Selasa, 13 April 2021

Buku Meninggalkan Uang Kertas Kembali ke Uang Emas Seri 1

MENINGGALKAN SISTEM UANG KERTAS

KEMBALI KE SISTEM UANG EMAS

Seri ke-1

 

Oleh H.M. Nasim Fauzi

 

Emas adalah termasuk logam mulia

Logam mulia adalah logam yang tahan terhadap korosi maupun oksidasi (tidak berkarat, sehingga terlihat mengkilat). Beberapa contoh logam yang mulia secara kimia di antaranya adalah  rutenium (Ru), rodium (Rh), paladium (Pd), perak (Ag), osmium (Os), iridium (Ir), platina (Pt), dan emas (Au).

 Berikut beberapa tambang emas besar di Indonesia selain Grasberg di Papua:

     1. Tambang Emas Newmont Batu Hijau di Pulau Sumbawa. 2. Tambang Emas Martabe di Sumatera Utara. 3. Tambang Emas Pongkor di  Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. .4. Tambang Emas Tujuh Bukit , Kabupaten Banyuwangi. 5. Tambang Emas Gosowong di Halmahera Maluku. .6. Tambang Emas Kencana di Maluku Utara.

Produksi emas di Indonesia dan dunia.

     Negara-negara penghasil emas, posisi pertama adalah Amerika Serikat mencapai 115,8 ton. Kedua adalah Indonesia dengan penghasilan terbesar dari penambangan di Grasberg sejumlah 26,8 ton. Pada tahun 2019 lalu Indonesia memroduksi 109.02 ton emas. Disusul dengan ke tiga Uzbekistan sejumlah 66 ton. Di tempat keempat adalah Rusia, dengan hasil mencapai 43,2 ton. Posisi kelima adalah Republik Dominika yang berpenghasilan 30, 6 ton. Selanjutnya Papua Nugini ada di peringkat kelima, dengan hasil produksi emas sebesar 27,4 ton. Posisi keenam adalah Australia dengan hasil produksi 27,1 ton emas.

Pertambangan emas di Indonesia dikelola oleh Perusahan ANTAM

     ANTAM (Aneka Tambang) adalah perusahaan pertambangan yang mengolah sejumlah mineral termasuk perdagangan dan industri, transportasi dan jasa lainnya. Ada tiga bisnis inti ANTAM yaitu nikel, emas dan pemurnian, serta bauksit dan alumina. Direktur Pengembangan Usaha Antam, Sutrisno S. Tatetdagat, mengatakan, cadangan emas pada saat ini ada 19 ton, sampai 31 Desember 2019. Namun, Antam juga memiliki 42 sumber daya cadangan yang tersebar di (i) Pongkor, Bogor, (ii) Papandayan Garut, dan (iii) Cibaliung, Pandegelang, Banten.

Emas sebagai cadangan devisa

     Emas menjadi devisa negara yang dikelola oleh bank sentral. Contohnya, Amerika Serikat sebagai negara yang sebagian besar cadangan devisanya terdiri dari emas. Cadangan devisa emasnya sebanyak 8.133,46 ton atau sekitar 74,9 % dari cadangan devisa negara. Jerman 3.366, 77 ton atau 70,6 % dari cadangan devisa. Italia 2.451 ton atau 66,9 % dari total cadangan devisa. Prancis 2.436 ton atau 61,1 % dari cadangan devisanya. Indonesia, ada di urutan ke-38 dalam deretan negara yang menjadikan emas sebagai cadangan devisa. Jumlah emas Indonesia sebanyak 78,5 ton atau 2,86 % dari total cadangan devisa, emas kita lebih banyak tradenya.

Uang

     Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang  secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya, serta untuk pembayaran utang. Uang juga berfungsi sebagai alat penunda pembayaran. Selain itu uang dipakai untuk mengukur nilai, menukar, dan membeli barang dan jasa, dan bertindak sebagai alat penimbun kekayaan.

     Uang menyediakan transaksi yang lebih mudah daripada barter yang lebih kompleks, tidak efisien, dan kurang cocok dipakai dalam sistem ekonomi modern. Selanjutnya akan mendorong perdagangan dan pembagian tenaga kerja yang akan meningkatkan produktivitas

Sejarah sistem moneter dunia

Uang dalam berbagai bentuknya sebagai alat tukar perdagangan telah dikenal ribuan tahun yang lalu seperti dalam sejarah Mesir kuno sekitar 4000 SM – 2000 SM. Dalam bentuknya yang lebih standar uang emas dan perak diperkenalkan oleh Julius Caesar dari Romawi sekitar tahun 46 SM. Julius Caesar ini pula yang memperkenalkan standar konversi dari uang emas ke uang perak dan sebaliknya dengan perbandingan 12 : 1 untuk perak terhadap emas. Standar Julius Caesar ini berlaku di belahan dunia Eropa selama sekitar 1250 tahun sampai tahun 1204.

Perjalanan Uang Emas Dan Perak di Dunia Islam

Di belahan dunia lainnya di dunia Islam, uang emas dan perak yang dikenal dengan Dinar dan Dirham juga digunakan sejak awal Islam baik untuk kegiatan muamalah ataupun ibadah. Seperti zakat dan diyat sam-pai berakhirnya Kekhalifahan Usmaniah Turki tahun 1924.

Standarisasi berat uang Dinar dan Dirham mengikuti Hadis Rosululloh Saw. “Timbangan adalah timbangan penduduk Mekah dan takaran adalah takaran penduduk Madinah”. (HR Abu Daud).  

