudul: “Pengakuan Mata-Mata Inggris dalam menghancurkan KEKUATAN ISLAM”, terjemahan Muhammad Siddiq Gunnus, diterbitkan oleh Al-Ikhlas, Surabaya 1999.
Buku ini diterjemahkan dari “Confession of a British Spy” yang diterbitkan oleh Hakikat Kitabevi, Istanbul, Turki.
  
  
Dalam http://artikelislami.wordpress.com diuraikan tentang sejarah buku ini sebagai berikut:
Memoar Mr Hempher, Mata-Mata Inggris untuk Timur Tengah adalah judul dokumen yang diterbitkan dalam beberapa seri di surat kabar Jerman, Spiegel, dan kemudian di majalah Perancis yang terkenal. Seorang dokter Lebanon menerjemahkan dokumen itu ke bahasa Arab dan dari sana dokumen itu diterjemahkan ke bahasa Inggris dan lainnya. Penerbit Waqf Ikhlas menerbitkan dan mengedarkan dokumen dalam bahasa Inggris dalam bentuk hard copy dan elektronik dengan judul: Pengakuan dari Mata-Mata Inggris dan Permusuhan Inggris terhadap Islam. Dokumen ini mengungkapkan latar belakang sebenarnya dari gerakan Wahhabi yang merupakan bid’ah yang dibuat oleh Muhammad bin Abdul Wahhab, dan menjelaskan sejumlah kepalsuan mereka yang tersebar atas nama Islam, dan mengekspos peran mereka dalam permusuhan terhadap agama Islam dan terhadap Nabi Muhammad s.a.w. dan terhadap Muslim pada umumnya. Tidak heran Wahhabi hari ini berdiri sebagai tulang punggung terorisme yang memungkinkan, membiayai, dan merencanakan penumpahan darah Muslimin dan orang-orang tak bersalah lainnya. Sejarah terorisme mereka yang dikenal baik sebagaimana didokumentasikan dalam Fitnatul Wahhabiyyah oleh mufti dari Makkah, Syaikh Ahmad Zayni Dahlan, dan pembunuhan mereka serta pelanggaran mereka adalah karena keyakinan mereka yang sakit. Semoga Allah melindungi bangsa kita dari kejahatan mereka.
Adapun ringkasan buku itu adalah sebagai berikut:
Dr. Abdullah Mohammad Sindi *], di dalam sebuah artikelnya yang berjudul : Britain and the Rise of Wahhabism and the House of Saud menyajikan tinjauan ulang tentang sejarah Wahabisme, peran Pemerintah Inggeris di dalam perkembangannya, dan hubungannya dengan peran keluarga kerajaan Saudi. “Salah satu sekte Islam yang paling kaku dan paling reaksioner saat ini adalah Wahabi,” demikian tulis Dr. Abdullah Mohammad Sindi dalam pembukaan artikelnya tersebut. Dan kita tahu bahwa Wahabi adalah ajaran resmi Kerajaaan Saudi Arabia, tambahnya.
Wahabisme dan keluarga Kerajaan Saudi telah menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan sejak kelahiran keduanya. Wahabisme-lah yang telah menciptakan kerajaan Saudi, dan sebaliknya keluarga Saud membalas jasa itu dengan menyebarkan paham Wahabi ke seluruh penjuru dunia. One could not have existed without the other – Sesuatu tidak dapat terwujud tanpa bantuan sesuatu yang lainnya.
Wahhabisme memberi legitimasi bagi Istana Saud, dan Istana Saud memberi perlindungan dan mempromosikan Wahabisme ke seluruh penjuru dunia.
Keduanya tak terpisahkan, karena keduanya saling mendukung satu dengan yang lain dan kelangsungan hidup keduanya bergantung padanya.
Tidak seperti negeri-negeri Muslim lainnya, Wahabisme memperlakukan perempuan sebagai warga kelas tiga, membatasi hak-hak mereka seperti : menyetir mobil, bahkan pada dekade lalu membatasi pendidikan mereka.
Juga tidak seperti di negeri-negeri Muslim lainnya, Wahabisme :
- melarang perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.
- melarang kebebasan berpolitik dan secara konstan mewajibkan rakyat untuk patuh secara mutlak kepada pemimpin-pemimpin mereka.
- melarang mendirikan bioskop sama sekali.
- menerapkan hukum Islam hanya atas rakyat jelata, dan membebaskan hukum atas kaum bangsawan, kecuali karena alasan politis.
- mengizinkan perbudakan sampai tahun ’60-an.
- Mereka juga menyebarkan mata-mata atau agen rahasia yang selama 24 jam memonitor demi mencegah munculnya gerakan anti-kerajaan.
Wahabisme juga sangat tidak toleran terhadap paham Islam lainnya, seperti terhadap Syi’ah dan Sufisme (Tasawuf). Wahabisme juga menumbuhkan rasialisme Arab pada pengikut mereka. 1] Tentu saja rasialisme bertentangan dengan konsep Ummah Wahidah di dalam Islam.
Wahhabisme juga memproklamirkan bahwa hanya dia saja-lah ajaran yang paling benar dari semua ajaran-ajaran Islam yang ada, dan siapapun yang menentang Wahabisme dianggap telah melakukan BID’AH dan KAFIR!

LAHIRNYA AJARAN WAHABI:
Wahhabisme atau ajaran Wahabi muncul pada pertengahan abad 18 di Dir’iyyah sebuah dusun terpencil di Jazirah Arab, di daerah Najd.
Kata Wahabi sendiri diambil dari nama pendirinya, Muhammad Ibn Abdul-Wahhab (1703-92). Laki-laki ini lahir di Najd, di sebuah dusun kecil Uyayna. Ibn Abdul-Wahhab adalah seorang mubaligh yang fanatik, dan telah menikahi lebih dari 20 wanita (tidak lebih dari 4 pada waktu bersamaan) dan mempunyai 18 orang anak. 2]
Sebelum menjadi seorang mubaligh, Ibn Abdul-Wahhab secara ekstensif mengadakan perjalanan untuk keperluan bisnis, pelesiran, dan memperdalam agama ke Hijaz, Mesir, Siria, Irak, Iran, dan India.

