Lubang Hitam
Dikutip
dari : Pengembara Angkasa Langit Selatan
Ilustrasi sebuah lubang hitam yang
melintas pusat Galaksi. Perhatikan bahwa sinar yang datang dari balik lubang
hitam akan terdistorsi oleh medan gravitasi di sekitar lubang hitam tersebut.
Kredit: Wikipedia
Apakah
lubang hitam itu?
Setiap objek yang punya massa di
alam semesta akan punya sebuah besaran bernama kecepatan lepas (escape
velocity). Kecepatan lepas adalah kecepatan sebuah objek agar bisa lolos dari
tarikan gravitasi sebuah objek. Sebagai contoh, kecepatan lepas dari permukaan
Bumi adalah sekitar 40.000 km/jam. Artinya, apabila kita ingin lolos dari
tarikan gravitasi Bumi, maka dari permukaan tanah kita harus mampu meloncat
dengan kecepatan sebesar 40.000 km/jam.
Bagaimana apabila kecepatan lepas
sebuah objek mencapai atau bahkan melebihi kecepatan cahaya? Objek seperti
inilah yang kita namakan lubang hitam. Medan gravitasi objek seperti ini sangat
ekstrim sehingga untuk bisa lepas dari tarikan gravitasinya kita membutuhkan
kecepatan cahaya atau bahkan lebih besar dari kecepatan cahaya untuk bisa
keluar dari sana. Karena tidak ada objek yang dapat bergerak melebihi kecepatan
cahaya, maka praktis tidak ada partikel apapun yang bisa lolos dari lubang
hitam kalau sudah memasuki jarak tertentu dari lubang hitam.
Andaikan kita punya objek dengan
massa M, maka kita bisa menghitung jari-jari sebuah bola yang mengungkung massa
M tersebut, agar objek tersebut menjadi lubang hitam. Jari-jari ini kita namakan
Radius Schwarzschild (yap, cobalah mengucapkan nama ini dalam percobaan
pertama), dinamakan menurut fisikawan asal Jerman, Karl Schwarzschild. Dengan
demikian, kita juga dapat mendefinisikan lubang hitam sebagai sebuah objek
bermassa M yang seluruh massa objek tersebut berada di dalam radius
Schwarzschild-nya.
Berapa radius Schwarzschild Bumi,
apabila kita ingin mengubah Bumi menjadi sebuah lubang hitam? Kita dapat
menghitung bahwa seluruh massa Bumi (Massa Bumi = 5.97 x 1024 kg) harus
dipadatkan menjadi bola dengan jari-jari 9 milimeter saja. Ini adalah jari-jari
yang hanya sebesar kelereng. Kecil sekali, namun mengandung seluruh massa Bumi.
Apabila misalnya kita ingin
menjadikan Matahari sebuah lubang hitam, maka seluruh massa Matahari (Massa
Matahari = 2 x 1030 kg) harus dipadatkan ke dalam bola dengan jari-jari 3
kilometer saja. Bola dengan garis tengah 6 kilometer ini, apabila titik
pusatnya kita tempatkan di tengah-tengah Lapangan Monas di Jakarta, maka akan
mencakup daerah dari Jalan Mangga Besar hingga Taman Suropati. Tidak terlalu
besar, namun di dalamnya seluruh massa Matahari. Bayangkan
Bila kita berada di dekat
lubang hitam
Apa yang terjadi apabila sebuah
objek berada di sekitar sebuah lubang hitam? Jawabannya adalah: tergantung pada
jarak objek tersebut dari lubang hitam. Kita mengamati adanya bintang-bintang
yang mengorbit lubang hitam supermasif yang berada di pusat Galaksi kita, dan
kita mengamati pula banyak sistem ganda di mana satu pasangannya adalah sebuah
lubang hitam dan yang satu lagi adalah bintang normal. Orbit objek-objek ini
stabil meskipun mereka mengorbit lubang hitam. Artinya, apabila kita berada
pada jarak yang aman maka kita dapat mengorbit sebuah lubang hitam sebagaimana
kita mengorbit objek-objek normal lainnya. Jarak aman di mana kita masih dapat
mengorbit lubang hitam dalam orbit berbentuk lingkaran adalah 1.5 kali radius
Schwarzschild lubang hitam tersebut. Namun, apabila kita berada pada jarak yang
sangat dekat dari lubang hitam tersebut, maka kita akan bergerak dalam orbit
berbentuk spiral mendekati lubang hitam tersebut, hingga kita mencapai radius
Schwarzschild lubang hitam tersebut. Radius Schwarzschild sering disebut juga
sebagai “batasan di mana tidak ada jalan untuk kembali” karena pada radius ini,
kecepatan lepas akan sama dengan kecepatan cahaya sehingga semua yang masuk
akan terperangkap. Batasan tersebut disebut juga sebagai horison peristiwa
(atau event horizon dalam Bahasa Inggris) yang berada pada permukaan bola yang
jari-jarinya sama dengan radius Schwarzschild.
