ANALISA KALIMAT
SURAT AN-NISA'
AYAT 2 dan 3
Oleh : Dr. H. M. Nasim Fauzi
Cerita tambahan :
Keadilan Nabi
Ibrohim As.
Keadilan Nabi
Ibrohim As.
Pendahuluan
Surat An-Nisa’ ayat 2 dan 3
ini sangat terkenal dan banyak dibahas di dunia Islam, karena mengandung ayat mutasyabihat
yaitu (kata) adil
(dan qisth)
yang dikaitkan dengan masalah poligami.
Istilah ayat mutasyabihat ada di dalam QS. Ali Imron [3] : 7,
dimana dalam menafsirkannya para ulama terbagi atas
dua pendapat :
1) Pendapat Aisyah dan 2) pendapat kedua.yang
dipelopori oleh Abdulloh Ibnu Abbas.
Menurut pendapat Aisyah hanya
Alloh sajalah yang mengetahui takwil ayat mutasyabihat, .
Penulis setuju dengan pendapat Aisyah.
Karena hanya Alloh Swt. yang mengetahui
takwilnya, agar mengetahuinya kita harus bertanya kepada Alloh
Swt. Penulis telah mengembangkan cara bertanya kepada Al Qur-an (BKA) tentang takwil ayat mutasyabihatdalam
6 tahap.
Dengan metode ini
diperoleh takwil ayat mutasyabihat (kata) adl dan qisth.yaitu.
Adl (عَدَل) diartikan
sebagai jujur / lurus (straight), sedang qisth (قِسْط) diatikan sebagai sama (equal) dan seimbang (just).
Sedang para ahli tafsir
umumnya menganut pendapat kedua dengan pandangani sebagai berikut.
1. Para ahli tafsir boleh
menafsirkan ayat mutasyabihat karena mereka berpandangan termasuk
golongan ar-rosikhun (orang yang mendalam ilmunya).
2. Menyamakan bahasa Al Qur-an dengan
Bahasa Arob pada zaman Nabi Saw. (abad ke-7 M.).
3. Arti kata ‘adl (عَدَل) adalah = qisth (قِسْط) .
4. Sama halnya dengan bahasa Arob, setiap
kata di dalam Al Qur-an berarti ganda..
5. Akibatnya Al Qur-an menjadi
multi tafsir.karena semua penafsirnya beranggapan bahwa tafsirnya benar.
6. Maka kebenaran Tafsir Al Qur-an tidak hanya satu, tetapi banyak..
Surat An-Nisa
Ayat 2 dan 3
Dan Dan (wa) berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig)
harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk. Dan (wa) jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu.
Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang
besar. (An-Nisa' [4] : 2)
Dan Dan (wa) jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (sama dan seimbang) terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu
mengawininya), maka (fa) kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi;
dua, tiga, atau empat. Kemudian (fa) jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil (jujur), maka (fa) (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak
yang kamu miliki. Yang demikian itu (dzalika) adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. An-Nisa’ [4] : 3)
[266] Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu.
Sebelum turun ayat Ini, poligami sudah ada. Dan pernah pula dijalankan oleh
para nabi sebelum nabi Muhammad Saw. Ayat Ini membatasi poligami hanya sampai
empat orang saja.
Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya
ayat)
Hadis 01 : A’isyah Ra. berkata: “Ada gadis
yatim di bawah asuhan walinya. Ia berserikat dengan walinya dalam masalah
hartanya, Walinya itu tertarik kepada harta dan kecantikan gadis tersebut.
Akhirnya ia bermaksud untuk menikahinya, tanpa memberikan mahar yang layak.” (HR.
Bukhori)
Hadis 02 : Dari Urwah ibn Zubair, bahwa
beliau bertanya tentang ayat ini, yang oleh Aisyah dijawab, Ayat ini
turun berkaitan dengan perempuan yatim yang dipelihara oleh walinya, tetapi kemudian harta dan
kecantikan perempuan yatim itu menarik hati si wali. Tetapi si wali itu
ternyata tidak berlaku adil, dia tidak mau memberi mas kawin sebagaimana yang
diberikan suami kepada isterinya yang setara. Ayat ini mencegah mereka berbuat
demikian dan memerintahkan mereka untuk menikahi perempuan lain. (HR. Bukhori dan Muslim).