Hempher mata-mata Inggris
Walaupun Ibn Abdul-Wahhab dianggap sebagai Bapak Wahabisme, namun aktualnya Kerajaan Inggeris-lah yang membidani kelahirannya dengan gagasan-gagasan Wahabisme dan merekayasa Ibn Abdul-Wahhab sebagai Imam dan Pendiri Wahabisme, untuk tujuan menghancurkan Islam dari dalam dan meruntuhkan Daulah Utsmaniyyah yang berpusat di Turki. Seluk-beluk dan rincian tentang konspirasi Inggeris dengan Ibn Abdul-Wahhab ini dapat Anda temukan di dalam memoar Mr. Hempher : “Confessions of a British Spy” 3]
Selagi di Basra, Iraq, Ibn Abdul-Wahhab muda jatuh dalam pengaruh dan kendali seorang mata-mata Inggeris yang dipanggil dengan nama Hempher yang sedang menyamar (under cover), salah seorang mata-mata yang dikirim London untuk negeri-negeri Muslim (di Timur Tengah) dengan tujuan menggoyang Kekhalifahan Utsmaniyyah dan menciptakan konflik di antara sesama kaum Muslim. Hempher pura-pura menjadi seorang Muslim, dan memakai nama Muhammad, dan dengan cara yang licik, ia melakukan pendekatan dan persahabatan dengan Ibn Abdul-Wahhab dalam waktu yang relatif lama.
Hempher, yang memberikan Ibn Abdul-Wahhab uang dan hadiah-hadiah lainnya, mencuci-otak Ibn Abdul-Wahhab dengan meyakinkannya bahwa : Orang-orang Islam mesti dibunuh, karena mereka telah melakukan penyimpangan yang berbahaya, mereka – kaum Muslim – telah keluar dari prinsip-prinsip Islam yang mendasar, mereka semua telah melakukan perbuatan-perbuatan bid’ah dan syirik.
Hempher juga membuat-buat sebuah mimpi liar (wild dream) dan mengatakan bahwa dia bermimpi Nabi Muhammad Saw mencium kening (di antara kedua mata) Ibn Abdul-Wahhab, dan mengatakan kepada Ibn Abdul-Wahhab, bahwa dia akan jadi orang besar, dan meminta kepadanya untuk menjadi orang yang dapat menyelamatkan Islam dari berbagai bid’ah dan takhayul.
Setelah mendengar mimpi liar Hempher, Ibn Abdul-Wahhab jadi ge-er (wild with joy) dan menjadi terobsesi, merasa bertanggung jawab untuk melahirkan suatu aliran baru di dalam Islam yang bertujuan memurnikan dan mereformasi Islam.
Di dalam memoarnya, Hempher menggambarkan Ibn Abdul-Wahhab sebagai orang yang berjiwa “sangat tidak stabil” (extremely unstable), “sangat kasar” (extremely rude), berakhlak bejat (morally depraved), selalu gelisah (nervous), congkak (arrogant), dan dungu (ignorant).
Mata-mata Inggeris ini, yang memandang Ibn Abdul-Wahhab sebagai seorang yang bertipikal bebal/dungu (typical fool), juga mengatur pernikahan mut’ah bagi Ibn Abdul Wahhab dengan 2 wanita Inggeris yang juga mata-mata yang sedang menyamar.
Wanita pertama adalah seorang wanita beragama Kristen dengan panggilan Safiyya. Wanita ini tinggal bersama Ibn Abdul Wahhab di Basra. Wanita satunya lagi adalah seorang wanita Yahudi yang punya nama panggilan Asiya. Mereka menikah di Shiraz, Iran. 4]