Pada zaman kholifah Umar bin Khottab sekitar tahun 462 Masehi bersamaan dengan pencetakan uang Dirham pertama di Kekhalifahan, standar hubungan berat antara uang emas dan perak dibakukan yaitu berat 7 Dinar sama dengan 19 Dirham. Berat 1 Dinar ini sama dengan 1 mitsqal atau kurang lebih setara dengan berat 72 butir gandum ukuran sedang yang dipotong kedua ujungnya. Dari Dinar-Dinar yang tersimpan di museum setelah ditimbang dengan timbangan yang akurat maka diketahui bahwa timbangan berat uang 1 Dinar Islam yang diterbitkan pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan adalah 4,25 gram, berat ini sama dengan berat mata uang Byzantium yang disebut Solidos dan mata uang Yunani yang disebut Drachma. Atas dasar rumusan hubungan berat antara Dinar dan Dirham dan hasil penimbangan Dinar di museum ini, maka dapat pula dihitung berat 1 Dirham adalah 7/10 x 4,25 gram atau sama dengan 2,975 gram.

Sampai pertengahan abad ke-13 baik di negeri Islam maupun di negeri non Islam sejarah menunjukkan bahwa mata uang emas yang relatif standar tersebut secara luas digunakan. Hal ini tidak mengherankan karena sejak awal perkembangannya kaum muslimin banyak melakukan perjalanan ke negeri yang jauh. Keaneka ragaman uang di Eropa kemudian dimulai ketika Republik Florence di Italia tahun 1253 mencetak uangnya sendiri yang disebut uang Florin. Kemudian diikuti Republik Venesia dengan uangnya yang disebut Ducat.

Pada abad ke 13 itu Islam mulai merambah ke Eropa dengan berdirinya kekhalifahan Usmaniah dan tonggak sejarahnya tercapai pada tahun 1453 ketika Muhammad Al Fatih menaklukkan Konstantinopel dan terjadilah penyatuan dari seluruh kekuasaan Kekhalifahan Usmaniah. Selama 7 abad dari abad ke 13 sampai awal abad 20 Dinar dan Dirham adalah mata uang yang paling luas digunakan. Penggunaan Dinar dan Dirham meliputi seluruh kekuasaan Usmaniyah yang meliputi tiga benua yaitu Eropa bagian selatan dan timur, Afrika bagian utara dan sebagian Asia. Pada puncak kejayaannya kekuasaan Usmaniyah pada abad 16 dan 17 membentang mulai selat Gibraltar di bagian barat pada tahun 1353 mencapai pantai Atlantik di Afrika Utara sampai sebagian kepulauan Nusantara di bagian timur, kemudian sebagian dari Austria, Slovakia dan Ukraina di bagian utara sampai Sudan dan Yaman di bagian selatan. Apabila ditambah dengan masa kejayaan Islam sebelumnya yaitu mulai dari awal Kenabian Rasulullah Saw (610) maka secara keseluruhan Dinar dan Dirham adalah mata uang yang dipakai paling lama (14 abad) dalam sejarah manusia.

Uang tembaga dan perunggu

Selain emas dan perak, baik di negeri Islam maupun non Islam juga dikenal uang logam yang dibuat dari tembaga atau perunggu. Dalam fikih Islam, uang emas dan perak dikenal sebagai alat tukar yang hakiki (thaman haqiqi atau thaman kholqi) sedangkam uang dari tembaga atau perunggu dikenal sebagai fulus dan menjadi alat tukar berdasar kesepakatan atau thaman istilahi. Dari sisi sifatnya yang tidak memiliki nilai intrinsik sebesar nilai tukarnya, fulus ini lebih dekat kepada sifat uang kertas yang kita kenal sampai sekarang.

Peran Uang dalam ekonomi

    Moneterisme adalah sebuah teori ekonomi yang  membahas permintaan dan penawaran uang. Sebelum tahun 80-an, masalah stabilitas permintaan uang menjadi bahasan utama karya-karya Milton Friedman, Anna Schwartz, David Laidler dan lainnya.


 
   Kebijakan moneter bertujuan untuk mengatur persediaan uang, inflasi,  dan bunga yang kemudian akan mempengaruhi keternagakerjaan. Inflasi adalah turunnya nilai mata uang dalam jangka waktu tertentu dan dapat meningkatkan persediaan uang secara berlebihan. Hal ini bisa membuat harga barang di pasar menjadi naik. Interest rate, biaya yang timbul ketika meminjam uang, adalah salah satu alat penting untuk mengontrol inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Bank sentral sering kali diberi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengontrol persediaan uang, interest rate, dan perbankan.

     Krisis moneter besar efeknya terhadap perekonomian, terutama jika terjadi kegagalan moneter dan turunnya nilai mata uang yang berlebihan. Hal inii menyebabkan orang lebih memilih barter sebagai cara bertransaksi. Pernah terjadi di Rusia, pada masa keruntuhan Uni Sovyet.

