Rabu, 23 Mei 2012

Membaca Qunut Setiap Shubuh




Tradisi Membaca Doa Qunut
di Setiap Sholat Subuh
Pada Keluarga Penulis






Oleh :  Dr. H.M. Nasim Fauzi







I. Latar Belakang Masalah

A. Pendahuluan









Sejak kecil penulis tinggal di lingkungan Pondok Pesantren K.H. Muhammad Shiddiq di Kampung Talangsari, selatan Pasar Tanjung Jember. Pada pagi hari penulis bersekolah di SD Negeri. Di sekolah itu seminggu sekali diberi pelajaran agama Islam yaitu tentang rukun iman dan rukun Islam serta sejarah Islam secara singkat.
Dari sholat waktu lima kali sehari, kebanyakan penulis lakukan secara berjamaah di surau pesantren, yang tempatnya berdekatan dengan rumah penulis. Yaitu pada setiap sholat Maghrib, Isya’ dan Shubuh. Sedang sholat Zuhur dan Ashor penulis lakukan sendirian di rumah.
Seusai azan sholat Maghrib di surau, para santri membaca puji-pujian dengan suara yang keras (jahr) sambil menunggu kedatangan imam sholat. Sehabis sholat lalu membaca wirid ba’da sholat yang panjang dengan suara keras secara berjamaah (bersama-sama) dipimpin oleh imam sholat. Dilanjutkan dengan mengaji Al Qur-an dan Fikih Islam dibawah bimbingan seorang guru ngaji sampai waktu sholat Isya’. Sebelum sholat Isya’ juga membaca puji-pujian dengan suara keras yang berbeda bacaannya dengan puji-pujian pada sholat Maghrib sebelumnya. Setelah selesai wiridan penulis pulang, makan malam lalu belajar pelajaran sekolah. Setiap malam Jum’at para santri membaca surat Yasin dan tahlil, sedang malam Senin para santri membaca Diba’ (syair berbahasa Arob berisi puji-pujian terhadap Nabi Muhammad saw.), serta syair pujian berbahasa Arob lainnya sampai waktu sholat Isya’, bertempat di surau.
Pelajaran mengaji yang pertama-tama penulis terima adalah pelajaran membaca Al Qur-an sampai lancar (fasih). Selanjutnya mengaji kitab kuning Sullamuttaufiq dan Safinatunnaja. Isinya adalah tentang rukun iman dan rukun Islam dalam bahasa Arob yang diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa. Disebut kitab kuning karena dibuat dari kertas murah yang berwarna kuning. Di dalam kedua kitab kuning yang tipis itu tidak disertakan hadits-hadits Nabi sebagai dalil-dalil penguat rukun iman dan Islam tadi. Ajaran Islam di pesantren itu dasarnya adalah madzhab Imam Syafi’i.
Setiap sholat Shubuh, imam sholat membaca do’a qunut yang dilakukan sewaktu i’tidal yaitu berdiri setelah ruku’ /membungkuk pada rokaat kedua.

Lafal qunut. 
Tulisan Arob
Ejaan
Artinya



 


Allohummahdi
naa/ii  fiiman hadait,
Wa-‘aafinaa/ii fiiman ‘aafait,
Wa tawallanaa/ii fiiman tawallait,
Wa baariklanaa/ii fiimaa a’thoit,
Waqinaa/ii birokhmatika syarromaa qodhoit.
Ya Alloh, berilah kami/aku petunjuk seperti orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk.
Berilah kami/aku kesehatan seperti orang-orang yang telah Engkau beri kesehatan.
Dan peliharalah kami/aku sebagai-mana orang-orang yang telah engkau peliharakan
Berilah berkah pada segala yang telah Engkau berikan kepada kami/aku.
Dan selamatkanlah kami/aku dari bahaya yang telah engkau tentukan
Makmum mengamini. Lalu imam diam, semua melanjutkan do’a sebagai berikut:




Fainnaka taqdlii walaa yuqdloo ‘alaik,
Wainnahu laa yadzillu man waalait,
Walaa yaizzu
man ‘aadait,
Tabaarokta robbanaa wata’aalait,
Falakalhamdu ‘alaa maa
qodhoit,
Astaghfiruka wa atuubu ilaik.
Maka sesungguhnya Engkaulah yang menghukum dan bukannya yang kena hukum.
Sesungguhnya tidaklah akan hina orang-orang yang telah Engkau beri kekuasaan.
Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi.
Maha berkahlah Engkau dan Maha Luhurlah Engkau.
Segala Puji bagi-Mu atas yang telah Engkau pastikan.
Aku mohon ampun dan kembalilah (taubah) kepada Engkau.
Kemudian imam melanjutkan do’anya dengan membaca sholawat Nabi:

Wa shollolloohu ‘alaa sayyidinaa Muhammadinin nabiyyil ummiyyi wa ‘alaa aalihi
wa shohbihi wasallam.
Semoga Alloh memberi rohmat, berkah dan salam atas junjungan kami Nabi Muhammad beserta keluarganya.