Dengan demikian Matahari dan Bumi
kita tidak akan terpengaruh sama sekali dengan keberadaan lubang supermasif di
pusat Galaksi kita. Apabila seandainya Matahari tiba-tiba berubah menjadi
lubang hitam tanpa ada perubahan massa (Matahari tidak akan bisa menjadi lubang
hitam karena massa Matahari masih terlalu kecil. Dalam proses evolusinya
Matahari akan berubah menjadi bintang katai putih), apa yang akan terjadi pada
orbit Bumi? Jawabannya: Orbit Bumi tidak akan berubah sama sekali karena massa
Matahari tidak berubah. Kita aan tetap melenggang kangkung mengorbit Matahari.
Memang suasana akan lebih gelap karena sinar Matahari sudah tidak ada lagi tapi
paling tidak kita masih mengorbit Matahari.
Mendekati
horizon peristiwa
Apabila seorang astronot dikirim
dari kapsulnya untuk mendekati horison peristiwa (event horizon) yang
melingkupi sebuah lubang hitam, maka ia akan mulai dipercepat bergerak menuju
ke arah horison peristiwa tersebut. Semakin mendekati horison peristiwa,
semakin kecil kemungkinan ia dapat lolos dari lubang hitam. Saat ketika ia
memasuki horison peristiwa adalah saat ketika ia tidak dapat lagi kembali. Ada
dua efek yang terjadi pada kita dalam perjalanan menuju horison peristiwa ini.
Efek pertama adalah terjadinya perubahan jalannya waktu yang dialami si
astronot dengan kapsul induknya yang berada jauh dari lubang hitam. Andaikan si
astronot kita bekali lampu senter dan kita suruh ia menyinari kapsul induknya
dengan seberkas sinar lampu senter setiap satu detik sekali. Kita lalu mengamati
dengan aman dari kapsul kita. Semakin si astronot mendekati horison peristiwa,
kita mengamati bahwa jeda waktu kita menerima berkas sinar semakin lama dari
satu detik, padahal astronot kita terus-menerus menyorotkan sinar lampu setiap
satu detik sekali. Sinar lampu senter juga semakin lama semakin kemerahan dan
meredup. Pada akhirnya kita tak lagi dapat mengamati berkas sinar dari astronot
tersebut. Hal ini karena medan gravitasi yang dilewati astronot kita semakin
kuat dan oleh karena itu mendistorsikan kurva ruang-waktu. Distorsi ruang-waktu
pada daerah di sekitar horison peristiwa akan membuat jalannya waktu yang
diamati si astronot akan berbeda dengan yang kita amati. Ketika sudah mencapai
horison peristiwa, seberkas sinar yang dipancarkan dari titik itu akan membutuh
waktu tak hingga untuk mencapai kita, dan oleh karena itu tak lagi dapat kita
amati. Namun, bagi si astronot waktu akan tetap berjalan seperti biasa…
Efek kedua yang akan dialami si
astronot malang kita terjadi karena gaya gravitasi yang mempengaruhi demikian
kuatnya, sehingga gaya gravitasi yang ia alami di kaki akan jauh lebih besar
daripada yang dialami kepalanya. Akibatnya tubuh si astronot akan memanjang
akibat efek ini dan semakin mendekati lubang hitam, efek ini akan semakin menguat
hingga akhirnya… yah astronot malang kita akan terobek oleh gravitasi yang
demikian hebatnya. Di mana persisnya proses “spagetifikasi” (atau biasa juga
disebut efek bakmi) ini bergantung pada massa dari lubang hitam itu sendiri.