KERAJAAN SAUDI-WAHHABI PERTAMA : 1744 - 1818
Setelah kembali ke Najd dari perjalanannya, Ibn Abdul-Wahhab mulai “berdakwah” dengan gagasan-gagasan liarnya di Uyayna. Bagaimana pun, karena “dakwah”-nya yang keras dan kaku, dia diusir dari tempat kelahirannya.
Dia kemudian pergi berdakwah di dekat Dir’iyyah, di mana sahabat karibnya, Hempher dan beberapa mata-mata Inggeris lainnya yang berada dalam penyamaran ikut bergabung dengannya. 5]
Dia juga tanpa ampun membunuh seorang pezina penduduk setempat di hadapan orang banyak dengan cara yang sangat brutal, menghajar kepala pezina dengan batu besar 6]
Padahal, hukum Islam tidak mengajarkan hal seperti itu, beberapa hadis menunjukkan cukup dengan batu-batu kecil. Para ulama Islam (Ahlus Sunnah) tidak membenarkan tindakan Ibn Abdul-Wahhab yang sangat berlebihan seperti itu.
Walaupun banyak orang yang menentang ajaran Ibn Abdul-Wahhab yang keras dan kaku serta tindakan-tindakannya, termasuk ayah kandungnya sendiri dan saudaranya Sulaiman Ibn Abdul-Wahhab, – keduanya adalah orang-orang yang benar-benar memahami ajaran Islam -, dengan uang, mata-mata Inggeris telah berhasil membujuk Syeikh Dir’iyyah, Muhammad Saud untuk mendukung Ibn Abdul-Wahhab. 7] Pada 1744, al-Saud menggabungkan kekuatan dengan Ibn Abdul-Wahhab dengan membangun sebuah aliansi politik, agama dan perkawinan. Dengan aliansi ini, antara keluarga Saud dan Ibn Abdul-Wahhab, yang hingga saat ini masih eksis, Wahhabisme sebagai sebuah “agama” dan gerakan politik telah lahir!
Dengan penggabungan ini setiap kepala keluarga al-Saud beranggapan bahwa mereka menduduki posisi Imam Wahhabi (pemimpin agama), sementara itu setiap kepala keluarga Wahhabi memperoleh wewenang untuk mengontrol ketat setiap penafsiran agama (religious interpretation).
Mereka adalah orang-orang bodoh, yang melakukan kekerasan, menumpahkan darah, dan teror untuk menyebarkan paham Wahabi (Wahhabism) di Jazirah Arab. Sebagai hasil aliansi Saudi-Wahhabi pada 1774, sebuah kekuatan angkatan perang kecil yang terdiri dari orang-orang Arab Badui terbentuk melalui bantuan para mata-mata Inggeris yang melengkapi mereka dengan uang dan persenjataan. 8]
Sampai pada waktunya, angkatan perang ini pun berkembang menjadi sebuah ancaman besar yang pada akhirnya melakukan teror di seluruh Jazirah Arab sampai ke Damaskus (Suriah), dan menjadi penyebab munculnya Fitnah Terburuk di dalam Sejarah Islam (Pembantaian atas Orang-orang Sipil dalam jumlah yang besar).
Dengan cara ini, angkatan perang ini dengan kejam telah mampu menaklukkan hampir seluruh Jazirah Arab untuk menciptakan Negara Saudi-Wahhabi yang pertama.
Sebagai contoh, untuk memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai syirik dan bid’ah yang dilakukan oleh kaum Muslim, Saudi-Wahhabi telah mengejutkan seluruh dunia Islam pada 1801, dengan tindakan brutal menghancurkan dan menodai kesucian makam Imam Husein bin Ali (cucu Nabi Muhammad Saw) di Karbala, Irak. Mereka juga tanpa ampun membantai lebih dari 4.000 orang di Karbala dan merampok lebih dari 4.000 unta yang mereka bawa sebagai harta rampasan. 9]
Sekali lagi, pada 1810, mereka, kaum Wahabi dengan kejam membunuh penduduk tak berdosa di sepanjang Jazirah Arab. Mereka menggasak dan menjarah banyak kafilah peziarah dan sebagian besar di kota-kota Hijaz, termasuk 2 kota suci Makkah dan Madinah.
Di Makkah, mereka membubarkan para peziarah, dan di Madinah, mereka menyerang dan menodai Masjid Nabawi, membongkar makam Nabi, dan menjual serta membagi-bagikan peninggalan bersejarah dan permata-permata yang mahal.
Para teroris Saudi-Wahhabi ini telah melakukan tindak kejahatan yang menimbulkan kemarahan kaum Muslim di seluruh dunia, termasuk Kekhalifahan Utsmaniyyah di Istanbul.
Sebagai penguasa yang bertanggung jawab atas keamanan Jazirah Arab dan penjaga masjid-masjid suci Islam, Khalifah Mahmud II memerintahkan sebuah angkatan perang Mesir dikirim ke Jazirah Arab untuk menghukum klan Saudi-Wahhabi.
Pada 1818, angkatan perang Mesir yang dipimpin Ibrahim Pasha (putra penguasa Mesir) menghancurkan Saudi-Wahhabi dan meratakan dengan tanah ibu kota Dir’iyyah.
Imam kaum Wahhabi saat itu, Abdullah al-Saud dan dua pengikutnya dikirim ke Istanbul dengan dirantai dan di hadapan orang banyak, mereka dihukum pancung. Sisa klan Saudi-Wahhabi ditangkap di Mesir.


KERAJAAN SAUDI-WAHHABI KE-II : 1843-1891
“Walaupun kebengisan fanatis Wahabisme berhasil dihancurkan pada 1818, namun dengan bantuan Kolonial Inggeris, mereka dapat bangkit kembali.
Setelah pelaksanaan hukuman mati atas Imam Abdullah al-Saud di Turki, sisa-sisa klan Saudi-Wahhabi memandang saudara-saudara Arab dan Muslim mereka sebagai musuh yang sesungguhnya (their real enemies) dan sebaliknya mereka menjadikan Inggeris dan Barat sebagai sahabat sejati mereka.”
Demikian tulis Dr. Abdullah Mohammad Sindi *]
Maka ketika Inggeris menjajah Bahrain pada 1820 dan mulai mencari jalan untuk memperluas area jajahannya, Dinasti Saudi-Wahhabi menjadikan kesempatan ini untuk memperoleh perlindungan dan bantuan Inggeris.
Pada 1843, Imam Wahhabi, Faisal Ibn Turki al-Saud berhasil melarikan diri dari penjara di Cairo dan kembali ke Najd. Imam Faisal kemudian mulai melakukan kontak dengan Pemerintah Inggeris. Pada 1848, dia memohon kepada Residen Politik Inggeris (British Political Resident) di Bushire agar mendukung perwakilannya di Trucial Oman. Pada 1851, Faisal kembali memohon bantuan dan dukungan Pemerintah Inggeris. 10]
Dan hasilnya, Pada 1865, Pemerintah Inggeris mengirim Kolonel Lewis Pelly ke Riyadh untuk mendirikan sebuah kantor perwakilan Pemerintahan Kolonial Inggeris dengan perjanjian (pakta) bersama Dinasti Saudi-Wahhabi.
Untuk mengesankan Kolonel Lewis Pelly bagaimana bentuk fanatisme dan kekerasan Wahhabi, Imam Faisal mengatakan bahwa perbedaan besar dalam strategi Wahhabi : antara perang politik dengan perang agama adalah bahwa nantinya tidak akan ada kompromi, kami membunuh semua orang . 11]
Pada 1866, Dinasti Saudi-Wahhabi menandatangani sebuah perjanjian “persahabatan” dengan Pemerintah Kolonial Inggeris, sebuah kekuatan yang dibenci oleh semua kaum Muslim, karena kekejaman kolonialnya di dunia Muslim.
Perjanjian ini serupa dengan banyak perjanjian tidak adil yang selalu dikenakan kolonial Inggeris atas boneka-boneka Arab mereka lainnya di Teluk Arab (sekarang dikenal dengan : Teluk Persia).
Sebagai pertukaran atas bantuan pemerintah kolonial Inggeris yang berupa uang dan senjata, pihak Dinasti Saudi-Wahhabi menyetujui untuk bekerja-sama/berkhianat dengan pemerintah kolonial Inggeris yaitu : pemberian otoritas atau wewenang kepada pemerintah kolonial Inggeris atas area yang dimilikinya.
Perjanjian yang dilakukan Dinasti Saudi-Wahhabi dengan musuh paling getir bangsa Arab dan Islam (yaitu : Inggeris), pihak Dinasti Saudi-Wahhabi telah membangkitkan kemarahan yang hebat dari bangsa Arab dan Muslim lainnya, baik negara-negara yang berada di dalam maupun yang diluar wilayah Jazirah Arab.
Dari semua penguasa Muslim, yang paling merasa disakiti atas pengkhianatan Dinasti Saudi-Wahhabi ini adalah seorang patriotik bernama al-Rasyid dari klan al-Hail di Arabia tengah dan pada 1891, dan dengan dukungan orang-orang Turki, al-Rasyid menyerang Riyadh lalu menghancurkan klan Saudi-Wahhabi.
Bagaimanapun, beberapa anggota Dinasti Saudi-Wahhabi sudah mengatur untuk melarikan diri; di antara mereka adalah Imam Abdul-Rahman al-Saud dan putranya yang masih remaja, Abdul-Aziz. Dengan cepat keduanya melarikan diri ke Kuwait yang dikontrol Kolonial Inggeris, untuk mencari perlindungan dan bantuan Inggeris.


