Kamis, 29 September 2011

Buku Penentuan Hari Raya 02


Penentuan Hari Raya

(dan Awal Puasa)


Beberapa Pandangan di Kalangan Nahdliyin (NU)



Oleh : Dr. H.M. Nasim Fauzi




I. Pendahuluan:

Penentuan hari raya Idul Fitri di Indonesia tahun ini sangat berkesan bagi penulis. Karena di TV, koran dan di internet penuh dengan berita pendapat para ahli tentang perbedaan system yang dipakai yaitu Rukyat dan Hisab yang berakibat berbeda hari raya tahun ini yaitu Muhammadiyah berhari raya pada tanggal 30 Agustus 2011 sedang Pemerintah RI tanggal 31 Agustus 2011.
Kemudian hari Minggu tanggal 29 Agustus 2011 di TV ditayangkan sidang isbat yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama yang mengundang seluruh organisasi Islam termasuk Muhammadiyah dan Badan yang terkait di antaranya adalah dari LAPAN (Lembaga Antarikasa dan Penerbangan Nasional) yang diketuai Dr. Thomas Djamaludin, untuk di mintai pendapatnya tentang penentuan awal bulan Syawal / hari raya tahun 1432 H.


II. Permasalahan.

Organisasi Nahdlatul Ulama yang berarti Kebangkitan Ulama didirikan tahun 1926 untuk mengakomodasi para ulama yang berfaham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di Indonesia sebagai reaksi terhadap faham Wahabi yang dianut oleh Pemerintah Saudi ‘Arabia. NU berpedoman pada 4 Madzhab terutama Madzhab Imam Syafii yang mayoritas dianut oleh umat Islam di Asia Tenggara.
Umumnya para kiyahi itu merujuk pada Kitab-kitab beraliran madzhab Syafii yang dikarang oleh para ulama di Timur Tengah dan Asia Selatan sebelum berdirinya Kerajaan Saudi Arabia, dikenal dengan nama “Kitab Kuning”. Masing-masing Ulama mempunyai Kitab favoritnya sendiri-sendiri sehingga pendapat para ulama bisa berbeda. Juga dalam masalah Penentuan Hari Raya dan awal puasa.
Berikut penulis kutip beberapa pendapat itu.


A. Pendapat Sholeh Hayat*
Berbeda Lagi Idul Fitri?

I
ISLAM membuka pintu ijtihad. Pintu ini dibuka sebagai bagian demokratisasi dalam fiqh Islam. Akurasi pemikiran akan diukur di area ini. Satu pahala diberikan jika ijtihadnya tidak benar. Dua pahala bila benar.
Kalangan santri menyebutnya qaulaini. Ijtihad itu adalah memaknai makna lafal rukyat bil ain yang berarti melihat dengan bola mata sebagaimana di zaman Rasulullah “Qaulan wa Fiklan” atau Ya Diucapkan Ya Dilakukan yang dianut nahdliyin (warga NU)
Cara lain adalah ijtihad dengan memaknai rukyat sebagai melihat dengan ilmu pengetahuan (bil ilmi) atas dasar hitungan hisab hakiki “wilayatul hilal dan matla’ wilayatul hukmi”; sebagaimana dimaklumatkan oleh Muhammadiyah pada 2000. Kaidah “Rukyatlah yang muktabar” sebagaimana pendapat Majlis Tarjih telah dimodifikasi sebagai upaya meminimalkan perbedaan dalam berhari raya.
Di sinilah “akar” qaulaini atau perbedaan akhir Ramadan yang belum ditemukan rumus untuk mengakomodasikan keduanya sampai saat ini. Upaya ke arah itu pernah dicoba dengan metode had imkanur rukyat ambang batas ketinggian hilal yang layak dirukyat. Satu di antaranya adalah Musyawarah Ulama Ahli Hisab di Cisarua, Bogor, 1998.
Yang menarik, berdasar posisi had imkan rukyat di akhir Ramadan tahun ini, ada kontroversi dalam pengambilan keputusan di antara ahli hisab, baik di lingkungan NU maupun Muhammadiyah. Kisaran ijtihadnya sekitar 0” 32’ sampai dengan 3” 50”. Hal ini serupa dengan yang pernah terjadi di lingkungan Muhammadiyah dalam menetapkan Idul Fitri pada 1962. Yakni, apakah 6 atau 7 Maret. Karena irtifa’ hilal sudah 0, 34 derajat. Wilayah barat Makasar ber-Idul Fitri pada 7 Maret karena hilal belum wujud.
Hal yang sama pernah dilakukan ulama hisab NU, KH Tuzaichan Kudus. Beliau menganjurkan masyarakat di wilayah Tegal ke barat boleh berpuasa mulai 7 April 1989. Masyarakat di timur Tegal berpuasa mulai 8 April 1989. Mengapa keputusan itu diambil? Sebab, hilal 1 Ramadan dapat dilihat pada Kamis 6 April 1989 di pantai Ujungpangkah, Gresik.