    Sejak Abad Pertengahan berlaku sistem uang kertas modern / paper money yang sangat meningkatkan peran negara.

 a. Pada mulanya uang kertas ini oleh Bank Sentral nilainya dikaitkan dengan emas seberat tertentu di dalam deposit, yang disebut standar emas. Negara berlaku seperti lembaga gadai monopolistis, yang mengeluarkan surat berharga berupa uang kertas. Meskipun nilai uang kertas ini sebagai barang sangat rendah, tetapi orang percaya karena sewaktu-waktu dapat menukarnya dengan emas kembali, sehingga nilainya stabil. Akibat depresi ekonomi, pada tahun 1931 Inggris melepas kaitan uangnya dengan emas.

b. Setelah itu, uang kertas tidak dikaitkan lagi secara penuh dengan emas, yang disebut fiat standard. Peran negara lebih besar lagi. Karena, selain memegang monopoli pembuatan uang, negara dengan kekuasaannya memaksa masyarakat menerima uang yang nilainya lebih tinggi dari pada jaminan emas yang ada.

c. Setelah PD ke-2, dolar AS menjadi standar moneter internasional. AS adalah bangsa terkaya di dunia sehingga uangnya dianggap paling stabil. Negara yang memakai standar dolar ini tidak mau repot mengusahakan dan menyimpan emas jaminan sendiri, tetapi menyerahkan tugas itu pada pemerintah AS. Negara memonopoli pembuatan uang, dan memaksa masyarakat menerima keterikatan uang tersebut dengan dolar AS. Tetapi, akibat inflasi, pada tahun 1971 Presiden Nixon melepaskan semua kaitan dolar AS dengan emas.                                        

d. Sejak itu, sistem moneter internasional melepaskan diri dari standar dolar, dan bersandar pada kumpulan mata uang dengan nilai tukar yang mengambang. Peran negara menjadi absolut, dengan kekuasaan-nya memaksa masyarakat menerima uang yang dibuatnya tanpa jaminan emas sama-sekali.                     

e. Yang berlaku sekarang dan dianut oleh negara kita adalah sistem fiat standar, tanpa jaminan emas sama sekali. Sedang nilainya ditentukan secara terkendali, atau menganut rezim devisa bebas yaitu menyerahkan nilai tukar rupiah sepenuhnya pada perilaku pasar valuta asing.        

Perkembangan Pasar Uang Elektronik Global

Telepon internasional dan siaran televisi melalui satelit telah menjadikan dunia ini mengecil seperti sebuah desa saja laiknya. Di pihak lain, teknologi jaringan komputer yang makin canggih telah membentuk Masyarakat Informasi Global yang tidak lagi dibatasi oleh perbedaan bangsa dan negara. Komputerisasi lembaga-lembaga keuangan, di mana transfer data keuangan dari satu lokasi negara ke negara lainnya dilakukan cukup dengan gerakan ujung-ujung jari saja, telah menghubungkan diri dengan Masyarakat Informasi Global ini membentuk Pasar Uang Elektronik Global / PUEG yang sangat besar. Dalam buku karangan Hillary Davis berjudul "Million a Minute" jumlah uang yang beredar di PUEG ini sangat fantastis mencapai 300 triliun dolar AS. Dalam seharinya transaksi perdagangan valuta asing <di mana setiap mata uang dari negara manapun menjadi sekedar komoditas belaka> nilai transaksinya sehari tidak kurang dari 1,2 triliun dolar AS !

Besarnya peran spekulan uang

Peran spekulasi dalam perdagangan uang di PUEG ini sangat menonjol, sehingga timbul istilah permainan valas (valuta asing) yang mirip judi / "zero sum game", yaitu keuntungan satu pemain bertumpu pada kerugian pemain yang lain. Masih membekas dalam ingatan kita kerugian besar yang menimpa Bank Duta dan Bank Exim, akibat kalah bermain valas. Maka pada hakekatnya, PUEG adalah suatu Perjudian Uang Elektronik Global dengan jumlah pertaruhan yang sangat fantastis.

Maka keputusan Bank Indonesia pada bulan Agustus 1997 untuk menganut sistem devisa bebas, telah menjerumuskan uang rupiah kita ke tangan para spekulan dunia yang kekuatannya luar biasa. Kemampuan pemerintah Indonesia yang kurang dari 10 milyard dolar AS untuk mengontrol kurs mata uang rupiah itu ibarat riak kecil saja di tengah pusaran gelombang pasar valuta asing dunia yang menggunung. Bahkan gabungan Pemerintah Jepang dan AS yang kekuatannya jauh di atas kita pun tidak mampu mengontrol nilai Yen terhadap spekulan !

Karuan saja, ekonomi kita yang sebelumnya relatif aman, stabil dan fundamentalnya kuat, secara tiba-tiba, hanya dalam waktu kurang dari enam bulan, menjadi kacau balau dan berbalik arahnya tidak lagi dapat dikendalikan oleh  siapapun juga, baik pemerintah, maupun lembaga seperti IMF, dan para pakar ekonomi yang ada di Indonesia.

Tidak berkelebihan, bila kita mengibaratkan PUEG ini merupakan perjudian tingkat dunia, dengan mempertaruhkan nasib rakyat ! Maka jelas, merupakan kesalahan besar dengan sistem uang kertas rupiah sekarang, kita memutuskan untuk menganut rezim devisa bebas !

 BAGAIMANA SPEKULAN MATA UANG BERAKSI.

Ilmu pengetahuan dan informasi adalah ibarat senjata api. Apabila di tangan polisi senjata tersebut dapat dipakai untuk melindungi harta benda bahkan jiwa kita, namun apabila di tangan penjahat  bisa dipakai untuk merampok harta kita atau bahkan membunuh kita.

Informasi tentang ekonomi dan kekuatan mata uang suatu negara juga demikian. Ada orang-orang yang memang profesinya menekuni kekuatan eonomi dan mata uang suatu negara, kemudian pada saat yang tepat menyerangnya untuk mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya.

Berikut adalah salah satu contoh bagaimana spekulan mata uang menyerang Rupiah tahun 1997-1998 dan betapa besar keuntungan yang mereka ambil. Contoh ini kami ambil dari contoh sejenis yang dibuat analisanya oleh Dr. Ahmad Kameel Myden Meera, namun untuk memudahkan pembaca memahami perspektifnya, kami gunakan analisa tersebut untuk kasus di Indonesia yang mengalami krisis sejenis dengan Malaysia pada tahun yang sama dengan tingkat krisis yang lebih parah.

Seperti diuraikan pada bab sebelumnya di buku ini, bahwa para spekulan mata uang belum tentu menjadi penyebab utama terjadinya krisis mata uang di Indonesia, Malaysia dan beberapa negara lain di kawasan ini. Tetapi sangat besar kemungkinannya mereka mengambil manfaat dari tanda-tanda krisis kemudian memperparahnya dengan mengambil keuntungan sebesar-besarnya.

Awalnya mereka melihat peluang, bahwa fundamental ekonomi kita memang lemah, mata uang kita masih berada pada tingkat US$ 1= Rp. 2.400 awal 1997 dan S$ = Rp. 1.320. Posisi ini kurang lebih dapat digambarkan sebagai berikut :

 

Mereka melihat bahwa Rupiah yang lemah dan pendukung fundamental ekonominya juga lemah, akan mudah sekali jatuh. Oleh karenanya mereka menjual dengan transaksi short (barangnya sendiri mereka belum punya atau mereka meminjamnya dari pihak lain, dan ini terlarang dalam Islam) sejumlah besar Rupiah (untuk spekulasi harus besar karena kalau tidak ==dampaknya tidak akan berarti, misalnya Rp. 2,4 triliun (pada tingkat nilai tukar US$ = Rp. 2.400 (setara US$ 1 Milyar yang akan mereka bayar kembali dengan Rp. 2,4 triliun pada saat transaksi ditutup kemudian hari. Anggap spekulasi mereka benar terbukti (memang terbukti akhirnya!) dan Rupiah benar-benar jatuh. Misalnya pada saat Rupiah turun menjadi US$ 1 = Rp. 10.000 spekulan tersebut menutup transaksinya. Sekarang untuk membeli Rp. 2,4 triliun (pada saat US$ 1 = Rp 10.000, (ia hanya perlu  US$ 240 juta. Dari sini spekulan tersebut mendapat keuntungan sebesar US$ 760 juta! Yaitu US$ 1 milyar minus US$ 240 juta. Keuntungan ini disebut keuntungan spekulatif, namun keuntungan spekulan bukan hanya di sini. Ada keuntungan lain yang terbawa dan tinggal dipungut oleh si spekulan, yang disebut keuntungan Arbitrage. Keuntungan arbitrage ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Setelah Rupiah anjlog terjadi ketidak seimbangan atau disequilibrium mata uang dari yang kita contohkan di atas, yaitu US$, Rupiah dan S$. Berbeda dari keuntungan spekulatif yang masih berisiko dan perlu menunggu waktu untuk menikmati hasilnya, keuntungan Arbitrage bisa langsung saat transaksi itu juga ibarat tinggal memunguti uang yang ada di jalan. Mekanisme keuntungan Arbitrage itu kurang lebih sebagai berikut:

1. Pinjam uang US$ 1 Milyar dan tukar dengan Rupiah menjadi Rp 10 triliun (pada nilai tukar yang baru US$ 1 = Rp 10.000).

2. Tukar Rp 10.triliun dengan S$ (S$ 1 = Rp 5.000) atau menjadi S$ 2 Milyar.

3. Tukar S$ 2 Milyar ke US$ (S$ 1 = US$ 9,60) menjadi  US$ 1.2 Milyar.

4. Kembalikan hutang yang US$ 1 Milyar di point 1 dan nikmati keuntungan arbitrage US$ 200 juta.

Dari aksinya tesebut si spekulan mendapatkan total keuntungan US$ 960 juta yaitu US% 760 juta dari keuntungan spekulatif dan US$ 200 juta dari keuntungan arbitrage. Keuntungan arbitrage ini masih terus dan terus diambil di pasar sampai benar-benar terjadi kestabilan baru.

Dengan resiko begitu nyata terhadap uang kertas kita, maka seharusnya kita memikirkan untuk membebaskan mata uang kita dari ulah para spekulan yang dengan mudahnya menghancurkan mata uang kita. Hal ini hanya bisa dilakukan bila mata uang kita emas dan perak atau Dinar dan Dirham—karena nilai keduanya tidak bisa dihancurkan oleh spekulan.

Pengalaman Indonesia dengan system nilai tukar mengambang

Pada hakekatnya sistem devisa bebas serta pasar Uang Elektronik Global yang kita pakai sekarang adalah perjudian tingkat dunia dengan mempertaruhkan nasib rakyat. 

Krisis ekonomi Indonesia dimulai dengan terjadinya krisis moneter pada bulan Agustus 1997, saat Bank Indonesia mengambangkan nilai rupiah sambil melebarkan band kurs jual beli karena tidak mampu lagi mengontrol depresiasi rupiah. Sejak itu terbukalah pasar modal Indonenesia bagi para pemain manager asing (pialang) untuk ikut mempengaruhi kurs rupiah, dan sejak itu pula rupiah mulai diperdagangkan di dunia. Bahkan Dow Jones di Wall Street dan Bloomberg mulai melihat dan melisting mata uang rupiah ini secara aktif, dan saham-saham di Indonesia mulai diincar. Rupiah sudah masuk dalam daftar menu para pialang yang sewaktu-waktu dapat dipesan dan disantap. Akibatnya, nilai rupiah terhadap dolar anjlok sampai ke angka yang sangat tidak masuk akal.