KERAJAAN SAUDI-WAHHABI KE III (SAUDI ARABIA) : Sejak 1902
Ketika di Kuwait, Sang Wahhabi, Imam Abdul-Rahman dan putranya, Abdul-Aziz menghabiskan waktu mereka “menyembah-nyembah” tuan Inggeris mereka dan memohon-mohon akan uang, persenjataan serta bantuan untuk keperluan merebut kembali Riyadh. Namun pada akhir penghujung 1800-an, usia dan penyakit nya telah memaksa Abdul-Rahman untuk mendelegasikan Dinasti Saudi Wahhabi kepada putranya, Abdul-Aziz, yang kemudian menjadi Imam Wahhabi yang baru.
Melalui strategi licin kolonial Inggeris di Jazirah Arab pada awal abad 20, yang dengan cepat menghancurkan Kekhalifahan Islam Utsmaniyyah dan sekutunya klan al-Rasyid secara menyeluruh, kolonial Inggeris langsung memberi sokongan kepada Imam baru Wahhabi Abdul-Aziz.
Dibentengi dengan dukungan kolonial Inggeris, uang dan senjata, Imam Wahhabi yang baru, pada 1902 akhirnya dapat merebut Riyadh. Salah satu tindakan biadab pertama Imam baru Wahhabi ini setelah berhasil menduduki Riyadh adalah menteror penduduknya dengan memaku kepala al-Rasyid pada pintu gerbang kota. Abdul-Aziz dan para pengikut fanatik Wahhabinya juga membakar hidup-hidup 1.200 orang sampai mati. 12]
Imam Wahhabi Abdul-Aziz yang dikenal di Barat sebagai Ibn Saud, sangat dicintai oleh majikan Inggerisnya. Banyak pejabat dan utusan Pemerintah Kolonial Inggeris di wilayah Teluk Arab sering menemui atau menghubunginya, dan dengan murah-hati mereka mendukungnya dengan uang, senjata dan para penasihat. Sir Percy Cox, Captain Prideaux, Captain Shakespeare, Gertrude Bell, dan Harry Saint John Philby (yang dipanggil “Abdullah”) adalah di antara banyak pejabat dan penasihat kolonial Inggeris yang secara rutin mengelilingi Abdul-Aziz demi membantunya memberikan apa pun yang dibutuhkannya.
Dengan senjata, uang dan para penasihat dari Inggeris, berangsur-angsur Imam Abdul-Aziz dengan bengis dapat menaklukkan hampir seluruh Jazirah Arab di bawah panji-panji Wahhabisme untuk mendirikan Kerajaan Saudi-Wahhabi ke-3, yang saat ini disebut Kerajaan Saudi Arabia.
Ketika mendirikan Kerajaan Saudi, Imam Wahhabi, Abdul-Aziz beserta para pengikut fanatiknya, dan para “tentara Tuhan”, melakukan pembantaian yang mengerikan, khususnya di daratan suci Hijaz. Mereka mengusir penguasa Hijaz, Syarif, yang merupakan keturunan Nabi Muhammad Saw.
Pada May 1919, di Turbah, pada tengah malam dengan cara pengecut dan buas mereka menyerang angkatan perang Hijaz, membantai lebih 6.000 orang.
Dan sekali lagi, pada bulan Agustus 1924, sama seperti yang dilakukan orang barbar, tentara Saudi-Wahabi mendobrak memasuki rumah-rumah di Hijaz, kota Taif, mengancam mereka, mencuri uang dan persenjataan mereka, lalu memenggal kepala anak-anak kecil dan orang-orang yang sudah tua, dan mereka pun merasa terhibur dengan raung tangis dan takut kaum wanita.
Banyak wanita Taif yang segara meloncat ke dasar sumur air demi menghindari pemerkosaan dan pembunuhan yang dilakukan tentara-tentara Saudi-Wahhabi yang bengis.
Tentara primitif Saudi-Wahhabi ini juga membunuhi para ulama dan orang-orang yang sedang melakukan shalat di masjid; hampir seluruh rumah-rumah di Taif diratakan dengan tanah; tanpa pandang bulu mereka membantai hampir semua laki-laki yang mereka temui di jalan-jalan; dan merampok apa pun yang dapat mereka bawa. Lebih dari 400 orang tak berdosa ikut dibantai dengan cara mengerikan di Taif. 11]

The end

http://sk-sk.facebook.com/topic.php?uid=80383792636&topic=11768
http://kommabogor.wordpress.com/2007/12/22/latar-belakang-berdirinya-kerajaan- saudi-arabia-dan-paham-wahabi-bag-i/
________________________________________
*
Dr. Abdullah Mohammad Sindi adalah seorang profesor Hubungan Internasional (professor of International Relations) berkebangsaan campuran Saudi-Amerika. Dia memperoleh titel BA dan MA nya di California State University, Sacramento, dan titel Ph.D. nya di the University of Southern California. Dia juga seorang profesor di King Abdulaziz University di Jeddah, Saudi Arabia. Dia juga mengajar di beberapa universitas dan college Amerika termasuk di : the University of California di Irvine, Cal Poly Pomona, Cerritos College, and Fullerton College. Dia penulis banyak artikel dalam bahasa Arab maupun bahasa Inggeris. Bukunya antara lain : The Arabs and the West: The Contributions and the Inflictions.


Catatan Kaki :
[1] Banyak orang-orang yang belajar Wahabisme (seperti di Jakarta di LIPIA) yang menjadi para pemuja syekh-syekh Arab, menganggap bangsa Arab lebih unggul dari bangsa lain. Mereka (walaupun bukan Arab) mengikuti tradisi ke-Araban atau lebih tepatnya Kebaduian (bukan ajaran Islam), seperti memakai jubah panjang, menggunakan kafyeh, bertindak dan berbicara dengan gaya orang-orang Saudi.
[2] Alexei Vassiliev, Ta’reekh Al-Arabiya Al-Saudiya [History of Saudi Arabia], yang diterjemahkan dari bahasa Russia ke bahasa Arab oleh Khairi al-Dhamin dan Jalal al-Maashta (Moscow: Dar Attagaddom, 1986), hlm. 108.
[3] Untuk lebih detailnya Anda bisa mendownload “Confessions of a British Spy” : http://www.ummah.net/Al_adaab/spy1-7.html

Cara ini juga dilakukan Imperialis Belanda ketika mereka menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia lewat Snouck Hurgronje yang telah belajar lama di Saudi Arabia dan mengirinmnya ke Indonesia. Usaha Snouck berhasil gemilang, seluruh kerajaan Islam jatuh di tangan Kolonial Belanda, kecuali Kerajaan Islam Aceh. Salah satu provokasi Snouck yang menyamar sebagai seorang ulama Saudi adalah menyebarkan keyakinan bahwa hadis Cinta pada Tanah Air adalah lemah! (Hubbul Wathan minal Iman). Dengan penanaman keyakinan ini diharapkan Nasionalisme bangsa Indonesia hancur, dan memang akhirnya banyak pengkhianat bangsa bermunculan.
[4] Memoirs Of Hempher, The British Spy To The Middle East, page 13.
[5] Lihat “The Beginning and Spreading of Wahhabism”, http://www.ummah.net/Al_adaab/wah-36.html
[6] William Powell, Saudi Arabia and Its Royal Family (Secaucus, N.J.: Lyle Stuart Inc., 1982), p. 205.
[7] Confessions of a British Spy.
[8] Ibid.
[9] Vassiliev, Ta’reekh, p. 117.
[10] Gary Troeller, The Birth of Saudi Arabia: Britain and the Rise of the House of Sa’ud (London: Frank Cass, 1976), pp. 15-16.
[11] Quoted in Robert Lacey, The Kingdom: Arabia and the House of Saud (New York: Harcourt Brace Jovanovich, 1981), p. 145
. 
III. Kritik Terhadap Buku Karangan Hempher
          Pada http://tentarakecilku.blogspot.com terdapat kritik terhadap buku Hempher sebagai berikut:

Memoar Mata-Mata Inggris
Belakangan ini, telah diterbitkan sebuah memoar yang diaku sebagai memoar seorang mata-mata Kerajaan Inggris di Irak pada masa Muhammad bin Abdil Wahhab hidup. Hempher, nama mata-mata itu, sebagaimana yang dituliskan dalam memoar, ditugaskan oleh pihak kerajaan pada tahun 1122 H (1710 M) ke wilayah Mesir, Irak, Hijaz dan Istanbul.

Catatan-catatan yang dibuatnya pada waktu penugasan itu dijuduli dengan “Memoirs of Hempher: The British Spy to The Middle East.” Setelah dipublikasikan, catatan-catatan itu diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan bahasa-bahasa yang lain. Ikhlas Waqfi mempublikasikan catatan-catatan itu ke dalam bahasa Inggris dengan judul Confessions of a British Spy and British Enmity.

Dalam bahasa Indonesia, memoar Hempher itu telah diterjemahkan dan diterbitkan dengan judul “Catatan Harian Seorang Mata-Mata: Kisah Penyusupan Mata-Mata Inggris untuk Menghancurkan Islam” oleh penerbit Galan pada tahun 2009. Dalam memoar tersebut, Hempher si penulis memoar, memakai kata ganti “Nejed” untuk seseorang yang diceritakan sebagai Muhammad bin Abdil Wahhab.

Selama penugasan, Hempher pernah berdiam di Basrah, Irak, menyamar dengan nama Muhammad. Di Basrah inilah, sebagaimana yang diceritakan, ia bertemu dan bersahabat dengan Muhammad bin Abdil Wahhab. Konon, pertemuan itu terjadi pada tahun 1125 H. Sejak saat itu, mereka berdua diceritakan pula menjalin pertemanan yang dekat.

Kritik atas Sumber Sejarah
Terkait dengan kepentingan penulisan sejarah, memoar tersebut dapat digolongkan sebagai sumber primer. Akan tetapi, suatu sumber, temasuk juga Tarikh Najd dan Unwan Al-Majd fi Tarikh Najd, baru dapat diterima sebagai sumber penulisan sejarah bila memenuhi dua syarat.

Pertama, keaslian (otentisitas) sumber tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu. Masuk ke dalam pembuktian jenis ini adalah pembuktian materi fisik sumber bila itu dokumen masa lampau (jenis kertas, tinta gaya tulisan—bila dengan tulisan tangan—atau bahkan jenis tinta yang dipakai). Selain itu, juga gaya bahasa, ungkapan-ungkapan yang dipakai, jenis huruf yang ditulis dan diksi yang ada harus dibuktikan. Pembuktian seperti ini, dalam metode penulisan sejarah, biasa dikenal dengan istilah kritik ekstern.

Kedua, setelah terbukti otentisitas sumber tersebut, maka kedapatdipercayaan (kredibilitas) sumber tersebut harus dibuktikan juga. Pembuktian seperti ini dikenal juga dengan sebutan kritik intern.

Masuk ke dalam jenis pembuktian ini adalah penilaian intrinsik sumber yang bersangkutan, dengan cara menilai sifat sumber dan penulis sumber. Sifat sumber menentukan penerimaan sumber tersebut. Misal saja, laporan seorang mata-mata akan berbeda sifat dengan keterangan juru bicara sang ratu kepada publik. Demikian pula dengan penulis sumber, bagaimana pun, ia harus dinilai, baik kualitasnya ataupun kapabilitasnya terhadap sumber yang bersangkutan.

Juga masuk ke dalam jenis pembuktian ini adalah kebenaran keterangan yang ada di dalam sumber tersebut. Pembuktian ini dilakukan dengan cara pembandingan keterangan yang ada dengan keterangan yang ada pada sumber-sumber sejarah terpercaya lainnya. Bila banyak dukungan terhadap keterangan yang dikandung itu, maka sudah didapat satu fakta sejarah yang kuat. Bila tidak, maka cukup bisa untuk diragukan keterangan tersebut.

Beberapa Pertentangan Hempher
Barangkali akan menjumpai kesulitan untuk mendapatkan dokumen asli mata-mata Inggris itu sebelum dipublikasikan. Akan tetapi, bila melihat keterangan yang dikandung memoar tersebut setelah diterjemahkan dan diterbitkan, maka salah satu bentuk pembuktian dapat dilakukan, meskipun masih tetap dianggap kurang lengkap tanpa bentuk pembuktian yang lain.

Sebagai misal di sini adalah keterangan bahwa Hempher bertemu pertama kali dengan Muhammad bin Abdil Wahhab pada tahun 1125 H. Keterangan ini, bila dibandingkan dengan keterangan yang lain jelas bertentangan.

Muhammad bin Abdil Wahhab ternyata baru memulai rangkaian perjalanan menuntut ilmunya pada tahun 1135 H, ketika ia berumur 20 tahun, ke tanah Hijaz. Baru beberapa tahun setelah itu, ia melakukan perjalanan untuk pertama kalinya ke Basrah, Irak, menemui gurunya yang bernama Syaikh Muhammad Al-Majmu’i.

Meskipun banyak yang menganggap bahwa Syaikh Muhammad Al-Majmu’i adalah Hempher, tetap saja perbedaan keterangan pada memoar Hempher itu tentang tahun pertemuan mereka dengan keterangan pada sumber-sumber yang lain dapat memberatkan untuk bisa dipercaya.

Contoh yang lain, diceritakan dalam memoar Hempher bahwa Muhammad bin Abdil Wahhab sempat datang ke Persia pada waktu itu dan mempelajari bahasa Persia. Keterangan ini, setelah dibandingkan dengan keterangan-keterangan dari sumber-sumber yang lain, bertentangan.

Ternyata, Muhammad bin Abdil Wahhab, di luar kampung halamannya di Nejed hanya pernah mengunjungi Hijaz, Basroh, Zubair dan Ahsa’ selama melakukan rihlahnya. Bahkan, Syam yang menjadi salah satu tujuan pertamanya belum sempat dikunjungi karena kehabisan bekal di tengah perjalanannya.

Kesimpulan
Beberapa contoh yang telah disebutkan sudah cukup menjadi alasan untuk menolak keterangan yang diberikan Hempher. Yang menjadi masalah adalah banyak penulis menjadikan memoar Hempher itu sebagai dasar argumen bahwa Muhammad bin Abdil Wahhab adalah seorang laki-laki yang disusupkan Inggris guna merusak Islam dari dalam. Demikian pula dengan dakwahnya, Wahhabi terkadang diklaim oleh sebagian pihak sebagai salah satu sekte dalam Islam yang dibentuk Inggris.

Nur Khalik Ridwan, dalam tulisan-tulisannya tentang Wahabi, memakai memoar Hempher itu untuk membangun argumen di dalam karyanya. Selain itu, amat disayangkan pula bahwa harian Republika yang menjadi salah satu surat kabar dengan sirkulasi dan publikasi luas di Indonesia pernah mengangkat artikel tentang Muhammad bin Abdil Wahhab dalam lembar “Islam Digest.” Salah satu referensi tulisan tentang Muhammad bin Abdil Wahhab di sana ternyata memoar Hempher itu.

Perkara pembuktian sumber ini memang terkesan bertele-tele. Akan tetapi, permasalahan keterangan sumber bukan sekedar permasalahan percaya atau tidak percaya. Sumber-sumber sejarah yang tidak dapat dibuktikan secara ilmiah dengan menggunakan kritik ekstern dan intern tidak dapat dijadikan sandaran pendapat. Keterangan yang dikandung pun belum dapat dikatakan sebagai fakta sejarah.[]


Komentar
Penolakan tulisan Hempher berdasarkan data sejarah yang dikeluarkan oleh sumber Wahabi tentunya masih perlu diuji kebenarannya, karena sumber sejarahnya tidak netral yaitu bertendensi membela Wahabi dan menyalahkan pernyataan Hempher. Sumber yang dapat dipakai di antaranya adalah dokumen Pemerintah Inggris pada abad ke-19 yang sekarang sudah dibuka kerahasiaannya sehingga dapat diakses oleh masyarakat umum.Khususnya tentang peran mata-mata Inggris di Timur Tengah.


IV. Kerjasama Kaum Wahabi Dengan Kerajaan Inggris Pada Perang Dunia Pertama

Selain dari buku-buku, sumber sejarah yang dapat dipakai adalah dari Film Sejarah.

Film Lawrence of Arabia

Dari Wikipedia, Ensiklopedia bebas

Lawrence of Arabia adalah film Inggris 1962 didasarkan pada kehidupan T.E Lawrence, tentara Inggris yang mahir berbahasa Arab dan mempunya banyak kawan orang Arab. Film ini disutradarai oleh David Lean dan diproduksi oleh Sam Spiegel melalui perusahaan Inggrisnya Foto Horizon, dengan skenario oleh Robert Bolt dan Michael Wilso . Film ini dibintangi Peter O'Toole sebagai pemeran utama. Salah satu film terbesar dan paling berpengaruh dalam sejarah sinema.
Film ini menggambarkan pengalaman Lawrence di Jazirah Arab selama Perang Dunia I, dalam serangan khususnya pada Aqaba dan Damaskus dan keterlibatannya dalam Dewan Nasional Arab. Tema meliputi perjuangan emosional Lawrence dengan kekerasan pribadi yang melekat dalam perang, identitas pribadi, dan kesetiaannya terbagi antara tentara Inggris dan dan kawan-kawan barunya dalam suku-suku padang pasir Arab.

Plot

Film ini disajikan dalam dua babak, dipisahkan oleh sebuah jeda.

Babak I
Selama Perang Dunia Pertama, TE Lawrence (Peter O'Toole) adalah seorang Letnan Angkatan Darat Inggris yang ditempatkan di Kairo. Meskipun Jendral Murray (Donald Wolfit) berkeberatan, dia tetap dikirim oleh Mr Dryden (Claude Rains) dari Biro Arab untuk mengamatii prospek Pangeran Faisal ibnu Turki al-Saud (Alec Guinness) dalam pemberontakan melawan Kerajaan Turki Usmani. Di perjalanan, pemandu Badui nya dibunuh oleh Sheriff Ali (Omar Sharif) –sherif atau sharif adalah gelar bangsawan untuk para keturunan Nabi Muhammad saw- karena minum dari sumur tanpa izin. Lawrence kemudian bertemu Kolonel Brighton (Anthony Quayle), yang memerintahkan dia untuk tetap tenang, membuat penilaian tentang kamp Pangeran Faisal, dan pergi. Lawrence segera mengabaikan perintah Brighton ketika ia bertemu Pangeran Faisal. Pengetahuan dan keterbukaannya menarik minat sang pangeran.
Brighton menyarankan Pangeran Faisal untuk mundur setelah kekalahan telaknya, tapi Lawrence justru mengusulkan serangan mendadak yang berani di Pangkalan Angkatan Laut Turki di Aqaba yang, jika berhasil, akan memberikan jalan bagi Inggris untuk memasok kebutuhan bagi pasukan Arab. Sementara dibentengi kuat melawan serangan angkatan laut, kota ini lemah di sisi darat.
Dia meyakinkan Pangeran Faisal untuk mengirimkan pasukan lima puluh orang, dipimpin oleh Ali Sheriff yang skeptis. Dua anak yatim remaja, Daud (Yohanes Dimech) dan Farraj (Michel Ray), menyediakan dirinya ke Lawrence sebagai pembantunya.
Pasukan itu menyeberangi Gurun Nefud, yang dianggap tak dapat dilalui bahkan oleh suku Badui, perjalanan siang dan malam pada berakhir di sumber air (oasis). Gasim (I.S Johar) hampir meninggal dunia akibat kelelahan dan jatuh dari unta tanpa diketahui pada malam hari. Sisanya sampai ke oasis, tapi Lawrence ternyata kembali sendirian untuk mencari orang yang hilang, dengan mempertaruhkan nyawanya dan mengungguli Sheriff Ali dalam menyelamatkan Gasim.
Lawrence membujuk Abu Auda Tayi (Anthony Quinn), pemimpin dari suku lokal Howeitat yang kuat, untuk berbalik melawan Turki. Rencana Lawrence hampir gagal ketika salah satu anak buah Sherif Ali membunuh seorang anak buah Auda karena hutang darah. Karena pembalasan suku Howeitat akan menghancurkan aliansi yang rapuh, Lawrence menyatakan bahwa ia akan mengeksekusi si pembunuh sendiri. Tertegun untuk menemukan bahwa pelakunya adalah Gasim, dia menembaknya pula. Keesokan paginya, aliansi yang utuh itu mengalahkan garnisun Turki di Pangkalan Angkatan Laut Aqaba .
Lawrence pergi ke Kairo untuk menginformasikan Dryden dan komandan baru, Jenderal Allenby (Jack Hawkins), tentang kemenangannya. Sewaktu menyeberangi Gurun Sinai , Daud (bocah pembantu Lawrence) meninggal ketika ia tersandung ke pasir hisap . Lawrence dipromosikan menjadi mayor dan diberi senjata dan uang untuk mendukung orang-orang Arab yang dipimpin Pangeran Faisal ibnu Turki al-Saud. Dia sangat terganggu, mengingat bahwa ia telah mengeksekusi Gasim, tapi Allenby menepis keraguan itu. Dia bertanya Allenby apakah ada dasar kecurigaan Arab bahwa Inggris memiliki desain di Arabia . Jendral itu menyatakan bahwa mereka tidak memiliki desain seperti itu.

Babak II

Lawrence melancarkan perang gerilya, meledakkan kereta api dan mengecoh orang-orang Turki di setiap kelokan. Koresponden perang Amerika Jackson Bentley (Arthur Kennedy) mempublikasikan liputannya, membuat Lawrence terkenal di dunia. Di satu serangan, Farraj (bocah pembantu Lawrence yang masih hidup) terluka parah. Tidak mau meninggalkannya untuk disiksa, Lawrence terpaksa menembaknya sebelum melarikan diri.
Ketika Lawrence mengintai kota Daraa yang dikuasai musuh dengan Ali Sherif, ia bersama dengan warga Arab pergi ke seorang Bey Turki (José Ferrer). Lawrence dilucuti, dipelototi, dan ditusuk, dicambuki, dilecehkan secara seksual dan kemudian dilempar keluar ke jalan.
Di Yerusalem, Jenderal Allenby mendesak dia untuk mendukung "serangan besar" ke Damaskus , tapi Lawrence menolak keras. Namun akhirnya, ia menerima.
Dia merekrut pasukan Arab (pasukan Wahabi ?), terutama para pembunuh dan pemotong leher yang termotivasi oleh uang, bukan dorongan Nasionalisme Arab. Mereka melihat rombongan tentara Turki yang mundur yang baru saja membantai orang-orang Tafas. Salah satu pasukan Lawrence dari desa menuntut, "Tidak ada tahanan (bunuh semua)!" Ketika Lawrence ragu-ragu, pria itu menyerang orang Turki sendirian dan terbunuh. Lawrence mengambil mayatnya sambil menangis, menjadikan pembantaian di mana Lawrence sendiri berpartisipasi berjalan dengan mulus.
Anak buah Lawrence kemudian menguasai Damaskus sebelum pasukan Jenderal Allenby itu. Orang-orang Arab mendirikan sebuah dewan untuk mengelola kota, tetapi mereka adalah suku padang pasir yang tidak cocok untuk tugas seperti itu.Tidak dapat mempertahankan utilitas dan pertengkaran terus-menerus satu sama lain, mereka segera meninggalkan sebagian besar kota ke pasukan Inggris. Dipromosikan menjadi kolonel dan segera diperintahkan pulang, jasanya berakhir baik bagi Pangeran Faisal ibnu Turki al-Saud dan diplomat Inggris, seorang Lawrence yang sedih terusir dalam sebuah mobil staf.

Komentar Penulis:
Dalam film ini terlihat betapa eratnya hubungan kaum Wahabi dengan tentara Inggris dalam menghancurkan pasukan Turki Usmaniah pada Perang Dunia I.


V. Peran Salafi Wahabi dalam Menjadikan Palestina Terjajah

Dalam buku Shofahat min Tarikh al-Jaziroh dipaparkan bukti-bukti komkrit tentang terlalu tampaknya pembelaan Wahabi dalam berbagai kasus yang terkait dengan kepentingan Inggris dan Yahudi kala itu. Salah satu indikasinya adalah ketika dilangsungkan Kongres Dunia Islam pada1926, para ulama dan utusan dari negara-negara muslim mengusulkan untuk membersihkan kawasan Timur Tengah —seperti Palestina, Syria, Irak, dan Jaziroh Arob—dari pengaruh asing, namun ulama Wahabi menolak usulan negara-negara dunia Islam tersebut.
Bukan sesuatu yang aneh jika Salafi Wahabi selama ini bungkam seribu bahasa dengan keberadaan Yahudi di Palestina dan segala kejahatan yang mereka lakukan terhadap umat Islam di negeri yang terampas dan terjajah itu. Sejak awal, Salafi Wahabi sudah mengamini “penggadaian” negeri Palestina kepada Inggris untuk diberikan kepada orang-orang Yahudi.
Dalam Muktamar al-Aqir tahun 1341 H di distrik Ahsaa telah ditandatangani sebuah perjanjian resmi antara pihak Wahabi dengan pemerintah Inggris. Tertulis dalam kesepakatan itu kalimat-kalimat yang ditorehkan oleh pimpinan Wahabi berbunyi:
“Aku berikrar dan mengakui seribu kali kepada Sir Percy Cox wakil Britania Raya, tidak ada halangan bagiku (sama sekali) untuk memberikan Palestina kepada Yahudi atau yang lainnya sesuai keinginan Inggris, yang mana aku tidak akan keluar dari keinginan Inggris sampai hari kiamat.”
Surat perjanjian itu ditandatangani oleh Raja Abdul Aziz al-Saud.

VI. Kesimpulan dan Penutup

Dari uraian di atas jelas terlihat bagaimana Pemerintah Kerajaan Inggris dalam waktu 100 tahun telah berhasil mendirikan negara Isroil, dengan cara memecah belah Kerajaan Islam Turki Usmaniah. Seorang mata-matanya yang brilian –Hempher- yang fasih berbahasa Arab, Turki dan Parsi, serta menguasai Agama Islam beruntung telah bertemu dengan Muhammad ibn Wahhab an-Najd sewaktu dia mengembara keluar dari An-Najd. Melalui diskusi yang intensif serta cara-cara lainnya dia telah berhasil mencuci otak pendiri Faham Wahabi itu, mematangkan fahamnya, kemudian memberinya semangat untuk berjuang.
Setelah bersekutu dengan Syeikh Dir’iyyah, Muhammad Saud, Hempher serta Pemerintah Inggris terus membantunya untuk menguasai Jaziroh Arob. Taktik yang dipakainya seperti terucap di Film “Lawrence of Arabia” adalah “Tidak ada tahanan!” yang berarti : Bunuh semuanya termasuk bayi, wanita, orang-orang tua dan anak-anak.
Memang sangat kejam, menyerupai kekejaman bangsa Mongol sewaktu menyerang Baghdad. Bangsa sendiri yang seagama (tetapi tidak sefaham) dianggap musuh yang boleh dibunuh, sedangkan bangsa Inggris yang kafir dianggap sebagai sohabat.
Keberadaan kaum ini telah diramalkan Nabi saw. dalam suatu hadits panjang, yang potongannya adalah sebagai berikut:

…”Akan lahir dari dari keturunan orang ini kaum yang membaca Al-Qur’an, tetapi tidak sampai melewati batas tenggorokannya. Mereka keluar dari agama Islam seperti anak panah tembus keluar dari (badan) binatang buruannya. Mereka memerangi orang Islam dan membiarkan penyembah berhala. Kalau aku ketemu mereka niscaya akan kupenggal lehernya seprti halnya kaum “Ad”. Dalam riwayat lain dikatakan , “seperti halnya kaum Tsamud.” (HR. Bukhori, Muslim, Abu Daud, Nasai, Ahmad dan lainnya)


Jember, 28 Nopember 2011


Dr. H.M. Nasim Fauzi
Jalan Gajah Mada 118
Tlp. (0331) 481127 Jember


Kepustakaan:
1. Muhammad Siddiq Gunnus “Pengakuan mata-mata Inggris dalam menghancurkan Kekuatan Islam” Al Ikhlas, Surabaya, 1999.
2. Syaikh Idahram, “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi”, Pustaka Pesantren Yogyakarta, 2011.
5. http://en.wikipedia.org/wiki/Lawrence_of_Arabia_(film)