Hadis 03 : Dari ‘Aisyah “Sesungguhnya seorang
laki-laki yang memiliki tanggungan wanita yatim, lalu dinikahinya. Sedangkan
wanita itu memiliki sebatang pohon kurma yang berbuah. Laki-laki itu menahannya.
Sedangkan wanita itu tidak mendapatkan sesuatu pun dari laki-laki itu, Maka
turunlah ayat ini. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil.” Aku mengira ia mengatakan: “Ia bersekutu dalam pohon kurma dan
hartanya.” (HR. Bukhori).
Hadis 04 : Dari ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdulloh, telah menceritakan
kepada kami Ibrohim bin Sa’ad dari Sholih bin Kaisan dari Ibnu
Syihab. Ia berkata: ’Urwah bin az-Zubair mengabarkan kepadaku bahwa
ia bertanya kepada Siti ‘Aisyah r.a. tentang firman Alloh swt. “Dan jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yatim bilamana kamu
mengawininya,“ beliau menjawab: “Wahai anak saudariku, anak yatim
perempuan yang dimaksud adalah wanita yatim yang berada pada pemeliharaan
walinya yang bergabung dalam hartanya. Sedangkan ia menyukai harta dan
kecantikannya. Lalu, walinya ingin mengawininya tanpa berbuat adil dalam
maharnya, hingga memberikan mahar yang sama dengan mahar yang diberikan orang
lain. Maka, mereka dilarang untuk menikahinya kecuali mereka dapat berbuat adil
kepada wanita-wanita tersebut dan memberikan mahar yang terbaik untuk mereka.
Dan mereka diperintahkan untuk menikahi wanita-wanita yang mereka sukai selain
mereka." (HR. Bukhori).
.II. Permasalahan
Kita telah melihat bahwa
ayat-ayat 2-3 Surat An-Nisa ini ruwet. Maka agar hubungan satu kalimat dengan
kalimat lainnya mudah terlihat, penulis membuat lajur dan kolom sehingga
menjadi lebih sistematis.
Kalimat terakhir Yang demikian itu (dzalika) adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya.
.Kalimat mana yang diterangkan ayat ini ?
QS. [4] : 2
|
QS. An-Nisa’ [4] : 3
|
|
Kalimat A
Dan (wa) berikanlah kepada
anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, dan (wa) jangan kamu menukar
yang baik dengan yang buruk dan (wa) jangan kamu
makan harta mereka bersama hartamu. Sesung-guhnya tindakan-tindakan (menukar
dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.
|
Kalimat B1
Dan (wa) jika kamu takut tidak
akan dapat berlaku adil (qisth = seimbang) terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya),
|
Kalimat C1
Kemudian (fa) jika kamu takut tidak
akan dapat berlaku adil ('adl = jujur) (bila mengawini
wanita-wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat)
|
Kalimat B2
Maka (fa) kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
|
Kalimat C2
maka (fa) (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki.
|
|
Permasalahan :
Menerangkan tentang kalimatmanakah (A, B atau C), kalimat D itu ?
|
Kalimat
D
Yang demikian itu (dzalika) adalah lebih dekat
kepada tidak berbuat aniaya.
|
III. Pemecahan Masalah
Karena ada 3 kalimat (A, B dan C), maka ada 3 kemungkinan.
Kemungkinan 1. Kalimat D Yang demikian itu (dzalika) adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya. menerangkan tentang Kalimat C.
QS. [4] : 2
|
QS. An-Nisa’ [4] : 3
|
|
Kalimat
A
Dan (wa) berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta
mereka, dan (wa) jangan kamu menukar
yang baik dengan yang buruk dan (wa) jangan kamu makan
harta mereka bersama hartamu. Sesung-guhnya tindakan-tindakan (menukar dan
memakan) itu, adalah dosa yang besar
|
Kalimat
B1
Dan (wa) jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (qisth = seimbang) terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya)
|
Kalimat
C1
Kemudian (fa) jika kamu takut tidak
akan dapat berlaku adil ('adl = jujur) (bila
mengawini wanita-wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat)
|
Kalimat B2
maka (fa) kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
|
Kalimat
C2
maka (fa) (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki.
|
|
Permasalahan :
Menerangkan tentang kalimat manakah (A, B atau C), kalimat D itu ?
|
Kalimat
D
Yang demikian itu (dzalika) adalah lebih dekat
kepada tidak berbuat aniaya.
|
Uraian :
(Kalimat C2) maka (fa) (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki.
(Kalimat D) yang demikian
itu (dzalika) adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya
Keterangan
lengkapnya adalah :
(Kalimat C1) Kemudian (fa) karena takut tidak berbuat adil ('adl = jujur) (bila mengawini wanita-wanita lain yang
disenangi, dua, tiga atau empat)
(Kalimat C2) maka (fa) mengawini seorang saja, atau budak-budak
yang dimiliki,
(Kalimat D) Yang demikian itu (dzalika) adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya
Kesimpulan Kitab
Tafsir M o d e r n
Ini berarti
perkawinan monogami adalah yang paling baik karena
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya, sedang perkawinan poligami sering
menimbulkan ketidakadilan dan percekcokan.
Komentar penulis
Tafsir Al Qur-an
dengan menganalisa kalimat secara yang demikian ini dipakai oleh semua
penafsir Al Qur-an modern yaitu :
1. Tafsir Al-Maroghi karangan Al-Syaikh Mustofa Al-Maroghi
2. Tafsir Al-Misbah karangan
Prof M. Dr. Quroisy Shihab MA
3. Tafsir Al-Azhar Karangan
Buya HAMKA
4. Tafsir An-Nuur Karangan
Prof. Teungku M. Hasbi Ash-Shiddieqy
5. Al-Qur’an
dan Tafsirnya Departemen Agama
Kelemahan tafsir ini adalah :
1. Kalimat
C1 ini sebenarnya adalah kalimat lanjutan, karena dimulai dengan kata sandang “kemudian” (fa). Kalimat
pokoknya adalah kalimat B1, yang dimulai dengan kata sandang “dan” (wa). Di
dalam bahasa Arob kalimat pokok biasanya dimulai dengan kata sandang "dan" (wa) atau tanpa
kata sandang. Maka sebenarnya Kalimat B dan Kalimat C adalah merupakan satu kesatuan yang tak boleh
dipisah-pisah. Maka, Kalimat D (Yang demikian itu (dzalika.) seharusnya menerangkan
tentang Kalimat B + Kalimat C seperti Kemungkinan 2
2. Para penafsir
tidak memperhatikan asbabun nuzul ayat. Sejatinya bahasan utama kedua
ayat ini adalah tentang masalah keadilan terhadap anak yatim. Sedang
masalah perkawinan hanya merupakan pembahasan sampingan, karena dalam Agama
Islam beristeri sampai empat hukumnya
sudah final yaitu boleh / mubah.
Sedang ayat
tentang perkawinan adalah QS. An-Nuur [24] : 32
[1035] an Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurniaNya. Dan Allah Maha luas (pemberianNya) lagi Maha Mengetahui.i
[1035] Maksudnya: hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita-wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.
Seorang
laki-laki yang sendirian bisa berupa seorang jejaka atau duda yang bisa mengawini seorang
wanita yang sendirian juga yaitu seorang gadis atau janda.
Seorang wanita yang sendirian bisa berupa seorang gadis atau seorang janda. Bagi keduanya, bisa kawin dengan seorang laki-laki yang sendirian juga yaitu seorang jejaka atau seorang duda.
Seorang wanita yang sendirian bisa berupa seorang gadis atau seorang janda. Bagi keduanya, bisa kawin dengan seorang laki-laki yang sendirian juga yaitu seorang jejaka atau seorang duda.
Tetapi bila keduanya tidak
bisa menemukan laki-laki yang masih lajang yang bisa dikawini, tidak menutup
kemungkinan bagi keduanya untuk kawin dengan seorang laki-laki yang sudah
beristeri / poligami.
3. Para ahli tafsir ini telah melupakan
sejarah bahwa para Nabi di antaranya, Ibrohim As, Ismail, Ishak, Ya'kub dan
banyak lagi lainnya, beristeri lebih dari satu, apalagi Raja Daud dan Sulaiman,
isteri mereka berpuluh-puluh.
4. Telah melupakan hadits dan
sejarah bahwa Nabi Muhamad Saw. diizinkan Alloh Swt. beristeri sampai
sembilan. Para sohabat Nabi Saw, di antaranya Umar bin Khottob Ra.,
Ali bin Abi Tholib Kw. (sepupu dan menantu Nabi), Muawiyah bin Abi Sofyan Ra.
dan Muaz bin Jabal Ra. melakukan poligami.
Hadits 06 :
"Sunnah Rosulullah Saw. yang memberikan penjelasan dari Alloh Swt.
menunjukkan bahwa tidak diperbolehkan bagi seseorang selain Rosulullah Saw.
untuk menghimpun lebih dari empat wanita." (HR. Syafi'i)
Hadits 07 : Dari Anas bahwa Rosulullah
Saw. kawin dengan 15 orang wanita. Di antara mereka yang telah digauli adalah
13 orang dan yang dihimpun beliau adalah 11 orang. Sedangkan di saat wafat,
beliau meninggalkan 9 orang isteri. (HR. Bukhori)
Hadits 08 : Dari Salim, dari ayahnya bahwa
Ghoilan bin Salamah ats-Tsaqofi masuk Islam, saat itu ia memiliki 10 orang
isteri. Maka, Nabi Saw. bersabda: "Pilihlah 4 orang di antara mereka." (HR.
Ahmad)
5. Telah meninggalkan hasil ijtihad para
imam mazhab yang empat (lima dengan mazhab syiah) yaitu:
a. Imam Abu Hanifah
b. Imam Malik ibn Anas
c. Imam Asy-Syafi'i.
d. Imam Ahmad ibn Hanbal.
e. Mazhab Imam Syi’ah
Kelimanya dengan bukti Al
Qur-an dan Hadits Nabi, berpendapat bahwa mengawini perempuan sampai dengan
empat hukumnya mubah.
6. Dasar yang dipakai oleh sebagian ahli
tafsir modern adalah fikiran / logika yang disalahkan oleh Nabi saw. pada
hadits berikut:
Hadis 09: Dari Haban bin Hilal dari Suhail bin
Abi Hazam dari Abu Imron Al-Juwainy dari Jundub, dari Rosululloh saw. yang
bersabda : “Barang siapa yang berbicara tentang Al Qur-an menurut
pendapatnya (logika) sendiri, sekalipun ia benar, maka ia telah melakukan
kekeliruan. (HR. Abas bin A. Azim Al-Ambary).
7. Menurut Dr. Ahmad Syurbasyi
dalam bukunya “Sejarah Perkembangan Al-Qur’an Al-Karim”, syarat-syarat
untuk penafsiran Al Qur-an yang baik secara singkat adalah :
a. Memenuhi kaidah bahasa Arob Al Qur-an
yang baik. Bahasa Arob Al Qur-an adalah bahasa Arob saat diturunkannya Al
Qur-an yaitu bahasa Arob kuno.
b. Dalam menafsirkan ayat-ayat tentang
sifat-sifat Alloh swt. dan tentang keimanan harus memenuhi kaidah ilmu
Ushuluddin.
c. Bila menafsirkan ayat-ayat yang akan
dijadikan dasar pembuatan hukum Islam harus memenuhi kaidah ilmu Ushul Fiqh.
d. Agar tafsir Al Qur-an itu tepat dalam
maksud dan tujuannya, harus dikaji dulu Asbabun Nuzulnya. Asbabun nuzul adalah
sebab-sebab atau latar belakang turunnya ayat-ayat Al Qur-an.
e. Agar bisa menggolongkan suatu ayat
apakah bersifat umum yaitu berupa garis besar (mujmal), atau bersifat samar-samar
(mubham). Ayat-ayat yang mujmal dan mubham itu hendaknya dilengkapi dengan
hadits Nabi Muhammad saw. Yang
isinya berupa perincian ayat yang mujmal dan menerangkan ayat yang mubham.
f. Ayat-ayat yang membahas masalah sains
dan teknologi memerlukan spesialisasi keilmuan yang berkaitan.
Kemungkinan 2 : Kalimat D Yang demikian itu (dzalika) menerangkan tentang Kalimat B dan C.
QS. [4] : 2
|
QS. An-Nisa’ [4] : 3
|
|
Kalimat A
Dan (wa) berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta
mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan
harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan
memakan) itu, adalah dosa yang besar
|
Kalimat B1
Dan (wa) jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil /qisth = seimbang) terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya),
|
Kalimat
C1
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil ('adl = jujur) (bila
mengawini wanita-wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat)
|
Kalimat B2
maka (fa) kawinilah wanta-wanita
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
|
Kalimat
C2
Maka (fa) (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki.
|
|
Permasalahan :
Menerangkan tentang kalimat manakah (A, B atau C), kalimat D itu ?
|
Kalimat
D
Yang demikian itu itu (dzalika) adalah lebih dekat
kepada tidak berbuat aniaya.
|
Uraian
(Kalimat
B1) Dan (wa) jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (qisth =
seimbang) terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengwininya),
(Kalimat
B2). maka (fa) kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga atau empat.
(Kalimat C1) Kemudian (fa) jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil ('adl = jujur) (bila mengawini wanita-wanita lain
yang kamu senangi, dua, tiga atau empat
(Kalimat C2) maka (fa) (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak
yang kamu miliki.
(Kalimat D) Yang demikian itu (dzalika kedua perbuatan itu) adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya.
Kesimpulan Kitab Tafsir K l a s i k
Baik monogami atau poligami sama baiknya
bila syarat-syaratnya dipenuhi.
Komentar penulis
Tafsir Al Qur-an dengan menganalisa
kalimat secara demikian ini dipakai oleh penafsir Al Qur-an klasik.
Di antaranya Kitab Tafsir Jalalain. Yang menyimpulkan kalimat
"yang demikian itu (dzalika)"
sebagai berikut.
Yang demikian itu (dzalika) yaitu mengawini sampai empat orang istri
atau seorang istri saja, atau mengambil hamba sahaya (lebih dekat) kepada (tidak berbuat aniaya) atau berlaku zalim.
Demikian juga Tafsir Al Qur-an karangan Ibnu
Katsir yang berpendapat : FirmanNya: "Yang demikian itu (dzalika) adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya." Yang
shohih, artinya adalah janganlah kalian berbuat aniaya. (Dalam bahasa Arab) dikatakan (aniaya
dalam hukum) apabila ia menyimpang dan zholim.
Kemungkinan 3 : Kalimat D Yang demikian itu (dzalika) menerangkan tentang Kalimat A, B dan C.
QS. [4] : 2
|
QS. An-Nisa’ [4] : 3
|
|
Kalimat
A
Dan (wa) berikanlah kepada
anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang
baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu.
Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar
|
Kalimat B1
Dan (wa) jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil (qisth = seimbang) terhadap
(hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya)
|
Kalimat
C1
Kemudian (fa) jika kamu takut tidak
akan dapat berlaku adil ('adl = jujur (bila
mengawini wanita-wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat)
|
Kalimat B2
maka (fa) kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
|
Kalimat
C2
maka (fa) (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki.
|
|
Permasalahan :
Menerangkan tentang kalimat manakah (A, B atau C), kalimat D itu ?
|
Kalimat
D
Yang demikian itu (dzalika) adalah lebih dekat
kepada tak berbuat aniaya.
|
Uraian
1) (Kalimat
A). Memberikan
kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka,
tidak menukar harta mereka yang baik dengan yang buruk dan tidak
makan harta mereka bersama harta kita.
2) (Kalimat
B1). Dan (wa) karena takut tidak akan
dapat berlaku adil (qisth = seimbang) terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana mengawininya),
(Kalimat B2) maka (fa) mengawini wanita-wanita lain yang disenangi, dua, tiga atau empat.
(Kalimat B2) maka (fa) mengawini wanita-wanita lain yang disenangi, dua, tiga atau empat.
3) (Kalimat C1) Dan (wa) karena takut
tidak berbuat adil ('adl = jujur) (bila mengawini wanita-wanita lain yang
disenangi, dua, tiga atau empat),
(Kalimat C2).sehingga (fa) mengawini seorang saja, atau budak-budak
yang dimiliki
4) (Kalimat D)Yang demikian itu (dzalika / ketiga perbuatan itu (Kalimat A, B dan C) adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya
Komentar penulis
Tafsir Al Qur-an
dengan menganalisa kalimat pada kemungkinan ke-3 ini adalah yang paling
tepat.
IV. Kesimpulan
dan Penutup
Kita sering mengalami kesukaran dalam
menganalisa kalimat-kalimat di dalam ayat-ayat Al Qur-an yang panjang-panjang,
karena kehilangan hubungan antara satu kalimat dengan kalimat yang lain.
Akibatnya kita bisa mengambil kesimpulan yang keliru.
Agar hubungan antara satu kalimat dengan
kalimat lainnya tidak hilang maka kita bisa memasukkan kalimat-kalimat itu
dalam kolom dan lajur seperti contoh di dalam makalah ini.
Selain itu kita harus melihat rambu-rambu
yang lain di antaranya adalah asbabun nuzul, hadits-hadits Nabi Muhammad Saw,
pendapat shohabat Nabi, para ulama besar di antaranya para imam madzhab.
Jember, 14 September 2017
Dr. H.M. Nasim Fauzi
Jalan Gajah Mada 114
Tilpun (0331) 481127
Jember
Berlaku adilkah Nabi Ibrohim As. ?
bra hIbrahim As.
lahir sekitar 1900 SM di kota Ur, yang
merupakan salah satu kota terpenting
saat itu di Timur Tengah yaitu dataran Mesopotamia (sekitar Iraq sekarang)..
Pada saat lahir, Ibrahim belum bernama "Ibrahim", tetapi "Abram". Namanya kelak
dirubah oleh Alloh Swt..
bra hDi negerinya
Ibrohim bersengketa dengan Raja Namrud yang akhirnya beliau dibakar olehnya,
tetapi diselamatkan oleh Alloh Swt. Karena keselamatannya terancam, maka pada
suatu hari Alloh Swt. meminta Ibrahim untuk pergi meninggalkan negeri dan masyarakatnya
menuju ke suatu negeri yang tidak pasti dan memulai sebuah masyarakat baru di
sana. Waktu itu Abram As. berusia 75 tahun, melakukan perjalanan bersama
istrinya yang mandul bernama Sarai, yang kemudian dikenal dengan nama
"Sarah" yang berarti puteri raja, dan anak dari saudaranya bernama
Lut As. (terkenal dengan peristiwa Sodom dan
Gomoroh).
br ahDalam perjalanan
menuju ke "Tanah yang Terpilih (Chosen Land)"
mereka tinggal di Harran untuk sementara
waktu dan kemudian melanjutkan perjalanan.. Ketika sampai di Kanaan, mereka
diberi wahyu oleh Alloh bahwa tempat tersebut secara khusus dipilih dan dianugerahkan
buat mereka. Ketika itu Abram berusia 99 tahun, namanya kemudian dirubah
menjadi Ibrahim (Abraham) As.
br ahPada suatu hari Kanaan dilanda kekeringan. Maka beliau
dengan isrerinya Sarah hijrah ke Mesir. Di sana setelah
terjadi beberapa peristiwa, Pharao menghadiahkan Sarah seorang budak negro bernama
Hagar.
brah Setelah masa
kekeringan lewat, mereka kembali ke Kanaan, namun mereka tidak kunjung
dikaruniai putera. Maka Sarah menyarankan kepada Ibrahim untuk mengawini Hagar
budaknya itu. Alhamdulillah Hagar bisa memberinya putera yang dinamakan Ismail.
Saking gembiranya Ibrahim tidak pulang-pulang ke isterinya Sarah karena asik
menunggui puteranya yang diidam-idamkannya itu. Maka timbul rasa cemburu di
hati Sarah sehingga menyuruh Ibrahim membawa Hagar dengan anaknya pergi
ke tempat yang jauh dari Kanaan.
bra hMaka Ibrahim
As. membawa keduanya ke Mekah di jazirah Arab yang jaraknya kira-kira 1000 km
dari Kanaan. Ibrahim meninggakan Hagar beserta puteranya Ismail di Mekah selama
12 tahun.
bra hSewaktu
ditinggal Ibrohim As. di Mekah, Hagar mendapat banyak kesulitan, karena Mekah
tanahnya tandus, tidak ada air dan pepohonan. Maka Hagar melakukan sai antara
bukit Sofa dan Marwa mencari air. Sementara bayinya Ismail ditinggal sendirian.
Segera datanglah pertolongan Alloh. Dari arah ujung kaki Ismail Alloh Swt. menerbitkan
sumur Zamzam yang airnya mengalir sampai sekarang. Sehingga sekitar sumur itu
menjadi subur yang menjadi daya tarik orang-orang Arob berkumpul di situ,
membentuk kota Mekah
sampai sekarang.
bra hSedang
Ibrahim As. sendiri pulang ke Kanaan untuk menyertai isterinya Sarah.
Alhamdulillah Sarah meskipun sudah tua oleh Alloh Swt. dikaruniai seorang
putera yang diberi nama Ishaak. Dari Ishaak As. dan anaknya Yakub As. alias
Isroil yang mempunyai 12 orang anak dari 2 orang isteri, mereka menurunkan Bani
Isroil yang terdiri dari 12 suku.
bra hSewaktu
Ismail berumur 12 tahun Ibrohim As. Pergi ke Mekah mengunjungi Hagar dan
puteranya Ismail. Ibrohim As. dan Ismail diperintahkan Alloh Swt. membangun
Ka’bah sebagai Baitulloh. Juga Alloh Swt. menguji Ibrohim As. untuk menyembelih
puteranya yang disayanginya itu. Ibrohim As. lulus dengan ujiannya. Sebagai
gantinya Ibrohim As. disuruh menyembelih seekor kambing korban pemberian Alloh
Swt. Setelah kedua peristiwa itu Ibrohim As. pulang kembali ke Kanaan menyertai
isterinya Sarah dan puteranya Ishaak. Ibrohim As. meninggal pada usia 175 tahun
dan dikubur di gua Macpelah yang berdekatan dengan kota Hebron (el-Kalil)
di West Bank (tepi barat).
bra hSedang Hagar
beserta puteranya tetap tinggal di Mekah. Setelah dewasa Ismail As. kawin
dengan orang Arob Mekah. Salah satu keturunannya adalah Nabi Muhammad Saw.
Pertanyaan, adil-kah
perbuatan Ibrahim As. meninggalkan Hagar beserta bayinya Ismail di Mekah yang
gersang itu ?
bra hBila adil adalah sinonim dari qisth dalam Bahasa Arob yang berarti sama (equal) dan seimbang (just), maka
perbuatan Ibrohim As. jelas tidak adil.
br ahBila ’adl sebagai Bahasa Al Qur-an (ayat mutasyabihat) yang berarti jujur (lurus = straight), maka perbuatan Ibrohim
As. adalah adil atau jujur / lurus. Karena Ibrohim
As. telah memberi tahu Hagar isterinya bahwa di Mekah, salah seorang
keturunannya dari Ismai kelak akan menjadi Nabi besar yaitu Muhammad Saw. Hal
itu tidak mungkin terjadi bila Hagar tetap tinggal di Kanaan.
Kepustakaan
01. Abd. Bin Nuh dan Oemar
Bakri, Kamus Arab Indonesia, Mutiara, Jakarta, 1979.
02. Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah
Tafsir Al-Maraghi, Penerjemah Bahrun Abubakar, Lc, PT Karya Toha Putra,
Semarang, 1993.
03. Abdul Qadir Hassan, Qamus
Al-Quran, Al Muslimun, Bangil, 1964.
04. Ali Audah, Konkordansi
Qur’an, Litera AntarNusa; Mizan, Bandung, 1997.
05.
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya, Jilid 2, Jakarta, 2009.
06. Departemen Agama RI, Al
Quran dan Terjemahnya, CV Asy-Syifa, Semarang, 1999.
07. Dr. Abdullah bin Muhammad bin
Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, Pustaka Imam
Asy-Syafi’i, Bogor, 2008.
08. Dr.
Thameem Ushama, Metodologi Tafsir Al-Qur-an, Riora Cipta, Jakarta, 2000.
09. Drs. M. Zainul Arifin, Kamus
Al-Qur’an, Apollo, Surabaya, 1997.
10. Hassan Shadily,
Ensiklopedi Indonesia, Ichtiar Baru – Van Hoeve, Jakarta, Tanpa tahun.
11. Elias A Elias
& Edward E. Elias, H. Ali Almascatie
BA, Kamus Saku Arab Inggris Indonesia, Almaarif,Bandung, Tanpa
tahun.
12. M Kasir Ibrahim, Kamus Arab,
Apollolestari, Surabaya, Tanpa tahun.
13. M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir,
Lentera Hati, Tangerang, 2013.
14. M. Quraish
Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 2, Lentera Hati, Jakarta, 2002.
15. Prof.
Dr. H. A. Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar Juzu’ IV, Yayasan Nurul
Islam, Jakarta, 1981.
16. Prof. Dr. Hamka, Tafsir
Al-Azhar Juzu’ X,Yayasan Nurul Islam, Jakarta, 1966.
17. Prof. Dr. M. Quraisy Shihab,
MA , Ensiklopedia Al-Qur’an, Lentera Hati, Jakarta, 2007.
18. Prof. M. Dawam Rahardjo,
Ensiklopedi Al-Qur’an, Paramadina, Jakarta, 1996.
19. Teungku
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, PT Pustaka
Rizqi Putra, Semarang, 2000. 20. Toshihiko Izutsu, Konsep-konsep Etika Religius dalam Quran, PT Tiara Wacana, Yogjakarta, 1993
e
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar