Minggu, 17 September 2017

Buku Menyingkap Tabir Ayat Mutasyabihat Seri Ke-04

 
WASPADALAH 
TERHADAP ORANG YANG 
MENCARI-CARI TAKWIL
AYAT MUTASYABIHAT
Oleh : Dr. H. M. Nasim Fauzi


ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَكُمۡ ثُمَّ رَزَقَكُمۡ
Allohlah yang menciptakan kamu
kemudian memberimu rezeki (makanan) 
(QS Ar-Ruum [30]:40)



Pendahuluan

Istilah ayat mutasyabihat terdapat dalam QS. Ali Imron [3] : 7 yang sebagian bunyinya adalah sebagai berikut.

     Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat mutasyabihat dari padanya, untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya. Padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Alloh. (QS. Ali Imron [3] : 7).

     Kemudian di dalam hadis tentang asbabun nuzul (sebab turunnya ayat tersebut), Nabi bersabda "Apabila kalian melihat orang-orang yang mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyabihaat, maka mereka itulah orang-orang yang disebutkan Alloh (untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya) maka waspadalah kalian terhadap mereka!"  (Shahih Bukhari nomor 4183, Fathul Bari nomor 4547).

Siapakah orang-orang yang dimaksudkan Nabi untuk diwaspadai itu ?      Keber

     Keberadaan mereka telah disebutkan di dalam Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur karangan Teungku Muhammad. Hasbi Ash-Shiddieqy  sebagai berikut.

     Para ulama mempunyai dua pendapat dalam menafsirkan QS. Ali Imron [3] : 7 ini:

1. Pendapat sebagian ulama salaf, yaitu waqof (berhenti) pada lafal jalalah (lafal Alloh) dan menjadikan perkataan war-roosikhuuna ...., sebagai pembicaraan baru, yang maknanya “yang mengetahui ayat mutasyabihat hanyalah Alloh sendiri.” Pendapat ini dianut oleh kebanyakan sahabat, seperti Aisyah dan Ubay ibn Ka’ab.”

     Selanjurnya disebut pendapat Aisyah
2. Pendapat sebagian ulama salaf yang lain, yaitu waqaf pada lafal al ‘ibad. Mereka menjadikan perkataan, yaquuluuna aamannaa, sebagai  pembicaraan baru. Di antara yang berpendapat demikian adalah Abdulloh Ibn ‘Abbas. Menurut beliau, mereka yang berilmu tinggi (termasuk beliau) mengetahui makna ayat mutasyabihat.
     Selanjurnya disebut pendapat kedua,
Sesuai dengan sabda Nabi, waspadalah terhadap pendapat kedua ini.
     Pendapat kedua ini dianut oleh semua ahli tafsir.Al Qur-an dengan ciri-ciri sebagai berikut.
1. Menyamakan Bahasa Arob Al Qur-an dengan Bahasa Arob manusia.
2. Setiap kata di dalam Al Qur-an mempunyai beberapa arti.yang tidak tentu arti mana yang dipakai, sehingga masing-masing ahli tafsir mempunyai takwil sendiri-sendiri (mencari-cari takwil ayat mutasyabihat). Semua beranggapan bahwa takwilnyalah yang benar. Sehingga kebenaran itu jumlahnya banyak.
3. Padahal menurut Alloh Swt  tidak ada pertentangan di dalam Al Qur-an. Yang berarti hanya ada satu kebenaran / takwil yang hanya diketahui oleh Alloh.
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur-an? Kalau kiranya Al Qur-an itu bukan dari sisi Alloh, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (QS. An-Nisa' [4] : 82).
4. Maka yang benar adalah pendapat Aisyah, (sebaliknya pendapat kedua adalah tidak benar)..
Bid'ah hukum zakat dan fitnah yang ditimbulkan oleh golongan pendapat kedua
 Pada zaman sekarang, pengikut pendapat kedua yang paling besar pengaruhnya adalah Syekh Yusuf Qordlowi.
Riwayat Syekh Yusuf Al-Qaradawi
     Dr. Yusuf  Al Qaradhawi lahir dengan nama Yusuf bin Abdullah bin Ali bin Yusuf.di Desa Shafat at-Turab, Gharbiah, Mesir pada 9 September 1926.  Sebelum umur 10 tahun beliau telah hafal Al Qur-an al-Karim. Seusai tamat sekolah Dasar dan Menengah beliau masuk Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar Kairo, hingga program doktor tahun 1973 dengan disertasi  "Zakat dan Pengaruhnya dalam Mengatasi Problematika Sosial". Disertasi ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berjudul Buku Hukum Zakat.
     Beliau adalah orang yang sangat cerdas. Pada setiap kelulusan mendapatkan peringkat pertama atau kedua. Bahkan program Doktornya lulus dengan summa cum laude.
      Karena khutbah-khutbahnya yang keras dan masalah politik (Ikhwanul Muslimin) beliau beberapa kali masuk penjara di Mesir.
    Al-Qardhawi pindah ke Qatar tahun 1961 dan mendirikan Madrasah ad-Din (Institute Agama) yang menjadi Fakultas Syari’ah di Universitas Qatar, menjadi Dekan Fakultas Syari’ah pada Universitas tersebut. Selain itu, ia juga mendirikan Pusat Kajian Sejarah dan Sunah Nabi.
     Al-Qardhawi mendapat kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Daha sebagai tempat tinggalnya. 
     Beliau mengisi khutbah-khutbah dan sempat dilarang sebagai khatib di suatu masjid.
      Pemikiran Yusuf Qardhawi dalam bidang keagamaan dan politik banyak diwarnai oleh pemikiran Syekh Hasan al-Banna. Mengenai wawasan ilmiahnya, ia dipengaruhi oleh pemikiran ulama-ulama al-Azhar.
Pendapat Dr. Qaradawi tentang Zakat panen
    Pada makalah sebelumnya, dengan cara bertanya kepada Al Qur-an (BKA) dalam 6 tahap ditemukan bahwa arti ayat mutasyabihat (kata) rizki adalah makanan.
     Sebagai pengikut pendapat kedua beliau menafsirkan kata rizqi di dalam Al Qur-an adalah  Semua karunia yang kita terima dari Alloh Swt.
     Kemudian dalam bukunya Fiqh Zakat beliau mengutip secara lengkap surat-surat Al-Lail, Al-Mudatsir, Al-Fajr dan Al-Haqqoh dimana pada masing-masing ayatnya ada perintah untuk memberi makan orang miskin dan mengajak untuk memberi makan orang miskin yaitu QS. Al-Haqqoh [69] : 34, QS Al-Fajr [89] : 18) dan QS. Al-Mudatsir [74] : 44.
    Selain salah mentakwili ayat mutasyabihat (kata) rizki tadi beliau juga memperluas fungsi zakat dari sekedar “Agar manusia tidak kekurangan pangan dan bisa tetap hidup sehat” menjadi alat untuk Mengatasi Problematika Sosial dan kemiskinan” yang amat luas jangkauannya.
 Awas Dr. Qaradlawi menggugat hukum Alloh
     Maka Qaradawi menggugat mengapa hanya para petani yang sangat berat pekerjaannya dikenakan zakat yang tinggi yaitu 5-10 %. Sedang jabatan-jabatan modern yang kerjanya lebih ringan tetapi penghasilannya lebih banyak (dokter, insinyur, notaris, eksekutif, karyawan yang gajinya dalam beberapa bulan sudah melebihi nishob) tidak dikenakan zakat ? 
     Selanjutnya beliau mengusulkan agar jabatan-jabatan itu dikenakan zakat profesi sebesar 2,5 % tanpa nishob dan tanpa menunggu setahun (haul). Alasan beliau adalah untuk menyamakan dengan zakat panen yang tanpa menunggu haul.
Komentar penulis
Apa bedanya petani dengan pekerja profesi ?
     Sebenarnya yang menumbuhkan tanaman dan buah-buahan bukanlah petani, melainkan Alloh. Maka zakat panen adalah ongkos kerja Alloh.
     Sedang para pekerja profesi mereka bekerja sendiri (tanpa bantuan Alloh). Mereka telah dikenakan pajak oleh negara. Janganlah mereka difitnah.
Maka benarlah sinyalemen Nabi Saw.
     "Apabila kalian melihat orang-orang yang mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyabihaat (yaitu Dr. Yusuf Qardlawi dan para pengikutnya) maka mereka itulah orang-orang yang disebutkan oleh Alloh untuk menimbulkan fitnah (terhadap para profesi) dan untuk mencari-cari takwilnya (tentang kata rizki = kekayaan) maka waspadalah kalian terhadap mereka!"  (Shahih Bukhari nomor 4183, Fathul Bari nomor 4547).
Para pendukung zakat profesi
1. Syaikh Abdur Rohman Hasan,
2. Syaikh Muhammad Abu Zahroh,
3. Syaikh Abdul Wahab Kholaf dan
4. Syaikh Yusuf Qaradhawi.
5. Para  Peserta Muktamar Internasional Pertama tentang Zakat di Kuwait pada 29 Rajab 1404 H / 30 April 1984 M (yang diikuti oleh utusan Indonesia) juga sepakat tentang wajibnya zakat profesi bila mencapai nishob, meskipun mereka berbeda pendapat dalam cara mengeluarkannya.
5. Golongan Syiah memungut zakat profesi sebanyak 1/5 (khumus) dari sisa belanja selama setahun (haul).
Pendapat dan Dalil Penentang Zakat Profesi.
     Masalah zakat sepenuhnya masalah ubudiyah. Sehingga hanya boleh dilakukan kalau ada petunjuk atau contoh langsung dari Rosululloh Saw.
     Di zaman Rosululloh Saw. dan Khulafa’urrosyidin sudah ada profesi-profesi tertentu yang mendapatkan nafkah dalam bentuk gaji atau honor. Namun tidak ada keterangan  tentang adanya zakat gaji atau profesi.
Hadith 1: Rosulullah Saw. bersabda: “Barang siapa mengerjakan suatu perbuatan yang belum pernah kami perintahkan, maka ia tertolak”; (HR. Muslim).
     Di antara mereka yang menentang adalah
1. Fuqoha kalangan Zohiri seperti Ibnu Hazm dll.
2. Jumhur Ulama, kecuali Mazhab Hanafiyah yang memberikan keluasaan dalam kriteria harta yang wajib dizakati.
3. Semua Ulama Wahabi seperti Syaikh Abdulloh bin Baz, Syaikh Muhammad bin Sholih Utsaimin, dll. tidak menyetujui zakat profesi. Bahkan Syaikh Dr. Wahbah Az-Zuhaily pun menolak zakat profesi sebab tak pernah dibahas para ulama sebelum ini.     
Umumnya Kitab Fiqih Klasik (Kitab kuning) tidak mencantumkan adanya zakat profesi.
Jember 19 September 2017
Dr. H.M. Nasim Fauzi
Jalan Gajah Mada 118
Tilpun (0331) 481127
Jember

Tidak ada komentar:

Posting Komentar