Murid-murid pesantren itu disebut santri, sedang masyarakat yang pernah mengenyam pengajian di pesantren disebut masyarakat santri yang berfaham Ahlus sunnah waljama’ah disingkat Aswaja. Di antara murid pesantren itu ada yang tidak bersekolah umum melainkan hanya mengaji setiap habis sholat, utamanya sehabis sholat Shubuh, Zuhur dan Isya’, di bawah bimbingan kiyahi pondok pesantren. Kitab yang diajarkan lebih tebal daripada kitab yang diajarkan kepada penulis serta dilengkapi dengan dalil-dalil ayat-ayat Al Qur-an dan Hadis Nabi sesuai dengan madzhab Imam Syafi’i.
Ayah penulis juga adalah seorang kiyahi yang fasih berbahasa Arob karena pernah mondok di Pesantren Tebuireng Jombang pimpinan K.H. Hasyim Asy’ari. Kiyai Hasyim adalah pendiri Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (Perkumpulan Kebangkitan Ulama) yang berfaham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Di rumah, ayah penulis mempunyai dua lemari kitab yang penuh dengan kitab-kitab tebal dalam bahasa Arob yang ditulis dalam huruf Arob gundul yaitu tanpa tanda baca / harokat. Penulis tidak bisa membaca kitab-kitab itu, maka penulis dibelikan buku-buku dalam bahasa Indonesia terjemahan dari kitab-kitab kuning.
Semua buku itu dikarang oleh ulama bermadzhab Imam Syafii yang tinggal di Timur Tengah dan Asia Selatan. Mereka hidup pada zaman pertengahan sebelum masuknya penjajah Inggris di Timur Tengah dan Asia Selatan, juga sebelum berkuasanya Kaum Wahabi di Saudi Arabia.
Kaum Wahabi itu melarang ulama non Wahabi mengajar di Masjidil Harom, Mekah. Sehingga ulama bermadzhab Imam Syafii di Indonesia praktis putus hubungannya dengan ulama bermadzab sama di Timur Tengah kecuali di Yaman. Maka sejak itu pusat pengajaran Islam madzhab Imam Syafii beralih ke Pondok-pondok pesantren di Indonesia.
Pada masyarakat santri setiap ada warga yang wafat, dilakukan tahlilan sehabis maghrib selama tujuh hari yang dihadiri oleh golongan santri dewasa. Selain itu juga banyak tradisi santri lainnya, yang lengkapnya dapat dibaca pada buku karangan H. Munawar Abdul Fattah, Tradisi Orang-orang NU.
Pada waktu bersekolah di SMP penulis mengetahui ada teman-teman penulis yang berpaham Muhammadiyah yang tata-cara ibadahnya berbeda dengan penulis. Mereka tidak melakukan wiridan ba’da sholat secara bersama-sama tetapi hanya membaca wirid pendek sendiri-sendiri bahkan ada yang tidak membaca wirid sama sekali. Mereka mempunyai kiyahi yang sering kali menyalahkan tradisi santri yang katanya bid’ah karena tidak diajarkan Nabi. Para kiyahi Muhammadiyah itu juga menulis di dalam buku-buku dan majalah agama yang uraiannya disertai dengan dalil-dalil yang tidak sama dengan kitab-kitab yang diajarkan di pesantren. Umumnya menggunakan madzhab imam Hambali sebagaimana yang dianut oleh golongan Wahabi di Saudi Arabia. Selain itu mereka juga mencangkok pikiran para ulama faham pembaharuan di Mesir.
Karena penulis ingin mengetahui dalil-dalil mereka maka penulis membeli buku “Fiqh Islam” karangan H. Sulaiman Rasyid yang berfaham Muhammadiyah. Juga buku-buku Islam karangan Hasbi Ash-Shiddieqi yang berfaham sama. Ternyata isinya tidak sekeras yang ditulis oleh Kiyahi Muhammadiyah tadi.

B. Pembentukan Hukum Islam

Sebelum membicarakan dalil-dalil hokum do’a qunut sebagai cabang hukum Islam, mari kita membicarakan pokoknya terlebih dahulu.
Sumber-sumber Hukum Islam
Pertama-tama sistematika Hukum Islam diambil dari Al Qur-an Surat An-Nisa [4] :59 :
59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh (1)(Al Qur-an)
dan taatilah Rosul (2)(Sunnah-Hadis)(nya),
dan ulil amri di antara kamu (3)(Ijma’ ulama’).
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (Al Quran) dan Rosul (sunnahnya)(4)(Qiyas),
jika kamu benar-benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Berdasarkan ayat ini ada empat dalil yang dapat dijadikan pijakan dalam menentukan hukum Islam yaitu Al Qur-an, Al-Hadits, Ijma’ dan Qiyas.
a. Al Qur-an yaitu : Kitab Alloh yang terakhir, kitab kodifikasi firman Alloh s.w.t. kepada manusia di atas bumi ini, diwahyukan kepada Nabi Muhammad s.a.w., berisi petunjuk Ilahi yang abadi untuk manusia, untuk kebahagiaan mereka di dunia dan akhirot.
b. As-Sunnah yaitu : Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi s.a.w., baik berupa perbuatan, ucapan serta pengakuan Nabi Muhammad s.a.w.
c. Ijma’ yakni : Kesepakatan para mujtahid di suatu zaman tentang satu permasalahan hukum yang terjadi ketika itu.
d. Qiyas : Qiyas adalah menyamakan hukum cabang / far’ kepada pokok / ashl karena ada (kesamaan) illat (sebab) hukumnya.
Selain empat dasar ini ada enam dalil lainnya yang digunakan oleh para mujtahid yaitu :
e. Maslahah Mursalah (maslahah yang tidak bertentangan dengan dalil syar’i),
f. Istihsan (menganggap baik suatu perkara),
g. Madzhab shohibi (pendapat para sohabat Nabi),
h. Al-‘Urf (kebiasaan yang tidak bertentangan dengan syari’at),
i. Istishhab (menetapkan hukum yang sekarang terjadi saat itu sesuai dengan hukum yang sudah pernah berlaku sebelumnya), serta
j. Syariat kaum-kaum sebelum Nabi Muhammad s.a.w. (Kitab perjanjian Lama dan Baru)
Di samping Surat an-Nisa ayat 69 di atas, sistematika hukum Islam  adalah berdasarkan hadis soal jawab yang terjadi antara Rosul dengan Mu'adz bin Jabal di kala Mu'adz diutus pergi ke Yaman untuk menjadi hakim:
Hadis ke-1: Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal r.a. bahwa pada saat Rosululloh s.a.w. mengutusnya ke negeri Yaman, beliau (R) bertanya kepada Mu'adz (M) : "Bagaimana caramu memutuskan suatu persoalan jika disodorkan kepadamu sebuah masalah ?", (M): "Saya memutuskan dengan (1) Kitab Alloh", (R): "Jika kamu tidak menemukan di dalam Kitabulloh?”, (M): "Maka dengan (2) sunnah Rosululloh", (R): "Jika kamu tidak menemukan di dalam sunnah?, (M): "(3) Saya berijtihad dengan pendapatku dan tidak bertindak sewenang-wenang". Maka Rosululloh s.a.w. menepuk dadanya dan bersabda: "Segala puji bagi Alloh yang telah memberikan petunjuk kepada utusan Rosululloh dengan yang diridloi Rosululloh". (Diriwayatkan dalam Sunan ad-Darimi).
Dari hadits Muadz bin Jabal ini dapat dipetik bahwa sumber hukum Islam ada 3 yaitu (1.) Al Qur-an, (2.) hadits atau sunnah Rosululloh s.a.w. dan (3.) ijtihad.
Al Qur-an hanya menjelaskan tentang kewajiban sholat. Sedang jumlah waktu sholat dalam seharinya serta bacaan dalam sholat, termasuk doa qunut pada sholat subuh, diterangkan dalam hadis Nabi Muhammad saw.
Rukun Islam.
Rukun Islam ada  lima yaitu:
a. Mengucapkan dua kalimah syahadat.
b. Mengerjakan sholat lima waktu dalam sehari semalam.
c. Mengeluarkan zakat.
d. Berpuasa pada bulan Romadhon.
e. Menunaikan ibadah hajji bagi yang mampu.

C. Sholat
1. Rukun Sholat
Rukun sholat adalah hal yang harus dikerjakan di waktu sholat, kalau tertinggal maka batallah sholat itu, terdiri dari :
01. Niat
02. Berdiri bagi yang mampu
03. Takbirotul ikhram
04. Membaca surat Al-Fatihah
05. Ruku’
06. I’tidal
07. Sujud
08. Duduk di antara dua salam
09. Duduk pada tasyahud akhir
10. Membaca tasyahud akhir
11. Membaca sholawat Nabi
12. Salam
13. Tertib
2. Sunnat-sunnat sholat menurut madzhab Imam Syafi’i.
Terbagi atas:
a. Sunnat ab’ad yaitu perkara sunnat, tetapi bila tertinggal karena lupa harus diganti dengan sujud shohwi pada penghabisan sholat, yaitu:
i. Membaca tasyahud awal.
ii. Membaca sholawat pada tasyahud awal.
iii. Membaca sholawat atas keluarga Nabi pada tasyahud akhir.
iv. Membaca qunut pada sholat subuh dan sholat witir pada pertengahan hingga akhir romadhon.
b. Sunnat hai’at yaitu perkara sunnat, tetapi bila tertinggal karena lupa tidak perlu diganti dengan sujud shohwi.
3. Pengertian qunut.
Menurut Hasbi Ash Shiddieqy, qunut mempunyai beberapa arti.
Pertama: menegakkan to’at.
Kedua: Berdo’a sambil berdiri dalam sholat.
Ketiga:  Berlaku ikhlas dan berdiam diri dalam sholat mendengar bacaan imam.
Keempat: memanjangkan (melamakan) berdiri dalam sholat.
Dan makna yang dima’rufkan ialah berdo’a untuk menolak sesuatu bala’, menarik sesuatu pertolongan tertentu, atau memohon sesuatu pertolongan dari pada Alloh swt.

D. Kajian Tentang Hadits
Menurut pengertian bahasa, hadits adalah suatu berita atau sesuatu yang baru. Dalam ilmu hadits, yang dimaksud hadits adalah segala perkataan, perbuatan dan taqrir (pengakuan terhadap sesuatu dengan cara tidak memberi komentar) yang dilakukan Nabi Muhammad saw.

1. Unsur-unsur Hadis
Hadits secara umum adalah suatu kalimat (bahasa), yaitu ucapan / tulisan manusia. Sebagai sebuah kalimat maka hadits dapat ditinjau dari :
a. Siapa yang bicara (rowi),
b. Dari mana dia mendapat berita itu (sanad) dan
c. Apa yang dibicarakan (matan).

2. Contoh soal kajian hadits Nabi Muhammad saw.
Hadits tentang qunut riwayat Ahmad bin Hanbal.
Hadits ke-2 : Pengarang kitab Musnad Ahmad bin Hanbal menerima berita dari Abdulloh dari Ahmad bin Hanbal (perowi ke-5) dari Abdur Rozzaq (perowi ke-4) dari Abu Ja’far al-Rozi (perowi ke-3) dari al-Robi’ bin Anas (perowi ke-2) dari Anas bin Malik (perowi ke-1), bahwa Rosululloh senantiasa berdoa qunut pada sholat shubuh sepanjang hidupnya(HR. Ahmad / urutan rowi ke-5).
Dari nama Ahmad bin Hanbal (awal sanad = urutan rowi ke-5) sampai Anas bin Malik r.a. (akhir sanad = urutan rowi ke-1) adalahsanad dari hadis tersebut. Mulai dari kata "Bahwa Rosululloh" sampai dengan "sepanjang hidupnya" adalah matan-nya, sedangkan Ahmad bin Hanbal yang dicatat di ujung hadis adalah mudawwin, yaitu ulama pengumpul hadis, (di sini termasuk urutan rowi ke-5).

 3. Rowi-rowi pertama / orang-orang di sekitar Nabi Muhammad s.a.w.
Nabi Muhammad saw. hidup antara tahun 51 sebelum Hijroh s/d 11 Hijriyah (62 tahun). Dalam kehidupan sehari-hari Nabi dikelilingi oleh para ahlul'bait yaitu para isteri beliau (terutama Siti 'Aisyah yang paling sering meriwayatkan hadits), puterinya Siti Fathimah, dan menantunya Ali ibn Abi Thalib yang juga adalah sepupunya; pembantunya, Anas ibn Malik, serta sepupunya yang lain yaitu Abdullah ibn Abbas. Mereka menyaksikan perilaku Nabi di dalam rumah beliau. Sedangkan di luar rumah perilaku beliau disaksikan oleh para sohabat.
Para sohabat dan ahlul'bait yang meriwayatkan hadits adalah rowi-rowi pertama. Riwayat ini kemudian disampaikan kepada rowi lain yang tidak menyaksikan sendiri karena tidak sezaman dengan Nabi. Mereka disebut tabi'in. Selanjutnya disampaikan secara beranting kepada rowi-rowi di bawahnya (tabi'it-tabi'in dst.). Akhirnya sampailah kepada para mudawwin yaitu pembuku, ulama mulia yang mencatat hadits Rasulullah saw., kemudian menyaringnya menjadi kitab-kitab hadits shohih.

4. Para pengumpul hadis.
Para pengumpul hadis ini ada 8 orang terdiri dari 2 Imam Besar yang terdahulu yaitu Imam Malik (93- 199 H.) dan Imam Ahmad bin Hanbal (164- 241 H.), serta para penulis 6 Kitab Hadits Shohih (Kutubus Sittah) yaitu Imam al- Bukhori (194-256 H.), al-Muslim (204-261 H.), an-Nasa'i (215-303 H.), Abu Daud (202- 275 H.), at-Turmudzi (209- 79 H.) dan Ibnu Majah (209-273 H.). Antara wafat Nabi (wft. 11 H.) sampai dengan kelahiran imam hadits yang pertama (Imam Malik, lhr. 93 H.) berselang 82 tahun, sedang dengan kematian terakhir imam hadits (an-Nasa'i wft. 303 H.) adalah 292 tahun (2-7 generasi).
Di dalam kepustakaan hadits terdapat kitab-kitab yang berisi daftar para rowi hadis. Di dalamnya tercatat sifat-sifatnya, masa hidupnya dan hadits-hadits yang sudah diriwayatkan mereka. Sebagai contoh kitab Tahdzibut-Tahdzib oleh Ibnu Hajar Al-'Asqalany, banyaknya 12 jilid, mengandung 12.460 nama rowi hadis.
Para rowi hadis dapat diterima riwayatnya bila bersifat adil dan tidak mempunyai cacat/ kelemahan yang bisa meragukan keabsahan riwayatnya. Rowi yang tidak ada catatannya dinamakan maj-hul, tidak terkenal. Rowi yang tidak terkenal, tidak diterima hadits yang ia riwayatkan.

2. Pembagian Hadits Menurut Kualitasnya.
a. Hadits sohih (sah, sehat) dalil bagi hukum agama ialah
- Hadits yang seluruh sanadnya bersambung sampai ke Nabi,
- Diriwayatkan oleh rowi-rowi yang adil dan kuat hafalannya sampai akhir sanad,
- Tidak ada kejanggalan dan cacat,
- Tidak berlawanan dengan hadits yang lebih kuat, terutama tidak berlawanan dengan ayat atau maksud Qur'an.
------------------------------------------------------------------------------------------
Atau boleh dikatakan bahwa hadits sohih adalah hadits yang ada di dalam kitab-kitab kumpulan hadits sohih.
-------------------------------------------------------------------------------------------
b. Hadits hasan ialah hadits yang sama seperti hadits sohih juga tetapi di antara rowi-rowi-nya ada yang kesalahannya sedikit saja di dalam urusan hadits. Kedudukannya ada di antara hadits sohih dan hadits doif.
Hadits hasan sering dijadikan dalil buat sesuatu yang tidak begitu penting.
c. Hadits dho'if (lemah) ialah perkataan yang dikatakan dari Rosulullah saw. tetapi tidak menurut sifat-sifat dan syarat-syarat hadits sohih dan hadits hasan. Bila ada satu saja perowinya tidak memenuhi syarat-syarat tersebut tadi, atau isinya berlawanan dengan hadits yang lebih kuat, terutama berlawanan dengan ayat atau maksud Al-Qur'an sudah dianggap doif.
----------------------------------------------------------------------------------------------
Atau dapat dikatakan hadits yang tidak shohih adalah hadits yang tidak ada di dalam kitab-kitab kumpulan hadits sohih.
-----------------------------------------------------------------------------------------------
d. Hadits maudlu' adalah hadits yang di antara daftar sanadnya ada seorang pendusta. Dinamakan hadits palsu, lancung, atau yang dibikin oleh orang-orang, lalu mereka katakan sabda Nabi saw.

  II. Permasalahan


Pada mulanya sebagian besar kiyahi golongan santri itu tidak terbiasa menulis buku. Kemudian pada zaman Orde baru, pemerintah mampu memberi anggaran yang besar pada pelajaran agama Islam sehingga dari kalangan santri banyak yang bersekolah tinggi baik di dalam negeri atau ke luar negeri utamanya ke Mesir. Di Mesir akses terhadap literatur Islam klasik jauh lebih lengkap dibanding di Indonesia, di antaranya Kitab-kitab Hadits. Berdasarkan Kitab-kitab hadits itu, banyak ulama santri yang menulis buku tangkisan terhadap tuduhan bahwa dalil-dalil yang dipakai dalam kitab-kitab di pesantren itu lemah / dhoif sehingga bernilai bid’ah bahkan harom dan tidak sah.
Dalam masalah membaca do’a qunut pada sholat subuh permasalahan yang dapat kita petik adalah :
A. Apa hadits-hadits pendukung dibacanya do’a qunut pada sholat subuh.
B. Apa dalil-dalil yang mengkritisi hadits-hadits tentang dibacanya do’a qunut pada sholat subuh.
C. Bagaimana bantahan terhadap tuduhan lemahnya hadits-hadits yang mendasari do’a qunut pada sholat subuh.


III. Pemecahan Masalah



A. Hadits-hadits yang mendukung dibacanya do’a qunut pada sholat subuh.
Adapun buku-buku yang memuat hadits-hadits yang mendukung membaca qunut pada sholat subuh adalah:

1. Fiqih Syafii (Terjemah St Tahdziib) karangan Dr. Mustofa Diibul Bigha 1984.
Hadits ke-3 : Dari Abu Huroiroh ra., ia berkata: “Adalah Rosululloh saw. Ketika beliau mengangkat kepalanya dari ruku’ dalam sholat shubuh, pada roka’at yang kedua, maka beliau mengangkat kedua tangannya sambil berdo’a dengan do’a ini: Alloohummahdini fiiman hadait .... (HR. Hakim).

2. Khulashoh Kifayatul Akhyar, diterjamah oleh Drs. Moh. Rifai dkk, 1982.
Hadits ke-4 : Maazalan Nabiyyu saw. yaqnutu fish shubhi hattaa faaroqod dun ya.
Artinya: “Nabi selalu membaca do’a qunut di sholat shubuh sampai beliau meninggal dunia. (HR. Ahmad dan Rowi lain).

3. Kifayatul Ahyar, diterjemah oleh Anas Tohir Syamsuddin, 1984.
 Adapun qunut, maka sunat dilakukan pada waktu i’tidal dalam rokaat kedua dari sholat subuh. Hal ini berdasar hadis berikut:
 Hadits ke-5 : Diriwayatkan oleh shohabat Anas bahwa beliau berkata: “Rosululloh saw. senantiasa qunut dalam sholat Shubuh sehingga beliau meninggal dunia”. (Riwayat Ahmad dan lainnya).
Ibnu Sholah mengatakan bahwa bukan satu dua saja dari para huffadz yang menetapkan sahnya hadis tersebut, antara lain yaitu Imam Hakim, Baihaqi dan Imam Balkhi. Selanjutnya Baihaqi mengatakan bahwa mengamalkan hadis tersebut adalah sesuai dengan yang diamalkan oleh empat Khulafa’ Rosyidin (Abu Bakar ra, Umar ra., Utsman ra. Dan Ali kw.).
Adapun qunut yang dilakukan dalam rokaat yang kedua, dasarnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhori dalam kitab shohihnya. Sedangkan qunut itu dilakukan setelah mengangkat kepala dari ruku’, dasarnya adalah hadis berikut :
Hadits ke-6 : Dari shohabat Abi Huroiroh ra. bahwa Rosululoh saw.“Tatkala beliau qunut dalam peristiwa korban sumur Ma’unah, beliau qunut setelah ruku’, maka kemudian kita mengqiaskan qunut shubuh padanya.(HR. Bukhori dan Muslim)

4. Fiqih Tradisionalis karangan Muhyiddin Abdusshomad, 2004.
 Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa hukum membaca qunut pada sholat shubuh termasuk sunnah ab’adh. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’: “Dalam madzhab kita (madzhab Syafi’i) disunnahkan membaca qunut dalam sholat shubuh. Baik ada bala’ (cobaan, bencana, adzab dll) maupun tidak, inilah pendapat kebanyakan ulama salaf dan setelahnya. Di antaranya adalah ‘Abu Bakr al-Shiddiq, ‘Umar bin al-Khottob, ‘Utsman, ‘Ali, Ibn ‘Abbas dan al-Barro’ bin ‘Azib ra. (Al Majmu’, juz I, hal. 504).
Dalil yang bisa dijadikan acuan adalah hadits Nabi saw.;
Hadits ke-7 : “Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra., beliau berkata: “Rosululloh saw. senantiasa membaca qunut ketika sholat shubuh sehingga beliau wafat”. (Musnad Ahmad bin Hanbal).
Mengomentari hadits ini, pakar hadits al-‘Allamah Muhammad bin ‘Allan al-Shiddiqi dalam kitabnya, al-Futuhat al-Robbaniyah berkata:
“Adapun qunut di waktu sholat shubuh, maka Nabi Muhammad saw. tidak pernah meninggalkannya sehingga beliau meninggal dunia. Ini adalah yang benar, dan diriwayatkan serta dishohihkan oleh segolongan pakar yang banyak hafal hadits. Di antara orang yang menyatakan keshohihan hadits ini adalah al-Hafidz Abu ‘Abdillah Muhammad bin ‘Ali al-Balkhi., al-Hakim dalam kitab al-Mustadrok, dan di beberapa tempat dari kitab yang ditulis oleh al-Baihaqi, Al-Daruquthni juga meriwayatkannya dari beberapa jalur dengan beberapa sanad yang shohih”. (Al Futuhat al-Robbaniyah ‘ala al-Adzkar Al-nawawiyah, juz II, hal 268).