Untuk mengatasinya, pemerintah segera meminta bantuan IMF yang segera menyatakan kesediaannya dengan syarat kita harus melakukan liberalisasi ekonomi.

Selanjutnya, karena hampir 85 % barang yang beredar di Indonesia mengandung komponen impor, maka harga-harga barang meningkat tinggi, sedang daya beli masyarakat cenderung menurun, akibatnya banyak perusahaan yang bangkrut sehingga terjadi PHK besar-besaran. Rangkaian kejadian ini berakhir tragis, yaitu terjadinya kerusuhan dan keresahan sosial yang menimbulkan krisis politik, yakni tumbangnya pemerintah Soeharto yang telah 30 tahun berkuasa, diganti oleh pemerintah Habibie. Sedang nilai tukar rupiah semakin terpuruk di atas Rp. 10.000,- per dolar AS berlipat kali dari Rp. 2.500,- per dolar AS pada bulan Agustus 1997. Sebelum Indonesia, krisis moneter juga telah menimpa Thailand, Filipina, Malaysia dan Singapura, tetapi akibatnya tidak separah yang menimpa kita.

Serta merta para pengamat moneter waktu itu menunjuk hidung George Soros, jenius moneter Yahudi Hungaria yang berdomisili di AS sebagai dalang di balik semua kejadian ini. Sementara itu PM Malaysia Dr. Mahathir Muhammad menuduh adanya komplotan Yahudi di balik krisis mata uang ASEAN. Sedang Presiden Soeharto, sewaktu meresmikan kawasan industri berat Texmaco di Subang Jawa Barat, mengatakan bahwa ada pihak-pihak tertentu yang bermaksud menghancurkan fondasi ekonomi Indonesia dengan jalan merekayasa kurs rupiah terhadap dolar AS mencapai Rp. 20 ribu. Kata Wakil Ketua Kadin, Imam Taufik, pihak-pihak anti Indonesia itu tersebar di beberapa negara, barangkali kelompok independen Yahudi. Pangkalannya di Asia berada di Singapura dan mempunyai mata-mata di Indonesia. Maka, tuduhan PM. Dr. Mahathir Muhammad untuk ruang lingkup ASEAN, dan pendapat Presiden Soeharto, Imam Taufik serta Dr. Mahmud Thoha, secara khusus untuk kasus Indonesia, merupakan

Teori pertama yang menerangkan tentang hakekat krisis. Dalam sejarah, Bangsa Yahudi selalu memusuhi Islam, Indonesia yang dihuni oleh penduduk muslim terbesar di dunia tentu menjadi musuh terbesar mereka pula.

Kemudian berkembang teori-teori yang lain, khususnya menerangkan tentang krisis ekonomi Indonesia yang berkepanjangan, sedang teori pertama tadi tidak terdengar lagi beritanya.

Adapun teori-teori lain tersebut adalah :

Teori ke dua : adanya hutang swasta Indonesia dalam dolar dari bank-bank di luar negeri yang telah jatuh tempo. Keberhasilan Tim Penyelesaian Hutang Swasta yang dipimpin oleh Radius Prawiro dalam perundingan dengan para bank kreditor di Frankfurt, yaitu hutang swasta yang jumlahnya sekitar 80 miliar dolar AS diroll over selama 8 tahun, ternyata tidak meningkatkan nilai tukar rupiah, menjadikan teori ini tidak sahih lagi.

Teori ke-3 : jatuhnya kepercayaan masyarakat ekonomi internasional terhadap pemerintah Indonesia. Teori ini dianut oleh banyak pihak termasuk pemerintah reformasi kita dan IMF. Tindakan yang diambil pemerintah dalam usaha mengatasi krisis ini sekarang berada dalam kerangka teori ini.

Teori ke-4 Jatuhnya nilai uang rupiah bukan hanya menimpa negara kita. Bahkan nilai uang dolar bila dibandinghkan dengan harga emas dan minyak bumi juga mengalami hal yang sama. Karena kejatuhan nilai uang kertas merupakan sifat dari uang kertas, sesuai dengan paradox dari filsafat ekonomi sebagai berikut :

     Sebagaimana telah diuraikan di atas, negara memonopoli pembuatan uang kertas dan memaksa masyarakat menerima nilainya yang jauh lebih tinggi dari pada biaya pembuatannya. Uang kertas adalah ibarat balon karet yang murah. Negara telah memompanya menjadi balon yang sangat besar, lalu menjualnya pada masyarakat dengan harga yang sangat mahal. Agar balon yang mudah pecah ini tetap menggelembung, negara harus selalu melindunginya dari kekuatan-kekuatan yang dapat mengempiskannya kembali. Menyerahkan nilai uang ini ke pasar, ibarat melepaskan balon besar yang rapuh tadi dari perlindungan negara. Kemudian melemparkannya ke jalan raya untuk menjadi permainan para spekulan uang. maka mereka beramai-ramai menubruknya, habislah riwayatnya ! Merupakan kerancuan  /  paradox, karena bertentangan dengan akal sehat.  Situasi pasar uang dunia sekarang ibarat jalan raya yang sangat ramai, dengan pemakai jalan yang bengis, tanpa perlindu-ngan polisi lalu lintas sama sekali !

Agar uang kita tidak mengalami kejatuhan maka kita harus kembali ke-pada sistem uang emas.

Akibat dari system nilai tukar mengambang

Uang rupiah kita bersandar pada kumpulan mata uang dengan nilai tukar yang mengambang  Kita sebagai bangsa yang merdeka memiliki pengalaman yang begitu pahit, karena kita tidak menggunakan mata uang yang benar-benar memiliki nilai intrinsik seperti Dinar dan Dirham, mata uang kita mudah hancur atau dihancurkan, Dampak kehancuran mata uang ini tidak hanya berhenti di sini, yang paling menyedihkan adalah kita benar-benar bisa kehilangan kedaulatan atas negeri ini—minimal kedaulatan ekonomi.

KERUSAKAN YANG TELAH DITIMBULKAN OLEH SISTEM MONETER SAAT INI.

Awalnya pihak yang berwenang (umumnya bank sentral) mencetak uang fiat tanpa didasari oleh adanya cadangan emas yang seharusnya, kemudian uang ini digandakan oleh dunia perbankan melalui konsep fractional reserve banking melalui proses yang disebut penciptaan uang atau money creation. Melalui proses ini bank komersial hanya diwajibkan memiliki sejumlah cadangan tertentu –misalnya di Indonesia yang disebut Giro Wajib Minimum 5% dari dana pihak ketiga yang dikelola oleh bank bersangkutan. Jadi misalnya Bank A yang menerima dana masyarakat sebesar Rp 20 milyar hanya wajib memiliki cadangan Rp 1 milyar, sisanya sebesar 19 Milyar dapat dipinjamkan ke pihak lain.

Neraca T untuk transaksi tersebut akan terlihat sebagai berikut :

Neraca T Bank A

Cadangan Rp. 1.000.000.000.

Pinjaman Rp. 19.000.000.000

Deposit Rp 20.000.000.000.

---------------------------------------------------------------

11 Peraturan Bank Indonesia no. 6/15/PB/2004

Kemudian dari seposito tersebut tentu bank akan memberikan  bunga, misalnya 8%. Dan Bank juga menarik bunga dengan tingkat yang lebih tinggi ke debiturnya –karena dari sinilah  bank hidup—misalnya bunga pinjaman 12 %. Maka setelah ditambahkan bunganya, depositonya menjadi  Rp 21,6 Milyar., angka pinjaman menjadi Rp 21,28 Milyar dan Neraca  T menjadi  sebagai berikut :

Neraca T Bank A

Cadangan Rp. 1.000.000.000

Pinjaman Rp. 21.280.000.000

Deposit Rp 20.000.000.000

Keuntungan Rp  680.000.000

Dari neraca tersebut terlihat bahwa cadangan yang hanya Rp 1 Milyar tidak lagi cukup untuk menjadi cadangan wajib dari deposit yang Rp 21,6 Milyar, maka pihak bank akan terus mengejar keseimbangan (yang sebenarnya tidak pernah tercapai) tersebut dengan penambahan uang fiat, penambahan cadangan dan terus mengucurkan  kredit. Implikasi dari adanya bunga akan membuat perbankan  akan secara terus menerus  menambah uang yang beredar, baik uang fiat  maupun uang bank (uang giral) Pihak ketiga yang mendapatkan pinjaman sebesar Rp 19 Milyar (atau Rp 21,28 Milyar bila termasuk bunga) bisa saja bu-kan merupakan sektor riel yang akan menggunakan pinjamannya untuk kegiatan produksi, pihak ketiga bisa berupa Bank lain sebut saja misalnya Bank B yang mendapatkan pinjaman sebesar Rp 21,28 Milyar (termasuk bunga) akan mencatatnya sebagai deposit baru Rp 21,28 Milyar, mencadangkan 5 %nya atau Rp 1,09 Milyar dan meminjamkan lagi sisanya yang Rp 20,19 Milyar (plus bunga 14 % misalnya menjadi Rp 24,17 Milyar) ke pihak lain—yang cilakanya bisa berupa bank lagi. Proses ini terus demikian berputar di antara sejumlah bank sampai tidak ada yang dipinjamkan lagi.

 

12 Meera, Ahmed Kameel Mydin, 2002, Islamic Gold Dinar. Pelanduk publicatin (M) Sda. Bhd.

     Untuk setiap cadangan baru yang didepositokan di bank, sistem perbankan secara keseluruhan dan secara bersama-sama (tidak bisa dilakukan oleh satu bank saja) akan menciptakan berlipat-lipat uang bank (di Indonesia secara teoretis bisa sampai 20 kali lipat karena cadangan Wajib hanya 5%). Ilustrasi berikut akan memudahkan kita penggelembungan jumlah uang melalui proses money creation tersebut


Apabila pinjaman disalurkan ke sektor riil yang meningkatkan produksi dan menciptakan lapangan kerja, maka hal ini bermanfaat bagi masyarakat karena produksi naik bersamaan juga daya beli masyarakat naik, artinya ada yang menyerap produksi tambahan atau dengan kata lain kenaikan kebutuhan diimbangi dengan kenaikan produksi barang sehingga tidak terjadi kenaikan harga-harga.

Namun kenyataannya yang terjadi di pasar, tidak selalu demikian. Kredit tidak selalu mengalir ke sektor riil, kredit bisa bahkan mayoritas larti ke sektor yang tidak produktif seperti properti dan juga kembali ke sektor keuangan (pasar uang atau pasar modal)—sehingga dampaknya tidak meningkatkan produksi atau produksi yang ditimbulkan tidak sepadan dengan kenaikan jumlah uang. Ketika jumlah uang terus naik namun produksi tidak naik, maka akan terjadi kenaikan harga-harga atau inflasi yang menyengsarakan rakyat.

     Dipinjamkan ke sektor riilpun apabila sektor tersebut tidak langsung berhubungan dengan kebutuhan mayoritas masyarakat, maka kenaikan jumlah uang bank tersebut juga tidak berguna bagi masyarakat—malah menjadi beban masyarakat. Ambil contoh misalnya uang bank untuk menguasai tanah yang luas untuk lapangan golf dan properti lain berupa rumah-rumah mewah di sekitar lapangan golf tersebut yang tidak pernah ditinggali secara permanen oleh pemiliknya.

Apabila uang bank tersebut mengalir ke sektor yang tidak produktif seperti pada investasi properti tersebut di atas, maka harga properti akan naik terus menerus melebihi harga yang wajar untuk properti tersebut. Demikian juga bila uang bank dipakai untuk bermain di pasar saham, maka harga saham juga demikian, akan naik terus tanpa didukung oleh pertumbuhan produksi di sektor riil. Cepat atau lambat para pelaku pasar akan menyadari kekeliruannya berinvestasi di properti atau saham tersebut dengan harga yang terlalu mahal dan menggunakan uang pinjaman, ketika mereka sadar, rata-rata sudah terlambat—maka terjadilah krisis ekonomi seperti yang kita alami tahun 1997-1998. Ketika krisis terjadi, harga saham dan properti hancur, bank-bank menyita aset para debitur tetapi tidak laku lagi dijual. Banyak perusahaan bangkrut, lapangan pekerjaan menghilang dan kemiskinan terus membubung. Ketika kemiskinan merajalela dan angka pengangguran begitu tinggi, sungguh tidak mudah bagi siapapun. Pada saat buku ini ditulis, akhir 2006 atau 9 tahun sejak krisis bermula, belum tampak benar ekonomi negeri ini pulih, Bahkan yang terjadi sebaliknya, jumlah penduduk miskin mencapai 39.5 juta, dan pengangguran mencapai 11 %14

Di lain pihak para pemain saham berpesta pora kembali dengan harga-harga saham yang membubung tinggi yang ditandai dengan kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di bursa efek Jakarta (BEJ) melampaui titik tertingginya dalam sejarah yaitu mencapai angka 1,805. Kita tahu dari krisis sebelumnya bahwa harga-harga saham yang tinggi yang tidak didukung oleh pertumbuhan sektor riil bisa menjadi awal dari krisis berikutnya. Lantas apakah kita akan mengalami krisis berikutnya sementara akibat dari krisis 9 tahun lalu belum pulih benar ?

Hanya Allah yang tahu jawabannya.

Lebih buruk dari krisis ekonomi adalah krisis keadilan ekonomi seperti yang kita rasakan sekarang. Betapa sumber-sumber ekonomi seperti tanah yang luas di dalam dan sekitar kota besar seperti Jakarta, pusat-pusat perdagangan dan industri bahan pokok semua dikuasai oleh segelintir orang dengan menggunakan uang bank atau uang giral, uang yang diciptakan oleh perbankan dari awang-awang seperti diilustrasikan pada gambar 1.1.

 13 Samuelson, Paul. A, William, ,D, 1992. Makro ekonomi edisi XIV, Erlangga, Jakarta.

. Masyarakat luas yang tidak memiliki akses terhadap kapital atau uang bank makin lama makin termaginalkan. Kita sebagai bangsa yang merdeka memiliki pengalaman yang begitu pahit, karena kita tidak menggunakan mata uang yang benar-benar memiliki nilai intrinsik seperti Dinar dan Dirham, mata uang kita mudah hancur atau dihancurkan, Dampak kehancuran mata uang ini tidak hanya berhenti di sini, yang paling menyedihkan adalah kita benar-benar bisa kehilangan kedaulatan atas negeri ini—minimal kedaulatan ekonomi.

Indonesia meminta bantuan IMF

     Masih segar di ingatan kita, bagaimana pada tanggal 15 Januari 1998,  presiden republik ini harus mngikuti kemauan IMF dengan menandatangani 50 butir kesepakatan. Di butir-butir tersebutlah Indonesia kehilangan kedaulan ekonominya sejak 15 Januari 1998  Berikut adalah sebagian kecil dari butir-butir kesepakatan dengan IMF (International Monetery Fund) ysng menunjukkan bahwa kedaulatan ekonomi dan moneter itu lepas dari tangan kita :

1.  Pemerintah diharuskan membuat Undang-Undang Bank Indonesia yang otonom dan akhirnya memang pemerintah membuat Undang-Undang yang dimaksud. Maka lahirlah Undang-Undang no 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Pertanyaannya adalah seandainya Indonesia masih berdaulat mengapa untuk membuat Undang-Undang yang begitu penting harus dipaksakan oleh pihak asing ?

--------------------------------------------------------------------------------------

14 Business Indonesia 18 Desember 2006.

15 Tidak sampai dua minggu setelah mencapai angka tertinggi IHSG pada tanggal 11 Januari 2006 telah melorot ke angka 1703. Hal ini menunjukkan betapa lemah dan rawannya ekonomi yang tidak mendasarkan pertumbuhannya pada kinerja sektor riil.

16 Sebenarnya juga sejak bergabung dengan IMF 21Februari 1967, penandatanganan kesepakatan tanggal 19 Januari 1998 hanya mengetatkan kontrol IMF terhadap Indonesia

17. www.imf.org

    Kalau Undang-Undangnya dipaksakan oleh pihak asing--yang diwakili oleh IMF pada waktu itu, terus untuk kepentingan siapa Undang-Undang itu dibuat ? Dalam salah satu pasal Article of Agreement of the IMF (Article V section 1) memang diatur bahwa INF hanya mau berhubungan dengan Bank Sentral dari negara anggota. Lahirnya Undang-Undang no 23 tersebut tentu sejalan dengan kemauan IMF. Lantas hal ini menyisakan pertanyaan besar—siapa yang mengendalikan uang di negara ini ? Dengan Undang-Undang ini Bank Indonesia memang akhirnya mendapatkan otonominya yang penuh, tidak ada siapapun yang bisa mempengaruhinya (Pasal 4 Ayat 2) termasuk Pemerintah Indonesia. Tetapi ironisnya Bank Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh IMF karena harus tunduk pada Articles of Agreement of the IMF. Seperti yang diatur antara lain dalam dalam beberapa contoh pasal-pasal berikut :

a.  Article V Section1, menyatakan bahwa IMF hanya berhubungan dengan Bank Sentral (atau institusi sejenis, tetapi bukan pemerin-tah) dari negara anggota.

b. Article IV Section 2, menyatakan bahwa sebagai anggota IMF harus mengikuti aturan IMF dalam hal nilai tukarnya, termasuk di dalamnya larangan menggunakan emas sebagai patokan nilai tukar.

c. Article IV Section 3a, menyatakan bahwa IMF memiliki hak untuk mengawasi kebijakan moneter yang ditempuh oleh anggota, termasuk kepatuhan negara aggota terhadap aturan IMF.

d. Article VIII Section 5, menyatakan bahwa sebagai anggota harus selalu melaporkan ke IMF untuk hal-hal yang menyangkut cadangan emas, produksi emas, export import emas, neraca perdagangan interrnasional dan hal-hal detil lainnya.

Pengaruh IMF terhadap kebijakan-kebijakan Bank Indonesia tersebut tentu memiliki dampak yang sangat luas terhadap Perbankan Indonesia karena seluruh Perbankan di Indonesia dikendalikn oleh Bank Indonesia. Dampak lebih jauh lagi karena perbankan juga menjadi tulang punggung  perekonomian, maka perekonomian Indonesia pun tidak bisa lepas dari pengaruh kendali IMF. Butir-butir sesudah ini hanya menambah panjang daftar bukti yang menunjukkan lepasnya kedaulatan ekonomi itu dari pemimpin negeri ini.

2. Pemerintah harus membuat perubahan Undang-Undang yang mencabut kepemilikan asing pada bank-bank yang sudah go publik. Ini-pun sudah dilaksanakan, maka ramailah pihak asing menguasai perbankan di Indonesia satu demi satu sampai sekarang.

3. IMF pula yang mendorong merger empat bank pemerintah menjadi satu dan mendorong lagi satu bank pemerintah go publik. Apa manfatnya bagi IMF langkah ini tentu kawan-kawan yang bergerak dalam di dunia perbankan lebih tahu.

4. Pemerintah Indonesia harus secara bertahap menurunkan tarif pajak untuk produk pertanian non pangan dari luar sampai akhirnya tercapai maksimum pajak 10%. Ini tentu akan membuat produk non pangan asing menjadi sangat kompetitif di pasar ini dan dapat menyingkirkan produk lokal sejenis.

5. Pemerintah harus menurunkan tarif bahan kimia, baja, metal dan alat-alat perikanan sampai di kisaran 5%-10%. Mirip dengan nomer 4, produsen lokal pelan-pelan bisa tersingkir oleh pemain asing.

6. Pemerintah harus menurunkan pajak ekspor untuk kayu gelondongan, kayu gergajian, rotan dan mineral maksimum pada angka 30%. Dampak dari hal ini adalah berpindahnya proses yang memberi nilai tambah dari dalam negeri ke luar negeri. Indonesia dikeruk hasil hutan dan mineralnya dengan nilai tambah yang minimal., nilai tambah yang lebih besar dinikmati oleh para pemain asing.

7. Pemerintah harus mencabut larangan ekspor minyak sawit. Dan boleh mengganti pajak ekspor maksimum 40%. Minyak goreng yang sangat dibutuhkan oleh penduduk negeri ini, yang waktu itu sempat langka -- justru harus diekspor lagi untuk kepentingan pihak asing--di mana lagi mereka bisa memperoleh minyak sawit yang masih murah ?

8. Pemerintah harus menambah saham yang dilepas ke publik dan Badan Usaha Milik Negara, minimal hal ini harus dilakukan untuk perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi. Domestik maupun internasional. Diawali kesepakatan IMF inilah dalam waktu yang kurang dari lima tahun akhirnya kita benar-benar kehilangan perusahaan telekomunikasi kita yang sangat vital yaitu Indosat.

Masih segar di ingatan kita, bagaimana pada tanggal 15 Januari 1998,  presiden republik ini harus mengikuti kemauan IMF dengan menandatangani 50 butir kesepakatan. Di butir-butir tersebutlah Indonesia kehilangan kedaulan ekonominya sejak 15 Januari 199818  Berikut adalah sebagian kecil dari butir-butir kesepakatan dengan IMF (International Monetery Fund) yang menunjukkan bahwa kedaulatan ekonomi dan moneter itu lepas dari tangan kita17 :

 B. Model masalah krisis moneter Indonesia

Standard Emas = stabil

       ||

       \/

 Standard Dolar = stabil

       ||

       \/

Fiat Standard + Pasar uang = rawan terkendali             

       ||

       \/

FS + Pasar Uang Elektronik Global = labil

      ||            ||

      \/            \/

FS + PUEG + Konspirasi Yahudi Zionis = jatuh / krisis  

      ||            ||                                                moneter Indonesia

      \/            \/

Mengembalikan Kemakmuran Bangsa dengan Dinar dan Dirham

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar