Senin, 25 Februari 2013

Buku Penyakit Konsumerisme





Penyakit Konsumerisme





          Dikutip dari : Benny Santoso, Bebas dari Konsumerisme, Penerbit ANDI, Yogyakarta, 2006.

    A. Definisi konsumerisme: Konsumerisme adalah pembelian barang-barang dan jasa-jasa yang baru secara terus menerus dengan perhatian yang hanya sedikit pada kebutuhan yang sesungguhnya atau dampak lingkungan yang bisa ditimbulkan oleh produksi barang tersebut.

B. Mengapa orang bisa hidup dalam konsumerisme?
Setiap orang tentu ngin mendapatkan hidup yang lebih baik. Maka, manusia mencoba menemukan beberapa alat yang membuat hidup mereka menjadi lebih baik.
Untuk memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lainnya, orang menggunakan roda sehingga diperlukan tenaga yang jauh lebih sedikit dan lebih cepat untuk mendapatkan hasil yang sama. Keuntungan ini membuat manusia berusaha menggunakan teknologi baru untuk membuat semua aspek di dalam hidup mereka menjadi lebih mudah.
Keadaan ini memerlukan sumber daya dan sumber alam yang melebihi kebutuhan dasar kita, contohnya barang-barang mewah dan inovasi teknologi untuk mencoba meningkatkan efisiensi. Konsumsi melebihi kebutuhan minimal dari kebutuhan dasar ini tidak selalu bisa dikategorikan buruk. Di dalam sejarah terlihat dengan jelas bahwa orang senantiasa menemukan cara untuk membuat hidup mereka menjadi lebih baik. Pada awalnya memang barang tersebut akan dikategorikan sebagai barang mewah karena harganya relatif mahal, namun tidak lama kemudian harga barang tersebut akan berangsur turun. Pada suatu saat barang mewah tersebut akan dianggap menjadi barang biasa saja. Contoh nyata dari barang seperti ini adalah komputer, handphone, dsb.
Seharusnya, barang-barang dibeli hanya karena kegunaan barang tersebut dan bukannya karena penyebab lainnya.
Namun, pemikiran yang seperti ini tentu saja tidak sejalan dengan pikiran dari para produsen barang-barang dan jasa-jasa. Mereka tentu tidak mau masyarakat melakukan pembelian barang hanya karena kegunaannya saja. Jika mereka melakukan hal ini, mereka tidak akan bisa melakukan banyak pembelian. Oleh karena itu, masyarakat harus dipengaruhi sedemikian rupa, agar mereka mempunyai banyak alasan lain untuk melakukan pembelian. Untuk itulah produsen perlu menciptakan budaya konsumerisme yang membuat orang tidak akan pernah berhenti melakukan pembelian.
Ada paling tidak enam cara yang bisa membuat kita melakukan banyak pembelian.

1. Membuat konsumen tetap mengikuti tren
Salah satu cara yang paling ampuh untuk bisa membuat masyarakat melakukan pembelian adalah dengan menciptakan tren. Dengan adanya tren ini, masyarakat dipaksa untuk tetap melakukan pembelian barang, bukan karena mendapatkan manfaat barang tersebut, tetapi lebih karena ingin mengikuti tren.
Para produsen bisa menggunakan segala macam cara (terutama dengan iklan) untuk memberitahukan kepada kita bahwa saat ini tren yang ada sudah berganti menjadi tren yang baru. Dengan demikiani, kita seolah-olah "diharuskan" membuang barang-barang yang sudah ketinggalan tren agar segera diganti dengan barang-barang yang sesuai dengan tren yang baru saja diciptakan.
Salah satu contoh nyata adalah tren yang diciptakan oleh perusahaan handphone. Perusahaan ini baru bisa membuat perusahaannya tetap berjalan dan memberikan keuntungan jika kita sesering mungkin membeli handphone baru. Oleh karena itu, mereka berusaha mengeluarkan handphone baru setiap jangka waktu tertentu dan menyebarkan iklan yang memberitahukan bahwa kita bisa mengikuti tren paling baru ketika kita memiliki handphone baru ini. Iklan yang dengan gencar seperti ini akan membuat kita tanpa sadar dipengaruhi, bahwa handphone yang kita miliki sebaiknya diganti baru meskipun hp tersebut sebenamya masih berfungsi dengan baik. Dengan hanya menambahkan fitur untuk handphone sedikit demi sedikit mereka membuat kita "terpaksa" terus melakukan pembelian.
Pada awalnya banyak kita merasa bahwa handphone kita yang layarnya monochrome sudah bisa digunakan untuk berkomunikasi, baik melalui suara maupun melalui teks (dengan menggunakan SMS). Sebagian besar dari kita sebenarnya menggunakan handphone kita hanya untuk melakukan kedua hal ini. Ketika layar berwarna mulai dikenalkan, kita merasa bahwa handphone lama kita sudah tidak bisa digunakan lagi karena layar yang kita miliki tidak berwarna. Padahal layar berwarna tidak memengaruhi tujuan handphone yang sesungguhnya, yakni melakukan komunikasi dengan suara dan teks. Namun, tren yang diciptakan ini membuat kita merasa "harus" mengeluarkan uang untuk mengganti handphone kita dengan yang baru.
Tidak lama kemudian, fitur kamera mulai ditambahkan. Pada saat itulah, kita mulai mengganti handphone lita dengan handphone yang menggunakan kamera. Padahal menurut pengamatan saya, pengguna handphone yang secara terus-menerus menggunakan kamera tidak lebih dari 3%. Pada awalnya mungkin kita akan sering menggunakan kamera ini, namun tidak sampai 1 bulan kita sudah merasa bosan karena tujuan kita membeli handphone memang hanya untuk berkomunikasi dan bukan untuk mengambil gambarAlangkah ironisnya kenyataan ini. 
Konsekuensi yang diharapkan dari hal ini--yang dipromosikan oleh pihak-pihak yang bisa mendapatkan keuntungan dari konsumerisme--adalah membuang barang lama yang dianggap sudah "ketinggalan zaman". Akibatnya, barang-barang secara psikologis sengaja dibuat menjadi usang, jauh lebih cepat daripada waktu sebenarnya barang-barang tersebut harus diganti. Secara kegunaan sebetulnya tidak ada masalah pada barang-barang tersebut, namun secara psikologis barang tersebut harus segera diganti karena sudah ketinggalan zaman.
          Semua kejadian ini menumbuhkan generasi yang kurang memiliki (bahkan mungkin sama sekali tidak memiliki) pengetahuan mengenai apa yang diinaksud dengan barang-barang bermutu.
Konsumerisme telah membuat kita menganggap bahwa melakukan pembelian barang adalah self-reward system (sistem pemberian upah) terbaik dari kehidupan kita. Ketika kita merasa bahagia, kita "dibuat" untuk melakukan banyak pembelian untuk merayakan kebahagiaan tersebut. Kita dipaksa untuk memiliki pandangan bahwa perayaan belum bisa dinyatakan berhasil jika tidak disertai dengan pembelian barang. Semakin besar sukses yang ingin dirayakan, semakin mahal barang yang harus dibeli. Jika barang yang dibeli nilainya tidak besar, kita akan merasa bahwa kita tidak merayakan kesuksesan kita sebagaimana mestinya. Kemenangan dalam suatu pertandingan olahraga, "harus" diikuti dengan perayaan besar-besaran. Kenaikan pangkat harus juga diikuti dengan perayaan besar-besaran. Pesta ulang tahun "harus" juga diikuti dengan perayaan besar-besaran dan banyak hadiah. Semua peristiwa penting di dalam hidup kita terlihat "harus" dirayakan secara besar-besaran.

Pesta Pernikahan nan Sempurna
Kasih sayang kepada anak juga ditunjukkan dengan mahalnya mainan yang bisa diberikan oleh orang tuanya kepada mereka. Semakin mahal hadiah yang diberikan kepada anaknya, hal itu akan menunjukkan semakin besar kasih yang dimiliki oleh orang tua. Hal ini membuat semua ekspresi kasih akan diukur dari mahalnya barang yang bisa diberikan. Sayangnya, pandangan yang seperti ini sudah umum dimiliki oleh kita yang tentu saja hanya akan menguntungkan perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang dan jasa.

SINGAPORE-JUNE 14: Customers shop for toys in Changi Airport, Singapore on June 14, 2013. Singapore airport provides the best shopping experience to the passengers. - stock photo

Saya tidak menganjurkan agar tidak melakukan perayaan jika mengalami kesuksesan atau peristiwa yang dirasa mendatangkan kebaikan bagi kita. Namun, saya ingin mengimbau supaya kita tidak melakukan perayaan dengan berlebihan. Keharusan untuk melakukan perayaan secara berlebihan ini sengaja diciptakan oleh produsen untuk membuat kita banyak melakukan pembelian barang dan jasa ketika mereka merayakan sesuatu.
Sebaliknya, kita juga "dipaksa" untuk melakukan banyak pembelian ketika mereka merasa sedih atau menyesal. Kesedihan atau penyesalan yang kita alami dianggap sebagai alasan yang bisa diterima untuk mengeluarkan banyak uang guna dipakai untuk melakukan pembelian. Semakin banyak kesedihan atau semakin besar penyesalan yang kita alami, semakin besar pula jumlah pengeluaran yang "harus" kita keluarkan. Para suami seringkali membelikan hadiah kepada istri sebanding dengan penyesalan yang kita miliki. Ketika para suami ini merasa bahwa mereka hanya berbuat sedikit kesalahan kepada istri mereka, mereka akan membelikan barang dengan harga yang tidak terlalu mahal. Mereka menganggap rasa maaf dari istri mereka cukup "dibeli" dengan barang yang harganya tidak terlalu mahal. Ketika mereka berbuat kesalahan besar, mereka merasa "harus" membelikan barang yang harganya mahal. Rasa maaf dari istri kita "dibeli" dengan barang yang kita berikan kepada istri kita. Cara pandang yang seperti ini sepenuhnya salah.


Dengan mengaitkan pembelian barang dengan self reward system produsen akan mendatangkan keuntungan, baik ketika kita menjadi sedih maupun ketika kita ingin merayakan sesuatu. Oleh karena itu, kita seharusnya tidak memasukkan pembelian barang secara berlebihan pada self-reward system dalam diri kita.

2. Pembelian barang bisa menyelesaikan semua masalah.

Cara lain untuk bisa membuat kita bisa melakukan banyak pembelian adalah dengan mempromosikan pandangan bahwa barang-barang materi bisa menyelesaikan semua masalah. Semua masalah akan bisa diselesaikan dengan pembelian barang-barang dalam kualitas dan kuantitas yang berbeda. Jika masalah tersebut kecil, kita hanya perlu membeli barang yang harganya relatif murah. Sebaliknya, jika masalah yang dihadapi menjadi semakin besar, kita memerlukan barang-barang yang nilainya semakin besar pula. Jadi kita beranggapan bahwa semakin besar masalah yang kita hadapi, hal ini akan mengharuskan kita membeli barang yang lebih mahal pula. Pandangan yang seperti ini akan memberikan alasan yang "tepat" untuk melakukan banyak pembelian. Oleh karena manusia tidak akan pernah selesai menghadapi masalah di dalam hidup mereka, kita akan terus melakukan pembelian untuk bisa menyelesaikan masalah kita.


Bayangkan suatu kondisi di dalam suatu keluarga saat sang istri ingin sang suami meluangkan lebih banyak waktu bersama dengan dirinya. Sebaliknya, sang suami menganggap bahwa sang istri akan berbahagia apabila dia bisa memberikan barang mahal yang diinginkan istrinya. Semua keluhan yang diberikan oleh istrinya senantiasa dianggap sebagai pertanda bahwa sang istri sedang menginginkan suatu barang tertentu. Akibatnya, kita senantiasa bertengkar. Sang istri menginginkan waktu yang lebih lama bersama dengan suaminya sedangkan sang suami mencari lebih banyak uang sehingga menghabiskan lebih banyak waktu untuk mencari uang. Jika keadaan seperti ini tidak segera diselesaikan, pertengkaran kita bisa berakhir pada perceraian. Ketika proses ini terjadi, bisa dibayangkan, banyaknya barang yang dibelikan oleh sang suami untuk mencoba menyelesaikan masalah hubungan yang mereka hadapi. Barang-barang mahal yang seperti ini sebetulnya sama sekali tidak berperan dalam menyelesaikan masalah dalam hubungan suami istri. Namun, cara seperti ini tetap kita lakukan. Siapa yang diuntungkan dalam hal ini? Tentu saja pihak produsen.


Berkaitan dengan hal di atas, studi yang dilakukan oleh Marsha Richins, Ph.D. dari University of Missouri menemukan bahwa materialis memiliki harapan yang tidak realistik bahwa benda yang mereka miliki belum dapat membantu mereka dalam hal hubungan, otonomi dan kebahagiaan. "Mereka berpikir bahwa benda-benda bisa mengubah hidup mereka dalam semua kemungkinan yang bisa mereka pikirkan." Studi yang dilakukan oleh Richin menyebutkan bahwa seseorang sangat menginginkan memiliki kolam renang agar bisa memperbaiki hubungan dengan anak perempuannya yang berumur 13 tahun. Hubungan antara ayah dan anak akan coba diselesaikan dengan membangun kolam renang. Apakah cara seperti ini akan berhasil? Tentu saja tidak. Pihak yang diuntungkan dari kejadian ini hanyalah pihak yang menyediakan jasa pembangunan kolam renang. Selama masih ada pandangan "pembelian barang bisa menyelesaikan semua masalah", maka akan tetap ada banyak pembelian barang yang kita lakukan.

3. "Siapa saya?" disetarakan dengan barang yang kita miliki.

  Kita terus menerus melakukan pembelian barang ketika kita menganggap barang-barang yang kita miliki adalah sumber utama bagi identitas diri kita. Kita merasa bahwa keberartian hidup kita ditentukan oleh barang-barang yang kita miliki sehingga kita membeli barang-barang hanya dengan satu tujuan, yaitu untuk menunjukkan identitas dan keberartian kita. Kita yang mempunyai pandangan seperti ini akan melakukan apapun, termasuk melakukan pembelian secara besar-besaran, hanya untuk membuat identitas kita terlihat baik di depan banyak orang.

 
  Salah satu perusahaan handphone berhasil menanamkan suatu gambaran bagi banyak orang bahwa hand-phone keluaran mereka hanya diperuntukkan bagi kalangan "atas". Akibatnya, banyak orang segera ingin mendapatkan handphone tersebut hanya karena ingin meningkatkan/memperbaiki identitas yang kita miliki. Harga yang relatif mahal ternyata tidak menjadi masalah bagi orang-orang yang menginginkan handphone tersebut. Saya percaya hanya sebagian kecil dari kita yang akan menggunakan fitur-fitur canggih handphone tersebut. Kebanyakan dari kita hanya akan menggunakannya untuk berkomunikasi dengan suara dan teks. Ketika handphone tersebut hilang di pasaran pada awal peluncurannya, orang berani membayar lebih dari 30% dari harga normal untuk segera bisa mendapatkannya. Kita ingin segera meningkatkan rasa berarti kita dengan cara memiliki handphoize tersebut. Kita memang akan mendapatkan rasa berarti itu, namun hal ini hanya bisa bertahan dalam waktu yang sangat singkat. Kita harus segera mencari barang baru lagi karena rasa berarti yang palsu ini segera akan sirna.
  Siklus ini akan terus berlanjut, membeli barang satu akan segera diikuti dengan pembelian barang lainnya untuk bisa mendapatkan "rasa berarti" ini. Dengan demikian kita akan terus-menerus melakukan pembelian barang. Kita akan melakukan apapun dan dengan biaya berapapun untuk bisa mendapatkan identitas kita.
Seringkali kita sebenarnya melakukan hal ini dengan terpaksa, sehingga kita mengalami banyak penderitaan. Ungkapan di bawah ini sesuai dengan apa yang dialami oleh banyak orang.

Anda bekerja di pekerjaan yang Anda beli, untuk membeli barang yang tidak Anda butuhkan untuk membuat kagum orang yang tidak Anda sukai." (Anonim)


  Kita "terpaksa" mengerjakan pekerjaan yang kita tidak suka. Hal ini saja sebenarnya sudah memberikan tekanan yang berat bagi kita. Apalagi jika ditambah lagi dengan "terpaksa" membeli barang yang sebenarnya tidak kita  butuhkan. Hal ini juga memberikan kesedihan dalam hati kita. Yang terakhir, kita  melakukan semuanya ini hanya untuk membuat kagum orang yang tidak kita sukai. Suatu tujuan yang sama sekali tidak bermanfaat.

4. Kita hanya berfokus pada barang-barang yang kita miliki

  Kita juga akan bisa "dipaksa" untuk terus-menerus membeli barang apabila kita bisa diarahkan untuk hidup hanya berfokus pada barang-barang. Semua sumber daya yang kita miliki (waktu, tenaga, uang) diarahkan hanya untuk mendapatkan barang-barang. Dampaknya, kita akan melihat segala peristiwa dari sudut pandang barang-barang untuk mewakili peristiwa tersebut.
  Persahabatan, ikatan keluarga dan otonomi pribadi hanyalah digunakan sebagai kendaraan untuk pemberian hadiah dan alasan untuk pemilihan jasa komunikasi dan pembelian pribadi. Untuk orang yang memiliki hubungan yang relatif dekat akan mendapatkan hadiah yang sedikit lebih mahal dibandingkan dengan yang memiliki hubungan tidak terlalu dekat. Akibatnya, barang-barang akan senantiasa dibeli dalam kondisi apapun juga. Segala sesuatu menjadi media dibuat sebagai waktu yang tepat untuk mengeluarkan uang guna membeli barang-barang dan jasa-jasa.
  Cara pandang seperti ini menyebabkan kita kehabisan tempat untuk menyimpan barang yang kita beli. Hal ini terlihat pada kenyataan bahwa salah satu industri yang bertumbuh dengan sangat pesat di Amerika adalah industri pembuat produk tempat penyimpanan barang (gudang). Selain itu, beribu-ribu hektar bangunan didirikan setiap tahunnya sebagai tempat untuk benda-benda yang tidak dikehendaki sehingga orang-orang bisa memiliki tempat untuk menyimpan barang-barang yang baru mereka beli.
  Pertanyaan yang harus direnungkan adalah "Jika barang-barang ini sangat penting pada awal pembelian mengapa mereka membutuhkan gudang-gudang untuk menyimpannya?" Jawaban pertanyaan ini sebenarnya sudah sangat jelas. Mereka perlu tempat untuk penyimpanan karena mereka tidak mengerti dengan jelas alasan mereka membeli barang-barang tersebut. Mereka "dipaksa" untuk melakukan pembelian.
  James Twitchell, profesor dari University of Florida yang menulis buku Pimpin kami dalam pencobaan: Kemenangan dari Materialisnie menyatakan "...Kita telah membuat dunia materi sebagai peta dan nilai kita. Apa yang dulunya dilakukan oleh agama dan pekerjaan...sekarang kita menggunakan agama dan pekerjaan untuk mendapatkan dunia materi."
  Pemyataan ini menegaskan bahwa materi semakin memegang peranan penting di dalam kehidupan manusia. Apapun yang kita kerjakan akan difokuskan guna mendapatkan uang yang nantinya akan digunakan untuk membeli barang-barang.
  Kita akan melakukan apapun, bahkan menggunakan Tuhan jika perlu, untuk mendapatkan uang supaya kita bisa melakukan pembelian barang-barang yang seringkali tidak kita butuhkan. Hal ini terlihat pada doa yang seringkali kita panjatkan yang semuanya hanya meminta Tuhan memberikan barang-barang yang kita inginkan atau melindungi barang-barang yang sudah kita miliki. Sekali lagi, doa kita sekalipun hanya berfokus pada barang-barang. Padahal seringkali kita tidak membutuhkan barang-barang tersebut.
Ini adalah suatu kenyataan yang ironis, tetapi hal ini tetap kita lakukan.

5. Menciptakan perang yang tidak pernah bisa dimenangkan.

Dasar dari pembelian barang-barang yang benar seharusnya adalah untuk mempertahankan hidup, untuk bisa memiliki hidup bermasyarakat yang lebih baik, untuk terbentuknya suatu keluarga yang stabil dan untuk terbentuknya hubungan yang sehat. Namun, pembelian seperti ini tentu saja tidak akan mendatangkan banyak keuntungan bagi para produsen.
Oleh karena itu, konsumerisme bekerja dengan cara menggantikan keinginan normal yang sesuai akal sehat dengan pembelian barang-barang dengan petualangan yang semu dan terus-menerus pada benda-benda dan tentu saja juga pada uang yang digunakan untuk membeli benda-benda tersebut. Petualangan yang semu ini akan bisa mendatangkan keuntungan yang lebih besar jika konsumen hanya sedikit (bahkan tidak sama sekali) mempertimbangkan kegunaan sesungguhnya benda-benda tersebut. Dengan membuat kita masuk dalam petualangan yang terus-menerus dan tidak pernah selesai ini, kita akan terus-menerus melakukan pembelian barang-barang. Kita dipaksa untuk melakukan pembelian karena hanya dengan cara inilah mereka bisa melanjutkan petualangan mereka.
Paling tidak ada tiga cara yang dilakukan produsen untuk membuat kita selalu masuk dalam peperangan ini yaitu:
(i.) menguatkan keinginan untuk melakukan pembelian,
(ii.) membantu menetapkan standar yang lebih tinggi, dan
(iii.) selalu menciptakan pasar baru.

6. Menguatkan keinginan melakukan pembelian yang tidak terkontrol

  Cara yang paling mudah untuk menciptakan perang ini adalah dengan menguatkan keinginan pembelian yang memang sebenarnya sudah ada di dalam diri setiap manusia.Seringkali hal seperti ini lebih cocok disebut dengan istilah psychosis (hilang kontak dengan kenyataan). Nama ini cocok diberikan karena yang sebenarnya dilakukan adalah membuat kita tidak melihat kenyataan nyata yang kita hadapi.
Perhatikan pernyataan berikut ini:
 I can imagine it, therefore I want it, I want it, therefore I should have it. Because I should have it, I need it Because I need it, I deserve it Because I deserve it, I will do anything necessary to get it."
 "Saya dapat membayangkannya, maka saya menginginkannya. Saya menginginkannya, maka saya seharusnya mendapatkannya. Karena saya seharusnya mendapatkannya, maka saya membutuhkannya. Karena saya membutuhkannya maka saya berhak untuk mendapatkannya. Karena saya berhak untuk mendapatkannya maka saya akan melakukan apapun yang perlu saya lakukan untuk mendapatkannya."

 Cara pikir seperti di atas adalah pendorong internal buatan yang dibuat oleh pengiklan supaya dipercayai oleh semua orang. Kita "menginginkannya" karena pengiklan secara terus-menerus menyerang kesadaran kita sampai kita masuk pada langkah kedua, yaitu "Anda menginginkannya". Pengiklan akan tetap ingin kita masuk pada tahap selanjutnya sampai pada akhirnya kita akan melakukan apapun juga untuk mendapatkan barang yang diiklankan. Ini adalah langkah yang membuat kita menyerah kepada konsumerisme.
 Sangat tidak mudah bagi seseorang untuk memenangkan perang melawan keinginannya yang tidak terkontrol ini. Contoh bagus dari hal ini adalah ungkapan yang sering terlihat di stiker mobil:

'He who dies with the most toys wins'
"Siapa yang mati dengan mempunyai banyak mainan akan dianggap sebagai pemenang."

Stiker ini menyatakan bahwa orang yang mengingiukan mainan akan terus berjuang untuk mendapatkan mainan ini bahkan jika perlu sampai mati. Meskipun mati, namun mereka tetap akan mengumpulkan mainan karena hidup mereka seolah-olah sudah ditentukan hanya untuk mendapatkan mainan ini.
Keinginan manusia benar-benar ditentukan hanya untuk melakukan pembelian tanpa mempedulikan apapun. Seolah-olah setiap manusia sudah diberikan kaca mata kuda sehingga yang ada di depan mata mereka hanyalah tetap melakukan pembelian.

" .. Saya tahu bahwa saya akan menjadi orang bodoh jika menghamburkan uang untuk membeli sesuatu yang tidak saya perlukan... Namun, saya menginginkannya."

Ungkapan seperti inilah yang ingin didengar oleh para produsen. Semakin banyak orang yang setuju dengan ungkapan ini dan hidup di dalamnya maka akan semakin banyak keuntungan yang bisa didapatkan oleh produsen.

7. Menetapkan standar yang sangat tinggi

 Cara lain untuk membuat terjadinya banyak pembelian adalah dengan cara mengubah definisi dari "rasa cukup". Awalnya rasa cukup didasarkan pada akal sehat untuk menentukan batas atas yang masuk akal yang masih mungkin untuk kita capai. Tentu saja, definisi yang seperti ini tidak akan bisa membuat kita melakukan banyak pembelian.
Oleh karena ini, kita dibuat supaya mencoba menetapkan sasaran yang konyol dengan membandingkan diri kita dengan orang yang berada di atas kita. Pada akhirnya, kita akan mencoba untuk menetapkan standar kehidupan kita sama dengan standar kehidupan milik orang yang kaya dan terkenal. Kita akan berusaha untuk mencapai hal itu dalam hidup kita. Ketika kita mengalami kesulitan untuk mencapai hal itu, kita akan menentukan batas atas rasa cukup itu paling tidak sampai batas tertinggi dari kartu kredit kita ataupun dari pinjaman yang bisa kita dapatkan.
 Konsumerisme membuat setiap orang melawan diri mereka sendiri di dalam perjalanan yang tidak berkesudahan untuk mendapatkan benda-benda materi atau dunia imajiner yang dibuat terlihat mungkin dicapai dengan benda-benda yang belum dibeli. Latihan penurunan berat badan, pusat diet, pengecilan payudara, pembesaran payudara, operasi plastik, tato mata, dan sebagainya adalah contoh bagaimana mereka mengubah diri mereka menjadi "orang yang lebih cocok untuk pasar" daripada hidup dengan kesehatan yang seimbang (living in a healthy balanced society).5

                   Iklan                Anda bekerja
            menawarkan                untuk
            Anda seperti ini     mendapatkan ini

Luke Bryan

Cara berpikir manusia sebagai obyek konsumer (consumer object) mengalami kesuksesan jika kita gagal dalam memenuhi standar yang dibuat oleh iklan. Akibatnya, kita mau menukarkan apa saja yang kita miliki untuk bisa terlihat seperti model yang ada pada iklan. Ketika kita sudah "hampir" menjadi mirip model (hal ini jarang sekali terjadi, biasanya kita tidak mungkin menjadi mirip model), iklan akan menentukan model yang baru untuk membuat kita terus melakukan pengejaran.
 Bekerja bersama dengan Andrea Capocci dari Fribourg University di Swiss. Dr Caldarelli memperbaharui masalah yang tetap ada di dalam pernikahan. Teka-teki ini pertama kali diperiksa oleh dua orang peneliti dari University of California pada tahun 1962.David Gale dan Lloyd Shapley pada tahun 1962 menemukan bahwa kriteria untuk menemukan pasangan, yaitu penuh humor, cantik, pintar, kaya atau apapun juga, ternyata tidak memiliki nilai tambah di dalam masyarakat ketika setiap orang mengakhiri hubungan dengan partner mereka yang sesungguhnya telah membuat mereka bahagia.Hasil terbaik, yaitu ketika setiap orang mendapatkan pilihan pertama mereka, secara matematika tidak akan terjadi. Bahkan, Gale dan Shapley menemukan bahwa hasil yang paling mungkin terjadi adalah setiap orang akan menemukan pasangan pada level kebahagiaan yang masuk akal. Hal ini menunjukkan perilaku mereka menunjukkan tingkat kepuasan yang sedang. Namun, kebahagiaan global ini hilang ketika Drs. Caldarelli dan Capocci mengenalkan konsep kecantikan.


 Caldarelli dan Capocci memberikan setiap orang kecantikan dasar yang kemudian akan dikalikan dengan Vogue factor. Ketika Vogue factor bernilai nol, kecantikan tidak memainkan peran apapun dan semua orang akan diurutkan dengan pasangan mereka secara acak.Namun, ketika Vogue factor hanya sedikit lebih besar dari nol, kecantikan akan lebih dominan daripada pemilihan secara acak akibatnya orang yang cantik/ tampan akan berada paling atas pada daftar setiap orang. dengan setiap laki-laki bersaing untuk mendapat perhatian dari wanita paling cantik maka sangat sulit untuk mendapatkan wanita yang cantik sesuai dengan keinginan mereka.New Scientist melaporkan. Hasil ini menggelisahkan orang biasa dan sedernana. Dengan kecantikan dianggap sebagai prioritas utama, setiap orang akan sulit mendapatkan pasangan pertama yang mereka inginkan jika mereka juga tidak memiliki ketampanan.

8. Senantiasa membuat pasar baru.
Cara yang lain untuk bisa membuat kita senantiasa berada dalam pertandingan imajiner ini adalah dengan selalu membuat pasar baru. Dengan barang baru yang selalu ada, kita bisa segera "digerakkan" untuk segera mengejar barang tersebut. Setelah kita merasa sudah berhasil mencapai garis akhir dari pertandingan, produsen segera membuat produk baru untuk bisa membuat masyarakat masuk dalam pertandingan yang baru.Perhatikan data di bawah ini mengenai banyaknya penjualan produk baru yang dahulu mungkin tidak pernah ada di dalam pikiran masyarakat.
Industri pemutih gigi mencapai penjualan sebesar $600 juta.
Salah satu pilihan baru untuk penampilan adalah memberikan sentuhan seni pada gigi. Salah seorang artis di bidang ini menyatakan telah menciptakan puluhan seni seperti bunga, binatang dan bahkan tulisan pada gigi. Seni mi bernilai $50 sampai $200 untuk setiap gigi."

img

Liposuction (sedot lemak) telah menjadi operasi plastik yang umum dilakukan di Amerika Serikat. Dalam tahun 2001 ada 385.000 liposuction telah dilakukan.Dalam tahun 2002, orang Amerika mengeluarkan $7.7 milyar dalam 6.9 juta operasi plastik, demikian pernyataan dari the American Society for Asthetic Plastic Surgery. Jumlah ini naik Iebih dari 3 kali lipat dari 2.1 juta operasi plastik di tahun 1997 (2.1 million)."
Pada tahun 2003 pembelian hewan peliharaan diharapkan naik menjadi $31 milyar" Selain itu ada produk yang berhubungan dengan hewan peliharaan yang tidak pernah dibayangkan orang 10 tahun yang lalu. seperti roti daging untuk anjing yang harganya $30 per setengah kilonya, perhiasan untuk anjing, baju untuk hewan peliharaan serta tas untuk mereka juga.
"Bisnis yang menyediakan juru masak pribadi telah bertumbuh secara pesat, bisnis ini akan meledak 10 tahun mendatang karena banyak orang yang tidak punya waktu untuk memasak karena mereka rnenjadi semakin sibuk... The American Personal Chef Association memperkirakan bahwa juru masak pribadi yang jumlahnya sekitar 6,000 sampai 7,000 akan bertumbuh menjadi 20,000 dalam 5 tahun mendatang.
Barang-barang yang dulunya tidak pernah terpikir akan bisa dijual ternyata berhasil dijual oleh karena banyak orang menganggap bahwa barang-barang tersebut bisa mendatangkan manfaat bagi mereka. Siapa yang mengatakan bahwa barang tersebut bisa "mendatangkan" manfaat? Tentu saja produsen akan mengeluarkan dana yang sangat besar untuk iklan mereka guna memengaruhi konsumen untuk membeli produk mereka.
Dengan adanya pasar baru yang seperti ini, kita akan senantiasa dibuat untuk terus melakukan pembelian. Produsen adalah pihak yang akan sangat diuntungkan dengan kejadian ini. Konsumen akan dibuat menjadi sama dengan seekor keledai yang tidak memperhatikan beban yang sangat berat yang harus mereka pikul untuk senantiasa berjalan guna mendapatkan makanan yang tidak akan pernah bisa mereka dapatkan. Akhirnya, si keledai ini nantinya akan menyadari hal ini setelah tenaga yang dimilikinya habis dan dia tetap tidak bisa mendapatkan makanan yang disangkanya bisa didapatkannya.

Kesimpulan
Bab ini mempelajari enam hal yang bisa membuat kita senantiasa melakukan pembelian yaitu:

1. Membuat konsumen tetap mengikuti tren.
2. Membeli barang sebagai self-reward system.
3. Dugaan bahwa pembelian barang bisa menyelesaikan semua masalah.
4. "Siapa saya?" disetarakan dengan barang yang dimiliki.
5. Orang hanya berfokus pada barang-barang yang mereka miliki
6. Menciptakan perang yang tidak pernah bisa dimenangkan

Dengan mengetahui penyebab kita melakukan banyak pembelian ini, kita diharapkan tidak terjebak di dalam kegiatan yang sia-sia, yaitu melakukan pembelian barang yang tidak perlu.

Catatan Akhir
1. http://www.verdant.net/society.htm
2. Kansas City Star, "Limos Rides for Children? Opinions Differ on Values and Rewards" dalam the Champaign-Urbana News Gazette, 13 Juni 2002, D-1.
3. http:/ /www.apa.org/monitor/juno4/discontents.html
4. http:/ /doggo.tripod.com/doggconsumer.html
5. http:/ /www.verdant.net/society.htm
6. Robert Uhlig, edisi 198026 October 2000, http:/ /www.unifr.ch/
econophysics/articoli/dtelegraph.html
7. "Teeth Whitening Kits Not for Teens" dalam the Champaign-Urbana News Gazette, January 27,2002, E-6.
8. "Canine Crown Puts a Smile on the Face of One Dog Owner" dalam the Champaign-Urbana News Gazette, May 30,2001, B-6.
9. San Francisco Chronicle, "Weighing Risks of Liposucfion" dalam the Champaign-Urbana News Gazette, July 5,2002, D-3.
10. Robert J. Samuelson, "Adventure in Agelessness" diambil dan Newsweek, November 3,2003, p.47.
11. Joel Stein, "It's a Dog's Life" dalam Time magazine, May 19, 2003, p.60.
12. Debra Pressey, "Cooked to Order" dalam the Champaign-Urbana News Gazette, October 29,2002, D-1.

C. Dunia menciptakan gaya hidup konsumptif

UNTUK bisa membuat pembelian terus dilakukan oleh semua orang, perusahaan harus melakukan tindakan-tindakan yang aktif. Bab ini akan dimulai dengan penjelasan mengenai pola hidup konsumtif di masa lalu. Setelah itu, bab ini akan membahas adanya produksi yang berlebihan dari para produsen sehingga mereka harus mencari cara untuk bisa menjual barang mereka. Akhirnya, bab ini akan membahas beberapa tindakan yang telah dilakukan oleh perusahaan untuk bisa membuat semua orang melakukan pembelian.

1. Dulu konsumsi yang berlebih hanya untuk orang-orang tertentu

Penjelasan berikut ini terinspirasi dari artikel yang bisa ditemukan di http://www.globalissues.org/ TradeRelated/Consumption/Rise.asp.
Komersialisasi konsumsi yang sangat gencar dewasa ini khususnya yang terjadi di negara kaya dan beberapa orang kaya di negara miskin, bukanlah sesuatu yang sudah ada sejak lama. Konsumsi yang berlebihan seperti ini baru terjadi pada abad ke 20. Di negara seperti Amerika dan Inggris, sampai pada abad 19 konsumsi yang mereka lakukan hanya berdasarkan pada kebutuhan. Pada waktu itu, tabungan menjadi keharusan dan mengeluarkan uang untuk membeli barang mewah dianggap merupakan tindakan yang sia-sia. Tentu saja, ada orang-orang yang sangat kaya yang memang menghambur-hamburkan uang mereka secara berlebihan seperti yang tetap ada setiap waktu. Namun, sebagian besar masyarakat tidak melakukan hal ini.
Agama dan sistem kepercayaan yang mempromosikan konsumsi yang terbatas didukung oleh orang-orang yang kaya. Sebagai contoh, J.W. Smith dalam bukunya, "Economic Democracy; Political Struggle of the 21st Century", menjelaskan dengan detail bagaimana kekristenan digunakan di Eropa pada abad pertengahan untuk tujuan ini.
Salah satu alasan terbatasnya konsumsi pada waktu lampau adalah keterbatasan sumber daya. Keterbatasan yang dimaksud di sini bukanlah dalam jumlah sumber daya yang ada, tetapi di dalam kemampuan mereka untuk memanfaatkan sumber daya yang ada. Masalah ini bisa dipecahkan dengan adanya teknologi baru yang memungkinkan mereka untuk memanfaatkan sumber daya yang ada.
Hal ini menjadi berubah ketika masyarakat secara umum mulai mendapatkan "kekuasaan" untuk mendapatkan hidup yang lebih nyaman di dalam hidup mereka. Seperti yang dikemukakan oleh sejarawan McKendrick, Brewer, dan dalam bukunya, "The Birth of a Consumer Society" (Hutchinson, 1983), mereka menyatakan bahwa meskipun keinginan untuk melakukan konsumsi bukanlah sesuatu yang baru, kemampuan untuk melakukan konsumsi ini diperbaharui ketika terjadinya revolusi industri. Brewer dalam bukunya menyatakan:
Pengejaran yang mengerikan dari mendapatkan dan mengeluarkan uang telah mempunyai sejarah yang panjang. Kegairahan untuk mengikuti mode sudah ada sejak lama. Namun, pada waktu itu keinginan untuk mengikuti mode ini masih kecil. Pada waktu itu keinginan untuk memiliki barang tidak diikuti dengan keserakahan pribadi.
Waktu itu sebenarnya mereka sudah memiliki keinginan untuk mengikuti mode. Akan tetapi, gairah mereka belum didukung dengan iklan yang melimpah seperti sekarang ini sehingga kebanyakan dari mereka bisa menahan keinginan untuk mengikuti mode tersebut.

2. Adanya produksi barang yang berlebihan.
Konsumerisme mulai berkembang dengan pesat ketika perusahaan mulai menerapkan teknologi sehingga mereka bisa memproduksi barang dengan lebih mudah dan cepat. Akibatnya, banyak perusahaan mulai memproduksi barang secara berlebihan.


Revolusi konsumer yang terjadi pada akhir abad 19 dan awal abad 20 disebabkan oleh adanya krisis pada produksi. Teknologi baru menyebabkan kemampuan untuk memproduksi barang meningkat, tetapi tidak ada cukup orang untuk membelinya. Karena produksi merupakan bagian penting dari kebudayaan kapitalisme, masa masyarakat secara cepat menyesuaikan diri dengan kebutuhan ini dengan cara meyakinkan masyarakat untuk membeli sesuatu, dengan cara memberikan alternatif pada institusi dasar dan bahkan menciptakan ideologi baru mengenai kesenangan. Krisis ekonomi yang terjadi pada akhir abad 19 memang terselesaikan, namun ada harga lain yang harus dibayar yang berhubungan dengan lingkungan dan tambahan sampah yang dihasilkan." Richard Robbins, Global Problems and the Culture of Capitalism, (Allyn and Bacon, 1999)
Kemajuan teknologi memang bisa membuat perusahaan memproduksi barang dengan lebih cepat. Namun, keuntungan ini menyebabkan mereka harus mencari cara untuk menjual barang milik mereka.
Tidak bisa disangkali bahwa perusahaan besar akan berusaha dengan sekuat tenaga mereka untuk membuat sebanyak mungkin orang untuk bisa memiliki gaya hidup konsumtif sehingga mereka bisa mendapatkan keuntungan sebanyak yang mereka bisa dapatkan. Akibatnya, para pengusaha ini akan berlomba untuk mengalahkan pesaing mereka dan ingin menjadi semakin besar. Ini merupakan keinginan yang wajar para pengusaha. Cara yang paling mudah dan mungkin dilakukan untuk membuat perusahaan mereka mampu tetap bertahan adalah membuat sebanyak mungkin orang membeli produk mereka.
Akan tetapi, mereka seringkali tidak menyadari dampak kerusakan yang ditimbulkan dari tindakan mereka. Ketika di Amerika Serikat terjadi resesi (yang diakibatkan karena produksi yang berlebihan) pada pertengahan tahun 2001, ahli ekonomi dan pimpinan politik menanggapi krisis tersebut dengan menganjurkan masyarakat untuk lebih banyak lagi membelanjakan uang mereka. Meskipun para pimpinan itu menyadari bahwa resesi itu tidak tertolong maka yang mengalami kerugian adalah masyarakat juga.
Majalah The Economist menurunkan artikel yang berjudul "Spend, spend, spend", pada 31 Agustus 2001:
"Belanja adalah aktivitas favorit yang dilakukan oleh orang Amerika di masa lalu, namun saat ini belanja sudah menjadi pusat peperangan untuk menjaga supaya tidak terjadi resesi ekonomi di dunia. Ketika pasar saham jatuh, pemutusan hubungan kerja terjadi di mana-mana namun kecanduan belanja yang dimiliki masyarakat terlihat tetap tidak bisa disembuhkan. Namun, hal ini malah membawa kebaikan karena pembelanjaan dari masyarakat adalah alasan utama ekonomi tidak jatuh dalam resesi. Namun, saat ini mulai terlihat bahwa para pembelanja itu sudah mulai kehilangan hati mereka."
Cara yang biasanya dilakukan oleh industri supaya bisa tetap berkembang dan mendatangkan keuntungan adalah dengan berusaha untuk menciptakan permintaan. Pasar harus diciptakan jika sebelumnya memang belum pernah ada. Namun, beberapa efek di bawah ini bisa terjadi:

a. Permintaan harus diciptakan jika sebelumnya tidak ada atau ada dalam jumlah minimal.
b. Barang mewah harus diubah menjadi kebutuhan.
c. Ketika harga menjadi turun karena terjadinya perang harga, maka produsen yang miskin akan melakukan segala cara termasuk di dalamnya merusak lingkungan untuk tetap bisa ikut dalam persaingan.

Apapun yang dilakukan oleh perusahaan hanya memilih satu tujuan utama, yaitu untuk mendapatkan keuntungan sebesar mungkin. Oleh karena itu, masyarakat harus waspada sehingga mereka tidak menjadi korban dari keinginan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya ini.

3. Perubahan kebudayaan harus diperkenalkan untuk meningkatkan gaya hidup konsumtif

Dalam buku yang berjudul, Global Problems and the Culture of Capitalism (Allyn and Bacon, 1999), Richard Robbins menjelaskan bahwa unfuk meningkatkan gaya hidup konsumtif, kebiasaan melakukan pembelian harus ditransformasi dan barang-barang mewah harus dibuat sehingga dianggap menjadi suatu kebutuhan oleh masyarakat. Lebih lanjut Richard Robins menjelaskan bahwa ada paling tidak tiga cara untuk membuat kedua hal di atas menjadi kenyataan yaitu:

a. Mengadakan perubahan pada arti barang dan cara barang dijual.
b. Meningkatkan kemampuan masyarakat di dalam melakukan pembelian. Dengan meningkatnya kemampuan ini diharapkan masyarakat memiliki potensi yang lebih besar untuk melakukan pembelian.
c. Mengubah nilai rohani dan nilai intelektual dari masyarakat sehingga mereka memiliki dorongan yang lebih kuat dari dalam diri mereka untuk melakukan pembelian.

a. Transformasi utama pada arti barang dan cara barang dijual
Hal ini dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang baik buat calon pembeli untuk bisa melakukan banyak pembelian. Ada paling tidak empat tindakan yang bisa dilakukan oleh perusahaan untuk "memaksa" orang melakukan pembelian.

b. Adanya perubahan bentuk dari toko serba ada dan mall.

Barang-barang dianggap sebagai obyek utama yang harus ditampilkan semenarik mungkin. Orkestra, pemain piano, dekorasi bunga, dan sebagainya digunakan untuk "menampilkan barang-barang sehingga mengilhami orang-orang untuk membelinya. Toko serba ada menjadi suatu dasar budaya yang menceritakan kepada masyarakat bagaimana mereka seharusnya berpakaian, melengkapi rumah mereka, dan menggunakan waktu senggang mereka." Dengan adanya transformasi ini, mall dan toko serba ada sudah diubah menjadi tempat yang tidak bisa dipisahkan lagi dengan kehidupan seseorang.

Apa yang mereka temui di mall dianggap sebagai suatu standar yang harus mereka capai dalam hidup mereka.

c. Menggunakan iklan secara maksimal untuk memengaruhi konsumen

"Tujuan dari para pemasang iklan adalah dengan agresif membentuk keinginan konsumen dan menciptakan nilai di dalam barang-barang uang dengan cara memberitahu konsumen bahwa barang-barang tersebut memiliki kuasa untuk mengubah mereka menjadi orang yang mereka inginkan.... Pada tahun 1880, hanya $ 30 juta diinvestasikan pada iklan di Amerika Serikat. Pada tahun 1910, bisnis baru seperti minyak, makanan, karet dan listrik, membelanjakan $600 juta atau 4% dari pendapatan nasional untuk iklan. Hari ini figur itu telah menjadi lebih dan $ 120 milyar di Amerika Serikat dan lebih dari $ 250 milyar untuk seluruh dunia." Richard Robbins, Global Problems and the Culture of Capitalism, (Allyn and Bacon, 1999)



Iklan memang memegang peranan yang sangat penting di dalam menciptakan konsumen. Di dalam buku ini akan ada satu bab tersendiri yang membahas bagaimana masyarakat bisa menang terhadap serangan dari iklan.

d. Menggunakan tren untuk mengaduk kekuatiran dan kegelisahan pada kepemilikan barang-barang yang tidak "up to date"

Fashion memaksa masyarakat untuk membeli bukan berdasar kebutuhan tetapi untuk style (gaya), yaitu keinginan untuk mencocokkan dengan apa yang dikatakan oleh orang lain sebagai "fashionable." Bagian ini sudah dibahas dalam buku ini pada bab "Mengapa orang bisa hidup dalam konsumerisme?"

e. Penciptaan dan peningkatan pelayanan untuk membantu proses pembentukan konsumen

Produsen juga mulai menganggap konsumen sebagai pihak yang bisa mendatangkan keuntungan yang besar bagi mereka. Untuk itu konsumen harus diperlakukan secara sangat istimewa. Pada saat inilah beberapa istilah seperti "pelanggan selalu benar", "pelanggan adalah raja" dan sebagainya mulai dimunculkan. Tujuan dari semua ini hanya satu saja, yaitu untuk menciptakan keuntungan yang sebesar mungkin bagi perusahaan. Selama pelanggan mau membeli produk mereka, mereka akan lakukan apa saja untuk melayani pelanggan tersebut.

f. Para pekerja harus diberikan kemampuan untuk membeli (buying power)
Tindakan lainnya yang bisa dilakukan adalah membuat masyarakat memiliki kemampuan membeli yang lebih besar. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan keadaan ekonomi yang didasarkan pada gaya hidup konsumtif. Kemampuan membeli ini bisa dilakukan dengan cara "meningkatkan pemberian kredit."
Para pekerja pada semua lapisan diberikan utang untuk meningkatkan kemampuan mereka di dalam melakukan pembelian. Ketika para pekerja ini mulai menggunakan utang mereka untuk membeli barang-barang konsumsi, akan timbul pasar bagi barang-barang tersebut. Hal ini akan menimbulkan pertumbuhan ekonomi. Demikianlah ide dasar yang dimiliki oleh para produsen untuk bisa meningkatkan pembelian terhadap produk mereka.
Ide yang seperti ini terlihat menarik dan mudah untuk dilaksanakan. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi dengan cara seperti ini sama sekali tidak sehat karena ditimbulkan dari gaya hidup konsumtif dari masyarakat yang sebenarnya mendatangkan kerugian bagi masyarakat. Pertumbuhan ekonomi harus dibayar oleh penderitaan banyak orang yang tidak merasa bahwa mereka adalah korban. Mereka merasa mendapatkan keuntungan dengan memiliki utang untuk membeli barang yang mereka inginkan. Padahal, mereka sebenarnya "dipaksa" untuk membeli barang tersebut oleh para produsen.
Sejak tahun 2001, isu untuk meningkatkan kredit seperti ini merupakan isu utama dari banyak media di Amerika. Sayangnya, kebiasaan menabung sebagai sisi yang lain dalam pengelolaan keuangan jarang sekali diangkat menjadi isu utama. Akibatnya, keuntungan dari memiliki "tabungan" seolah-olah tidak pernah ditayangkan oleh media. Hal ini terjadi karena tidak ada perusahaan yang mau mengiklankan pentingnya "tabungan".
Salah satu temuan yang bisa meningkatkan kemampuan membeli dari masyarakat adalah dengan adanya kartu kredit. Dengan adanya kartu kredit ini, masyarakat bisa melakukan pembelian dengan sangat mudah dan tidak memerlukan proses yang panjang untuk mendapatkan persetujuan ketika ingin melakukan pembelian barang apapun juga selama pengeluaran yang mereka lakukan masih berada dalam batas kredit yang diizinkan untuk mereka.
Pada 3 Mei 2003, BBC mengudarakan acara dokumentari yang berjudul "Spend Spend Spend" ("Belanjakan Belanjakan Belanjakan") yang membahas pengaruh kartu kredit pada ekonomi Inggris. Di bawah ini adalah beberapa bahasan dari tayangan ini.
Amerika Serikat mengenalkan kartu kredit pertama pada tahun 1950-an dengan mendapatkan sukses yang luar biasa, memungkinkan seseorang untuk membeli barang-barang yang sebelumnya tidak bisa dibayangkan sebelumnya oleh beberapa orang. Namun sampai tahun 1958, tidak ada kartu kredit di Inggris.
Pada awalnya sangat sulit untuk meyakinkan publik lnggris untuk menerima kartu kredit im. Anthony Snow, Account Director of Bardaycard (perusahaan kartu kredit terkemuka di lnggris) dari 1965-1970, adalah satu dari banyak orang yang pergi ke Amerika Serikat untuk melihat bagaimana mereka mengelola kartu kredit itu untuk dicoba-terapkan di Inggris. Sejumlah hal dicoba untuk mematahkan penolakan terhadap adanya kartu kredit. Di bawah ini adalah beberapa contoh dari tindakan ini:

•  Pada tahun 1966, Barclays memperkenalkan Barclays Card sebagai "kartu belanja" daripada sebagai kartu kredit.
•  Barclays kemudian mengarahkan kartu tersebut pada para wanita untuk menunjukkan bahwa mereka bisa berbelanja di mana saja dan kapan saja yang mereka inginkan. Barclays juga mempromosikan bahwa kartu ini akan mempermudah arus uang rumah tangga.
•   Namun demikian, agenda dari bank tersebut sebenarnya adalah untuk mengubah "kartu belanja" tersebut sebagai kartu kredit sehingga mereka memperpanjang periode pembayaran.
•  Bagi Bank jauh lebih menguntungkan jika pemilik kartu tidak langsung melunasi tagihan mereka, tetapi membayarnya secara mengangsur karena dengan cara ini mereka bisa mendapatkan tambahan pemasukan dari bunga yang harus dibayarkan.

Pada tahun 1960-an pemerintah Inggris berusaha untuk menghentikan penggunaan kartu ini, namun mereka tidak mampu melakukan dan kemudian mereka menghentikan usaha ini.
Pada tahun 1970 kebiasaan belanja sudah diubah dengan adanya kredit ini. Kartu kredit yang pada awalnya tidak diterima dengan baik menjadi kebutuhan bagi sebagian besar masyarakat. Akhirnya, pada tahun 1980 setelah pembatasan kartu kredit ditiadakan, kartu kredit diterima dengan baik oleh jutaan pelanggan.
Saat ini hampir semua orang dewasa di Inggris menggunakan kartu kredit. Mereka memiliki rata-rata US$ 10.000 (sekitar sembilan puluh juta rupiah) pada utang kartu kredit dan pinjaman yang mereka miliki. Ini adalah angka utang tertinggi di Eropa. "Ini adalah keadaan yang ditakutkan oleh para kritikus, tetapi yang diharapkan oleh pihak bank, walaupun saya tidak percaya bahwa semua orang dapat menyadari berapa jauh hal ini akan terjadi," komentar dari Leslie Hannah, chief executive of Asliridge Management College.
Tayangan ini lebih lanjut menyatakan bahwa "masyarakat di tahun 1980-an tidak bisa berhenti meminjam dan menghabiskan, dengan adanya kemudahan menggunakan kartu kredit dan adanya revolusi pada para perancang." Dengan menggunakan budaya "beli sekarang bayar belakangan", keadaan ekonomi menjadi lebih peka terhadap perilaku konsumen. Perubahan mendadak pada cara masyarakat mengeluarkan uang mereka dapat menimbulkan bencana bagi perekonomian."
 Diperingatkan oleh kenaikan harga tiba-tiba, pemerintah dalam tahun 1980-an tidak mampu meletakkan pajak atas kredit. Mereka ingin memperlakukan pajak pada kredit namun tidak bisa dilakukan karena adanya tekanan politis, karena keputusan ini dianggap bukanlah keputusan yang disukai oleh masyarakat. Dengan tingkat pembelanjaan konsumen membumbung tinggi dan memberikan resiko ekonomi over-heating, tingkat bunga meningkat sampai 15%. Revolusi pembelanjaan berhenti sejenak.
Pembelanjaan konsumen meningkat kembali di tahun 1990-an. Waktu ini, muncul teknologi baru seperti contohnya handphone. Di dalam waktu kurang dari suatu dekade pasar handphone di lnggris sudah menjadi jenuh. Untuk membuat industri handphone bisa bertahan, konsumen harus membeli lebih sering handphone. Beberapa cara yang bisa dilakukan oleh para produsen untuk membuat masyarakat tetap melakukan pembelian adalah:

*  Mempercepat keusangan barang. "Percepat waktu keusangan barang" adalah ungkapan utama yang dilakukan oleh industri. Barang-barang diusahakan untuk menjadi usang secepat mungkin sehingga masyarakat senantiasa harus membeli barang yang sejenis.
•  Mengatakan bahwa semua orang harus mendapatkan mimpi mereka. "Mimpi ekonomi. Kami menolak siapapun mengambilnya. Oleh karena itu, General Motor mengumumkan pembiayaan tanpa bunga...ini akan membuat Amerika tetap berjalan". Ini adalah kesimpulan dari tayangan tersebut.

Tayangan ini juga menyoroti harga yang harus dibayar oleh konsumen. "Di Inggris, konsumen merasa gembira masuk dalam antrian. Pembelanjaan membumbung tinggi, ekonomi menjadi makmur. Tetapi kenaikan jumlah konsumen baru ini, diikuti dengan rekor dalam pinjaman uang. Sekarang konsumen, merasa cemas dengan utang mereka dan sudah memulai mempererat ikat pinggang mereka--ekonomi sedang membayar harganya. Hingga kini, obsesi belanja di Inggris telah membantu ekonomi tetap tumbuh, akan tetapi hal ini berarti adanya utang pribadi yang sangat besar."
Dengan bertambahnya kemampuan untuk melakukan pembelian bagi masyarakat diharapkan membuat perekonomian akan menjadi semakin berkembang. Namun, kenaikan perekonomian ini akan senantiasa menyebabkan masyarakat terlibat dalam konsumerisme. Akan tetapi, selama perusahaan masih mendapatkan keuntungan, perusahaan besar tidak akan peduli bahwa keuntungan yang mereka dapatkan akan bisa membuat masyarakat menderita.

g. Adanya perubahan nilai rohani dan nilai intelektual

Harus ada perubahan nilai rohani dan nilai intelektual dari penekanan pada nilai-nilai seperti penghematan, kesederhanaan, dan memiliki kontrol diri, ke arah suatu sistem nilai yang mendukung pembelanjaan dan suka memamerkan apa yang dimiliki." Richard Robbins, Global Problenis and the Culture of Capitalism, (Allyn and Bacon, 1999), p.21.
Perubahan nilai rohani dan intelektual harus juga diusahakan untuk diubah oleh para produsen supaya mereka bisa "memaksa" masyarakat untuk tetap melakukan pembelian. Tanpa melakukan hal ini, tidak akan ada perubahan radikal di dalam pola pembelian masyarakat. Perubahan ini mulai terjadi khususnya pada tahun 1880 sampai 1930.

i. Perubahan nilai rohani

Robbins menjelaskan bahwa pergerakan religius ini sebagai "agama yang menyembuhkan pikiran berorientasi pada pemenuhan keinginan, optimis, memiliki esensi kegembiraan dan keyakinan din dan kekurangan pengertian untuk memahami kenyataan hidup yang tragis." Pergerakan ini tidak bisa melihat kenyataan hidup yang menyatakan bahwa Tuhan akan membuat mereka HANYA menerima hal yang baik dari Tuhan. Akibatnya, mereka merasa bahwa Tuhan juga ingin mereka memiliki banyak barang untuk bisa merasa lebih baik di dalam dunia ini.
Robbins menyebutkan bahwa "Pergerakan ini menyatakan bahwa keselamatan itu akan terjadi di hidup ini dan bukan setelah kematian". Pikiran "penyembuhan pikiran" menghilangkan gagasan dari dosa dan rasa bersalah. Tuhan menjadi suatu kekuatan ilahi, suatu kuasa penyembuhan. Penganjur pandangan ini berargumentasi bahwa orang Amerika perlu membuang gagasan untuk tugas dan penyangkalan diri.. Agama yang baru ini membuat gagasan bahwa di dunia kebendaan ini manusia dapat menemukan surga yang bebas dari rasa sakit dan penderitaan; mereka bisa menemukannya, seperti seorang sejarawan agama menyatakan mendapatkan "yang baik" (good) melalui "barang-barang." (goods)"
Pandangan yang salah mengenai agama ini menyebabkan banyak orang Kristen mengejar lebih banyak materi di dalam hidup mereka. Kegiatan rohani mereka bukannya bertujuan untuk memiliki hidup yang seperti Kristus, tetapi malahan sebagai sarana untuk mendapatkan lebih banyak materi di dalam hidup mereka. Hal ini mengakibatkan peningkatan pandangan bahwa semua aspek kehidupan seperti kehidupan itu sendiri, hubungan dengan orang lain, dan hubungan dengan Tuhan harus diukur dari materi yang bisa mereka terima. Nilai rohani yang seperti inilah yang menyebabkan banyaknya kekacauan di dalam dunia ini.

Meskipun Robbins melakukan studinya di US, dia menyatakan bahwa hal ini juga terjadi di Eropa seperti di Perancis, Inggris dan Jerman. Akan tetapi, di Amerika gejala ini terjadi dengan lebih besar.

ii. Perubahan nilai intelektual
Selain perubahan pada nilai rohani, nilai intelektual dari umat manusia juga perlu dilakukan perubahan. Mereka harus lebih mementingkan diri mereka sendiri dibandingkan dengan memerhatikan hidup orang lain.
Pada 31 Maret 2002, BBC mengudarakan satu film dokumenter "The Century of the Self" (Abad Individu). Tayangan ini menunjukkan bagaimana psikologi mendukung peningkatan individualisme di Amerika setelah Perang Dunia II. Tayangan ini menjelaskan aspek sosial, politis dan ekonomi di belakang peningkatan individualisme.
Terutama pada tahun 1960-an, terjadi pergerakan yang dilakukan oleh para pelajar dan pergerakan menuntut hak sipil. Mereka mengkritik perusahaan yang hanya memerhatikan keuntungan mereka sendiri sehingga meningkatkan gaya hidup konsumtif di kalangan masyarakat. Gaya hidup ini dianggap sebagai nilai. Sayangnya, protes terhadap gerakan ini tenggelam karena pada saat yang sama terdapat protes terhadap perang Vietnam. Tentu saja, protes terhadap perang Vietnam ini lebih sering didiskusikan dan menerima perhatian dari masyarakat dibandingkan dengan gerakan menentang konsumerisme.
Dengan meningkatnya aktivitas menentang konsumerisme ini, akan meningkatkan potensi untuk membahayakan kestabilan politik bagi para pemegang kekuasaan dan kestabilan ekonomi untuk sejumlah perusahaan besar di Amerika. Hal ini bisa terjadi karena para pelajar tersebut adalah konsumen di masa depan. Adanya sejumlah besar orang yang mengadakan demo sudah membawa dampak pada beberapa industri.
Keadaan yang diwarnai dengan ketidakstabilan ini tentu saja tidak diingini oleh perusahaan besar dan elit politik. Mereka menginginkan adanya suatu keadaaan politik dan ekonomi yang stabil dan bisa diprediksi. Oleh karena itu, mereka mengadakan riset secara psikologi untuk mengetahui dan mengelompokkan masyarakat ke dalam perilaku yang bisa ditebak. Mereka juga berusaha membuat masyarakat mengekspresikan diri mereka dengan membeli produk yang mereka produksi untuk memenuhi kebutuhan ini.
 Secara ekonomis, hal ini akan berkontribusi pada kenaikan ekonomi Amerika yang pada saat itu menghadapi banyak pengangguran dan ekonomi yang melambat. Ekonomi menjadi sedikit bergairah dengan adanya tambahan minat beli masyarakat.
Meskipun membawa dampak secara ekonomis, tetapi dampak secara politis dan gerakan ini mungkin bisa dianggap lebih berpengaruh.

* Dukungan terhadap individualisme bisa dianggap sangat bernilai karena meningkatkan bentuk dan kontrol sosial saat masyarakat yang individualis dapat menghilangkan atau mengendorkan aktivitas sosial dan politik yang kuat karena masyarakat hanya melihat pada diri mereka sendiri.
*  Sekelompok orang yang dulunya memiliki perhatian pada masalah sosial sebagian besar diubah menjadi individu yang memerhatikan dan berusaha memenuhi keinginan mereka melalui pembelian barang-barang.
*  Ketika partai sayap kiri dianggap pendukung masalah sosial, beberapa kandidat seperti Ronald Reagan dan Margaret Thatcher mengharapkan ekspresi dari individualisme untuk mendapatkan dukungan dan kekuasaan.

Tayangan ini dilanjutkan pada 7 April 2002 dan menjelaskan dampak pada partai politik di Amerika Serikat dan Inggris. Thatcher dan Reagan memulai usaha untuk meningkatkan individualisme dan gaya hidup konsumtif yang membuat masyarakat mengekspresikan kebutuhan pribadi mereka tanpa memedulikan kebutuhan masyarakat sekitar mereka. Pimpinan partai yang lain seperti Bill Clinton dan Tony Blair juga menemukan bahwa mereka harus mengubah cara pandang partai mereka guna memenuhi keinginan konsumen.
Tayangan ini menyatakan bahwa perubahan pada pilihan dan opini masyarakat datang dari tekanan dan keterampilan dari perusahaan besar, saat pemerintah telah menuruti mereka untuk mendapatkan kekuasaan. Dalam cara yang seperti ini, tayangan ini menunjukkan suatu ironi bahwa dorongan untuk menjadi individualisme telah membuat masyarakat merasa unik dan tidak diperintah oleh pemerintah maupun perusahaan besar di dalam hidup dan pilihan mereka. Namun, perusahaan telah berhasil memengaruhi masyarakat dan pemerintah. Keinginan masyarakat telah didengarkan tetapi hak demokrasi dan kekuasaan yang lebih luas telah dirusak. Proses ini telah diusahakan selama berabad-abad oleh elite politik.
Inividualisme tanpa memedulikan masyarakat sekitar harus diperkenalkan sebagai pilihan yang paling baik untuk memuluskan masyarakat melakukan banyak pembelian untuk diri mereka sendiri.
Dengan adanya jenis transformasi seperti ini, konsumsi dan konsumtif (baik untuk hal baik maupun hal buruk) telah dianggap sebagai dasar dari kebudayaan dan masyarakat.

Kesimpulan
Dunia (lebih tepatnya industri) menciptakan gaya hidup konsumtif karena mereka berhasil menciptakan produk yang berlebih sehingga perlu orang yang mau membeli produk tersebut. Paling tidak mereka memiliki tiga cara untuk melakukan hal itu yaitu:

* Mengadakan perubahan pada arti barang dan cara barang dijual.
*  Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam melakukan pembelian, yaitu dengan memberikan kredit.
*  Mengubah nilai rohani dan nilai intelektual dari masyarakat sehingga mereka memiliki dorongan yang lebih kuat dari dalam diri mereka untuk melakukan pembelian.


D. Konsekuensi konsumerisme

1.  Belenggu konsumerisme

2.  Pengaruh buruk konsumerisnie pada individu

3.  Pengaruh buruk konsumerisme pada masyarakat dan dunia


1. Belenggu konsumerisme

KONSUMERISME tentu saja menciptakan belenggu bagi siapa saja yang hidup di dalamnya karena siapapun yang memiliki pola hidup yang seperti ini akan sangat sulit untuk menghentikannya.
Bab ini akan menjelaskan belenggu konsumerisme dengan terlebih dahulu menjelaskan bahwa konsumerisme saat ini sudah ada pada semua aspek kehidupan. Selanjutnya pembahasan akan dilanjutkan dengan bagaimana cara konsumerisme mendatangkan ikatan bagi umat Ttihan. Bab ini akan diakhiri dengan pembahasan mengenai dampak belenggu konsumerisme.

a. Konsumerisme dalam berbagai aspek kehidupan
Konsumerisme ada pada semua aspek kehidupan. Hal ini terjadi karena semua aspek di dalam kehidupan sudah berusaha diukur dengan keberadaan benda-benda maupun jasa-jasa.
Ekspresi seseorang terhadap anak dan istrinya diwujudkan dengan memberikan benda-benda. Semakin besar rasa sayang yang ingin diekspresikan, semakin mahal pula benda yang harus diberikan.
Konsumerisme juga sudah merasuk pada acara-acara besar yang ada dalam hidup masyarakat seperfi contohnya acara pernikahan. Dalam acara pernikahan, pakaian pengantin wanita dan asesori dianggap jauh lebih penting daripada apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh pengantin wanita. Persiapan pernikahan seringkali hanya ditujukan pada benda-benda yang akan digunakan pada pesta pernikahan tersebut dan bukannya pada persiapan dan setiap pasangan untuk memasuki tahap baru di dalam kehidupan mereka. Pesta memang harus ada, tetapi pesta yang mewah dan mahal tidak harus ada. Banyak masyarakat yang melakukan pesta yang sangat mewah hanya untuk membuat kagum orang-orang yang datang. Padahal kekaguman tersebut hanya bertahan sekejap, tetapi biaya yang harus dibayar memakan waktu yang sangat lama.
  Salah satu contoh lainnya adalah pada perayaan kelahiran bayi. Hadiah untuk bayi dirasa lebih penting daripada memberikan perhatian kepada bayi. Inilah konsumerisme!
  Rekreasi juga telah dikomersialisasikan. Pakaian khusus untuk bersantai, peralatan olah raga dan menghadiri acara olahraga yang mahal yang dipenuhi dengan iklan dari para sponsor adalah perwujudan dari konsumerisme dalam bidang olahraga.
  Olahraga adalah contoh penting lainnya dari sistem indoktrinasi. Olah raga menyediakan sesuatu yang sebetulnya tidak penting untuk diperhatikan. Olah raga menjaga mereka dari kekuatiran yang penting untuk hidup mereka. Olahraga bisa membangun sikap yang tidak rasional dan penundukan diri terhadap otoritas dan kekompakan kelompok di bawah elemen kepemimpinan. Bahkan olahraga bisa melatih fanatisme yang tidak masuk akal. Mereka menggunakan energi mereka untuk mendukung team/atlet kesayangan mereka dan pengiklan mau membayar mahal untuk acara olahraga ini."1

       
 Olahraga profesional adalah suatu contoh kenyataan yang dirancang untuk memperkaya orang-orang yang telah kaya. Ini merupakan bentuk lain dari iklan bagi siapapun yang menonton pertandingan olah raga yang mempertahankan pemirsanya mengalami pemiskinan mental.Andaikata semua energi, baik mental, uang, maupun waktu yang digunakan oleh rata-rata orang untuk olahraga di perguruan tinggi dan profesional dialihkan pada perawatan dan pemeliharaan sekolah negeri lokal, akan ada banyak anak di negeri ini yang bisa diberikan pendidikan yang lebih baik! Sayangnya, masyarakat banyak yang lebih memilih untuk menonton pertandingan olahraga (bahkan sampai ke luar negeri) daripada untuk membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik bagi semua orang.Olahraga adalah aktivitas yang sehat dan indah. Namun, ada kecenderungan untuk membuatnya menjadi komersial jika masyarakat mengizinkannya.
  Konsumerisme juga melanda dalam kehidupan rohani. Ada beberapa masyarakat yang menganggap tanda seseorang memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan adalah harta/ barang-barang yang mereka miliki. Kerohanian seseorang diukur dari banyaknya barang yang mereka miliki. Akibatnya, mereka berlomba-lomba membeli barang untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan. Bahkan ada beberapa hamba Tuhan yang memamerkan pakaian yang mereka pakai, barang-barang yang ada di dalam tubuh mereka sembari menyatakan kepada jemaat bagaimana Tuhan memberkati mereka dengan memberikan barang-barang yang mahal ini. Jika memang mereka mendapatkan barang tersebut secara gratis, hal ini bukan merupakan masalah.Namun, jika mereka mendapatkan uang dari Tuhan dan digunakan untuk membeli barang seperti ini, saya menganggap mereka merampok Tuhan. Saya percaya ada banyak hal yang bisa digunakan dengan uang tersebut daripada hanya sekadar dibelikan pakaian yang anehnya jemaatnya tidak tahu bahwa harganya mahal jika tidak diberitahu. Ini adalah sesuatu yang sangat konyol dan menyedihkan.Konsumerisme memang sudah merambah pada semua aspek kehidupan masyarakat. Akibatnya, banyak sekali masyarakat yang tidak bisa lepas dari ikatan konsumerisme ini.

b. Konsumerisme mendatangkan ikatan

  Konsumerisme bisa memberikan ikatan yang sangat kuat di dalam hidup manusia. Salah satu penyebabnya adalah karena manusia cenderung ingin menghabiskan uang yang mereka miliki untuk keperluan mereka yang tidak ada habisnya. Akibatnya berapapun besar uang yang mereka miliki akan habis karena ada dorongan yang kuat di dalam diri mereka untuk terus melakukan pembelian.
Ayat di atas menyatakan bahwa anak ini hidup berfoya-foya sampai harta miliknya habis semua. Ini menunjukkan suatu keadaan yang hanya bisa menghentikan keinginannya untuk berfoya-foya yaitu ketika hartanya habis. Sebelum habis, dia tidak bisa berhenti berfoya-foya. Masyarakat yang belum bisa menyangkal keinginan membeli yang mereka miliki juga akan memiliki kondisi yang sama dengan anak bungsu ini. Mereka tidak akan bisa berhenti melakukan pembelian sampai harta mereka menjadi habis. Sekalipun harta mereka tidak sampai habis, pembelian akan terus dilakukan sampai mereka tidak bisa berutang lagi.
  "Dipaksa" untuk membeli tetapi tidak merasa terpaksa ini akan menimbulkan ikatan yang sangat sulit untuk bisa dilepaskan.
  Setiap orang memiliki dua peran di dalam ekonomi yaitu sebagai produser dan sebagai konsumen. Di dalam bidang produksi, Paus menekankan pentingnya kebebasan ekonomi untuk mengaktifkan kreativitas manusia. Kreativitas ini akan bisa mendatangkan kekayaan sekaligus juga pengembangan kepribadian melalui kerja. Ketika manusia pertama diciptakan, mereka memiliki tujuan untuk menguasa bumi.
          Jadi kebebasan ekonomi hanya ditujukan supaya manusia bisa menggunakan kreativitas mereka. Sebagai Produser, mereka harus memerhatikan kebutuhan orang lain yang dinamakan sebagai konsumen. Mereka harus bekerja sama dengan orang lain, di dalam kebebasan dan kepercayaan supaya mereka bisa memenuhi kebutuhan orang dengan cara yang lebih efisien. Dengan kata lain, produser harus memberikan pelayanan yang baik kepada sesama mereka.

Perhatikan juga artikel di bawah ini.
  Pasar barang mewah di Amerika memperkirakan mereka bisa menjual sebanyak $400 milyar di tahun 2003. "Michael Silverstein melihat bahwa tidak ada batas atas selain langit biru untuk 47 juta keluarga yang ingin membeli barang-barang mewah yang akan berkembang dan $400 milyar menjadi $1 trillion di tahun 2010... Beberapa macam emosi mempercepat pembelian barang-barang mewah," tambah Silverstein. "Kita membeli TV atau mobil baru, jika kita "mencari" kebahagiaan melalui benda-benda matera ketika hidup kita tidak mengalami kepuasan. Kita membeli perhiasan ketika kita "mencari cinta dan mengeluarkan uang untuk membuat diri kita terlihat baik. Kita memanjakan diri kita untuk makan di luar atau ikut spa untuk menghadiahi diri kita setelah memiliki jadwal yang sibuk selama seminggu ketika kita sedang "memperhatikan diri kita sendiri""
          Semua hal ini menunjukkan bahwa belenggu yang diakibatkan oleh konsumerisme akan membuat masyarakat melakukan banyak pembelian tanpa merasa "dipaksa".

c. Dampaknya adanya "ikatan ini".

  Ikatan yang ditimbulkan oleh konsumerisme ini akan membawa dampak yang buruk bagi masyarakat, yaitu mereka akan kehilangan waktu mereka dan mereka akan kehilangan harta mereka.

i. Banyak waktu hilang untuk memenuhi gaya hidup konsumtif

 Salah satu masalah utama konsumerisme adalah masalah hilangnya waktu. Pasangan yang sudah menikah merasa hanya memiliki sedikit waktu untuk berinteraksi dengan pasangannya karena ia terlalu sibuk mengerjakan jadwal hidupnya. Setelah bangun tidur, biasanya segera berangkat kerja atau sekolah kemudian dilanjutkan dengan aktivitas di sore hari, lalu pergi tidur lagi. Kegiatan ini kadang diselingi dengan bekerja lembur, berpartisipasi dalam sejumlah kegiatan ekstra kurikuler di sekolah, dan menghadiri kegiatan sosial yang telah disusun sedemikian rupa dalam jadwal hidup sehari-hari. Akibatnya, hal ini seringkali merampok waktu-waktu untuk diri sendiri, seperti waktu tidur menjadi berkurang paling sedikit satu jam setiap harinya. Akibatnya lagi, orang cendrung terlihat lelah dan ketika menemukan waktu senggang (kasus yang sangat jarang terjadi) mereka akan menghabiskan waktu tersebut untuk berada di depan TV DVD, atau komputer.
Pada awalnya banyak orang berpikir bahwa semakin banyak kekayaan, akan semakin banyak waktu luang yang mereka miliki. Pernyataan ini sangat salah. Di bawah ini adalah artikel4 yang membahas mengenai hubungan antara kekayaan dan waktu luang yang dimiliki oleh seseorang.

 ii. Kekayaan ternyata tidak membuat seseorang memperoleh banyak waktu luang.

Pada awalnya ada pertanyaan yang timbul, yaitu "Apakah yang harus kita lakukan ketika kita memiliki waktu sisa yang disebabkan oleh meningkatnya kekayaan dan konsumerisme?" Janji akan adanya banyak waktu tersisa sering dibuat pada tahun 1950-an dan 1960-an, tetapi kenyataannya tidaklah demikian.
          Orang lnggris ternyata harus bekerja lebih lama daripada yang diperkirakan dan waktu menjadi semakin berharga.
          Orang yang sangat kaya memertukan jasa tambahan seperti pelatih kebugaran pribadi, jasa belanja dan bahkan jasa untuk mengatur hidup mereka.
          Orang Amerika sekarang bekerja satu bulan lebih banyak setiap tahunnya jika dibandingkan tahun 1970. Ini adalah alasan mengapa kebahagiaan mencapai puncaknya pada tahun 1957, dan setelah itu terus menerus turun.
          Professor Juliet Schor dari Harvard University dan pengarang The Overworked American menambahkan "budaya jam kerja lembur telah menjalar seperti kanker di Amerika Serikat dan telah mengakibatkan semakin banyaknya perceraian dan masalah sosial lainnya. Belanja adalah salah satu cara untuk mengganti waktu yang telah hilang."
          Hal ini menunjukkan bahwa kekayaan sama sekali tidak berhubungan dengan bertambahnya waktu yang dimiliki oleh seseorang. Semakin kaya, mereka akan cenderung untuk mempunyai waktu yang lebih sedikit karena mereka harus memberikan perhatian yang lebih banyak kepada harta/barang yang mereka miliki. Akibatnya, semua waktu yang seharusnya digunakan untuk kegiatan yang lainnya menjadi berkurang karena mereka harus lebih banyak menggunakan waktu untuk memerhatikan apa yang mereka miliki. Mereka akan terlihat tidak memiliki waktu lagi untuk mengerjakan kegiatan-kegiatan lainnya.
Jika kita merasa kekurangan waktu dalam hidupnya, mungkin saja hal itu disebabkan oleh kita masih ada dalam ikatan konsumerisme. Hal ini terjadi karena waktu kita  hanya digunakan untuk mendapatkan sebanyak mungkin uang guna membeli barang-barang konsumtif.

iii. Banyak uang dibutuhkan untuk memenuhi gaya hidup konsumtif

Gaya konsumtif memerlukan uang dalam jumlah yang sangat besar. Setiap tahunnya jumlah uang yang digunakan untuk membeli barang-barang konsumtif menjadi semakin besar. Perhatikan data yang dikeluarkan oleh UNDP5 di bawah ini.

"Konsumsi dunia telah meningkat tidak terkendali pada abad 20 ini, dengan konsumsi privat dan publik mencapai $24 triliun pada tahun 1998, dua kali dari tahun 1975 dan 6 kali dari tahun 1950. Pada tahun 1900 konsumsi ini hanya sekitar $1.5 triliun."    
          Jumlah uang yang sangat besar tersebut didapatkan dari berbagai macam industri. Di bawah ini adalah data mengenai uang yang dikeluarkan untuk berbagai macam industri ini. UmatTuhan bisa melihat demikian besar uang yang dikeluarkan untuk barang-barang yang terlihat remeh.    
          Pada tahun 2004, gedung bioskop domestik menerima uang dari penjualan karcis sebanyak $ 9.4 milyar. "Meskipun pendapatan mengalami peningkatan, harga tiket masuk yang naik menggambarkan jumlah orang yang menonton bioskop turun sekitar 1.7 persen".
          "Pada tahun 1999, total penjualan dari industri perhiasan untuk pernak-pernik perhiasan wanita (seperti intan) adalah $ 12.1 milyar. Industri ini mengalami peningkatan sebesar 41 persen dari tahun sebelumnya".

    Tahun 1999 penjualan melalui toko-toko perhiasan senilai $23.9 milyar.
    Tahun 1993 penjualan kosmetik sebesar $ 20 milyar.
    Tahun l999 total penjualan industri rumah makan diperkirakan naik sebanyak 4.6% menjadi $ 354 milyar.10 Dan penjualan dari rumah makan cepat saji (fast food) adalah $ 110 milyar.
Pada liburan Paskah tahun 2001, penjualan barang paskah diharapkan mencapai $ 2.8 milyar12. Penjualan permen paskah saja melebihi $ 1.8 milyar pada tahun 2000.
Pada tahun 1853, keripik kentang (potato chip) pertama kali dibuat oleh seorang kepala tukang masak bernama George Crum di Saratoga Springs, New York. Pada tahun 2003, penjualan oleh industri keripik kentang mencapa $ 6 milyar.
Bisnis makanan kecil yang asin saat ini mencapai $ 22 milyar di Amerika Serikat.
Konsumen di Amerika Serikat membelanjakan lebih dan $ 24.3 milyar permen pada tahun 2002, naik sebesar 1.6% dibandingkan tahun 2001. Secara rata-rata, konsumen membeli $ 84.34 permen naik 0.3% dibanding tahun sebelumnya"16
Industri soft drink bernilai sekitar $64 milyar pada tahun 2003.
Pada tahun 2000, orang Amerika membelanjakan sebesar $13 milyar untuk berbagai bentuk coklat.
Pada tahun 2000 penjualan permen karet di Amerika mencapai $500 juta.
Pada tahun 1998, penjualan kartu ucapan selamat senilai $7.1 milyar. Dari total penjualan itu, 8% dari total penjualan atau sekitar $570 juta untuk kartu rohani.
"Riset dari IDC menyatakan bahwa penjualan hardware dan software untuk game sebesar 8.2 milyar pada tahun 2000 (lebih besar dari yang diterima oleh total film box-office yang sebesar $7.75 milyar di Amerika Serikat. IDC mengharapkan penjualan hardware dan software game mencapai $11.4 milyar pada tahun 2001"
Pada tahun 2000 total penjualan mainan di Amerika mencapai $23 milyar.
Pada tahun 1998, penjualan yang berhubungan dengan binatang peliharaan sebesar $23 milyar.
Pada tahun 1993 perjalanan untuk berpetualang mencapai $8 milyar setiap tahunnya. Nilai tersebut bernilal 20% dari total industri perjalanan untuk kesenangan yang sebesar $40 milyar.
Pada tahun 2001, orang Amerika mengeluarkan $38 milyar untuk membeli lotre.
Pada tahun 2003, pendapatan studio Hollywood dari penjualan DVD sebesar $9.4 milyar.
"Menurut Conde Nast Bridal Infobank, rata-rata biaya pernikahan telah tumbuh sebesar 50% dari dekade sebelumnya dari $15,208 di tahun 1990 menjadi $22,360 pada tahun 2002. Penelitian juga menunjukkan bahwa 43% dari pasangan telah mengeluarkan uang lebih besar dari yang mereka rencanakan."
Data di atas menunjukkan demikian besarnya uang yang beredar pada industri yang menunjukkan bahwa konsumerisme sudah berhasil memasuki hidup sebagian besar umat manusia. Mengeluarkan uang berlebihan untuk barang konsumsi dianggap sebagai suatu yang wajar dan memang "harus" dilakukan.

Catatan Akhir

1. http://www.verdant.net/society.htm
3. http:/ /www.acton.org/publicat Irandi /article.php?id=321
3 Mackenzie Carpenter melaporkan untuk the Pittsburgh Post-Gazette dalam the Champaign-Urbana News Gazette, 2 Mei 2004, E-5.
4. http: / /www.globalissues.org/TradeRelated IConsumptioni Rise.asp
5.  http://hdr.undp.org/reports/global/1998/en/pdf/ hdr_1998_overview.pdf
6. 'Meet the Fockers' holds off horror flick" da lam Champaign-Urbana News Gazette, January 10, 2005, B-8.
7. Diamonds are a Girl's Best Buy" dalam ~e Champaign-Urbana News Gazette, 22 Agustus 2002, D-1.
8. Data dan U.S. Census Bureau, Statistical Abstract of the United States:2000, pg. 758.
9. "Baby Boomers Have Gone Cosmetics Crazy" dalam the champaign-Urbana News Gazette, May 23, 1993, D-5.
10. Living High at the Millenium" dalam the Champaign-Urbana News Gazette, May 24, 1999, C-7.
11. Kirby Prihgle,"Fast Food: How America (and the world) Traded Genteel Dining for a Good, Fast Meal" dalam the ChampaignNews Gazette, January23, 2000, F-I.
12. Raleigh News & Observer, "The Easter Bunnv is Taking on ang       "dalam the Champaign-Urbana News Gazette, 13-04-2001,
13. "Hershey Faces New Challenges in Technology" dalam the Campaign-Urbana News Gazette, April 23, 2000, C-4.
14Alison McLean dalam Smithsonian magazine1 July 2003, p.15.
15 Patrick Walters dalam the Champaign-Urbana News Gazette,
March 26,2004, D-2.
16. http:/ /www.foodinstitute.com/nasft/nasftupdateO9l 1 .htm.
17 "Born Into Slavery" dalam the Champaign-Urbana News Gazette, July22, 2001, B-i.
18 "Diet soda inches up in soft drink market," dalam the Champaign-Urbana News-Gazette, December 22,2004, C-9.
19 Milwaukee Journal Sentinel, "Gumballs: A Bit of History We Can All Chew On" in the Champaign-Urbana News Gazette, 1 April 2001, E-7.
20 Springfield State Journal Register, "Christian Cards a Growing Business" dalam the Champaign-Urbana News Gazette, 29-08-1999, C-4.
21  "This  Three-way  Slugfest  is  No  Game" at www.businessweek.com, December 13,2001.
22 "Vintage Toy Maker Trying to Regain its Punch" dalam the Champaign-Urbana News Gazette, July 8,2001, C-4.
23. Dog Days Pretty Good Days for Many" dalam the Champaign-Urbana News Gazette, September 20,2000, B-7.
24. Jerry Adler, et al., "Been There, Done That", Newswee~ July 19,
1993, pg. 44.
25 Scripps Howard News Service, "Lottery Game" dalam the Champaign-Urbana News Gazette, September91 2001, B-I.
26 Johnnie L. Roberts diambil dan Newsweek magazine, July 5, 2004, p. 51-53.
27 Ellen Lee, "Bridal Bliss Needn't Break the Bank", http://www.bayarea.com/mld /cctimes/business/personaLfinancel 5524840.htm, diambil 31 Maret 2003.


3. Pengaruh buruk konsumerisme pada masyarakat  dunia

 KEMISKINAN pada masa kita ini tidak seperti pada masa sebelumnya. Pada awalnya kemiskinan disebabkan oleh karena keterbatasan sumber daya alam, namun saat ini kemiskinan disebabkan karena prioritas yang salah dari orang kaya yang mempengaruhi seluruh bagian dunia Iainnya. Akibatnya, orang miskin saat ini tidak mendapatkan belas kasihan...tetapi dianggap sebagai sampah. Pada saat ini, pengemis sama sekali tidak mengingatkan mengenai apapun. (John Berger)
          Tidak bisa disangkali lagi bahwa konsumerisme menyebabkan seorang menjadi egois. Kutipan di atas menunjukkan bahwa prioritas dari orang kaya ternyata hanya tertuju pada diri mereka sendiri dan bukannya untuk membuat bumi menjadi tempat yang lebih baik bagi semua orang. Akibatnya, kekayaan mereka sebagian besar hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri sehingga dampak kekayaan yang mereka miliki terhadap masyarakat tidak terlalu besar bahkan malahan menjadi berkurang.
Setelah bab sebelumnya membahas dampak negatif konsumerisme pada individu, bab ini akan membahas dampak dari konsumerisme pada masyarakat dan juga pada dunia ini.

a. Peningkatan kekayaan mempengaruhi penurunan pelayanan publik

Pada awalnya, orang beranggapan baliwa semakin banyak orang kaya di muka bumi ini akan semakin baik dunia ini. Dengan banyaknya uang yang dimiliki oleh seseorang, semakin banyak bagian dari uang tersebut yang akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
Akibat dari pandangan yang seperti ini, banyak orang berharap banyak pada orang kaya untuk bisa mengubah wajah dan keadaan dunia ini. Namun kenyataannya, tidaklah demikian. Konsumerisme mencuri bagian yang seharusnya digunakan untuk membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik untuk diganfi menjadi benda-benda yang tidak terlalu berguna hanya untuk "mematuhi perintah" guna melakukan lebih banyak lagi pembelian. Hal ini membuat semakin banyaknya jumlah orang kaya yang ada di muka bumi ini tidak akan membuat masyarakat menjadi lebih baik bahkan mereka bisa membuat kondisi masyarakat menjadi lebih buruk.
Di bawah ini adalah potongan artikel yang menyatakan bahwa peningkatan kekayaan ternyata malah membawa penurunan pada pelayanan terhadap masyarakat.

Peningkatan kekayaan yang dimiliki oleh beberapa orang telah berkontribusi pada penurunan pelayanan nasional seperti pada pelayanan kesehatan dan pendidikan.

lnggris, salah satu negara paling kaya di dunia menganggarkan kurang dari 40% untuk pelayanan nasional, sedang Eropa menganggarkan sekitar 45%.

Ketika masyarakat menjadi semakin kaya, mereka temyata akan mengeluarkan bagian yang semakin kecil untuk pelayanan publik dan menempatkan bagian yang besar untuk diri mereka sendiri. Kekayaan pribadi menjadi semakin bertambah sebagai akibat dari bertambahnya pengeluaran publik. Oleh karena itu, orang yang memiliki banyak kekayaan harus mengembalikan pada masyarakat dan bukannya hanya ingin rnendapatkan lebih. Namun sayangnya hal ini tidak bisa terjadi.

  Pada tahun 1980 dan 1990, setelah peningkatan kebijakan untuk meningkatkan pelayanan publik, jumlah uang yang dianggaarkan semakin menurun.

  Hal ini menunjukkan peningkatan kekayaan dari beberapa orang ketika pelayanan publik untuk mayoritas masyarakat menurun. Beberapa orang miskin di lnggris menderita karena tidak memiliki kuasa dan memiliki perasaan tidak memiliki pengharapan dalam tingkatan tertentu akibat penurunan pelayanan publik ini.

  Pengabaian ini bisa mengakibatkan tindakan kriminal yang pasti akan memengaruhi orang kaya dan orang miskin.

Berapa banyak sebenarnya uang yang dikeluarkan oleh negara-negara di dunia ini untuk membuat bumi ini menjadi tempat yang lebih baik dan lebih bersahabat bagi semua orang? Apakah dana tersebut sudah mencukupi?
Untuk menjawab pertanyaan ini, perhatikan data di bawah ini yang menunjukkan uang yang dikeluarkan pada tahun 19982.
Pola pengeluaran ini menunjukkan apa yang sebenarnya menjadi prioritas bagi negara-negara di dunia.
                                                                                   
             Prioritas Global                                               $U.s. Milyar
   Pendidikan dasar untuk semua orang di dunia                     6
   Kosmetik di Amerika Serikat                                              8
   Air dan sanitasi untuk semua orang di dunia                       9
   Es krim di Eropa                                                              11
   Kesehatan reproduksi wanita di dunia                               12
   Minyak wangi di Eropa dan Amerika Serikat                     12
   Kesehatan dasar dan nutrisi untuk semua orang di dunia   13
   Makanan hewan peliharaan di Eropa dan Amerika Serikat 17
   Bisnis hiburan di Jepang                                                   35
   Rokok di Eropa                                                                50
   Minurnan alkohol di Eropa                                             105
   Narkoba di dunia                                                            400
   Pengeluaran militer di seluruh dunia                               780


Jumlah uang yang digunakan untuk membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik ternyata jauh lebih kecil jika dibandingkan jumlah uang yang digunakan untuk pembelian/pengadaan barang-barang yang tidak berguna. Seandainya saja, orang di Amerika Serikat hanya membelanjakan separuh uang mereka yang biasanya digunakan untuk membeli kosmetik dan memberikan uang tersebut untuk digunakan bagi pendidikan dasar di dunia, maka pendidikan dasar di dunia ini bisa sekitar 70% lebih baik dari yang sudah dilakukan sekarang ini.
Jumlah uang yang digunakan untuk memberikan pendidikan dasar bagi semua orang di dunia ternyata tidak lebih besar daripada pengeluaran uang untuk membeli kosmetik hanya di Amerika saja. Jumlah uang yang digunakan untuk menyediakan air bersih dan sanitasi untuk semua orang di dunia ternyata jauh lebih kecil dari uang yang digunakan untuk membeli es krim di Eropa. Seandainya saja, orang Eropa hanya memakan setengah dari es krim yang biasanya mereka makan saat ini dan memberikan sisa uang dari yang biasanya digunakan untuk pembelian es krim tersebut untuk pengadaan air dan sanitasi untuk semua orang di dunia, mereka bisa membuat 60% lebih orang dari yang bisa dilayani saat ini untuk mendapatkan air bersih dan sanitasi.
Yang lebih mengejutkan lagi adalah: jumlah uang yang digunakan untuk memberikan kesehatan dasar dan nutrisi untuk semua orang di dunia ternyata jauh lebih sedikit daripada uang yang digunakan untuk membelikan makanan bagi hewan peliharaan di Eropa dan Amerika Serikat. Seandainya saja orang di Eropa dan Amerika bisa mengurangi uang yang dikeluarkan untuk membeli makanan bagi hewan peliharaan mereka separuhnya saja maka mereka bisa memberikan pelayanan kesehatan dan nutrisi di dunia 60% lebih baik.
Apalagi jika yang dikurangi adalah anggaran untuk pengeluaran militer di seluruh dunia. Keinginan untuk menjadi superior membuat orang mau mengeluarkan uang sebanyak apapun juga untuk mencapainya. Padahal dengan peralatan iniliter, tidak mungkin bumi ini diubah menjadi tempat yang lebili baik bagi semua orang.
Hal ini menunjukkan prioritas yang salah yang dimiliki oleh kebanyakan orang di muka buini ini. Mereka tidak menyadari bahwa mereka bisa melakukan lebih banyak hal untuk membuat dunia ini bisa menjadi tempat yang lebih baik, bila mereka mengalihkan sebagian penggunaan uang mereka.

b. Kemiskinan akan tetap ada

 Bumi menyediakan cukup untuk kebutuhan semua manusia tetapi bukan untuk keserakahan semua manusia. (Gandhi)

 Sifat egois dan hanya mementingkan diri sendiri yang dipromosikan oleh konsumerisme terlihat dengan jelas pada konsumsi yang tidak merata yang terjadi pada semua bidang kehidupan. Di satu pihak, orang yang memiliki uang mengonsumsi lebih banyak sumber daya namun di pihak lainnya sebagian orang sangat kekurangan sumber daya. Seharusnya, sumber daya yang ada di dunia ini mencukupi untuk semua orang, akan tetapi sumber daya ini menjadi tidak mencukupi karena ada sebagian orang yang mengonsumsi terlalu banyak sumber daya.
 Perasaan ingin selalu mendapatkan lebih membuat orang yang memiliki kekayaan selalu ingin mengonsumsi lebih banyak lagi sumber daya.
 UNDP dalam Human Development Report 1998 Overview3 menyatakan
...Ketidakseimbangan dalam konsumsi sangat memprihatinkan. Secara global, 20% dari masyarakat dunia dengan negara yang memiliki pendapatan tertinggi bertanggung jawab pada 86% dari pengeluaran konsumsi sebesar 20% dan pendapatan paling rendah hanya menggunakan 1.3%. Secara lebih khusus,

20% terkaya di dunia:

# Mengonsumsi 45% dari semua daging dan ikan, sementara 20% termiskin hanya 5%.
# Mengonsumsi 58% dari energi total, sementara 20% termiskin kurang dan 4%.
# Memiliki 74% dari semua saluran telepon, sementara
20% termiskin hanya 1.5%.
# Menggunakan 84% dari semua kertas, sementara 20% termiskin hanya 1.1%.
# Memiliki 87% dari semua kendaraan di dunia, sementara 20% termiskin kurang dari 1%.

 Fakta ini menunjukkan orang yang kaya akan menjadi semakin makinur hidupnya, sayangnya hanya sedikit orang yang bisa menjadi lebih makinur ini. Sedangkan sisa penduduk bumi ini, yang jumlalmya lebih besar, tidak akan pernah mengalami kemakmuran. Mereka hanya akan dimanipulasi untuk membuat sebagian orang menjadi semakin kaya.
Seringkali, isu yang sesungguhnya bukanlah banyaknya konsumsi yang harus dilakukan oleh semua orang di muka bumi ini, tetapi bagaimana pola konsumsi tersebut. Jika ketidakseimbangan ini terus berlanjut, keadaan mayoritas dunia akan menjadi semakin buruk pula. Akibatnya, kemiskinan yang dimiliki oleh mayoritas penduduk dunia ini akan menjadi semakin sulit untuk dihilangkan.
Perhatikan beberapa informasi4 di bawah ini yang diambil dari situs.

"Orang yang ada di negara terkaya makan rata-rata 30-40% kalori lebih daripada yang mereka butuhkan (G Lean, Atlas of the Environment, Arrow 1991)

"...Nilai dari penjualan barang mewah di dunia--seperti baju keluaran desainer top, mobil mewah, dsb.--melebihi pendapatan nasional bruto dari dua pertiga negara-negara di dunia mi."

Berdasarkan studi dari Institute of Development Research di New York yang ditampilkan pada The Economist, 1 Mei 1991, negara maju yang hanya 24% dari populasi dunia, bertanggung jawab untuk konsumsi sebesar 48% sampai 72% dari makanan pokok seperti, cereal, daging dan susu.
Hampir 80% dari populasi dunia hidup di negara berkembang. Mereka hanya melakukan 17% dari perdagangan dunia." (World Bank, World Development Report, OUP 1991)

"36.000 anak-anak mati setiap hari (satu orang setiap 24 detik) sebagai hasil dari kemiskinan" (UNESCO Sources, no 25,1991)

Akibat pembagian konsumsi yang ada seperti keadaan yang sekarang ini, statistik yang dikeluarkan oleh PBB menunjukkan perbedaan dalam tingkat konsuinsi di dunia saat ini sudah berada dalam batas yang tidak bisa ditolerir lagi.

Konsumsi saat ini menunjukkan ketidakseimbangan. Siklus konsumsi--kemiskinan--ketidakseimbangan-lingkungan semakin meningkat. Jika kecenderungan ini terus berlangsung tanpa adanya perubahan distribusi dari pendapatan tinggi ke pendapatan rendah, tidak ada perpindahan dari produk penuh polusi ke produk yang bersahabat dengan lingkungan, tidak mempromosikan barang yang memberdayakan produser yang buruk, tidak menggeser prioritas dan konsumsi untuk pamer menuju konsumsi hanya untuk pemenuhan kebutuhan dasar hidupmaka masalah konsumsi dan pengembangan manusia akan menjadi semakin buruk.5

Tanpa adanya perubahan yang mendasar pada pola konsumsi yang dimiliki oleh umat manusia pada umumnya, kemiskinan akan semakin merajalela di muka bumi ini. Beberapa orang (yang jumlahnya sangat sedikit) akan menjadi semakin kaya, sedangkan mayoritas penduduk bumi akan tetap hidup dalam kemiskinan. Jika kenyataan ini tidak ditindakianjuti secara serius, akan tiba waktunya terjadi kekacauan sosial yang luar biasa hebat.

c. Dasarnya adalah keserakahan

Sebenarnya yang menyebabkan masalah kemiskinan dalam dunia ini adalah keserakahan manusia sebagai individu maupun institusi. Keserakahan inilah yang menyebabkan manusia tidak pernah berpikir akan dampak dari keinginan mereka terhadap sesama dan bumi ini. Seandainya, sesama mereka dirugikan dan bumi semakin hancur sekalipun, mereka tidak akan peduli selama mereka mendapatkan keinginan mereka.

d. Keserakahan individual

Fakta yang sesungguhnya adalah kita melihat orang lapar bukan karena kita ingin membuat mereka mati, tetapi kita lebih memilih mereka mati daripada kita harus kehilangan kenyamanan kita." (Victor Gollancz)

Inilah dasar semua masalah kemiskinan. Demikian banyak orang yang mau hidup nyaman walaupun mereka harus mengorbankan orang lain. Untuk mencapai keinginan mereka, mengorbankan orang lain dianggap sebagai tindakan yang wajar. Tindakan inilah yang merupakan penyebab utama kemiskinan manusia.
Pandangan yang seperti ini terlihat berbeda dengan apa yang biasanya dipercayai oleh masyarakat. Mereka seringkali merasa bahwa negara dunia ketiga sangat miskin sehingga mereka kekurangan makanan. Kenyataannya tidaklah demikian. Dunia ini bisa memproduksi cukup makanan untuk memberi setiap orang di di dunia ini 2500 kalori perhari. Dalam sudut pandang ini, negara miskin seperti Ethiopia dan Banglasdesh yang seringkali dianggap sebagai overpopulasi dan kekurangan makanan sebenarnya mereka memiliki sumber daya yang cukup untuk memberi makan warga mereka. Yang menjadi penyebab kelaparan dunia bukanlah karena kekurangan sumber daya, tetapi karena distribusi makanan yang tidak sama, yaitu lebih berpihak pada orang kaya. Oleh karena itu, solusi untuk kelaparan dunia tidak bisa mengabaikan faktor ini.
Oleh karena itu, sebenarnya dunia ini bisa menjadi tempat yang lebih baik jika setiap individu mengurangi keserakahan yang mereka miliki sehingga mereka bisa mengurangi konsumsi atas sumber daya di dunia ini. Ketika mereka menggunakan jatah yang lebih besar daripada jatah mereka yang seharusnya, akan ada orang yang dikorbankan karena jatah mereka menjadi berkurang.
Namun, yang seringkali dipersalahkan adalah orang miskin. Mereka dianggap bertanggung jawab penuh atas kemiskinan mereka. Atau ada pendapat lain yang menyatakan bahwa "takdir" yang menyebabkan mereka menjadi miskin. Jadi, tidak perlu ada tindakan untuk memerangi kemiskinan. Perhatikan ungkapan dari Gustavo Gutierrez di bawah ini.

"Tetapi, orang miskin tidak ada karena takdir mereka, kehadiran mereka tidak bisa dilepaskan dari kenetralan politik. Orang miskin merupakan produk dari sistem di mana kita hidup dan yang seharusnya menuntut tanggung jawab kita. Orang miskin dipinggirkan di dalam dunia sosial dan budaya kita. Mereka ditekan, dieksptoitasi, ditipu, dan ditelanjangi sebagai manusia. Kemiskinan tidak menjadi seruan untuk tindakan yang murah hati untuk melepaskannya, malahan menjadi kebutuhan untuk terbentuknya tingkatan sosiat yang berbeda. (Gustavo Gutierrez)

Kemiskinan seharusnya menyadarkan setiap umat manusia untuk bertindak sesuatu guna menghilangkan (setidaknya mengurangi) kemiskinan di muka bumi ini.. Oleh karena adanya keserakahan, orang lain hanyalah dianggap sebagai pelengkap penderita bagi tercapainya keinginan mereka.
Masyarakat terlihat enggan untuk melakukan sesuatu guna mengatasi kemiskinan karena seringkali untuk itu mereka harus banyak melakukan perubahan di dalam hidup mereka. Daripada harus melakukan perubahan, mereka lebih suka untuk menganggap orang miskin sebagai orang yang memiliki tingkatan sosial yang berbeda. Dengan melakukan hal ini mereka tidak perlu melakukan perubahan apapun dalam hidup mereka. Habis perkara. Oleh karena itu, banyak masyarakat yang lebih suka melakukan hal ini daripada harus mengubah hidup mereka untuk bisa membuat mayoritas masyarakat memiliki hidup yang lebih baik.

e. Keserakahan Institusi

Selain keserakahan manusia sebagai individu, manusia-manusia serakah yang membentuk suatu institusi yang berusaha mendapatkan keuntungan yang sebesar mungkin juga membawa kerusakan yang luar biasa. Perusahaan cenderung rela melakukan apapun asalkan mereka bisa mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Kutipan di bawah ini menyatakan betapa perusahaan secara umum terlihat lebih terampil untuk mengorbankan apapun untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

Pada tahun 1930-an, konsumer relatif tetap di Amerika Serikat, dilengkapi dengan kerangka kerja rohani dan rasionalisasi intelektual yang mengagungkan konsumsi yang terus-menerus dan komoditas sebagai pemenuhan pribadi dan keinginan ekonomi dan suatu moral yang sangat penting yang akan menghentikan kemiskinan dan ketidakadilan~..Sejak waktu itu, institusi dari masyarakat kita, khususnya perusahaan di Amerika, menjadi meningkat lebih terampil dengan menyembunyikan konsekuensi negatif dari pola perilaku seperti ekploitasi tenaga kerja, kerusakan lingkungan, kemiskinan dan meningkatkan ketidakadilan dan distribusi kekayaan. Richard Robbins, Global Problems and the Culture of Capitalism, (Allyn and Bacon, 1999)

Keserakahan menyebabkan orang atau pun institusi mengorbankan apapun untuk mendapatkan manfaat bagi diri mereka sendiri. Keserakahan inilah yang menyebabkan keadaan masyarakat dan dunia menjadi semakin buruk.

f. Bagaimana membuat negara miskin tetap menjadi miskin?

Untuk membuat negara miskin tetap miskin, distribusi sumber daya dunia yang tidak sama harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan. Di bawali ini paling tidak ada 3 cara yang bisa dilakukan untuk kepentingan ini.

g. Cash crops

Cash crops bisa diartikan sebagai tanaman yang ditanam hanya untuk dijual dan bukannya untuk dikonsumsi.
Meskipun negara miskin jarang kekurangan sumber daya pertanian, sumber daya ini seringkali digunakan bukan untuk kepentingan mereka sendiri atau untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Sebagian besar tanah yang subur di negara berkembang digunakan untuk menanam tanaman untuk diekspor. Mereka menanam kopi, teh, kapas, gula, dsb.nya yang nantinya akan dijual demi keuntungan industri. Petani dan pekerja yang memproduksi tanaman ini hanya mempunyai sedikit (bahkan tidak mempunyai) kontrol atas apa yang mereka tanam atau kepada siapa tanaman mereka nantinya akan dijual. Mereka biasanya dibayar dengan sangat rendah sehingga seringkali mereka tetap miskin. Bahkan   penduduk di beberapa negara mi sampai menderita kelaparan yang parah.
El Salvador dan Costa Rica menanam tanaman untuk ekspor seperti pisang, kopi dan gula pada Iebih dari 20% tanah pertanian mereka." (UN Food & Agriculture Organitation).
Pada saat masa kelaparan di Ethiopia tahun 1984 dan 1985. lnggris mengimpor 15 million biji-bijian untuk makanan ternak dari Ethiopia. Meskipun biji-bijian tersebut tidak bisa dimakan, tanaman tersebut ditanam di tanah yang subur. Tanah subur ini dipilih untuk digunakan menanam tumbuhan yang digunakan untuk menghasilkan makanan ternak daripada untuk menanam tumbuhan yang bisa dimakan penduduk Ethiopia. (Vegetarian Society).


"Jika kita tidak memiliki kerajaan di negara dunia ketiga, maka kita tidak mendapatkan kopi sama sekali atau mendapatkan kopi dengan harga yang sangat mahal. Kita mendapatkan kopi secara melimpah karena banyak area di dunia ketiga yang digunakan untuk menanam kopi bagi kita ketika seharusnya mereka menggunakan tanah tersebut menanam tanaman untuk memberi makan penduduk lokal." Ted Thainei; Developed to death (Green Print 1989).

Negara miskin dipaksa untuk menggunakan tanah mereka guna menanam tanaman yang hanya akan menguntungkan negara maju. Akibatnya, mereka menjadi sangat tergantung kepada negara maju. Tawaran uang menyebabkan pemerintah negara miskin tidak terlalu memerhatikan rakyat mereka. Mereka hanya memikirkan keuntungan yang sudah ada di depan mata mereka.

h. Perdagangan yang tidak adil

Cara lain yang bisa dilakukan oleh negara kaya adalah dengan cara mempraktikkan perdagangan yang tidak adil terhadap negara miskin. Dengan demikian, mereka akan mengambil keuntungan terbesar dari transaksi perdagangan yang mereka lakukan dengan negara miskin.
Perdagangan global dikontrol oleh negara kaya, melalui pasar komoditas, bursa saham, perjanjian perdagangan internasional, tarif dan kuota. Negara-negara miskin, dibiarkan sendiri sehingga tidak memiliki daya ungkit untuk memengaruhi sistem ini demi keuntungan mereka. Negara kaya menjadikan negara miskin sebagai perahan hanya untuk keuntungan pribadi mereka. Langkah mi cukup berhasil untuk membuat negara miskin tetap miskin.
 Pilihan yang diberikan kepada mereka seringkali tidak praktis, semua sistem sosial berganfung pada impor teknologi dunia barat, yang tidak bisa dikerjakan oleh negara miskin karena mereka tidak memiliki infrastruktur industri bagi diri mereka sendiri, karena mereka telah dibuat menjadi tetap miskin oleh perdagangan yang tidak adil. Jika mereka tidak menuruti keinginan negara kaya, mereka akan diboikot dan mendapatkan tekanan internasional yang berat. Bagaimana negara miskin bisa menghasilkan produk sendiri yang bisa dikerjakan dalam semalam di negara kaya? Jika bisa dihasilkan dalam semalam pun, bagaimana mereka bisa terhindar dari tekanan dunia internasional?
Semua ini menyebabkan negara miskin akan tetap kesulitan mengejar negara kaya, bahkan mereka akan menjadi semakin miskin sehingga tidak akan mungkin lagi mengejar negara kaya tersebut.

i. Utang

Cara lainnya untuk membuat negara miskin tetap miskin adalah dengan cara membuat mereka terikat dengan utang yang tidak mungkin mereka bayar. Dengan demikian, mereka akan terus berada di bawah "keinginaan" negara kaya.
Utang merupakan masalah negara berkembang, yang didorong dengan antusias dan tidak bertanggung jawab selama tahun 1970-an oleh negara maju. Suku bunga naik secara tajam, akibatnya negara-negara ini harus membayar bunga yang nilainya lebih besar daripada pinjaman awal mereka.
Hal ini diperparah dengan fakta bahwa sedikit sekali dari uang ini yang bisa mencapai orang miskin. Parahnya, orang miskin juga harus ikut membayar utang tersebut. Negara yang tidak bisa membayar utang mereka akan dipaksa oleh negara yang memberikan utang untuk mengikuti kemauan mereka yang seringkali memberikan program yang hanya menguntungkan negara pemberi utang. Biasanya mereka akan meminta negara pemilik utang untuk "mengetatkan ikat pinggang" dan memotong program sosial seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, subsidi makanan yang akan membawa dampak luar biasa buruk bagi orang miskin. Hal ini membuat mereka memaksa negara yang memiliki utang untuk lebih banyak melakukan yang diperintahkan oleh mereka yang berkaitan dengan penggunaan tanah dan pengurangan proteksi.
Dalam tahun 1993, setiap $1 yang diberikan sebagai bantuan oleh negara kaya, akan menghasilkan $3 sebagai pembayaran utang.
Dengan adanya utang ini, negara miskin akan tetap berada di bawah negara maju. Mereka akan tetap diatur oleh negara maju yang akan "memaksa" mereka melakukan sesuatu yang hanya menguntungkan negara maju saja. Oleh karena itu, negara miskin akan tetap menjadi miskin.

j. Dampak lingkungan konsumerisme

Semakin banyak kita mengonsumsi, semakin kita menjadi bahagia, atau kita pikir kita menjadi semakin bahagia. Namun bagi bumi, ini merupakan bencana. (George Monbiot)

          Salah satu dampak nyata dari konsumerisme adalah kerusakan yang pasti terjadi pada lingkungan. Di bawah ini adalah beberapa bukti kerusakan yang terjadi pada lingkungan hidup akibat dampak konsumerisme.

k. Pemanfaatan tanah untuk proses produksi

Dampak konsumerisme bagi kondisi tanah tidak bisa diremehkan. Untuk bisa memproduksi barang-barang tentu saja diperlukan lokasi fisik. Masalahnya adalah lokasi fisik yang ada di muka bumi ini sangat terbatas, sebaliknya barang yang ingin diproduksi relatif tidak terbatas. Oleh karena itu, bumi akan semakin menderita karena dimanfaatkan secara terus-menerus.

William Rees, seorang perencana kota dan the University of British Columbia, memperkirakan bahwa dibutuhkan tanah seluas 4 sampai 6 hektar untuk mempertahankan tingkat konsumsi rata-rata setiap orang pada negara yang memiliki konsumsi tinggi. Masalahnya adalah hanya ada 1.7 hektar tanah produktif untuk setiap orang di tahun 1990. Oleh karena itu, orang lain harus membayar untuk tingkat konsumsi tinggi yang dimiliki oleh seseorang.


Dampak dari produksi yang berlebihan ini menyebabkan tanah benar-benar dieksplorasi secara berlebihan sehingga di beberapa tempat terjadi kerusakan yang tidak bisa dipulihkan lagi. Setelah terjadi kerusakan di suatu wilayah, biasanya perusahaan akan berpindah ke tempat lain dan membiarkan tanah yang rusak menjadi tetap rusak. Mereka sebenarnya tidak ingin mclakukan hal ini. Namun, karena biaya untuk meremajakan tanah sangat mahal, memindahkan tempat usaha adalah solusi yang murah untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi.
Dalam buku yang berjudul, Global Problems and the Culture of Capitalism (Allyn and Bacon, 1999), Richard Robins menjelaskan bahwa memproduksi barang-barang secara berlebihan, pasti akan membawa berdampak pada kerusakan lingkungan.

Barang-barang konsumsi memang merupakan fungsi dari budaya kita. Hanya dengan memproduksi dan menjual barang dan jasa, kapitalisme dalam bentuknya saat ini bekerja. Semakin banyak barang diproduksi dan semakin banyak barang dibeli maka ekonomi kita akan menjadi semakin maju dan semakin makmur. Satu indikator tunggal pengukur perkembangan ekonomi adalah pendapatan nasional bruto (PDB) yaitu jumlah total dari barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh masyarakat pada tahun tertentu. Indikator ini mengukur sukses dari masyarakat di dalam mengonsumsi.

  Namun, produksi, proses dan konsumsi dari komoditi ini memerlukan pengambilan dan penggunaan sumber daya alam (kayu, bahan bakar minyak, air, dsb). Ini semua memerlukan pabrik yang di dalam pengoperasiannya menghasilkan racun. Di dalam penggunaan komoditas tersebut (misalkan saja mobil) akan menciptakan polusi dan sisa pembuangan. Dari tiga faktor yang bertanggung jawab terhadap polusi yaitu populasi, teknologi, dan konsumsi, konsumsi yang terlihat mendapatkan perhatian yang paling sedikit. Salah satu alasan mengapa hal ini terjadi dan merupakan penyebab yang paling sulit diubah adalah pola konsumsi sudah menjadi bagian di dalarn hidup kita sehingga untuk mengubahnya diperlukan perubahan budaya yang besar dan tentu saja perubahan ekonomis yang besar juga. Turunnya permintaan akan produk akan membawa resesi ekonomi atau bahkan depresi, yang juga akan diikuti dengan banyaknya pengangguran.

  Jika tidak dihadapi dengan serius, beberapa tahun ke depan keadaan bumi akan menjadi sangat parah. Akibatnya, bumi menjadi tempat yang semakin lama semakin tidak nyaman. Kemungkinan besar hanya beberapa bagian di muka bumi ini yang bisa dijadikan tempat tinggal oleh beberapa generasi yang akan datang.

l. Penggunaan energi secara sia-sia

Selain pemanfaatan tanah, konsumerisme juga banyak menghabiskan energi yang seharusnya bisa digunakan untuk proses yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.
Konsumerisme menyebabkan penggunaan energi dan material yang sia-sia jauh melebihi daripada yang dibutuhkan untuk hidup sehari-hari dalam tingkat nyaman. Uang bukanlah satu-satunya cara untuk mengukur harga suatu barang. Ketika seseorang menambahkan semua bahan baku dan energi dalam barang-barang dan jasa-jasa yang mereka gunakan selama hidup mereka, kerusakan lingkungan yang mereka timbulkan akan sangat mengejutkan.8
Energi yang seharusnya dilihat sebagai sumber daya yang terbatas, dipergunakan semaksimal mungkin dengan tujuan utama untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar mungkin. Akibatnya, sumber energi yang terbatas ini bisa saja tidak akan dmikmati oleh beberapa generasi ke depan.
Selain itu, energi yang seharusnya digunakan untuk membuat umat manusia memiliki hidup yang lebih baik di dunia ini digunakan semaksimal mungkin hanya untuk memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya untuk sekelompok kecil orang saja.

m. Sampah dan polusi

   Konsumen pribadi dan industri di Amerika Serikat membuang aluminium yang cukup untuk membangun pesawat terbang komersial setiap 3 bulan: besi dan baja yang cukup untuk bahan baku semua industri otomotif; cukup kaca untuk memenuhi New York's World Trade Center setiap 2 minggu. (Environmental Defense Fund advertisement, 1990)

Di Amerika Serikat, kayu dan kertas yang dibuang setiap tahunnya cukup untuk membayar pajak untuk 5 juta rumah selama 200 tahun. (Ruth Leger Sivard, World Military & Social Expenditure, World Prionties Inc, 1991)


Dampak lain konsumerisme adalah banyaknya sampah dan polusi yang diberikan kepada bumi ini. Salah satu contoh dari banyaknya sampah di Amerika adalah fakta yang menyatakan bahwa 200 milyar kaleng, botol, karton plastik, dan gelas kertas dibuang setiap tahunnya di negara maju. Seringkali, perusahaan tidak menangam sampah dan polusi yang dihasilkan dari pabrik mereka.
Salah satu temuan baru adalah barang "sekali pakai". Secara teori barang ini memiliki banyak kegunaan karena kepraktisan yang ditawarkannya. Namun, produk ini juga punya beberapa kelemahan. Daripada terkompetisi di dalam kualitas atau keandalan, produk dibuat hanya untuk sekali pakai. "Menyenangkan" adalah kata yang sering dipakai untuk menggantikan istilah nilai yang terkandung di dalam produk, yakni ketahanan dan konsekuensi lingkungan dari pembuatan dan pembuangan produk ini.
Apakah mengganti produk lama dengan produk baru yang lebih produktif dan lebili hemat energi bisa menyelesaikan masalah energi? Tentu saja jawaban dari pertanyaan mi adalah "TIDAK SELALU!". Seringkali, mengganti barang yang lama akan membuat investasi yang sudah dikeluarkan menjadi berkurang atau bahkan hilang. Kehilangan ini saja akan membuat penghematan energi dari pembelian peralatan yang baru itu menjadi sia-sia.
Pendukung kebudayaan konsumerisme menawarkan pertumbuhan ekonomi sebagai jawaban dari masalah kemiskinan di dunia. Mereka menyatakan bahwa negara miskin dan masyarakatnya dapat mencapai standar hidup yang sama tingginya dengan standar hidup di negara maju melalui program "penciptaan kekayaan". Pendapat ini adalah pendapat yang salah karena mereka mengabaikan beberapa fakta yang sederhana.
Dunia ini dipenuhi dengan polusi yang diciptakan oleh orang yang memiliki kekayaan. Menciptakan produk yang dibutuhkan untuk gaya hidup penganut konsumerisme, mengirimkan produk ini, dan beberapa aktivitas lainnya yang berkaitan dengan produk akan membawa dampak pada kerusakan lingkungan.
Amerika Serikat yang memiliki populasi sebanyak 6% dari populasi dunia menggunakan 20% energi yang ada di dunia. Sebanyak 20% orang terkaya di dunia bertanggung jawab terhadap lebih daripada 90% kerusakan ozon yang bisa membuat bumi menjadi semakin cepat hancur.
Banyak perhatian sebenarnya sudah diberikan untuk mengatasi masalah lingkungan hidup ini melalui beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk memberikan tekanan kepada industri.
Namun, semua solusi ini didasarkan pada anggapan bahwa aktivitas industri dan ekonomi di negara miskin (yang besarnya 80% dari total penduduk dunia) akan tetap rendah sehingga tidak akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Di dalam memberikan solusi ini mereka mengabaikan adanya kemungkinan bahwa mayoritas penduduk dunia bisa mencapai standar kehidupan yang sama dengan di negara maju (yang sebenarnya merupakan hak mereka). Jika hal ini terjadi, polusi di dunia ini akan melonjak menjadi 4 kali lipat.
Dengan menggunakan teknologi yang ada, tingkat polusi memang bisa ditahan sampai tingkatan yang dikehendaki. Hal ini bisa membuat masyarakat yang menganut paham konsumerisme ini bisa bertahan sedikit lebih lama. Namun, tidak ada teknologi yang akan mampu mencegah terjadinya kerusakan lingkungan jika mayoritas penduduk dunia memiliki standar gaya hidup yang tinggi.
Contoh sederhana mengenai penggunaan mobil akan menjelaskan topik ini. Kurang dari seperdelapan penduduk dewasa di dunia ini yang memiliki mobil. Sekitar 450 juta mobil yang ada saat ini bertanggung jawab terhadap 13% emisi pembuangan karbon dari pembakaran bahan bakar minyak. Jika setiap orang dewasa atau keluarga di dunia ini memiliki mobil, tingkat emisi akan bisa dijangkau oleh teknologi. Memang beberapa tekonologi pembuat bahan bakar menjadi lebih efisien, akan membuat polusi masih bisa dikendalikan. Namun, teknologi ini tidak akan banyak membantu jika jumlah mobil terus berkembang menjadi semakin besar.

n. Langkah-langkah yang merusak hutan tropis

Konsumerisme juga bisa merusak keberadaan hutan tropis. Negara miskin biasanya rela mengorbankan hutan tropis asalkan mereka mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Oleh karena itu, negara miskin biasanya tidak "sayang" mengorbankan hutan tropik mereka asalkan mereka mendapatkan keuntungan yang besar. Mereka tidak peduli dampak luar biasa buruk bagi generasi sesudah mereka dengan rusaknya hujan tropis ini.
Ketika melihat kasus perusakan hutan di Amerika Tengah, yang diteliti oleh John Vandermeer dan Ivette Perfecto, dalam buku Breakfast of Biodiversity: The Truth About Rain Forest Destruction, (Food First, 1995), ada suatu pola yang biasanya terjadi dalam perusakan hutan tropis seperti yang terjadi berikut ini:

1. Kapitalis yang memiliki visi mengidentifikasi kesempatan ekonomi untuk memperluas market untuk produk yang berhubungan dengan tanaman.
2. Mereka membeli (atau mencuri atau menyuap pemerintah) sebidang lahan yang bisa meliputi hutan alam yang harus ditebang.
3. Mereka mengimpor pekerja untuk menghasilkan produk.
4. Ketika masa jaya produk tersebut menurun, mereka akan segera memecat beberapa (bahkan mungkin semua) pekerja tersebut.
5. Pemecatan ini akan membuat para pekerja ini harus betjuang untuk bisa bertahan hidup.
6. Satu-satunya tempat untuk mereka bisa bertahan adalah menemukan tanah yang membuat mereka tidak bisa diusir, yaitu hutan. Akibatnya, akan ada semakin banyak hutan yang diubah menjadi lahan pertanian.

 Melihat langkah-langkah ini, hutan tropis akan banyak yang hancur jika tindakan aktif untuk melindunginya tidak segera dilaksanakan.

Kesimpulan

 Konsumerisme ternyata tidak hanya mendatangkan dampak buruk bagi individu, tetapi juga bagi masyarakat dan dunia.
 Paling tidak ada tiga hal buruk yang bisa ditimbulkan akibat adanya konsumerisme bagi masyarakat dan dunia, yaitu:

• Pelayanan publik akan menurun.
Kemiskinan akan tetap ada.
Lingkungan akan menjadi rusak.

Catatan Akhir

1.  I /www.globalissues.org/TradeRelated/Consumption/aspI /volunteemow.ca/ take~action/issues_consumerism.htm ~ 1998/en/pdf/'Iwww.enough.org.uk/enougho3.htm enough
2. http:/ /www.globalissues.org/TradeRelatedlConsumption.asp http://www.enough.org.uk~enoughO2.htm
7 http:/ /www.globalissues.org/TradeRelated/Consumption/ Effects.asp
8. ttp:/ /www.verdant.net/society.htm


D. Keluar dari konsumerisme

1. Konsumerisme adalah musuh
2. Menata kembali nilai-nilai kehidupan
3. Meinbentengi diri dari iklan
4. Membedakan antara keinginan dan kebutuhan
5. Menangani barang-barang dengan bijak
6. Menerapkan prinsip-prinsip rohani

1. Konsumerisme adalah musuh

Musuh yang paling sulit dikalahkan adalah musuh yang tidak disadari keberadaannya.
Ketika masyarakat tidak menyadari bahwa mereka haruslah melawan musuh yang ingin menghancurkan mereka, mereka tidak akan melakukan persiapan apapun untuk mengalahkan musuh tersebut. Bahkan, mereka mungkin akan memperlakukan musuh tersebut sebagai bagian dari diri mereka sehingga mereka tidak mau membuang musuh tersebut dari dalam diri mereka. Akibatnya, musuh tersebut dengan leluasa menghancurkan diri mereka.
 Sebaliknya, masyarakat masih mungkin memperoleh kemenangan jika mereka menyadari musuh yang harus mereka hadapi. Melawan musuh yang sangat kuat sekalipun, mereka masih bisa memiliki peluang untuk menang. Masalahnya hanyalah tergantung dari pemilihan strategi yang paling tepat untuk mengalahkan musuh tersebut.
 Jika mereka merasa tidak mampu untuk menghadapi musuh itu sendirian, mereka bisa meminta bantuan orang lain untuk mengalahkan musuh tersebut. Mereka bisa membangun perlindungan yang kuat di dalam hidup mereka sehingga ketika mereka tidak bisa mengalahkan musuh dengan mudah, musuh tersebut juga tidak dapat mengalahkan mereka dengan mudah.
 Oleh karena itu, langkah pertama untuk bisa mengalahkan konsumerisme adalah menganggap konsumerisme sebagai musuh yang harus dikalahkan. Masyarakat yang ingin terbebas dari konsumerisme harus memandang bahwa salah satu tujuan utama di dalam hidup mereka adalah mengalahkan konsumerisme.
 Ketika mereka tidak menganggap konsumerisme sebagai musuh yang harus dikalahkan, mereka akan merasa bahwa tidak ada masalah di dalam diri mereka ketika mereka terlibat sangat dalam dengan konsumerisme. Mereka merasa bahwa hidup mereka sudah berjalan dengan baik dan tidak perlu melakukan perubahan apapun di dalam hidup mereka. Mereka tidak melakukan apa pun walaupun sebenarnya hidup mereka sedang dihancurkan oleh konsumerisme. Mereka akan dengan sukarela dikalahkan dan dihancurkan tanpa merasa sudah dikalahkan. Mereka menganggap diri mereka tetap sebagai pemenang walaupun sebenarnya hidup mereka sudah dikalahkan oleh konsumerisme.

a. Menjadi malu jika dikategorikan sebagai "shopping addiction".

 Banyak orang yang menjadi malu jika mereka ketahuan orang lain bahwa mereka kecanduan pornografi. Kita juga menjadi malu jika kita ternyata telah berbuat kesalahan kepada orang lain. Kita menjadi malu karena merasa telah "dikalahkan". Oleh karena itu, kita biasanya akan melakukan segala cara yang kita bisa untuk mengalahkan "musuh" yang bisa menyebabkan mereka menjadi malu.
 Sayangnya, hal yang seperti ini tidak terjadi pada musuh yang namanya shopping addiction (kecanduan belanja). Kita sama sekali tidak merasa bahwa kecanduan belanja adalah sesuatu yang memalukan, bahkan merasa bangga jika orang menganggap kita kecanduan berbelanja. Padahal, kecanduan belanja sebenarnya memiliki dampak yang sama buruknya dengan pornogradi ataupun kecanduan narkoba

 Perhatikan potongan artikel di bawah ini yang menjelaskan mengenai shopping addiction (kecanduan berbelanja).

 Shopping Addiction

Pada 3 May 2003, BBC mengudarakan acara dokumentar yang berjudul Spend Spend Spend" (~Belanjakan Belanjakan Belanjakan") yang salah satunya membahas mengenal kecanduan belanja (shopping addiction).
Di lnggris, 1 juta orang adalah berpikir bahwa mereka mempunyai kecanduan belanja (shopping addiction) yang serius. Di U.S. ada 5 juta yang mengalami kecanduan ini.
Dr. Lorrin Quran, profesor psikiatri pada Stanford Universy menyatakan, "Anda dipaksa untuk membeli dan Anda dipaksa untuk menggambarkan diri Anda dengan apa yang Anda punyai dan apa yang dapat Anda beli.... maka saya berpikir sebagian orang menjadi lebih lemah dalam hal ini, dibanding dengan orang lainnya".
"Tidak hanya individu yang memiliki kecanduan untuk berbelanja, tetapi ekonomi kita juga mengalaminya. Personal spending (pembelanjaan pribadi) sekarang memainkan peran yang semakin besar dalam rangka memelihara ekonomi yang modern supaya tetap berputar. Dan ketika hal buruk mulai terjadi, tidak ada obat ampuh untuk bisa rnenyembuhkannya. Pemerintah bersandar pada konsumen untuk menguras hidup mereka.
Ada suatu ketakutan yang sangat riil bahwa September 11, 2001 akan menyebabkan pembelanja kehilangan kepercayaan diri dan mengakibatkan dunia masuk ke dalam resesi. "Tetap membelanjakan" menjadi permohonan pemerintah untuk rakyat mereka. Tayangan ini menunjukkan walikota New York, Guliani yang menghimbau orang-orang untuk tetap membelanjakan uang mereka, tidak lama sesudah 11 September, dalam rangka membantu ekonomi. Oleh karena itu, belanja merupakan suatu patriotisme yang baru. Memelihara orang-orang untuk tetap membelanjakan uang mereka telah menjadi prioritas ekonomi yang utama.
      Demildan banyak orang yang bisa dikategorikan sebagai orang yang kecanduan untuk berbelanja.
Bahkan, beberapa politikus juga menyarankan masyarakat untuk candu berbelanja sehingga ekonomi tidak akan menjadi hancur. Hal ini menyebabkan hanya sedikit urang yang menyadari bahwa mereka seharusnya menghancurkan kecanduan berbelanja yang mereka miliki. Mereka merasa hidup yang normal di dunia ini adalah hidup untuk mengumpulkan barang-barang materi. Tanpa adanya kesadaran bahwa mereka harus mengalahkan konsumerisme, mereka tidak akan pernah bisa kalah terhadap konsumerisme.

b. Hindari belanja sebagai sebuah rekreasi.

Salah satu alternafif untuk mengalahkan konsumerisme adalah menghindari anggapan belanja sebagai suatu rekreasi. Banyak masyarakat yang menganggap pergi ke mal, plaza, dan pusat perbelanjaan sebagai suatu rekreasi. Akibatnya, mereka akan sangat mudah tergoda untuk membeli barang-barang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di Amerika yang menyatakan baliwa sekitar 75% orang yang pergi ke mal mempunyai tujuan hanya untuk melihat-lihat produk dan bukannya untuk membeli sesuatu.
Ketika kepada pembelanja di mal di seluruh Amerika ditanyai alasan utama mereka pergi ke mal, hanya 25% yang menyatakan bahwa mereka mencari suatu barang yang spesifik." (Marshall Glickman)
Bahkan dari penelitian tersebut juga diketahui bahwa waktu yang digunakan untuk belanja bagi kebanyakan orang Amerika 9 kali lipat dari waktu yang digunakan untuk bermain dengan anak-anak mereka.
Institusi, pembantu yang digaji, dan hiburan sekarang menggantikan apa yang dahulu mempakan kewajiban bagi anggota keluarga, seperti perawatan anak atau merawat orang tua yang sakit. Orang Amerika rata-rata menghabiskan waktu 9 kali lebih banyak untuk berbelanja daripada bermain dengan anak-anak."" (Marshall Glickman)

Jika hal ini terus berlanjut, sebagian besar prioritas banyak masyarakat akan tertuju hanya kepada belanja dan cara yang paling cepat untuk segera mengubah uang yang mereka miliki menjadi barang. Hal ini akan menimbulkan banyak hal buruk yang terjadi di dalam kehidupan suatu keluarga. Parahnya lagi, gaya hidup konsumerisme ini akan dengan mudah diturunkan kepada anak-anak. Hal ini disebabkan karena anak-anak akan dengan sangat mudah mengikuti apa yang dilakukan oleh orang tua mereka.
Oleh karena itu, masyarakat seharusnya menyadan bahwa konsumerisme adalah musuh yang harus mereka lawan dan kalahkan. Melawan musuh yang bernama konsumerisme ini memang sama sekali bukan merupakan suatu yang mudah. Namun, mereka harus berjuang untuk mengalahkan konsumerisme ini sehingga mereka bisa memiliki hidup yang lebih mudah dan penuh dengan damai sejahtera.

Kesimpulan

Kita seharusnya bisa menyadari bahwa ada yang lebih bagus dan menantang di dalam hidup kita selain daripada membeli barang-barang yang ditawarkan oleh konsumerisme.
Mengorbankan konsumerisme bukanlah merupakan suatu kerugian, tetapi justru akan mendatangkan keuntungan yang sangat besar dalam hidup kita. Kesadaran ini akan bisa menyebabkan kita "rela" mengalahkan konsumerisme. Ada hidup yang jauh lebih indah daripada hanya sekadar mengumpulkan barang.
Kita harus merasa "malu" jika kita hanya menghabiskan waktu, uang, dan tenaga yang kita miliki hanya untuk mengejar benda-benda.
Konsumerisme tidak bisa disangkal lagi memang bisa membawa kenyamanan fisik dan berbagai kemudahan. Walaupun hanya sementara, tetapi tawaran untuk bisa mendapatkan semua kenyamanan dan kemudahan ini menyebabkan banyak orang tidak bisa mengalahkan konsumerisme.
Jadi, jika orang menyatakan bahwa konsumerisme telah memaksa mereka, pernyataan mereka salah sama sekali. Kita sebenarnya lebih memilih untuk mengasihi konsumerisme. Kita secara aktif memilih untuk hidup dengan konsumerisme. Akibatnya, kita harus menganggap konsumerisme sebagai musuh sebelum kita bisa terbebas dari konsumerisme.

Catatan Akhir

1 "The Mindful Money Guide" oleh Marshall Glickman hal 155
2"The Mindful Money Guide" oleh Marshall Glickinan hal 145

2. Menata kembali nilai-nilai kehidupan

Langkah berikutnya yang harus kita ambil untuk bisa menang dari jeratan konsumerisme adalah dengan cara menata kembali nilai-nilai kehidupan yang kita  miliki. Cara hidup kita dipengaruhi oleh nilai-nilai yang kita  miliki. Oleh karena itu, untuk membuat hidup kita berubah, kita harus menata kembali nilai-nilai yang kita miliki. Ketika kita mengubah nilai yang kita miliki, gaya hidup kita akan berubah mengikuti nilai-nilai yang baru tersebut.
Pasal ini akan dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama akan mengajak kita untuk melihat kembali cara kita mengartikan kebahagiaan. Setelah itu, akan dibahas mengenai empat nilai kehidupan yang harus ditata ulang diikuti dengan lima nilai rohani yang juga harus ditata ulang untuk bisa membuat kita terlepas dari belenggu konsumerisme.

a.   Mendefinisi ulang konsep kebahagiaan

Manusia cenderung untuk mencari kebahagiaan. Semua sumber daya yang kita miliki akan kita gunakan untuk mendapatkan sesuatu yang kita pikir bisa mendatangkan kebahagiaan di dalam hidup kita. Oleh karena itu, hidup seseorang akan ditentukan oleh bagaimana mereka mengartikan kebahagiaan di dalam hidup mereka.
Untuk bisa mengubah gaya hidup konsumerisme yang kita miliki, kita harus mengubah definisi dari kebahagiaan yang dibawa oleh konsumerisme. Kebahagiaan didefinisikan oleh konsumerisme sebagai memiliki banyak benda dan bisa membeli semua benda yang kita inginkan.

b. Pandangan yang salah mengenai kebahagiaan

Paling tidak ada tiga pandangan salah mengenai konsep kebahagiaan yang kita miliki, yaitu
(i.)            bila memiliki benda-benda,
(ii.)          bila memiliki benda-benda yang "lebih" daripada sesamanya, dan
(iii.)        bila mendapatkan apapun yang diinginkan, serta
(iv.)         hidup berfoya-foya.

(i.) Kebahagiaan bila memiliki benda-benda
Konsumerisme membuat memiliki benda-benda menjadi tujuan yang ingin dicapai. Bahkan, benda-benda dianggap sebagai sarana untuk menjelaskan keberadaannya (mengapa dia hidup di dunia ini). Benda-benda tersebut juga dianggap sebagai cara untuk melihat dirinya sendiri dalam cara yang berbeda, dengan memiliki benda-benda itu menjadi tujuan utama yang ingin dicapai.
Konsumerisme menyebabkan pembicaraan yang kita lakukan seringkali hanya seputar benda-benda dan bukan menunjukkan kualitas pribadi si pembicara. Di bawah ini adalah contoh pola pembicaraan yang dimiliki oleh masyarakat:

 "Saya terbiasa menggunakan..
 "Teman saya memiliki ...."
 "Kemarin malam saya makan...
 "Apakah Anda pernah mendengar keluaran terbaru dari ....
 "Bagaimana mengenai mobil keluaran terbaru..."
 "Lihat apa yang baru saya beli...."

Kata-kata di atas menunjukkan kata-kata yang kosong, yang penuh dengan keinginan untuk mengejar benda-benda.
Konsumerisme juga membuat kita menjadi sangat dipengaruhi oleh benda-benda yang kita miliki. Cara mereka bersikap ditentukan oleh benda-benda tersebut. Ketika kita membawa mobil yang mewah, kita harus bersikap sesuai dengan "harga" mobil tersebut. Kita hanya bisa berkomunikasi ketika kita membawa barang-barang, kita menunjukkan emosi dan hubungan kita melalui benda-benda.
Kita selaku berpikir bahwa dengan membeli benda-benda, kita sudah berbuat baik kepada diri kita sendiri. Bahkan, semua orang akan memberi sanjungan kepada orang yang membeli benda-benda untuk diri mereka sendiri. Sekali lagi, kita berpikir bahwa berbuat baik yang akan mendatangkan kebahagiaan kepada diri kita adalah mendapatkan barang-barang yang kita miliki.

(ii.) Bahagia bila memiliki benda yang lebih daripada sesama

Salah satu definisi kebahagiaan yang salah adalah "memiliki benda yang lebih daripada yang dimiliki sesama". Di bawah ini adalah kutipan dari buku The Psychology of Happiness yang menyoroti definisi salah dari kebahagiaan.

"Semua hubungan yang ada antara kebahagiaan dan pendapatan adalah sesuatu yang relatif. Kebahagiaan yang didapat dari konsumsi hanya didasarkan pada apakah mereka lebih banyak mengkonsumsi lebih daripada sesama mereka, dan lebih banyak daripada yang mereka lakukan sebelumnya." (Michael Argyle, The psychology of happiness)

Orang yang memiliki definisi kebahagiaan seperti ini tidak akan pernah mencapai kebahagiaan di dalam hidup mereka karena mereka akan senantiasa membuat perbandingan dengan orang lain.
Perbandingan yang seperti ini seolah-olah akan membawa mereka pada suatu perlombaan yang sangat melelahkan yang tidak akan pernah selesai.

(iii.) Bahagia bila mendapatkan apa pun yang diinginkan

Banyak orang yang merasa bahwa kebahagiaan mereka ditentukan oleh kemampuan mereka dalam mendapatkan apa yang mereka inginkan. Mereka berpikir bahwa keadaan mereka yang tidak bahagia selama ini disebabkan oleh banyaknya keinginan mereka yang belum bisa mereka dapatkan. Mereka masih belum memiliki mobil oleh karena itu mereka menganggap bahwa ketidakbahagiaan dalam hidup mereka karena tidak adanya mobil di dalam hidup mereka.

Ketika mereka sudah memiliki mobil dan ternyata belum bahagia juga, mereka merasa bahwa ada barang lain yang belum mereka miliki. Hal ini terus berlanjut sehingga mereka tidak akan pernah mendapatkan kebahagiaan di dalam hidup mereka. Ini adalah sesuatu yang menggelikan, tetapi sering kita alami.
Cara pandang yang seperti ini membuat banyak orang terlibat dalam konsumerisme. Oleh karena itu, orang yang memiliki cara pandang yang seperti ini seharusnya mulai mengubahnya.
Untuk mengubah cara pandang ini, satu pernyataan yang layak untuk direnungkan adalah sebagai berikut.

Harus ada kehidupan Iainnya dibandingkan hanya memiliki sesuatu! (Maurice Sendak)
Ketika hidup cuma diartikan dengan memiliki sesuatu, orang akan berusaha sekuat tenaga untuk memiliki benda sebanyak mungkin. Padahal kenyataannya ada demikian banyak hidup yang lebih berarti daripada hanya sekadar mengumpulkan barang-barang.
Mereka boleh saja melakukan segala sesuatu untuk mendapatkan benda-benda yang mereka inginkan. Seandainya mereka berhasil sekalipun, paling besar yang bisa mereka dapatkan adalah memperoleh seluruh dunia ini. Akankah mereka menjadi bahagia setelah mendapatkan seluruh bumi ini? Apakah tindakan mendapatkan seluruh bumi ini mendatangkan arti?
Ternyata mendapat seluruh bumi ini tidak akan berarti apa-apa jika pada akhirnya mereka akan kehilangan nyawanya. Sayangnya, banyak orang yang tidak mengetahui kebenaran ini. Mereka menghabiskan semua sumber daya yang mereka miliki untuk mencoba mendapatkan "seluruh dunia" sehingga mereka lupa untuk melakukan aktivitas yang bisa menyelamatkan nyawa mereka. Mereka lupa memberikan waktu untuk sang Pencipta yang memiliki kuasa untuk menyelamatkan nyawa mereka.
Oleh karena itu, pandangan yang seperti ini membuat orang terjerat dalam konsumerisme. Akibatnya, mereka lupa ada banyak hal lain yang bisa dilakukan kecuali mengejar keinginan mereka yang ujung-ujungnya adalah untuk mendapatkan uang.
Konsumerisme membuat kebahagiaan dan keberartian hidup dari benda-benda yang mereka miliki. Oleh karena itu, untuk bisa keluar dari konsumerisme mereka harus mengubah definisi kebahagiaan yang mereka miliki. Ketika mereka berhasil mengubah definisi kebahagiaan yang mereka yakini, mereka dengan sendirinya akan mengubah tindakan mereka.

(iv.) Kebahagiaan bila bisa berfoya-foya

Mendapatkan kebahagiaan dengan berfoya-foya memang merupakan keinginan para produsen terhadap sebanyak mungkin masyarakat, agar produsen mendapat keuntungan besar.

(V.) Hati-hati ketika mengadakan pesta

Kalan begitu, apakah tidak boleh mengadakan pesta? Tentu saja mengadakan pesta diperbolehkan, namun pesta tersebut harus tidak bertentangan dengan firman Tuhan.
Pandangan yang salah mengenai kebahagiaan menyebabkan orang banyak terlibat dalam pengejaran harta yang akan mereka gunakan untuk membeli barang-barang. Padahal tidak ada hubungan langsung antara kehidupan keuangan seseorang dan harta yang mereka miliki. Perhatikan dua kutipan di bawah ini yang menjelaskan hubungan antara banyaknya uang dan kebahagiaan.
Tingkatan dari status sosial ekonomi seseorang tidak cukup membawa pengaruh pada "rasa bahagia" dan tidak membawa pengaruh pada "kepuasan hidup secara keseluruhan"
 Ahli Psikologi, Jonathan Freedman menemukan bahwa tingkat kebahagiaan tidak berbeda jauh pada orang-orang yang berada pada status ekonomi yang berbeda. Hanya orang yang sangat miskin yang cenderung menjadi kurang bahagia jika dibandingkan dengan status ekonomi lainnya.

Berbahagia karena mendapatkan anugerah Tuhan

Salah satu penyebab utama kebahagiaan yang dimiliki oleh masyarakat adalah mengetahui bahwa diri mereka mendapatkan keselamatan dari Tuhan yang merupakan anugerah. Kesadaran akan adanya anugerah dari Tuhan ini membuat hidup masyarakat menjadi istimewa dan berharga sehingga mereka memiliki kebahagiaan dalam hidup mereka. Tanpa adanya kesadaran ini, uinat Tuhan tidak akan pernah merasakan kebahagiaan sejati di dalam hidup mereka.

Berbahagia karena memberikan sesuatu kepada orang yang tidak bisa membalasnya

Kebahagiaan akan didapatkan oleh masyarakat ketika mereka bisa memberikan apa yang mereka miliki kepada sesama mereka yang tidak bisa membalas apapun kepada mereka. Dengan demikian, mereka sedang mengumpulkan harta di sorga. Tindakan mengumpulkan harta di sorga ini akan mendatangkan kebahagiaan di dalam hidup mereka.

Oleh karena itu, hati yang mau memberikan apa yang dimiliki kepada Tuhan dan sesama adalah kunci untuk mendapatkan kebahagiaan di dalam hidup.

Berbahagia karena menghormati orang tua

Penyebab kebahagiaan yang lain adalah rasa hormat terhadap orang tua. Tuhan menciptakan manusia untuk memiliki rasa hormat terhadap orang tua mereka. Oleh karena itu, masyarakat yang berbahagia adalah masyarakat yang menaruh hormat terhadap orang tua mereka.

Keluar dari kebutuhan akan benda-benda dan mulai melihat penyebab kebahagiaan yang sejati seperti yang dikatakan oleh firman Tuhan merupakan langkah awal untuk berkomunikasi dengan baik, mulai memecahkan masalah nyata di dalam rumah masyarakat, komunitas, bangsa dan dunia. Ini semua tidak bisa dilakukan ketika seseorang masih terikat dalam konsumerisme.

Gaya hidup konsumerisme bisa disebabkan karena adanya banyak pandangan yang salah mengenai kehidupan yang dimiliki olah umat Tuhan. Di bawah ini adalah daftar pandangan yang salah yang membuat konsumerisme tumbuh sangat subur. Pandangan yang salah ini bisa berasal dari ikatan yang dilakukan dengan sangat gencar oleh produsen, tetapi juga bisa timbul dari sifat alami manusia yang hanya mementingkan diri mereka sendiri.

Ada empat pandangan salah yang secara umum dimiliki oleh masyarakat.

Pandangan 1: Menikmati hidup adalah melakukan semua yang saya inginkan

Pandangan salah yang bisa meningkatkan konsumerisme adalah setiap masyarakat baru bisa dikatakan menikmati hidup ketika melakukan semua yang mereka inginkan.

Manusia memiliki kecenderungan hanya untuk mencari kesenangan hidup mereka. Oleh karena itu, mereka mengartikan "menikmati hidup" dengan mencari kesenangan hidup. Akibatnya, mereka berpikir bahwa mereka baru menikmati hidup ketika mereka sudah melakukan semua kesenangan hidup yang mereka inginkan.
Kesenangan hidup ini biasanya melibatkan barang-barang dan jasa-jasa yang membutuhkan banyak uang. Untuk bisa mendapatkan semua ini, mereka harus memiliki uang dalam jumlah besar.

Oleh karena pemikiran yang seperti ini, banyak masyarakat yang tidak ragu-ragu untuk mengeluarkam sejumlah besar uang untuk kesenangan hidup mereka.

Di bawah ini adalah kebenaran tentang menikmati kesenangan hidup menurut firman Tuhan.

Kesenangan hati wajar untuk dinikmati

Jika karena menikmati kesenangan hidup, tidak ada yang tersisa untuk kegiatan lainnya dan hal yang seperti ini terjadi sepanjang waktu, mereka mengalami masalah besar. Mereka telah terjebak dalam konsumerisme. Sekali waktu menikmati kesenangan hidup diizinkan firman Tuhan, namun jika tujuan hidup mereka untuk mendapatkan kesenangan hidup belaka, mereka sudah melanggar firman Tuhan.

Jangan hanya memerhatikan kesenangan hati

Orang yang mengenal Tuhan bukannya orang yang fidak pemah "makan minum dan menikmati kenikinatan hidup". Mereka boleh saja melakukan semuanya itu. Akan tetapi, mereka tidak cuma bisa menikmati kesenangan hidup karena mereka ternyata juga melakukan "keadilan dan kebenaran." Keseimbangan seperti inilah yang seharusnya dimiliki oleh masyarakat. Sayangnya, keseimbangan yang seperti ini seringkali tidak dimiliki oleh masyarakat.
Mereka hanya mencari kesenangan hidup sehingga mereka terlibat dalam konsumerisme.

Pandangan 2: Saya berhak mengeluarkan uang saya untuk memenuhi keinginan saya

"Apa salahnya mengeluarkan uang banyak untuk keinginan saya sendiri? Saya sudah bekerja dengan sangat keras untuk mendapatkan uang ini!" Ini adalah ungkapan masyarakat yang biasanya digunakan untuk membenarkan semua pembelian barang yang mereka lakukan.

Memang, setiap orang berhak menggunakan semua uang yang telah mereka dapatkan dari hasil kerja keras mereka. Namun, bukan berarti semua keinginan mereka dibenarkan untuk coba diikuti.
Memang mereka sebenarnya mempunyai hak untuk menggunakan uang tersebut, akan tetapi ada kalanya dalam hidup kekristenan yang harus dilakukan adalah menyerahkan hak mereka kepada Tuhan dan melakukan keinginan Tuhan lebih daripada melakukan keinginan mereka sendiri.

Kebenaran mengenai penyerahan hak mereka dan mengikuti kehendak Tuhan ini merupakan dasar dari kehidupan rohani masyarakat.
Tanpa melakukan hal ini, masyarakat akan ikut dalam perlombaan membeli berbagai barang.

Ada kalanya, kehendak Tuhan mengharuskan umat-Nya menyerahkan hak mereka untuk membuat hidup mereka lebih terfokus dalam mengerjakan rencana Tuhan di muka bumi. Salah satu hak yang harus diserahkan adalah hak untuk membeli barang-barang yang dlinginkan dan menggunakan uang tersebut untuk menyelesaikan rencana Tuhan di muka bumi ini.

Pandangan yang seperti ini seringkali hilang dari masyarakat sehingga mereka membiarkan uang mereka hanya untuk memenuhi keinginan mereka yang membuat mereka tidak bisa ikut serta dalam menyelesaikan rencana Tuhan di muka bumi ini.

Upah dari Tuhan untuk orang yang mau menyerahkan hak mereka
Senantiasa ada upah untuk masyarakat yang mengikuti kehendak Tuhan. Demikian pula dengan umat yang mau menyerahkan hak mereka, Tuhan sudah mempersiapkan upah untuk mereka.

Hak untuk melakukan pembelian adalah salah satu hak yang harus  diserahkan kepada Tuhan. Jika tidak masyarakat tidak akan pernah berhasil untuk menyelesaikan kehendak Tuhan di muka bumi ini.

Pandangan 3: Keluarga saya berhak mendapatkan semua yang terbaik dan termahal

"Apa salahnya mengeluarkan uang banyak untuk keluarga saya sendiri? Saya sudah bekerja dengan sangat keras untuk mendapatkan uang ini!"

Viktor Franki menyatakan bahwa gerakan di balik konsumerisme adalah keinginan untuk "melahirkan pemenang". Orang Amerika membanggakan diri mereka sendiri karena mampu menyediakan anak-anak mereka barang-barang yang paling baik, paling besar, paling baru dan paling mahal. Keinginan ini akan mengakibatkan perilaku ekstrim: memiliki utang kartu kredit yang besar dan terlalu banyak bekerja sehingga mengurangi waktu bersama keluarga. lnilah motif di balik konsumerisme yang terlihat sangat bagus, namun jika hal ini dilakukan secara berlebihan akan bisa mengakibatkan kehancuran keluarga.'

Meskipun Viktor Franki mempelajari keadaan di Amerika, keadaan di Indonesia tidak akan jauh berbeda dengan apa yang terjadi di Amerika. Banyak masyarakat yang memberikan barang/ jasa yang paling mahal yang mereka bisa dapatkan untuk keluarga dan anak mereka. Sayangnya, yang termahal belum tentu yang terbaik.
Dengan memberikan yang termahal mereka seringkali merasa telah melakukan yang terbaik dan berarti sudah melakukan tanggung jawab yang harus mereka kerjakan.

Memindahkan tanggung jawab dengan memberikan barang/jasa yang termahal ini merupakan salah satu kelemahan orang tua yang akan menghancurkan anak mereka. Bahkan, mereka akan membuat anak mereka menjadi konsumerisme karena menggantikan tanggung jawab dengan memberikan yang barang-barang mahal.

Pandangan 4: More is always better

Siapa yang secara rakus menginginkan lebih akan selalu menjadi budak. -Robert Herrick

Alam menyediakan makan siang gratis, tetapi hanya jika kita mengontrol nafsu makan kita. -William Ruckelshaus, Business Week, l8Juni 1990

Salah satu pandangan yang membuat masyarakat menjadi konsumerisme adalah keinginan untuk senantiasa mendapatkan lebih. Mereka akan dibuat untuk senantiasa memiliki keinginan lebili supaya mereka bisa mendapatkan kebahagiaan. Padahal, mereka akan menjadi semakin tidak menderita (?) ketika mereka senantiasa ingin memiliki lebih ini. Oleh karena itu, mereka seharusnya mengubah pandangan untuk senantiasa mendapatkan lebih ini dengan mencoba berpuas dengan keadaan mereka sekarang ini.

Dengan belajar untuk menjadi bahagia dengan memiliki kurang, masyarakat akan mulai menemukan bahwa banyak benda ternyata bisa membuat hidup mereka menjadi semakin rumit. Memang, beberapa benda akan membuat hidup mereka menjadi lebih mudah. Namun, mereka tidak akan pernah bisa mendapatkan kebahagiaan yang sebenarnya datangnya dari dalam diri mereka sendiri.

"Memiliki barang lebih sedikit" berarti lebih menikmati dan lebih memanfaatkan apa yang sudah dimiliki sehingga lebih meningkatkan nilai dari benda-benda yang dimiliki. Hal ini juga akan mendatangkan lebih sedikit gangguan sehingga masyarakat bisa lebih terfokus pada elemen yang lebih penting dalam kehidupan, seperti Tuhan, keluarga, teman-teman, dan sebagainya.

Dengan hanya memiliki sedikit barang, mereka akan membutuhkan tempat yang lebih kecil untuk menyimpan barang sehingga mereka bisa hidup nyaman di tempat yang lebih kecil. Akibatnya, mereka bisa menghemat biaya untuk rumah mereka sehingga mereka tidak perlu bersusah payah mencari tambahan uang untuk membesarkan rumah mereka.

Ini adalah kehidupan yang lebih sederhana daripada memiliki banyak barang. Hidup yang lebih sederhana ini pasti akan membawa dampak dalani kehidupan keuangan. Keinginan untuk mendapatkan lebih biasanya akan membawa dampak dalam kehidupan finansial seseorang.

Perhatikan pendapat dan Dr. Martin Luther King di bawah ini.

Kita harus bergeser dari masyarakat yang berorientasi pada benda menjadi masyarakat yang berorientasi pada manusia. Ketika mesin dan komputer, motivasi mendapatkan keuntungan dan kepemilikan properti dianggap lebih penting daripada rasisme, militerisme dan eksploitasi ekonomi. Bangsa ini bisa menjadi bangkrut secara moral dan spiritual. Kebangkrutan ini bisa saja didahului dengan kebangkrutan finansial". Dr. Martin Luther King, April, 1967.

Kebangkrutan finansial seringkali mendahului kebangkrutan lainnya. Oleh karena itu, masyarakat harus mengalahkan keinginan yang selalu ingin memiliki lebih ini. Dengan begitu, mereka tidak akan teringat konsumerisme dan mendapatkan lebili banyak ketenangan dalam hidup mereka.

Jangan mengingini milik orang lain

Keinginan untuk mendapatkan lebih ini seringkali timbul karena masyarakat menginginkan apa yang menjadi milik orang lain. Oleh karena itu Tuhan mengingatkan umat-Nya untuk mengalahkan keinginan yang menginginkan milik orang lain.

Pandangan 6: Tuhan akan membantu saya mendapatkan semua keinginan saya

Pandangan bahwa Tuhan tidak pernah menentang keinginan yang dimiliki oleh seseorang akan mendatangkan kehancuran yang sangat besar dalam hidup masyarakat. Mereka akan berpikir bahwa tidak masalah memiliki apa pun di dalam diri mereka. Bahkan, jika mereka berbuat baik kepada Tuhan, Tuhan akan membantu mereka mendapatkan semua keinginan tersebut.

Masyarakat yang seperti ini pasti akan terlibat dalam konsumerisme bahkan mereka akan menggunakan Tuhan untuk mendukung gaya hidup konsumtif mereka.

Apakah jika masyarakat mendapatkan apa yang mereka inginkan berarti Tuhan berkenan dengan hidup mereka?

Tuhan memiliki dua jenis respon ketika memberikan sesuatu kepada umat-Nya. Dia bisa memberikan sesuatu kepada umat-Nya karena Dia berkenan dengan pemberian tersebut atau Dia terpaksa mengizinkan umat-Nya mendapatkan sesuatu. Jadi, umat-Nya tidak bisa menganggap bahwa Tuhan berkenan kepada tindakan mereka ketika mereka mendapatkan keinginan mereka. Tuhan bisa dengan terpaksa memberikan keinginan mereka.

Bahkan seringkali, Tuhan mengizinkan memenuhi keinginan seseorang dengan sangat terpaksa karena Tuhan sebenarnya tidak ingin memenuhi keinginan umat-Nya tersebut. Kata "mengizinkan memiliki arti yang jauh berbeda dengan kata "berkenan". Jika Tuhan "mengizinkan" sesuatu terjadi di dalam hidup umat-Nya, berarti Dia sebenar-Nya tidak mau sesuatu itu terjadi di dalam hidup umat-Nya. Tuhan sebenarnya tidak mau umat-Nya mengalami hal yang buruk. Akan tetapi, umat-Nya terus melanggar semua perintah-Nya maka Dia terpaksa mengizinkan umat-Nya mengalami hal yang buruk sehingga mereka menjadi sadar. Tuhan sebenarnya tidak ingin memenuhi keinginan umatNya, akan tetapi umat-Nya terus memaksa Dia untuk memenuhi semua keinginan mereka.
Akibatnya, Tuhan terpaksa mengijinkan mereka mendapatkan keinginan mereka tetapi mereka harus menanggung sendiri semua resikonya.

    Kata "berkenan" senantiasa dikaitkan dengan sukacita yang ada di dalam hati Tuhan. Jika Tuhan berkenan dengan tindakan seseorang, berarti Tuhan disenangkan dengan tindakan yang dia ambil. Oleh karena itu, kata pemenuhan keinginan tidak senantiasa berhubungan dengan kata "berkenan". Pemenuhan keinginan bisa berhubungan dengan "diizinkan" tetapi juga bisa berhubungan dengan "perkenaan". Jadi, jika umat-Nya rnelihat bahwa keinginan mereka dipenuhi, tidak bisa disimpulkan bahwa Tuhan berkenan dengan keinginan mereka, karena bisa saja Tuhan terpaksa memenuhi keinginan mereka.

 Pandangan yang salah mengenai pemenuhan dari Tuhan akan membuat masyarakat memaksakan keinginan mereka. Mereka beranggapan bahwa Tuhan berkenan ketika mereka mendapatkan sesuatu dari Dia. Pandangan ini akan membuat masyarakat merasa bahwa menerima sesuatu dari Tuhan Iebih penting daripada memberi sesuatu kepada Tuhan, karena mereka berpikir bahwa tanda Tuhan berkenan adalah ketika mereka menerima sesuatu dari Tuhan.

Pandangan salah ini akan menyebabkan masyarakat menganggap Tuhan sangat ingin mereka mendapatkan semua yang ada di dunia ini.
Bahkan, Tuhan akan membantu mereka memenuhi gaya hidup konsumtif yang mereka miliki.

Padahal kenyataannya, Tuhan ingin masyarakat belajar mengendalikan keinginan mereka. Oleh karena itu, problem yang dihadapi oleh masyarakat bukanlah berusaha memenuhi semua keinginan yang mereka miliki, melainkan bagaimana membuat keinginan mereka sesuai dengan kehendak Tuhan dan bukannya hanya memenuhi kehendak mereka sendiri.

Oleh karena itu, mengelola keinginan ini sangat diperlukan jika masyarakat ingin terlepas dari konsumerisme.

Pandangan 7: Keyakinan bahwa Tuhan masih lama datang

Pandangan lain yang membuat masyarakat terlibat dalam konsumerisme adalah keyakinan bahwa Tuhan masih lama datang.
Pandangan ini membuat masyarakat merasa tidak perlu terlalu memerhatikan kepentingan Tuhan dalam hidup mereka. Mereka merasa bisa melakukan semua keinginan mereka terlebih dahulu sebelum memikirkan kehendak Tuhan di muka bumi ini. Mereka merasa bahwa kehendak Tuhan bisa ditunda sampai semua keinginan mereka terlaksana terlebih dahulu.

Oleh karena itu, mereka merasa tidak bersalah ketika waktu, tenaga, dan uang mereka habis untuk memenuhi gaya hidup konsumtif yang mereka miliki. Mereka menunda melakukan rencana Tuhan sampai waktu yang tepat bagi mereka. Mereka merasa bahwa jika waktunya tiba mereka akan mulai memerhatikan kehendak Tuhan di muka bumi ini.

Mereka berpikir bahwa semua berjalan sesuai dengan apa yang mereka pikirkan. Kenyataannya, mereka tidak akan pemah bisa menyelesaikan rencana Tuhan di dalam hidup mereka karena keinginan mereka fidak akan pemah terpuaskan. Akibat pandangan ini mereka akan berlihat tidak siap ketika Tuhan Yesus datang untuk kali yang kedua.

Ketidaksiapan seorang hamba ketika Tuan mereka datang dapat dilihat pada ilustrasi yang disampaikan oleh Tuhan Yesus di bawah ini.

Ilustrasi di atas menunjukkan adanya kecenderungan yang dimiliki oleh masyarakat untuk hanya memenuhi kepentingan mereka sendiri sehingga mereka tidak memerhatikan kehendak Tuhan. Ketika mereka sedang sibuk mencoba memenuhi keinginan mereka, mereka sama sekali tidak memerhatikan kehendak Tuhan di muka bumi ini.
Akibatnya, mereka tidak siap ketika Tuhan datang di muka bumi ini.

Untuk bisa membuat mereka bisa mengingat mengenai kebenaran ini,
Pengkotbah menyatakan bahwa masyarakat lebih baik pergi ke rumah duka daripada ke pesta. Dengan pergi ke rumah duka maka mereka bisa menyadari bahwa hidup mereka singkat.

Pandangan "Tuhan masih lama datang" ini membuat masyarakat berbuat banyak hal yang tidak bijaksana di dalam hidup mereka.
Salah satunya adalah mereka menggunakan banyak waktu di dalam hidup mereka untuk mengejar benda-benda untuk memenuhi gaya hidup konsumfif mereka.

Pandangan 8: Saya tidak perlu memerhatikan apa yang diperhatikan Tuhan, saya cukup memerhatikan kepentingan saya sendiri

    "Iman adalah suatu tindakan yang aktif. Namun, untuk membuat masyarakat tidak menipu diri mereka sendiri dan berpikir bahwa mereka memiliki iman padahal tidak memilikinya, mereka harus menguji pekerjaan mereka, apakah mereka juga mengasihi sesama mereka dan melakukan pekerjaan yang baik untuk mereka." (Martin Luther)

Padahal kenyataannya adalah masyarakat tidak boleh hanya memerhatikan kepentingan mereka sendiri saja. Mereka harus memerhatikan kepentingan Tuhan dan kepentingan sesama mereka.

Perhatikan kepentingan sorga

Ketika masyarakat hanya memerhatikan perkara yang terlihat, mereka akan cenderung berpusat pada keberadaan benda-benda.
Untuk itu mereka pasti akan terlibat dalam konsumerisme.

Perhatikan kepentingan sesama

Mereka seharusnya juga memerhatikan kepentingan sesama sehingga uang yang mereka miliki sebagian juga akan disalurkan untuk sesama mereka. Cara pandang bahwa mereka juga ikut bertanggung jawab atas hidup sesama mereka akan membuat mereka berpikir dengan teliti sebelum membuat keputusan untuk pembelian barang-barang. Akibatnya, mereka bisa memiliki fokus yang lain selain hanya pada membeli benda-benda yang hanya akan digunakan untuk diri mereka sendiri. Dengan demikian, mereka akan bisa memperkecil dorongan untuk terseret pada arus konsumerisme.

Pandangan 9: Saya bisa mengasihi Tuhan dan mengasihi harta secara bersamaan

Mengasihi Tuhan dan uang tidak akan pernah bisa dilakukan secara bersamaan. Masyarakat yang mengasihi Tuhan pasti harus mengalahkan keinginan untuk membeli banyak barang untuk kepentingan mereka. Oleh karena itu, masyarakat yang terlibat konsumerisme pasti akan mengalami kesulitan untuk bisa mengasihi Tuhan dengan segenap hati mereka.

Jika mereka ingin mengasihi Tuhan, mereka harus melepaskan gaya hidup konsumtif yang mereka miliki. Hal ini harus dilakukan karena benda-benda ini akan menarik perhatian lebih besar daripada Tuhan. Cara pandang ini adalah salah satu yang paling banyak membuat masyarakat mengalami banyak hal buruk di dalam hidup mereka.

Kesimpulan

Bab ini berusaha mengajak masyarakat untuk menata ulang nilai-nilai kehidupan yang mereka miliki. Nilai-nilai ini harus didefinisikan ulang untuk membuat mereka lepas dan jeratan konsumerisme.

Selain mendefinisikan kembali konsep kebahagiaan dan cara untuk mendapatkan kebahagiaan tersebut, ada sembilan nilai salah yang harus diubah. Sembilan nilai tersebut adalah:

Pandangan 1: Menikmati hidup adalah melakukan semua yang saya inginkan.

Pandangan 2: Saya berhak mengeluarkan uang saya untuk memenuhi keinginan saya

Pandangan 3: Keluarga saya berhak mendapatkan semua yang terbaik dan termahal

 Pandangan 4: More is always better

Pandangan 5: Rencana akhir Tuhan adalah memberikan berkat materi kepada umat-Nya

Pandangan 6: Tuhan akan membantu mendapatkan semua keinginan saya

Pandangan 7: Tuhan masih lama datang

Pandangan 8: Saya tidak perlu memperhatikan apa yang diperhatikan Tuhan, cukup memperhatikan kepentingan diri saya sendiri

Pandangan 9: Saya bisa mengasihi Tuhan dan mengasihi harta secara bersamaan.

Kesembilan pandangan ini harus diubah untuk membuat masyarakat bisa keluar dan jeratan konsumerisme.

Catatan Akhir

1http:I/en.wikipedia.org/wiki/Consumerism




Jember 25 Februari 2003



Dr. H.M. Nasim Fauzi
Jl. Gajah Mada 118
Tlp (0331) 481127
Jember