B. Dalil-dalil yang mengkritisi dibacanya do’a qunut pada sholat subuh.
Adapun buku-buku yang memuat dalil-dalil yang mengkritisi dibacanya qunut pada sholat subuh adalah:

1. Fiqh Islam, karangan H. Sulaiman Rasyid, 1954.
Hadits ke-8 : Dari Anas, katanya: “Senantiasa Rosululloh saw. qunut pada sembahyang subuh hingga sampai sa’at beliau meninggal dunia.” (Riwayat Imam Ahmad).
 -----------------------------------------------------------------------------------------------
Tambahan penulis
Hadits ke-8 (Fiqh Islam) ini sama dengan Hadits ke-4 (Khulasoh Kifayatul Ahyar), 5 (Kifayatul Akhyar) dan 7 (Fiqih Tradisionalis).
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Sebagian ulama berpendapat bahwa, bahwa qunut yang tertentu pada sembahyang shubuh itu, tidak disunatkan. Hadits Anastersebut menurut penyelidikan mereka hadits dhoif, hanya yang disyariatkan qunut nazilah (qunut karena bahaya, bala’ yang menimpa masyarakat Islam) seperti musim penyakit to’un, kolera, zaman rusuh, musim kemarau.
Qunut nazilah disunnatkan pada sekalian sembahyang lima waktu.
Hadits ke-9 : Dari Anas, sesungguhnya Nabi saw. telah membaca qunut satu bulan lamanya, beliau mendoakan atas segolongan masyarakat Arob, kemudian beliau hentikan. (Riwayat Ahmad, Muslim, Nasai dan Ibnu Majah).
Hadits ke-10 : Dari Ibnu Abbas, katanya: “Telah qunut Rosululloh saw. Satu bulan berturut-turut pada sembahyang zuhur, ‘Ashor, Maghrib, ‘Isya’ dan Shubuh. Pada akhir tiap-tiap sembahyang di waktu i’tidal roka’at penghabisan, beliau mendo’a atas mereka, dari kabilah Banu Sulaim, Ro’lin, Zakwan dan ‘Usaiyah, orang yang sembahyang mengikut beliau lalu mengaminkan do’a beliau itu. (Riwayat Abu Daud dan Ahmad).

2. Pedoman Shalat, karangan Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, 1989.
Membaca qunut secara tetap dalam i’tidal yang kedua dari sholat shubuh.
Tidak didapati keterangan yang shohih yang menegaskan bahwasanya Nabi saw. tetap berqunut dalam i’tidal yang kedua dari sholat shubuhnya. Karena itu dipandang bid’ahlah mengekalkan yang demikian oleh para muhaqqiqin.
Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Al Khotib dan Ibnu Huzaimah serta dishohihkannya,
Hadits ke-11 : Dari Anas ibn Malik ra: Ujarnya “Bahwasanya Nabi saw. tiada berqunut pada sholat shubuh, melainkan apabila beliau berdo’a untuk sesuatu kaum, atau terhadap sesuatu kaum.” (Bulughul Marom : 48).
Hadits ke-12 : Diriwayatkan oleh Ahmad, An Nasa-y, Ibnu Majah serta At-Turmudzy serta dishohihkannya dari Abi Malik Al Asyja’y, ujarnya: “Adalah ayahku sungguh telah bersholat di belakang Rosululloh saw. Dan di ketika itu dia berumur enam belas tahun, dan di belakang Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman. Maka aku bertanya kepadanya: “Apakah beliau-beliau itu mengerjakan qunut ?”. Ayahku menjawab: “Tidak, yang demikian itu adalah bid’ah. (Sunan At- Turmudzy)
Kata Ibrohim An Nakha-y’:
----------------------------------------------------------------------------------
Permulaan orang yang berqunut di sholat shubuh (saja), ialah Ali ra.
 ----------------------------------------------------------------------------------
Beliau seorang kholifah yang selalu berperang menghadapi lawan. Beliau berdo’a untuk kehancuran musuh-musuhnya (qunut nazilah, pen.).

3. Nailul Authar, karangan Al Imam Muhammad Asy Syaukani, 1994.
Dalam buku itu disebutkan juga Hadits ke-9, 10, 11 dan 12 di atas.
Hadits qunut yang lain adalah:
Hadits ke-13 : Dari Al Barro’ bin Azib, sesungguhnya Nabi saw. pernah qunut dalam sholat Maghrib dan Shubuh.” (HR. Ahmad, Muslim dan At-Tirmidzy. Dan At-Tirmidzy menshohihkannya).
Hadits ke-14 : Dari Ibnu Umar, sesungguhnya pernah mendengar Rosululloh saw. Ketika mengangkat kepanya dari ruku’ di rokaat terakhir, beliau membaca: “Allohumma il’an fulanan wa fulanan wa fulanan (Ya Alloh laknatlah si Fulan dan si Fulan dan si Fulan)’ sesudah beliau membaca “Sami’allohu liman hamidahu robbana wa lakal hamdu’. (HR. Ahmad dan Al Bukhory).
Kemudian Alloh menurunkan ayat: “Sama sekali soal (mereka) itu bukan menjadi urusanmu, apakah Alloh akan menyiksa mereka atau mengampuni mereka, (tetapi yang jelas) bahwa mereka itu orang-orang yang zholim.” (QS. Ali Imron [3]:128)

Komentar penulis
-------------------------------------------------------------------------------------
Karena turunnya ayat inilah beliau lalu menghentikan qunut nazilah itu.
-------------------------------------------------------------------------------------

4. Bulughul Maram, diterjemah oleh A. Hassan, 2001.
Dalam buku itu pada halaman 158-161 disebutkan juga Hadits ke-9, 10, 11 dan 12 di atas.
Hadits qunut yang lain adalah:
Hadits ke-15 : Dan bagi Baihaqi dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Adalah Rosululloh saw. mengajarkan kepada kami do’a yang kami berdo’a dengannya di qunut dari sholat Shubuh, tetapi di sanadnya ada kelemahan. (HR. Baihaqi).
Komentar penulis.
Imam Baihaqi selalu membaca do’a qunut pada sholat shubuhnya meskipun dalam hadits itu sanadnya lemah.

5. Qunut Subuh Bid’ah?, karangan Dr. Burhan Djamaluddin, 2005.
Dalam buku ini dianalisa semua hadits tentang qunut secara umum dan qunut pada sholat Shubuh.
Penulis (NF) mengambil analisa sanad terhadap hadits ke-2 pada halaman 89-101 terlebih dahulu.
Hadits ke-2 : Pengarang kitab Musnad Ahmad bin Hanbal menerima berita dari Abdulloh dari Ahmad bin Hanbal (perowi ke-5) dari Abdur Rozzaq (perowi ke-4) dari Abu Ja’far al-Rozi (perowi ke-3) dari al-Robi’ bin Anas (perowi ke-2) dari Anas bin Malik (perowi ke-1), bahwa Rosululloh senantiasa berdoa qunut pada sholat shubuh sepanjang hidupnya(HR. Ahmad / urutan rowi ke-5).
Adapun perowi ke-5 (Ahmad bin Hanbal) adalah seorang Imam Hadis yang termulia di zamannya.
Perowi ke-4 (Abdur Rozzaq bin Umar bin Muslim al-Dimasqi), meskipun dia siqoh (adil dan dhobit yaitu kuat hafalannya) tetapi tidak ada ketersambungan sanad antara dia dengan Imam Ahmad ibn Hanbal. Karena dalam riwayat hidupnya dia hanya menyampaikan hadits pada (i.)  Ishaq bin Abdur Rozaq (cucunya) (ii.) Dhomroh bin Robi’ah, (iii.) Muhammad bin Mubarok al-Shuri, (iv.) al-Walid bin Muslim, (v.) Abu Mashor, (vi.) Abu al-Jamahir, (vii.) Sulaiman bin Abdur Rohman dan (viii.) lain-lain.
Juga Abdur Rozaq bin Umar dalam riwayat hidupnya tidak pernah menerima hadits dari Abu Ja’far Ar-Rozi. Karena dalam riwayat hidupnya ia hanya menerima hadits dari (i.) al-Zuhri dan (ii.) Robi’ah bin Isma’il.
Perowi ke-3 (Abu Ja’far Ar-Rozi) dalam buku Dr. Burhan tidak diterangkan tentang kualitas Abu Ja’far Ar-Rozi.
Perowi ke-2 (Al-Robi’ bin Anas) adalah perowi shohih yang terpercaya.
Perowi ke-1 (Anas bin Malik ra.), semua shohabat Nabi saw. dianggap adalat, termasuk Anas bin Malik ra.
Kesimpulan Dr. Burhan: Hadits Ahmad bin Hanbal pada Hadits ke-2 (Qunut sholat shubuh bid’ah?), Hadits ke-4 (Khulasoh Kifayatul Ahyar), Hadits ke-5 (Kifayatul Akhyar), Hadits ke-7 (Fiqih Tradisionalis) dan Hadits ke-8 (Fiqh Islam) ini dhoif.

Komentar penulis
Pada bab Pendahuluan penulis mendefinisikan hadits shohih dan hadits tidak shohih sebagai berikut :
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Hadits shohih adalah hadits yang ada di dalam kitab-kitab kumpulan hadits sohih.  Hadits yang tidak shohih adalah hadits yang tidak ada di dalam kitab-kitab kumpulan hadits shohih.
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Definisi ini penulis buat dengan pemikiran bahwa kita mempercayai kualitas para Imam Hadits dalam mengumpulkan dan menyaring hadits-hadits sesuai dengan kriteria hadits shohih yang telah mereka buat.
Setelah munculnya golongan pembaharu Islam dengan jargonnya kembali kepada Al Qur-an dan Hadis, dimana mereka tidak mempercayai golongan di luar faham mereka dan meragukan semua hadits termasuk hadits-hadits shohih yang dipakai oleh para imam madzhab dan yang ditulis oleh para imam hadits, sehingga harus diteliti kembali. Menurut mereka, semua ibadah baik yang wajib ataupun yang sunnah semua harus berdasarkan hadits shohih.
Hadits sohih (sah, sehat) kriterianya ialah :
- Hadits yang seluruh sanadnya bersambung sampai ke Nabi,
- Diriwayatkan oleh rowi-rowi yang adil dan kuat hafalannya sampai akhir sanad,
- Tidak ada kejanggalan dan cacat,
- Tidak berlawanan dengan hadits yang lebih kuat, terutama tidak berlawanan dengan ayat atau maksud Qur'an.
Kriteria ketersambungan sanad yang dipakai oleh Dr. Burhan adalah sangat keras yaitu harus tercatat dalam riwayat hidup masing-masing rowi.
Di kalangan ulama pengumpul hadits ada yang sangat selektif (mutasyaddid) antara lain Imam Bukhori yaitu harus betul-betul bertemu (al-liqo’), ada yang sedang-sedang saja (mutawassith), ada yang mudah (mutasahhil) yaitu cukup hidup semasa.
Mungkin kriteria hadits shohih yang dipakai oleh Imam Ahmad bin Hanbal termasuk yang sedang atau ringan. Dengan kriteria itu maka hadits ini masih termasuk hadits shohih.
Konsekwensi pemakaian hadits dhoif: Termasuk amalan bid’ah
Yang mengerikan adalah bila hadits yang mendasari sesuatu ibadah termasuk hadits dhoif, maka ibadah itu dianggap tidak berdasarkan amalan Nabi Muhammad saw., dan termasuk perbuatan bid’ah. Semua bid’ah adalah sesat. Yang melakukan perbuatan sesat masuk neraka. Na’udzu billah.
Bila kita menggunakan pendapat mereka maka jutaan orang pengikut ahlus sunnah wal jama’ah yang melakukan amalan berdasar hadits dhoif itu selama ratusan tahun, semuanya akan masuk ke dalam neraka.

Penelitian hadits-hadits shohih.
Sedang pekerjaan meneliti hadits-hadits di dalam Kitab-kitab imam madzhab yang lima (enam bila ditambahkan madzhab Syi’ah) dan Kitab-kitab hadith (Kutubus sittah) memerlukan enerji, waktu dan beaya yang sangat besar. Dan hasilnya belum tentu bermanfaat bagi ummat Islam, malah sering menimbulkan perpecahan.

Hadits dhoif boleh dipakai untuk amalan sunnah.
Apakah hadits dhoif tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk amalan sunnah ?
Al Imam An-Nawawy dalam kitab Al-Adzkar menulis bahwa para ulama muhadditsin, fuqoha’ dan lain-lain sepakat bahwa kita boleh dan disukai beramal dalam fadloil, targhib dan tarhib dengan hadits dhoif (lemah), selama bukan hadits maudlu’ (palsu).
Yang dilarang adalah penggunaan hadits dhoif dalam bidang hukum seperti halal harom, jual beli, pernikahan, perceraian dll. Haditsnya harus shohih atau hasan.
Sedang amalan do’a qunut adalah amalan sunnah. Imam Baihaqi selalu membaca do’a qunut pada sholat shubuhnya meskipun beliau tahu bahwa hadits itu sanadnya lemah.
Hadits-hadits lain tentang qunut pada sholat shubuh.
Empat hadits tentang do’a qunut pada sholat shubuh berikut telah diteliti oleh Dr. Burhan Djamaluddin, semuanya shohih.
Hadits ke-16 : Dari Abu al-Walid, dari Amr bin Murroh dari Ibn Abi Laila dari Al-Barro’ bin Azib bahwa Rosululloh melakukan do’a qunut pada waktu sholat Shubuh. (HR Al-Darimi).
Hadits ke-17 : Dari Qutaibah, dari Muhammad bin Al-Musanna, dari Muhammad bin Ja’far, dari Syu’bah dari Amr bin Murroh dari Abdurrohman bin Abi Laila dari Al-Barro’ bin Azib bahwa Rosululloh melakukan do’a qunut pada waktu sholat Shubuh dan Maghrib. (HR Al-Turmudzi).
Hadits ke-18 : Dari Ubaidillah bin Sa’id, dari Abdurrohman, dari Sufyan, dari Syu’bah, dari Amr bin Murroh dari Ibn Abi Laila dari Al-Barro’ bin Azib bahwa Rosululloh melakukan do’a qunut pada waktu sholat Shubuh. (HR Al-Nasa’i).
Hadits ke-19 : Dari Abu al-Walid, dari Muslim bin Ibrohim dan Hafs binti Umar. Juga dari Ibn Mu’az dari bapaknya. Mereka semuanya menerima dari Syu’bah dari Amr bin Murroh dari ibn Abi Laila dari Al-Barro’ bin Azib bahwa Rosululloh berdo’a qunut pada waktu Sholat Shubuh. (HR Abu Dawud).

C. Bantahan terhadap tuduhan lemahnya hadits-hadits yang mendasari do’a qunut pada sholat Shubuh.
Adapun buku-buku yang memuat dalil-dalil yang membantah tuduhan akan lemahnya hadits-hadits yang mendasari do’a qunut pada sholat shubuh adalah:

1. 40 Masalah Agama, karangan KH. Siradjuddin Abbas, 1997.
a. Bantahan terhadap Hadits ke-9
Hadits ke-9 : Dari Anas, sesungguhnya Nabi saw. telah membaca qunut satu bulan lamanya, beliau mendoakan atas segolongan masyarakat Arob, kemudian beliau hentikan. (Riwayat Ahmad, Muslim, Nasai dan Ibnu Majah).
Hadits ini jelas shohih, tetapi yang dihentikan beliau apa?
Yang dihentikan ialah mendoakan orang, yakni doa minta celakakan orang lain.
Imam Nawawi (ulama besar Syafiiyah) dalam Syaroh Muhazzab menulis:
Adapun jawaban atas Hadits Anas (Hadits ke-9) dan Abu Huroiroh dalam menerangkan perkataan Nabi: “kemudian beliau tinggalkan” bahwa yang dimaksud ialah menentikan do’a yang mengutuk orangg-orang kafir itu saja, tidak menghentikan qunut semuanya, atau meninggalkan qunut selain subuh. Tafsir begini mesti, karena ada pula hadits Anas bahwa Nabi Muhammad saw. terus qunut dalam sembahyang subuh sampai beliau wafat, ini nyata dan sah”.
Komentar penulis:
Qunut nazilah ini dihentikan karena dilarang oleh Alloh swt. dalam ayat berikut:
“Sama sekali soal (mereka) itu bukan menjadi urusanmu, apakah Alloh akan menyiksa mereka atau mengampuni mereka, (tetapi yang jelas) bahwa mereka itu orang-orang yang zholim.” (QS. Ali Imron [3]:128).
Sedang hadits Anas yang lain yaitu Hadits ke-8, menurut Imam Ahmad termasuk shohih karena beliau menganut kriteria sanad hadits sedang-sedang saja (mutawassith), atau yang mudah (mutasahhil) yaitu rowi-rowi itu cukup hidup semasa.
b. Bantahan terhadap Hadits ke-12.
Hadits ke-12 : Diriwayatkan oleh Ahmad, An Nasa-y, Ibnu Majah serta At-Turmudzy serta dishohihkannya dari Abi Malik Al Asyja’y, ujarnya: “Adalah ayahku sungguh telah bersholat di belakang Rosululloh saw. Dan di ketika itu dia berumur enam belas tahun, dan di belakang Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman. Maka aku bertanya kepadanya: “Apakah beliau-beliau itu mengerjakan qunut ?”. Ayahku menjawab: “Tidak, yang demikian itu adalah bid’ah.” (Sunan At-Turmudzy).
Menurut Imam Ath-Thirmidzi nama Abi Malik Al Asyja’y ini adalah Sa’ad bin Thoriq.
Nah, dapat dilihat dari keterangan Thoriq bapak Sa’ad ini bahwa Rosululloh, Abu Bakar, Umar dan Ali semuanya tidak ada yang qunut, dan qunut itu adalah bid’ah, yaitu hal yang diada-adakan saja, kata mereka.
Kalau benar Thoriq berkata begini, maka itu termasuk hal yang sangat mengherankan, karena hadits-hadits qunut ada yang tersebut dalam hadits shohih, dan banyak sekali shohabat-shohabat Nabi yang merowikan dan mengamalkan.
Nampaknya perkataan Thoriq tidak dapat dipercaya, atau itu bukan perkataan Thoriq yang disebut-sebut sebagai perkataannya. Karena hanya dia seorang yang tidak melihatnya dan mengatakannya bid’ah, sedang banyak shohabat yang menyaksikan Nabi Muhammad saw. membaca doa qunut shubuh dan qunut nazilah (yaitu hadits ke-9, 11, 13, 14 dan 15 di atas, pen.).
Kaidah usul fiqh
Orang yang mengatakan ada, didahulukan untuk diperpegangi dari orang yang mengatakan tidak ada.
Ini logis, karena orang yang mengatakan “ada” lebih banyak ilmunya daripada orang yang mengatakan “tidak ada”.
c. Bantahan terhadap Hadits Abdulloh bin Abbas ra.
Hadits ke-20 : Ibnu Abbas mengatakan: “Qunut dalam sembahyang Shubuh itu bid’ah”. (HR. Baihaqi).
Hadith ini sangat dhoif, karena salah orang yang merowikan hadits ini terdapat Abu Laila Al-Kufi yang riwayatnya matruk (ditolak oleh para ahli hadits).
Tambahan.
Hadits-hadits doa qunut pada sholat shubuh selain Hadits Imam Ahmad.
Hadits-hadits yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad saw. membaca qunut shubuh telah disebutkan di atas yaitu:
Hadits ke-8 : Dari Anas, katanya: “Senantiasa Rosululloh saw. qunut pada sembahyang subuh hingga sampai sa’at beliau meninggal dunia.” (Riwayat Imam Ahmad).
Hadits ke-13 : “Dari Al Barro’ bin Azib, sesungguhnya Nabi saw. pernah qunut dalam sholat Maghrib dan Shubuh. (HR. Ahmad, Muslim dan At-Tirmidzy. Dan At-Tirmidzy menshohihkannya).
Hadits ke-15 : Dan bagi Baihaqi dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Adalah Rosululloh saw. mengajarkan kepada kami do’a yang kami berdo’a dengannya di qunut dari sholat Shubuh, tetapi di sanadnya ada kelemahan. (HR. Baihaqi).
Juga Hadits-hadits ke-16 (HR. Al-Darimi), 17 (HR. Al-Turmudzi), 18 (HR. Al-Nasa’i) dan 19 (HR Abu Dawud).


IV. Kesimpulan dan Penutup


Ummat Islam di Indonesia dan Asia Tenggara sebagian besar menganut Agama Islam berdasarkan faham madzhab Imam Syafii. Para ulama di Indonesia mendapatkan ilmunya di Pusat-pusat studi Islam di Timur Tengah di antaranya di Masjidil Harom Mekah. Di pondok-pondok pesantren hampir semua kitab yang dipelajari adalah berdasarkan madzhab Imam Syafii. Di dalam madzhab itu disunnatkan pada sholat Shubuh rokaat kedua membaca do’a qunut sesuai dengan hadits shohih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal. Membaca qunut hukumnya adalah sunnat mu’akkad, yaitu bila tidak mengerjakannya secara tidak sengaja, maka diganti dengan sujud sahwi pada akhir sholat.
Setelah Kaum Wahabi menguasai Saudi Arabia, mereka melarang para Ulama selain Wahabi mengajar di masjid itu, sehingga sejak itu putuslah hubungan ilmu para ulama Syafi’iah di Indonesia dengan guru-gurunya di Timur Tengah kecuali di Yaman.
Beberapa ulama Indonesia yang menunaikan hajji ke Mekah terpengaruh oleh faham Wahabi yang ekstrim itu, menganutnya dan menyebarkannya di Indonesia. Mereka berpendapat bahwa hanya faham Wahabi sajalah yang betul, sehingga mereka mengkritisi madzhab Syafii di Indonesia. Hadits shohih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad tentang membaca qunut pada sholat shubuh secara tetap, mereka kritisi dengan analisa sanad secara keras yaitu para rowi itu harus pernah saling berjumpa dengan bukti tertulis, sedang kriteria yang dipakai oleh Imam Ahmad, para rowi itu cukup hidup semasa. Dengan kriteria itu mereka cap hadits shohih imam Ahmad tersebut termasuk hadits dhoif, yaitu membaca doa qunut Shubuh adalah amalan bid’ah. Semua bid’ah adalah sesat, dan semua pelakunya masuk neraka.
Maka terjadilah gelombang pertengkaran dan perpecahan di Indonesia dan di seluruh dunia Islam. Inilah sebenarnya tujuan para imperialis yang telah menciptakan faham Wahabi dan mendukung berdirinya Kerajaan Saudi Arabia. Mohon dibaca pada makalah “Sejarah Hitam Kaum Wahabi”.
Telah disebutkan juga hadits-hadits selain hadits Imam Ahmad yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw. pernah membaca do’a qunut pada sholat Shubuh.
Dengan tulisan ini, penulis mengharapkan agar kontroversi sekitar amalan doa qunut pada sholat subuh dapat dijernihkan, serta perpecahan ummat Islam dapat diminimalisir.
Kami yakin tulisan ini tidak sempurna, bagi pembaca yang menemukan kekurangannya dan kesalahannya sudilah memberitahukan kepada kami untuk diadakan perbaikan seperlunya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Wal ‘lloohu ‘lmuwaffiq ilaa aqwamith thorieq.



Jember, 23 Mei 2012

  
Dr. H.M. Nasim Fauzi 
  
Jl. Gajah Mada 118
Tilp.(0331) 481127   
Jember, Jawa Timur.    


Kepustakaan:
01. A. Hassan, Tarjamah Bulughul Maraam, Pustaka Tamaam, Bangil, 2001.
02. Al-Imam Taqiyuddiin Abubakar Al-Husaini, Kifayatul Ahyar, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1984.
03. Ali Audah, Konkordansi Qur’an, Mizan, Bandung, 1997.
04. Departemen Agama RI., Al-Qur'an Dan Terjemahnya, CV. Asy-Syifa', Semarang, 1999.
05. Doktor Mustofa Diibul Bigha, Fiqih Syafii (Terjemah St Tahdziib), CV Bintang Pelajar, Jakarta, 1984.
06. Dr. Burhan Djamaluddin, Qunut Subuh Bid’ah?, Pustaka Hikmah Perdana, Surabaya, 2005.
07. Drs. H. Mudasir, Ilmu Hadis, CV. Pustaka Setia, Bandung, 1999.
08. Drs. Muh. Saifulloh Al-Aziz S., Fiqih Islam Lengkap, Penerbit Terbit Terang, Surabaya, 2005.
09. Drs. Moh. Rifai dkk., Terjamah Khulashah Kifayatul Akhyar, CV. Toha Putra, Semarang, 1978.
10. H. Munawar Abdul Fattah, Tradisi Orang-orang NU, Pustaka Pesantren, Yogyakarta, 2006.
11. H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Penerbit Djajamurni, Djakarta, 1954.
12. K.H. Sirajuddin Abbas, 40 Masalah Agama, Penerbit Pustaka Tarbiyah, Jakarta, 1997.
13. M. Samsuri, Penuntun Shalat Lengkap, Penerbit Apollo, Surabaya, Tanpa tahun.
14. Muhammad Siddiq Gunnus, Pengakuan Mata-mata Inggris dalam Menghancurkan Kekuatan Islam, Al Ikhlas, Surabaya, 1999.
15. Muhyidin Abdusshomad, Fiqih Tradisionalis, Pustaka Bayan, Malang, 2004.
16. Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Dzikir dan Do’a, Bulan Bintang, Jakarta,1977.
17. Prof. Dr. T. M. Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Shalat, Bulan Bintang, Jakarta, 1951.
18. Syaikh Idahram, Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, Pustaka Pesantren Yogyakarta, 2011.

D