Sabtu, 10 April 2021

Leaflet Takwil Ayat Mutasyabihat 02

 2. BENARKAH AL QUR-AN BERBAHASA ARAB ?

 

Sejarah Bangsa Arab ketika mendengar Al-Qur’an pertama kali.

Dikisahkan oleh ahli sejarah, bahwa ketika Nabi Muhammad mengadakan da’wah kepada bangsanya, maka bermacam-macam rintangan datang menimpa beliau, mulai dari penghinaan, cercaan, ejekan, tipu daya dan semua rintangan lainnya, pendek kata mulai dari rintangan kasar sampai rintangan yang halus yang dilakukan oleh kaum Quraisy kepada Nabi Muhammad.

Pada suatu waktu, kaum Quraisy mengadakan pertemuan dengan prinsip mereka bahwa “Semut mati karena manisan”, yaitu mereka akan menunjuk seorang wakil guna menemui Nabi Muhammad pada waktu itu. Mereka sadar benar bahwa Muhammad bin Abdillah adalah seorang yang tidak mudah dikalahkan dalam berdebat, maka mereka akan memilih seorang yang ahli dalam urusan ini.

Rapat itu dilangsungkan di gedung Kebangsaan (Daarun Nadwah) dan dihadiri oleh pemuka-pemuka kaum Quraisy. Tujuan rapat sudah jelas akan memilih seorang yang mempunyai kedudukan sama dengan kedudukan Muhammad bin Abdillah, seorang yang pandai, masih muda dan kuat seperti Nabi Muhammad, dengan maksud agar bisa memperdayakan Nabi Muhammad SAW.

Setelah berdebat panjang lebar, maka dengan suara bulat ditetapkanlah orang yang akan mewakili bangsa Quraisy adalah Utbah bin Rabi’ah. Karena Utbah bin Rabi’ah sesuai jika berhadapan muka dengan Muhammad bin Abdillah untuk berunding dengan dia. Keputusan itu diterima dengan riang gembira disertai kesombongan Utbah bin Rabi’ah karena ia meresa bahwa dirinyalah yang mempunyai sifat-sifat yang dikehendaki oleh mereka.

Pertemuan pertama antara Utbah dengan Nabi.

Pada waktu yang telah ditentukan oleh Utbah sendiri, maka dia datang kerumah Abu Thalib. Sesudah ia bertemu dengan Abu Thalib (Pamanda Nabi) Utbah lalu meminta supaya memanggil Muhammad. Abu Thalib mengabulkan permintaan itu dan segera Abu Thalib memerintahkan seseorang memanggil kemanakannya itu. Setelah menerima panggilan pamannya itu maka Nabi pun bergegas datang ke rumah pamannya. Nabi sama sekali tidak menyangka bahwa dirinya sedang ditunggu oleh Utbah bin Rabi’ah. Oleh karena itu maka Nabi sedikit kaget ketika melihat Utbah ada di rumah pamannya itu, lalu Nabi duduk berhadapan dengan Utbah.
Utbah mulai berbicara lebih dahulu :

Hai anak laki-laki saudaraku ! Engkau sesungguhnya dari golongan kami, dan engkau sebenarnya telah mengetahui keadan kita, bahwa kita bangsa Quraisy ini adalah sebaik-baik dan semulia-mulia bangsa Arab didalam pergaulan dan masyarkat, sekarang engkau datang kepada bangsamu dengan membawa suatu perkara besar ! Engkau datang kepada bangsamu dengan membawa suatu perobahan yang amat besar ! Tidakkah engkau merasa bahwa kedatanganmu itu memecah-belah bangsamu yang telah berabad-abad bersatu, dan engkau telah mencerai-beraikan persaudaraan bangsamu yang telah lama bersepakat, dan engkau telah membodoh-bodohkan ‘ulama-‘ulamamu, mencaci maki apa-apa yang telah lama dipuja-puja orang tuamu, engkau merendahkan apa-apa yang telah lama dimuliakan oleh nenek moyangmu dan bangsamu, engkau cela agama yang telah beratus tahun dipeluk oleh bangsamu dan para leluhurmu, engkau sesat-sesatkan pujangga-pujanggamu yang telah lewat. Kini bangsamu telah berpecah-belah dan bergolongan-golongan, disebabkan oleh perbuatanmu.

Kejadian demikian itu, kini telah tersiar di negara-negara lain. Oleh karena itu kami sangat kuatir, manakala nanti bangsamu kedatangan musuh dari luar, dapatkah kita melawan dan mempertahankan kedudukan kita? Sudah tentu tidak akan dapat, bukan? Sebab perpecahan di antara bangsamu itu kini telah menjadi-jadi, tentu akan menyebabkan kelemahan pada bangsamu sendiri.
Oleh karena itu kedatanganku hari ini kepadamu atas nama bangsamu seluruhnya, dan hendak mengajukan kepadamu hal-hal yang amat sangat penting. Tetapi aku meminta kepadamu, bahwa sesudah aku mengatakan kepadamu, agar supaya kamu pikirkan dengan tenang dan kamu perhatikan dengan benar, janganlah kamu tolak dengan serta merta ! Agar supaya engkau dapat menerima salah satu dari hal-hal yang akan aku katakan. Adapun tujuan kami tiada lain supaya bangsamu yang mulia ini dapat bersatu kembali, seia sekata dan kembali berdamai seperti yang sudah-sudah.

Selama Utbah berbicara Nabi hanya berdiam diri saja sambil mendengarkan dengan tenang. Maka sesudah itu Nabi menjawab : “Katakanlah olehmu kepadaku, segala sesuatu yang hendak engkau katakan, hai Abul Walid ! Aku akan mendengarnya”.

Utbah bin Rabi’ah lalu berkata : “Saya akan bertanya lebih dahulu kepadamu Muhammad, sebelum saya mengatakan hal-hal penting tersebut kepadamu.
Kata Utbah : “Apakah engkau lebih baik dari pada ayahmu Abdullah dan adakah engkau lebih baik pula dari kakekmu yang terhormat Abdul Muthalib ?”
Nabi Saw dikala itu diam saja, tidak menjawab sepatah kata-pun. Utbah lalu melanjutkan pembicaraannya :

“Oh anak laki-laki saudaraku ! Kalau engkau menganggap bahwa engkau lebih baik dari pada orang-orang tuamu dan nenek moyangmu dahulu, maka katakanlah hal itu kepadaku. Aku hendak mendengarnya. Dan jika engkau menganggap bahwa orang-orang tuamu dan nenek moyangmu itu lebih baik dari pada kamu, pada hal mereka itu dengan sungguh-sungguh menyembah dan memuliakan Tuhan-Tuhan yang engkau hinakan sekarang ini, maka cobalah hal itu engkau katakan kepadaku Muhammad ! Nabi Saw masih tetap diam !

Lalu Utbah melanjutkan lagi pembicaraannya :
”Sekarang bagaimanakah Muhammad, apa yang menjadi kehendakmu dengan mengadakan agama baru itu? Saya mau tahu, Muhammad !

Jikalau dengan mengadakan agama baru itu, engkau mempunyai hajat ingin memiliki harta benda, kami kaum bangsawan Quraisy sanggup mengumpulkan harta benda buat kamu.  sehingga nanti kamu menjadi seorang yang kaya di antara kami

jikalau kamu menghendaki dengan agama barumu itu kemuliaan dan ketinggian derajat, maka kami sanggup menetapkan engkau menjadi seorang yang paling mulia dan paling tinggi derajatnya di antara kami, dan kamilah yang akan memuliakanmu;

jikalau kamu ingin menjadi raja, maka kami sanggup mengangkat kamu menjadi raja kami, yang memegang kekuasaan di antara kami, yang memerintah kami, dan kami semuanya tidak akan berani memutuskan sesuatu perkara melainkan dengan izinmu atau dari keputusanmu;

jikalau engkau menghendaki wanita-wanita yang paling cantik, sedangkan kamu tidak mempunyai kekuatan untuk mencukupi keperluan mereka maka kami sanggup menyediakan wanita bangsa Quraisy yang paling cantik di antara wanita Quraisy lainnya, dan pilihlah sepuluh orang atau berapa saja yang kamu mau dan kamilah yang akan mencukupkan keperluan mereka masing-masing, dan engkau tidak usah memikirkan keperluan mereka itu;
jikalau kamu menderita penyakit, maka kami sanggup mencari obatnya dengan harta benda kami sampai kamu menjadi sehat kembali meskipun harta benda kami menjadi habis asalkan engkau sehat kembali tidak apalah bagi kami;

dan jikalau kamu menginginkan hal-hal lain selain hal-hal itu, maka coba katakanlah kepadaku, asal engkau mau menghentikan perbuatan-perbuatanmu seperti yang sudah-sudah! Coba kamu katakan kepadaku, pilihlah salah satu dari hal-hal yang telah aku katakan ini, mana yang kamu inginkan katakanlah kepadaku”

Selama Utbah berbicara itu, Nabi SAW diam sambil mendengarkan ! Kemudian beliau berkata : “Sudahkah selesai hal-hal yang engkau katakan kepadaku ?”
Utbah menjawab : “Yah saya selesaikan sekian dulu”
Nabi berkata : “Oh begitu, ! baiklah sekarang saya minta kamu mendengarkan perkataanku, sebagai jawaban kepadamu. Maukah kamu mendengarkannya?”
Utbah menjawab :” Baiklah, katakan padaku sekarang juga”

Nabi SAW lalau membaca ayat-ayat dari Al-Qur’an surat Fushilat ayat 1 sampai dengan ayat 14 yang baru diturunkan Allah beberapa hari yang lalu :

بسم الله الرحمن الرحيم


41:1 

41:2 


41:4 

41:5

 Dst. sampai dengan ayat 14 (lihat saja di Mushaf Al-Qur’an)

Baru sampai sekian Nabi membaca ayat-ayat Al-Qur’an maka dengan segera Utbah menegur dan berkata : “Cukuplah Muhammad, cukup sekian dulu Muhammad, cukuplah sekian saja ! Apakah kamu dapat menjawab dan berkata dengan yang lain selain itu”
Nabi SAW menjawab :”Tidak !”

Utbah lalu diam tidak dapat berkata lebih lanjut, semua yang hendak dikatakan telah hilang musnah dengan sendirinya, segala rencana yang yhendak dikemukakan untuk memperdayakan Nabi lenyap dengan tidak disangka-sangka, bahkan hatinya menjadi tertarik dengan mendengarkan apa yang dibacakan oleh Nabi.
Oleh sebab itu, dengan segera ia lalu pulang ke rumahnya dengan mengandung satu perasaan yang sebelumnya tidak disangka-sangka akan memilikinya, sehingga ia tidak tahu, apa lagi yang akan dikatakan kepada Muhammad. Memang bukan main kata-kata yang diucapkan Muhammad itu. Selama hidupku aku belum pernah mendengar kata-kata yang semacam itu. Memang sungguh sedaplah rasanya rangkaian kata-kata yang diucapkan oleh Muhammad itu.

Laporan Uthbah.

Setiba Utbah di rumahnya dengan mengandung perasaan yang mengganggu tadi, maka dengan hati yang sangat pedih, beberapa hari lamanya ia tinggal saja di rumahnya, tidak berani keluar dari rumah menunjukkkan mukanya ke-pada mereka yang mengutusnya.

Oleh sebab itu mereka (para pemuka musyriqin Quraisy) itu lalu datang ke rumahnya, untuk menanyakan kepadanya tentang hasil yang diperolehnya sebagai seorang utusan yang terhormat. Pada waktu itu Utbah sangat berdebar-debar hatinya, sangat pucat raut mukanya. Akibat rasa takut kepada mereka. Sekalipun begitu namun terpaksa ia melaporkan apa yang sudah dikerjakannya sebagai seorang utusan yang amat dipercaya, dia menguraikan tentang hal ihwal ketika bertemu dengan Nabi Saw, dan menerangkan jalannya percakapan antara dia dan Nabi Saw, serta ucapan Nabi sebagai jawaban atas pembicaraannya.

Utbah terpaksa melaporkan kepada mereka, karena di kala itu seorang di antara mereka ada yang mendesaknya dengan cara mengejeknya; katanya kepada mereka : ”Sesungguhnya Utbah telah datang dari pertemuannya dengan Muhammad, tetapi kedatangannya kepadamu sekarang ini dengan roman muka yang lain dari roman muka ketika ia pergi kepada Muhammad”

Kemudian mereka berkata kepada Utbah :”Apakah yang ada di belakang kamu, wahai Abal-Walid?”
Disinilah Utbah lalu terpaksa melaporkan kepada mereka.

Kata Utbah : “Demi Allah, aku sudah menyampaikan kepada Muhammad semua yang diserahkan kepadaku. Sedikitpun aku tidak tinggalkan apa yang kamu katakan kepadaku, untuk kukemukakan kepada Muhammad, bahkan aku menambah beberapa keterangan yang sangat jitu dan penting pula”.

Mereka berkata :”Ya, habis bagaimana ? Apakah Muhammad memberi jawaban kepadamu ?”

Utbah menjawab :”Ya, dia memberi jawaban kepadaku, tetapi demi Allah, aku tidak mengerti yang diucapkan oleh Muhammad. Sungguh, sedikitpun aku tidak mengerti, melainkan aku mendengar dari padanya, bahwa dia mengancam kamu semua dengan petir, seperti petir yang dipergunakan untuk membinasakan kaum-kaum Ad dan Tsamud”.

Salah seorang dari mereka berkata :”Celakalah engkau hai Utbah ! Mengapa engkau sampai tidak mengerti perkataanya ? Sedang ia berbicara dengan bahasa Arab, dan Engkau berbicara kepadanya dengan bahasa Arab juga bukan?”

Utbah menjawab :”Demi Allah ! Sungguh aku sama sekali tidak dapat mengerti perkataannya, melainkan ia menyebut-nyebutkan kata :”Shaa’iqah” (petir)”
Mereka bertanya :”Mengapa begitu hai Utbah ?”

Utbah menjawab :”Demi Allah ! Selama hidupku belum pernah mendengar perkataan seperti perkataan Muhammad yang diucapkan kepadaku. Karena perkataannya itu akan kuanggap syi’ir, bukan syi’ir karena dia bukan ahli syi’ir; dan akan kuanggap perkataan tukang ramal, ia bukan seorang tukang ramal; dan akan kuanggap perkataan orang gila, ia bukan orang gila. Sungguh perkataannya yang telah kudengar itu akan ada satu urusan penting. Sebab itu aku pada waktu itu tidaklah dapat menjawab perkataannya sepatahpun”.

(Sumber : Kelengkapan tarich Nabi Muhammad saw penerbit Bulan Bintang disusun oleh K.H. Munawar Chalil halaman 322 – 330)

Dengan tidak difahaminya ayat-ayat Al Qur-an ini oleh Utbah bin Robi’ah yang seorang berbangsa Arab yang menggunakan Bahasa Arab berarti :

Bahasa Al Qur-an berbeda  dengan  Bahasa Arab.

Jember 6 Maret 2020

Dr. H.M. Nasim Fauzi

Jalan Gajah Mada 118

Tilpun (0331) 481127

Jember

Tidak ada komentar:

Posting Komentar