Hitungan Hisab 2011.
Berapa sebenarnya ketinggian hilal pada Senin. 29 Agustus 2011? Sebuah kajian menarik untuk diurai, Dari aspek waktu, terjadi ijtima’ sebagai pertanda terjadinya konjungsi antara bulan dan matahari yang sedang berada pada bujur yang sama, kisaran waktunya antara pukul 09.28 sampai dengan 10.43 WIB dan irtifa’ hilal sekitar 0” 32’ sampai dengan 3” 50’, sebagaimana hasil rapat ulama ahli hisab dan astronomi pada 12 Juli 2011 yang diselenggarakan oleh Badan Badan Hisab dan Rukyat (BHR) Kanwil Kementerian Agama Jawa Timur di Surabaya.
Dalam musyawarah tersebut dianalisa hasil garapan yang menggunakan 23 metode, baik dengan kitab klasik maupun kontemporer buatan Perancis. Ada kitab Sullamun Nayiren, Fathur Rouf fil Manan, ada rumus kitab Badi’atul Mitsal, Risalatur Qomaroin, serta sistem kontemporer modern Al Manak Nautika, New Comb, Ephimitis, Hisab Hakiki yang lazim dijadikan pegangan Muhammadiyah, dan kitab Ittifaq Dzatil Bainy yang menjadi rujukan ulama nahdliyin.
Dari 36 ulama hisab dan astronomi tersebut, ternyata ada yang kontroversi di antara “sesamanya”. Jika dikalkulasikan, 23 di antaranya berkesimpulan bahwa karena derajat imkan rukyat masih di bawah had imkan rukyat, maka Syawal ditetapkan pada Rabu, 31 Agustus 2011. Lainnya, 13 ulama hisab, yakin dengan hisabnya yang didasarkan wujudul hilal menetapkan 1 Syawal pada Selasa, 30 Agustus 2011.
Ada yang menarik untuk dikaji, karena faktor kehati-hatian “penggarap”, meski rujukan kitabnya sama, kesimpulannya berbeda. Contoh dengan rumus kitab Sullamun Nayiren, dua ulama “penggarap” sama-sama menghitung derajat hilal 3” 20’ dan 3” 50’; akan tetapi dengan menetapkan 1 Syawal berbeda antara Selasa (30/9) dan Rabu (31/9).
Contoh lain, dengan rujukan kitab Khulasah Wafiyah. Hasil hitungan dua ulama hisab menghasilkan derajat yang berbeda, yang satu 1” 59’ dan yang satu lagi 2” 19’. Kesimpulan, 1 Syawal juga bisa beda, yakni Selasa (30/9) dan Rabu (31/9).
Sistem hisab kontemporer semisal New Comb, Ephimiris, Hisab Rukyat, Almanak Nautika, menghitung posisi had inkam rukyat 1” 36’ sampai dengan 1” 42’ akhirnya menyimpulkan 1 Syawal jatuh pada hari Rabu (31/9). Ada lagi yang menarik dari rujukan kitab Hisab Hakiki yang dipakai Muhammadiyah menghasilkan hitungan ketinggian hilal 1” 58’ dan mengambil kesimpulan 1 Syawal jatuh pada Rabu (31/9).

Hormati Jika Berbeda
Kondisi hasil hitungan hisab yang kontroversial tersebut memungkinkan adanya “potensi” berbeda dalam menentukan 1 Syawal 1432 H nanti. Bagi jamaah Muhammadiyah karena menggunakan rujukan “wujudul hilal dan matla’ wilayatul hukmi”, sebagaimana yang dituangkan dalam Maklumat Nomor 375, 7 Mei 2011, maka 1 Syawal 1432 H dengan posisi hilal 1” 49’ akan dilaksanakan Idul Fitri pada Selasa Kliwon, 30 Agustus 2011.
Kalangan nahdliyin dan umat Islam yang sepaham akan menunggu hasil rukyatul hilal yang diselenggarakan pada Senin, 29 Agustus 2011, bersamaan waktu Maghrib di 31 lokasi di seluruh Nusantara.
Hasil finalnya kita tunggu pada sidang Isbath Kementerian Agama. Bila dapat ber-Idul Fitri “bersama”, kita patut bersyukur. Namun bila “berbeda”, inilah area ijtihad di angka hisab Idul Fitri yang harus disikapi dengan saling memahami, mengerti, dan saling menghormati.

*) Wakil Ketua PW NU Jawa Timur, anggota Badan Hisab Rukyat Kanwil Kementerian Agama Jatim.

Dikutip dari Jawa Pos, Sabtu 27 Agustus 2011


B. Pendapat K.H. Maulana Kamal Yusuf


Rois Syuriah PWNU Jakarta: Lebaran Hari Selasa, Haram Puasa hari Ini.
JAKARTA (voa-islam.com) – Tak semua warga Nahdliyin mengikuti Pemerintah dalam penetapan 1 Syawal 1432 Hijriyah. Sebagian warga NU Jakarta menyelisihi keputusan Pemerintah yang menganulir hasil penglihatan hilal oleh Tim Rukyat di Cakung.
Selain warga Kediri Jawa Timur, sebagian warga Nahdliyin Jakarta juga menolak keputusan sidang itsbat Kementerian Agama (Kemenag) yang menetapkan 1 Syawal jatuh pada hari Rabu tanggal 31 Agustus 2011.
Adalah KH Maulana Kamal Yusuf, salah satu ulama besar Jakarta yang juga menjabat Rois Suriah Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta. Ulama yang akrab disapa Kiai Kamal ini menyerukan umat Islam, khususnya warga Nahdliyin yang masih berpuasa hari ini, Selasa 30 Agustus 2011 agar segera berbuka puasa. Hari ini, tegasnya, sudah masuk 1 Syawal 1432 H.
Berdasarkan pengamatan hilal oleh Tim Rukyat yang dipimpinnya, Kiai Kamal telah mengambil sumpah 3 orang saksi yang melihat hilal pada Senin sore (29/8/2011) kemarin di Pondok Pesantren Al-Husainiah, Kampung Baru, Cakung, Jakarta Timur.
"Ketiga saksi yang bersumpah melihat hilal tepat saat waktu Magrib. Posisinya miring ke selatan dalam keadaan vertikal, dengan durasi hilal 5 menit," papar Kiai Kamal, di Jakarta, Selasa (30/8).
Kiai Kamal menjelaskan, rukyat di Cakung dilakukan dengan tiga metode rukyat. Masing-masing, 4,35 derajat, 3 derajat, dan 2 derajat. Ketiga saksi dengan metode masing-masing mengaku melihat hilal.
Namun, Kiai Kamal menyesalkan petugas dari Pengadilan Agama Jakarta Timur yang berada di lokasi saat itu, enggan mengambil sumpah ketiga saksi yang telah melihat hilal. Bahkan, petugas tersebut meninggalkan lokasi rukyat sebelum pengambilan sumpah.
Karena tidak ada yang mengambil sumpah, maka Kiai Kamal diminta untuk mengambil sumpah ketiga saksi tersebut. Didampingi Ketua Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab, dan Pimpinan Pondok Pesantrean Al-Itqon, KH Mahfud Assirun.
"Ketiga saksi bersumpah, demi Allah telah melihat hilal tepat saat waktu Magrib. Posisi hilal miring keselatan dalam keadaan vertikal. Dengan durasi hilal 5 menit," kata Kiai Kamal.
Hasil rukyat di Cakung itu sempat dilaporkan oleh Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag, Ahmad Jauhari, di depan Sidang Itsbat. Namun, kata Kiai Kamal, pemerintah menganggap hilal tidak mungkin dirukyat karena posisinya di bawah ufuk. "Tapi kita yang merukyat, melihatnya di atas ufuk," sergahnya.
Menurut Kiai Kamal, telah terjadi perbedaan pendapat antara pemerintah dengan saksi yang melihat hilal. "Pemerintah berijtihad, kita juga berijtihad. Tapi, ijtihad pemerintah tidak bisa membatalkan ijtihad kita," tegas Kamal.
Karena itu, tim rukyat di Cakung, mengambil keputusan bahwa hari ini, Selasa 30 Agustus 2011, sudah masuk 1 Syawal 1432 Hijriah. "Bagi yang saat ini masih berpuasa dianjurkan untuk segera berbuka. Karena haram hukumnya berpuasa pada 1 Syawal," imbau Kamal.
Kegiatan rukyat di Cakung, tepatnya di Pondok Pesantren Al-Husainiah pimpinan KH Muhammad Syafi’I ini sudah berlangsung selama 50 tahun. Rukyat di Cakung tidak hanya dilakukan setahun sekali menjelang Lebaran saja, tapi dilakukan setiap bulan untuk mencocokkan perhitungan hisab.
KH Muhammad Syafi’i adalah ahli falaq yang mampu melakukan hisab rukyat dengan 11 cara. Pada rukyat Senin (29/8) kemarin, kesebelas cara itu digunakan. "Sembilan cara hisab menyatakan hilal di atas ufuk, hanya 2 cara hisab yang di bawah ufuk," kata Kiai Kamal. 
[taz/rpb]


C. Pendapat K.H. Ilyas Jauhari


Ribuan Warga NU Jatim Shalat Idul Fitri Hari Selasa, Bareng Arab Saudi & Muhammadiyah
NGANJUK (VOA-ISLAM.COM) – Ribuan warga Nahdliyin Jawa Timur tak sejalan dengan Pemerintah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Berdasarkan rukyat dan hisab KH Ilyas Jauhari, mereka memilih berlebaran hari Selasa, berbarengan dengan Muhammadiyah dan Arab Saudi.
Meski sidang itsbat yang diumumkan pemerintah menetapkan 1 Syawal 1432 Hijriah jatuh pada Rabu, 31 Agustus 2011. Tapi ribuan warga Nahdlatul Ulama (NU) di Nganjuk, Jawa Timur, Selasa hari ini (30/8/2011) tetap melaksanakan shalat Idul Fitri di beberapa lokasi.
Ribuan warga Nahdlatul Ulama (NU) dari desa Ngetos Kecamatan Ngetos Kabupaten Nganjuk sejak pagi berduyun-duyun menuju Masjid As-Syafi’iyah di desanya untuk mengikuti shalat Idul Fitri. Banyaknya warga yang hadir untuk shalat menyebabkan masjid tak mampu menampung seluruh jamaah hingga meluber ke halaman masjid dan sebagian terpaksa shalat di pelataran Candi Ngetos.
....Banyaknya jamaah shalat menyebabkan masjid tak mampu menampung hingga meluber ke halaman masjid dan sebagian terpaksa shalat di pelataran Candi Ngetos...
Bagi warga Ngetos yang merupakan warga Nahdliyin, keputusan melaksanakan lebaran ini memang tidak sejalan dengan keputusan PBNU. 

Pasalnya, sebagai warga Nahdliyin tulen, warga juga mengikuti yang diputuskan seorang ulama terkemuka KH Ilyas Jauhari yang selama ini dikenal ahli di bidang ilmu hisab. 

Menurut warga, selama ini pedoman hisab untuk menentukan lebaran Idul Fitri sudah bertahun-tahun dan turun temurun. Bahkan perhitungan KH Ilyas Jauhari sebagai ahli Ilmu Hisab tidak pernah meleset.
Selain itu, berdasarkan rukyah yang dilakukan oleh KH Ilyas Jauhari kemarin menurut warga bulan sudah tampak 2 derajat selama 13 detik sehingga hari raya diputuskan hari ini.

 Tapi warga berharap, warga Nahdlatul Ulama perbedaan tidak dibesar-besarkan dan menjadi konflik.
Selain di kecamatan Ngetos, ribuan warga Nahdliyin di kecamatan Berbek juga melaksanakan shalat hari raya Idul Fitri, berbarengan dengan warga Muhammadiyah dan pemerintah Arab Saudi.
....berdasarkan rukyah yang dilakukan oleh KH Ilyas Jauhari kemarin menurut warga bulan sudah tampak 2 derajat selama 13 detik...
Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah memastikan 1 Syawal 1432 Hijriah atau Hari Raya Idul Fitri 2011 jatuh pada 30 Agustus 2011, sesuai dengan surat edaran PP Muhammadiyah Nomor 375/MLM/I.0/E/2011 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah 1432 Hijriah. Keputusan itu berdasarkan pada metode hisab haqiqi wujudul hilal yang dilakukan oleh Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, berpatokan pada ilmu hisap dan ilmu falaq sesuai Al-Quran dan hadits.
Arab Saudi juga memastikan Hari Raya Idul Fitri atau 1 Syawal 1432 Hijriah jatuh pada hari ini, Selasa, 30 Agustus 2011, disiarkan televisi pemerintah Arab Saudi Al-Ekhbariyah. Keputusan itu diambil karena pada Senin, (29/8/2011), hilal di Arab Saudi telah terlihat.
Setelah Arab Saudi mengumumkan jatuhnya 1 Syawal 1432 Hijriah, banyak negara yang lain yang mengikutinya. Negara tersebut di antaranya, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Qatar. [taz/okz, tin]

III. Pemecahan Masalah

Perbedaan pendapat di antara para ulama NU ini terjadi karena rukyatul hilal dilakukan secara klasik yaitu menyaksikan hilal dengan menggunakan mata manusia. Sehingga keberadaan hilal hanya dapat disaksikan oleh sang pengamat sendiri. Hasil pengamatan ini tidak dapat dibuktikan kebenarannya oleh orang lain, apakah betul terlihat apa tidak. Kepercayaan terhadap kebenaran penyaksian diperkuat hanya dengan sumpah.

1. Kasus Cakung, Jakarta.
Berdasarkan pengamatan hilal oleh Tim Rukyat yang dipimpinnya, Kiai Kamal telah mengambil sumpah 3 orang saksi yang melihat hilal pada Senin sore (29/8/2011) kemarin di Pondok Pesantren Al-Husainiah, Kampung Baru, Cakung, Jakarta Timur.
"Ketiga saksi yang bersumpah melihat hilal tepat saat waktu Magrib. Posisinya miring ke selatan dalam keadaan vertikal, dengan durasi hilal 5 menit," papar Kiai Kamal, di Jakarta, Selasa (30/8).
Kiai Kamal menjelaskan, rukyat di Cakung dilakukan dengan tiga metode rukyat. Masing-masing, 4,35 derajat, 3 derajat, dan 2 derajat. Ketiga saksi dengan metode masing-masing mengaku melihat hilal.

2. Kasus di Nganjuk, Kediri
Menurut warga, selama ini pedoman hisab untuk menentukan lebaran Idul Fitri sudah bertahun-tahun dan turun temurun. Bahkan perhitungan KH Ilyas Jauhari sebagai ahli Ilmu Hisab tidak pernah meleset.
Selain itu, berdasarkan rukyah yang dilakukan oleh KH Ilyas Jauhari kemarin menurut warga bulan sudah tampak 2 derajat selama 13 detik sehingga hari raya diputuskan hari ini.

Cara Modern Bisa Meyakinkan Keberadaan Hilal.
Untuk menguatkan kesahihan penyaksian rukyatul hilal, pengamat hilal seharusnya didampingi oleh tenaga ahli yang menggunakan teropong yang direkam dengan webcam komputer. Sehingga hasil rekaman rukyatul hilal itu dapat diuji kebenarannya oleh orang lain.
Sebagaimana dilakukan di Observatorium Bosscha di Lembang, Bandung berikut.


Observatorium Bosscha
Lihat "Live Streaming" Hilal Awal Ramadhan
Yunanto Wiji Utomo | Nasru Alam Aziz | Sabtu, 30 Juli 2011 | 18:51 WIB


KOMPAS/MAHDI MUHAMMAD
Aktivitas di Observatorium Bosscha.
KOMPAS.com — Di sela-sela kegiatan beribadah, bermaaf-maafan atau menyucikan diri, ada cara lain untuk menyambut bulan suci Ramadhan tahun ini. Masyarakat bisa melihat live streaming hilal yang menandai awal bulan suci Ramadhan di situs http://bosscha.itb.ac.id/hilal atau http://hilal/kominfo.go.id.
"Mulai pukul 16.00 (Minggu, 31 Juli) waktu masing-masing, baik WIT, Wita dan WIB, masyarakat insya Allah sudah bisa menyaksikan hilal. Untuk menyediakan ini, Bosscha bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika," kata Kepala Observatorium Bosscha, Hakim Malasan.
Hakim menjelaskan, hilal dalam astronomi dikenal sebagai bulan baru (new moon). "Hilal pad awal bulan Ramadhan tahun ini kenampakannya sangat rendah, diperkirakan hanya 4 derajat di atas ufuk," kata Hakim, Sabtu (30/7/2011).
Hilal akan tampak sebagai bulan sabit yang sangat tipis. Hanya 1 persen hingga 2 persen dari piringan bulan. "Ini karena bulan masih muda sekali. Karena itu juga pengamatannya harus dilakukan dengan teleskop," ujar Hakim.
Di situs Bosscha, ada 15 live streaming yang bisa dipilih dan dilihat. Live streaming itu berasal dari 15 lokasi pengamatan, di antaranya Loknga (Aceh), Yogyakarta, Pontianak, Pantai Kupang (Nusa Tenggara Timur), dan Stasiun Pengamatan Dirgantara Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional di Biak (Papua).
Hakim mengatakan, pengamatan memang tidak dipusatkan di satu lokasi, tetapi disebar. Tujuannya adalah melengkapi hasil pengamatan di satu lokasi dan yang lain sebab pengamatan hilal sulit dan sangat bergantung pada cuaca.
Observatorium Bosscha tidak akan menjadi lokasi pengamatan hilal. "Tetapi masyarakat bisa datang ke Bosscha untuk melihat live streaming hilal bersama-sama. Ada petugas yang bisa memberi penjelasan pada masyarakat," tutur Hakim.
Hakim mengungkapkan, lewat live streaming, masyarakat mendapatkan cara murah untuk belajar tentang hilal. Masyarakat bisa mengetahui bahwa hilal tak cuma soal awal puasa dan Lebaran, walaupun memang paling berkaitan dengan ibadah puasa, haji, dan Lebaran.


IV. Kesimpulan / Penutup

Perbedaan pendapat di antara para ulama NU ini terjadi karena rukyatul hilal dilakukan secara klasik yaitu menyaksikan hilal dengan menggunakan mata manusia. Sehingga keberadaan hilal hanya dapat disaksikan oleh sang pengamat sendiri. Hasil pengamatan ini tidak dapat dibuktikan kebenarannya oleh orang lain, apakah betul terlihat apa tidak. Kepercayaan terhadap kebenaran penyaksian diperkuat hanya dengan sumpah.
Untuk menguatkan kesahihan penyaksian rukyatul hilal, pengamat hilal seyogyanya didampingi oleh tenaga ahli yang menggunakan teropong yang direkam dengan webcam komputer. Sehingga hasil rekaman rukyatul hilal itu dapat diuji kebenarannya oleh orang lain. Sebagaimana dilakukan di Observatorium Bosscha di atas.
Dengan cara itu diharapkan tidak akan lagi terjadi perbedaan waktu hari raya dan awal Romadon.


Jember, 29 September 2011


Dr. H.M. Nasim Fauzi
Jalan Gajah Mada 118
Tilpun (0331) 481127, Jember


-->

Kepustakaan

01. Jawa Pos, Sabtu 27 Agustus 2011

02. KH A. Muchith Muzadi, NU dan Fiqh Kontekstual, Penerbit LKPSM NU DIY, Yogyakarta, 1995

03. Martin van Bruinesen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, Tradisi-tradisi Islam di Indonesia, Mizan, Bandung, 1995

04. http://nasional.kompas.com/read/2011/08/28/20472635/35.Orang.Diterjunkan.untuk.Menentukan.1.Syawal

05. http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2011/08/30/15975/rois-suriah-pwnu-jakarta-lebaran-hari-selasa-haram-puasa-ini/

06. http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2011/08/30/15973/ribuan-warga-nu-jatim-shalat-idul-fitri-hari-selasa-bareng-arab-saudi-muhammadiyah/