Pada lubang hitam supermasif, kita dapat memasuki horison peristiwa tanpa
mengalami proses spagetifikasi dan akan mengalaminya kemudian saat sudah berada
di dalam horison peristiwa. Pada lubang hitam yang lebih kecil, efek bakmi
sudah terasa bahkan sebelum kita memasuki horison peristiwa.
Begitu kita masuk ke dalam horison
peristiwa, materi penyusun tubuh kita akan menyatu dengan seluruh massa lubang
hitam. Dengan demikian, objek apapun yang masuk ke dalam horison peristiwa akan
menyatu dengan lubang hitam dan demikian massanya total lubang hitam tersebut
akan bertambah.
Singularitas
Di pusat setiap lubang hitam
terdapat titik yang dinamakan titik singularitas, yaitu titik di mana kepadatan
massa dan kurvatur ruang-waktu bernilai tak hingga. Pada titik ini hukum-hukum
fisika yang kita ketahui tidak lagi bekerja. Pada titik singularitas terjadi
penyatuan gaya-gaya fundamental di alam semesta. Karena kita tidak mengetahui
seperti apa bentuk perpaduan tersebut, maka kita tak dapat menjelaskan apa yang
terjadi pada titik singularitas lubang hitam.
Bila kita sudah dapat menjelaskan
bagaimana cara bekerjanya gravitasi pada skala subatomik, yaitu teori yang
dinamakan teori gravitasi kuantum, maka diharapkan kita akan dapat menjelaskan
apa yang terjadi pada titik singularitas.
Pembentukan
lubang hitam
Bagaimana lubang hitam bisa
terbentuk? Lubang hitam seukuran bintang terbentuk ketika sebuah bintang masif
(masif di sini maksudnya ia punya massa 25 kali massa Matahari kita atau
lebih). Ketika bintang tersebut kehabisan bahan bakar untuk menahan tarikan
gravitasinya sendiri, maka bintang masif tersebut akan runtuh ke arah pusatnya.
Sebagian dari materi bintang yang tidak ikut membentuk materi bintang akan
terlontar kembali ke ruang angkasa dalam wujud ledakan bintang yang dinamakan
supernova. Pada akhirnya, lubang hitam yang terbentuk akan memiliki massa
beberapa kali massa Matahari kita.
Selain itu kita juga mengenal
lubang hitam supermasif. Dari namanya kita bisa mengetahui kalau lubang hitam
yang satu ini sangat masif, punya gaya gravitasi yang sangat kuat, dan biasanya
hidup di pusat galaksi. Bagaimana sebuah lubang hitam supermasif bisa
terbentuk? Berbeda dengan lubang hitam yang massanya kecil, pembentukan dan
evolusi lubang hitam supermasif masih menjadi misteri yang terus dicari jawabannya.
Ada beberapa teori yang
dikembangkan untuk menjelaskan pembentukan lubang hitam supermasif. Salah
satunya adalah bahwa lubang hitam supermasif terbentuk dari lubang hitam
generasi awal yang kemudian bertumbuh menjadi besar setelah melahap bintang dan
gas yang ada di sekelilingnya. Perlu diingat, persediaan materi di daerah pusat
galaksi sangatlah banyak sehingga dapat membantu pertumbuhan lubang hitam yang
terbentuk tersebut. Skenario lainnya, lubang hitam supermasif juga bisa
terbentuk dari penggabungan lubang hitam yang menjadi inti galaksi-galaksi
kecil saat galaksi-galaksi tersebut saling bertabrakan. Hal ini jamak terjadi
di masa lalu alam semesta ketika ukuran alam semesta lebih kecil dari sekarang
dan interaksi antargalaksi lebih sering terjadi.
Mengamati lubang hitam
Ilustrasi pelukis mengenai
sistem Cygnus X-1. Kredit: Ilustrasi ESA/Hubble
Bagaimana kita mengamati
keberadaan lubang hitam? Secara definisi lubang hitam tidak memancarkan sinar
apa-apa, dan oleh karena seharusnya tidak bisa diamati. Akan tetapi, sebuah
lubang hitam juga memiliki gaya gravitasi dan oleh karena itu ia dapat
berinteraksi dengan objek-objek di sekitarnya. Astronom banyak mengamati suatu
sistem bintang di mana sebuah bintang nampak mengorbit suatu pasangan yang tak
terlihat. Bisa jadi ini adalah sebuah lubang hitam, namun bisa jadi pula ini
adalah sebuah bintang yang terlalu redup untuk dapat diamati. Di antara
sistem-sistem ini, ada juga sistem yang diamati memancarkan radiasi sinar-X,
misalnya adalah sistem yang dinamakan Cygnus X-1. Penjelasan terbaik bagi
sistem seperti ini adalah: Materi dari bintang yang nampak sedang ditarik oleh
pasangan tak nampak. Materi yang jatuh ke pasangan tak nampak itu kemudian bergerak
mendekati dalam orbit spiral, semakin mendekat semakin cepat ia bergerak dan
akhirnya menjadi panas dan memancarkan sinar-X. Agar mekanisme ini dapat
bekerja, ukuran bintang tak nampak ini harus sangat kecil, paling tidak
seukuran bintang katai, bintang neutron, atau sebuah lubang hitam. Dari gerak
orbit bintang anggota sistem Cygnus X-1 yang tampak, dapat dihitung bahwa massa
pasangannya paling tidak adalah 6 kali massa Matahari kita. Massa ini tentunya
lebih besar daripada massa maksimal sebuah bintang katai maupun bintang
neutron. Oleh karena itu kemungkinan besar Cygnus X-1 adalah sebuah sistem
bintang yang beranggotakan sebuah lubang hitam.
Kita sekarang sudah banyak
mengamati banyak sistem yang menyerupai Cygnus X-1, dan menemukan bahwa salah
satu anggota sistem-sistem ini adalah sebuah lubang hitam.
Lubang
hitam tidaklah begitu hitam (black holes ain’t so black): Penguapan lubang hitam
Pada tahun 1988, fisikawan
teoritis Stephen Hawking menerbitkan buku fisika populer berjudul A Brief
History of Time (diterbitkan di Indonesia pada tahun 1994 oleh Pustaka Utama
Grafiti dengan judul Riwayat Sang Kala). Bab 7 buku tersebut berjudul Black
Holes ain’t so Black, dan beliau menjelaskan proses radiasi sebuah lubang
hitam. Yap, menurut Stephen Hawking, lubang hitam pastilah memancarkan radiasi
meskipun sinar tidak dapat lolos dari horison peristiwa sebuah lubang hitam.
Bagaimana radiasi dapat memancar
dari lubang hitam? Untuk dapat menjawab ini kita harus mempertimbangkan
efek-efek fisika kuantum, yaitu fisika yang menjelaskan proses-proses dalam
ranah sub-atomik. Berbeda dengan fisika klasik yang deterministik (kondisi di
masa depan dapat ditentukan dengan pasti apabila kita mengetahui seluruh
kondisi awal yang ada dengan baik), fisika kuantum sangat probabilistik.
Menurut teori kuantum, posisi suatu partikel tidaklah dapat ditentukan. Apa
yang dapat kita tentukan adalah kebolehjadian menemukan sebuah partikel pada
waktu dan posisi tertentu. Karena sifat probabilistik sebuah partikel ini maka
dapat saja terjadi sebuah reaksi di mana, misalnya, sebuah partikel dan
antipartikel (misalnya elektron dan positron) bertumbukan di dalam horison
peristiwa lalu terciptalah sepasang foton, di mana foton yang satu berada di
luar horison peristiwa. Foton ini kemudian akan dapat lolos dari lubang hitam
tersebut dan akan kita amati sebagai pancaran radiasi yang kita namakan sebagai
Radiasi Hawking.
Energi positif dari radiasi
Hawking ini akan diseimbangkan oleh adanya aliran energi negatif yang besarnya
sama ke dalam lubang hitam. Berdasarkan persamaan kesetimbangan energi–massa, E
= mc2, energi berbanding lurus dengan massa. Oleh karena itu aliran energi
negatif berarti mengurangi massa lubang hitam tersebut.
Dengan demikian sebuah lubang
hitam mengalami proses penguapan dan perlahan-lahan akan menguap sepenuhnya.
Apa yang terjadi ketika massa sebuah lubang hitam sudah demikian kecilnya tidak
begitu jelas, namun kemungkinan besar energi terakhir yang ada pada lubang
hitam tersebut akan sepenuhnya menghilang dalam wujud ledakan besar yang
sebanding dengan ledakan beberapa juta bom hidrogen.
Berapa lama proses penguapan ini
berlangsung hingga sebuah lubang hitam menguap sepenuhnya, bergantung pada
besarnya massa lubang hitam tersebut. Lamanya waktu evaporasi ini berbanding lurus
dengan pangkat tiga dari massa lubang hitam tersebut. Maka dari itu, semakin
besar massanya, semakin lama waktu evaporasinya, dan semakin kecil massanya
maka semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk menguap sepenuhnya. Sebuah
lubang hitam yang massanya sebesar massa Matahari kita, misalnya, membutuhkan
waktu sekitar 21 juta juta juta juta juta juta juta juta juta juta juta tahun
(21 diikuti dengan 66 buah nol) untuk menguap sepenuhnya. Ini jauh jauuuuh
lebih lama daripada usia alam semesta kita saat ini yaitu 14 milyar tahun. Oleh
karena itu lubang hitam bermassa matahari diperkirakan akan terus eksis untuk
waktu yang sangat lama, dan begitu juga dengan lubang hitam supermasif.
Di lain sisi, lubang hitam yang
massa-nya lebih kecil akan menguap dalam waktu yang lebih singkat. Sebuah
lubang hitam kecil dengan massa 1011 kg misalnya, akan membutuhkan waktu 2.7
milyar tahun untuk menguap. Oleh karena itu lubang-lubang hitam yang tercipta
pada awal pembentukan alam semesta, yang dinamakan lubang hitam primordial,
dapat diamati sekarang dan kita saat sedang berusaha mencari tanda-tanda
ledakan lubang hitam yang menguap.
Radiasi Hawking belum dapat
dibuktikan keberadaannya karena radiasi ini sangat lemah pancarannya dan
instrumen yang ada masih belum peka, namun menurut teori kuantum seharusnya
dipancarkan oleh lubang hitam. Kita masih harus memikirkan cara agar dapat
membangun instrumen yang dapat mendeteksi keberadaan radiasi Hawking.
- Catatan: Penjelasan di atas berlaku untuk lubang hitam yang tidak bermuatan listrik dan tidak berrotasi. Lubang hitam berrotasi sedikit lebih rumit.
Jember, 4 Januari 2014
Dr. H.M. Nasim Fauzi
Jalan Gajah Mada 118
Tilp. (0331) 481127
Jember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar