ANTARA CINTA KEPADA ALLOH
dan TAKUT KEPADA ALLOH
Oleh : Dr. H.M. Nasim Fauzi
A. Pendahuluan
Pada makalah-makalah penulis tentang TAQWA, di antaranya “Tafsir kata Taqwa di dalam Al Qur-an Adalah Takut”, telah
dibuktikan secara Tafsir Kata dengan Kata bahwa arti kata taqwa di dalam Al Qur-an Bukanlah “Memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala
perintah-perintahNya dan menjauhi segala larangan-laranganNya” sebagaimana yang tertulis
di dalam Terjemah Al Qur-an Kementerian Agama RI. Melainkan taqwa
berarti takut (kepada Alloh)
Di dalam Al Qur-an kita bisa menemukan
definisi-defiinisi TAQWA sebagai berikut :
Definisi-definisi
taqwa
Hai manusia, bertakwalah (* takut) kepada Tuhanmu; Sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (QS Al-Haj [22]: 1).
b. Takut terhadap hari kita dibangkitkan dan dihimpun di padang mahsyar. Yaitu QS
Al-An’am [6]: 51.
Dan berilah peringatan dengan apa yang diwahyukan itu kepada orang-orang yang takut akan dihimpunkan kepada Tuhannya (pada hari kiamat), sedang bagi mereka tidak ada seorang pelindung dan pemberi syafa'atpun selain dari-pada Allah, agar mereka bertakwa (*takut). (QS Al-An’am [6]: 51).
C. Takut terhadap
(pengadilan) hari Kiamat. Yaitu QS. Al-Baqoroh [2]: 48, QS.
Al-Baqoroh [2]: 123, QS Al-An’am [6]: 51 dan QS. Lukman [31] : 33.
Dan takutlah (فَٱتَّقُواْ ) kamu terhadap hari (pengadilan Alloh, yang
pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikit pun; dan
(begitu pula) tidak diterima syafa'at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah
mereka akan ditolong. (QS. Al-Baqoroh [2]: 48).
Dan takutlah (فَٱتَّقُواْ ) kamu kepada suatu hari (pengadilan) di waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang lain sedikitpun dan tidak akan diterima suatu tebusan daripadanya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafa'at kepada-nya dan tidak (pula) mereka akan ditolong. (QS. Al-Baqoroh [2]: 123).
Dan berilah peringatan dengan apa
yang diwahyukan itu kepada orang-orang yang takut (يَخَافُونَ) akan dihimpunkan
kepada Tuhannya (pada hari kiamat), sedang bagi mereka tidak ada seorang
pelindung dan pemberi syafa'atpun selain daripada Allah, agar mereka bertakwa (* takut). (QS Al-An’am [6]: 51).
Hai manusia, bertakwalah (* takut) kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun Sesungguhnya janji Allah adalah benar, Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah. (QS. Lukman [31] : 33).
d. Takut terhadap hari pembalasan. Yaitu QS.
Al-Baqoroh [2]: 281.
Dan takutlah (فَٱتَّقُواْ ) kamu kepada hari (pembalasan) yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). (QS. Al-Baqoroh [2]: 281).
Dan takutlah (فَٱتَّقُواْ ) kamu kepada hari (pembalasan) yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). (QS. Al-Baqoroh [2]: 281).
e. Takut terhadap neraka. Yaitu QS.
Al-Baqoroh [2]: 24 dan QS. Ali Imron [3]:131:
Maka jika kamu tidak dapat membuat
(satu surat seperti Al Qur-an)
dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), maka takutlah (فَٱتَّقُواْ ) kamu terhadap neraka yang bahan
bakarnya manusia dan batu, yang
disediakan bagi orang-orang kafir. (QS. Al-Baqoroh [2]: 24).
Dan takutlah (فَٱتَّقُواْ )
kamu terhadap api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir. (QS.
Ali Imron [3]:131).
f. Definisi panjang orang yang bertaqwa :
Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturanNya) (yaitu) orang yang takut kepada Tuhan yang Maha Pemurah sedang dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat. (QS Qof [50]: 32-33)
Dibandingkan dengan ayat-ayat tentang taqwa yang berarti takut (kepada Alloh Swt.) yang jumlahnya sekitar 185, ayat-ayat tentang cinta kepada Alloh Swt. jumlahnya jauh lebih sedikit, hanya ada 4 ayat.
Ayat-ayat tentang cinta kepada Alloh Swt. tersebut adalah sbb.:
Dan diantara manusia ada orang-orang yang
menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana
mereka mencintai
Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada
Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu
mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu
kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaanNya (niscaya mereka
menyesal). (QS. Al-Baqoroh [2]
: 165).
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imron [3] : 31)
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imron [3] : 31)
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa
di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan
suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut
terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir,
yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang
suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikanNya kepada siapa yang
dikehendakiNya, dan Allah Maha luas (pemberianNya), lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Maidah [5] : 54)
Katakanlah:
"Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri
kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan
dari berjihad di jalanNya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
KeputusanNya". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
fasik. (QS. QS. At-Taubah [9] : 24)
Dari uraian di atas ternyata takut kepada Alloh Swt. dan cinta kepada Alloh Swt.
keduanya sama-sama diperintahkan oleh Alloh Swt. di dalam al Qur-an.
B. Permasalahan
1. Manakah yang lebih mulia antara
orang yang takut kepada Alloh Swt. dan orang yang cinta kepada Alloh Swt. ?
2. Bagaimanakah pandangan masyarakat
?
C. Jawaban / Pemecahan Masalah
1. Manakah yang lebih mulia antara orang yang takut kepada Alloh Swt dan orang yang cinta kepada Alloh Swt. ?
Alloh bersabda :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ
مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُواإِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dalam keadaan
sama, dari satu asal: Adam dan Hawâ'. Lalu kalian Kami jadikan, dengan
keturunan, berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kalian saling mengenal dan
saling menolong. Sesungguhnya orang yang paling mulia derajatnya di sisi Allah
adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian. Allah sungguh Maha
Mengetahui segala sesuatu dan Maha Mengenal, yang tiada suatu rahasia pun
tersembunyi bagiNya. (QS. Al Hujurat [49] : 13)
Alloh Swt. menyatakan
dalam ayat di atas bahwa orang yang bertakwa atau takut kepada Alloh Swt. lebih mulia kedudukannya di sisi Alloh Swt. daripada
orang yang cinta
kepada Alloh Swt.
2. Bagaimanakah pandangan masyarakat tenrang cinta kepada
Alloh ?
Ajaran cinta
kepada Alloh Swt. sangat dipengaruhi
oleh ajaran tasawuf. Selanjutnya ajaran tasawuf ini sangat dipengaruhi oleh
ajaran Rabiah Al Adawiyah sebelumnya.
Cinta kepada Alloh Swt. menurut Rabiah Al-Adawiyah
Rabiah diperkirakan lahir
antara tahun 713 - 717 Masehi, atau 95 - 99 Hijriah, di kota
Basrah, Irak dan meninggal sekitar tahun 801 Masehi / 185 Hijriah. Nama
lengkapnya adalah Rabi'ah binti
Ismail al-Adawiyah al-Basriyah. Rabiah
merupakan sufi wanita beraliran Sunni pada masa dinasti Umayyah yang menjadi
pemimpin dari murid-murid perempuan dan zahidah,
yang mengabdikan dirinya untuk penelitian hukum kesuci-an yang sangat takut dan taat kepada Tuhan. Rabi'ah Al-Adawiyah dijuluki sebagai The Mother of
the Grand Master atau Ibu Para Sufi Besar karena kezuhudannya. Ia juga menjadi panutan para ahli sufi
lain seperti Ibnu
al-Faridh dan Dhun
Nun Al-Misri.
Rabi`ah dinilai sebagai orang pertama yang menyatakan doktrin cinta tanpa pamrih
kepada Allah atau pelopor agama cinta (mahabbah). Di dalam sejarah
perkembangan tasawuf, hal ini merupakan konsepsi baru di kalangan para sufi
kala itu.
Pada suatu waktu Rabi`ah ditanya
pendapatnya tentang batasan konsepsi cinta. Rabi`ah menjawab: Cinta berbicara
dengan kerinduan dan perasaan. Cinta muncul dari keazalian (azl) dan menuju
keabadian (abad).
Ada 2 (dua)
batasan cinta yang sering dinyatakan Rabi`ah.
1. Sebagai
ekspresi cinta
hamba kepada Allah, maka cinta itu harus menutup selain Sang Kekasih
atau Yang Dicinta.
Dengan kata lain, maka :
a. Dia harus
memalingkan punggungnya dari dunia dan segala daya tariknya.
b. Dia harus
memisahkan dirinya sesama makhluk ciptaan Allah, supaya dia tak bisa menarik
dari Sang Pencipta.
c. Dia harus
bangkit dari semua keinginan nafsu duniawi dan tidak memberikan peluang adanya
kesenangan dan kesengsaraan. Karena kesenangan dan kesengsaraan dikhawatirkan
mengganggu perenungan pada Yang Maha Suci.
2. Kadar cinta kepada Allah
itu harus tidak ada pamrih apapun. Artinya, sese-orang tidak dibenarkan
mengharapkan balasan dari Allah, baik ganjaran (pahala) maupun pembebasan
hukuman, Dan melalui jalan cinta inilah, jiwa yang mencintai akhirnya mampu menyatu
dengan Yang Dicintai dan di dalam kehendakNya itulah akan ditemui kedamaian.
Cinta
Rabi`ah tidak muncul begitu saja, tanpa suatu proses. Dalam penelusuran
Muhammad Atiyah Khamis, dulu Rabi`ah mencintai Allah sebagaimana lazimnya
kebanyakan umat Islam, yaitu didorong karena mengharapkan surga Allah dan sebaliknya
takut akan nerakaNya. Ini ternyata jelas melalui pertanyaan doa Rabi`ah kepada
Allah, yaitu … “O, Tuhan, apakah Engkau akan membakar hambaMu di dalam neraka,
yang hatinya terpaut padaMu, dan lidahnya selalu menyebutMu, dan hamba yang
senantiasa takwa
padaMu.
Sesudah Rabi`ah menyadari bahwa landasan cinta seperti itu dianggap
cinta yang masih sempit, Rabi`ah meningkatkan motivasi dirinya sehingga dia
sampai luluh dalam cinta Ilahi. Artinya, dia mencintai Allah karena memang Allah
patut untuk dicintai, bukan karena ketakutan terhadap neraka ataupun disebabkan
mengharapkan surgaNya. Terus ada peningkatan lagi. Dia justru minta dibakar api
neraka, jika menyembah Allah karena takut neraka dan sekaligus meng-haramkan
surga, kalau dia mengharapkan surga. Atas dasar cinta dalam penyembahan Allah, dia
berkata, limpahkanlah ganjaran yang lebih baik. Dia minta diberi kesempatan
melihat wajah Allah Yang Maha Agung dan Maha Mulia, hingga merasa bahagia
berada dekat dengan Allah pada hari kebangkitan. Mengharap keridlaan Allah
saja.
Tasawuf di
tangan Rabi`ah telah menimbulkan revolusi rohani. Islam sebagai agama yang
cinta iman dan amal shaleh, oleh Rabi`ah dengan 2 (dua) macam cintanya diubah
menjadi cinta rindu, berzikir pada Allah, melupakan semuanya, dengan segala
konsekuensinya. Tujuan hidup mencari akhirat dinilai sebagai tabir menyesatkan
yang wajib dilenyapkan. Harapan surga dan takut neraka dihina sebagai pedagang
mencari laba dan ganti rugi. Padahal cinta Islam adalah agar zikir, pikir untuk
amal dengan etos kerja tinggi untuk mem-bangun dunia (Q. S. Al-Baqarah: 126),
diganti jadi zikir dan merenung. Zikir sebagai pengendalian diri secara
bertanggung jawab digeser jadi wasilah atau sarana meditasi, menyongsong
terbukanya tabir ghaib dan anugerah fanaa` fi Allah.
Komentar penulis
Kita tidak
boleh menyepelekan orang yang takut kepada Alloh Swt. karena Baginda Nabi
Muhammad Saw. juga sangat takut kepada Alloh Swt. sesuai dengan hadits berikut
:
Nabi Muhammad bersabda: "Sesungguhnyaaaku yang paling mengenal Alloh dan akulah yang paling takut kepadanya". (HR Bukhori Muslim).
Nabi Muhammad bersabda: "Sesungguhnyaaaku yang paling mengenal Alloh dan akulah yang paling takut kepadanya". (HR Bukhori Muslim).
Menurut Ibrahim Hilal konsep cinta Ilahinya Rabi`ah sangat jauh dari
spirit al-Qur’an karena anggapan bahwa puncak kenikmatan tertinggi adalah
penyaksian zat Yang Maha Esa serta berkomunikasi langsung denganNya. Orientasi
cinta Ilahi akan membuahkan perenungan tentang penyaksian zat Yang Maha Tinggi,
dengan konsekuensi, antara
Pengaruh Konsep Mahabbah Rabiah Al-Adawiyah Dalam Pengembangan Tasawuf.
Pengaruh Rabî‘ah al-‘Adawiyyah dalam
pengembangan tasawuf sangat signifikan sekali karena ia telah memberikan corak
yang baru dalam bertasawuf. Setidak-tidaknya ada tiga kontribusi Rabî‘ah
al-‘Adawiyyah dalam dunia tasawuf. Pertama, ia berhasil mentransformasikan
konsep al-khawf dan al-rajâ’ (khawf berarti takut terhadap siksa di dalam
neraka karena dosa-dosa kita, dan roja’, mengharap ampunan dan surga) dari Hasan
al-Bashrî kepada mahabbah (cinta). Jadi, ia menyembah Allah swt bukan
semata-mata karena takut kepada api neraka dan mengharap surga tapi ia
menyembahNya karena cinta. Kedua, ia memberikan corak baru dalam dunia tasawuf.
Walaupun, ia sangat menderita dalam hidupnya tetapi ia mampu menjadi seorang
yang “kuat” dalam bertasawuf. Ketiga, dalam hal gender, ia mengubah pandangan
para sejarawan bahwa seorang wanita mampu untuk menjadi seorang sufi. Konsep
mahabbah yang dikemukakan oleh Rabî‘ah al-‘Adawiyyah sangat istimewa karena ia
memberikan contoh yang sangat menarik kepada kita dan relevan sepanjang masa
bagaimana kita menyembah Allah Swt. dengan penuh ketulusan. Jadi, pada saat ini
umat Islam harus belajar dari seorang sufi wanita ini
bagaimana menyembah Allah swt tanpa harus takut akan neraka dan mengharap surga serta meraih
kesenangan dunia semata, tetapi menyembah Allah Swt. dengan penuh ketulusan ma-habbah
(cinta).
Pandangan Al-Hallaj tentang Bersatu
dengan Alloh Swt.
Orang
yang menganut faham Takut kepada Alloh Swt. berpendapat bahwa dirinya
sangat lemah dan kecil, sebaliknya Alloh Swt. dianggap Maha Besar dan sangat
berkuasa.
Sedangkan
faham Cinta kepada Alloh Swt. beranggapan bahwa Alloh Swt. adalah kekasihnya
yang pada sebagian orang bisa menganggap dirinya setara dengan Alloh Swt.
Bahkan bisa bersatu dengan Alloh Swt. sebagaimana pendapat Al Hallaj berikut
ini.
Al Hallaj, nama lengkapnya Abu Al–Mugis Al–Husain bin Mansur bin
Muhammad al–Baidawi, dilahirkan tahun 244H./858 di Tur, Persia.
Sejak kecil al-Hallaj
banyak bergaul dengan orang-orang sufi terkenal. Pada umur 16 tahun, ia berguru kepada
Sahl bin Abdullah al-Tusturi, seorang tokoh
sufi terkenal pada abad ke 3 H. Tetapi setelah 2 tahun belajar dengan
latihan-latihan berat,
ia pergi ke Basrah lalu
ke Baghdad. Ia pernah bertapa tahun 873 - 879
M. Menurut paham al-Hallaj, dalam diri manusia terdapat sifat
ketuhanan dan dalam diri Tuhan terdapat sifat kemanusiaan. Karena itu persatuan
antara Tuhan dengan manusia bisa terjadi dalam bentuk hulul. Agar manusia dapat
bersatu itu, ia terlebih dahulu menghilangkan sifat-sifat kemanusiaan melalui
fana’. Maka yang tinggal hanya sifat ketuhanan, disitulah baru Tuhan dapat mengambil tempat (hulul) dalam dirinya dan ketika
itu roh Tuhan dan roh manusia bersatu dalam tubuh manusia. Pandangannya ini
menyebabkan dirinya berseberangan dengan penguasa. Pada tahun 923 M. ia ditangkap dan dipenjara 9 tahun. Akhirnya,
wazir menjatuhkan hukuman mati atas
al-Hallaj Ia disiksa di hadapan orang banyak
lalu dihukum gantung dengan
kaki dan tangannya terpotong. Besoknya kepalanya dipenggal, tubuhnya disiram
minyak dan dibakar. Debunya dibawa ke menara di tepi sungai Tigris, diterpa angin lalu hanyut di
sungai itu.
Kasus yang sama terjadi di
Jawa Tengah. Syeh Siti Jenar yang berpandangan sama dengan Al Hallaj (manunggaling
kawulo gusti) dihukum mati oleh walisongo.
Pandangan masyarakat tentang faham takut
kepada Alloh Swt.
Dari uraian di atas
kita bisa memahami mengapa sangat sedikit orang berfaham tentang taqwa
adalah takut
kepada Alloh Swt.
Selama hidup
penulis, hanya
ada 2 orang khotib Jum’at yang membahasnya. Pertama
adalah ayah penulis
sendiri sewaktu membaca khutbah Jum’at di Masjid Jami’ Jember yang lama. Yang kedua dikatakan oleh seorang khotib sholat Jum’at di Masjid Al-Huda Kaliwates Jember.
Alhamdulillah, sekarang ini ditambah Ustadz Abdussomad yang juga
mengartikan taqwa dengan takut (kepada Alloh).
Sebagian besar pengajian dan ceramah
mengutarakan tentang pentingnya
mendekatkan diri kepada Alloh dan cinta kepada Alloh Swt.
Telah dibahas tentang masalah Takut kepada Alloh Swt. Dan
cinta kepada Alloh Swt.
Sesuai
dengan sabda Alloh Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Alloh ialah orang yang paling taqwa (takut kepada Aloh) di antara kamu (إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُم), orang yang takut kepada Alloh Swt. lebih mulia
daripada orang yang cinta kepada Alloh Swt.
Namun
ternyata perihal takut kepada Alloh Swt sangat jarang dibahas. Sebagian besar pengajian dan
ceramah biasanya mengutarakan tentang pentingnya mendekatkan diri kepada Alloh Swt. dan Cinta kepada Alloh Swt.
Ini terjadi karena besarnya faham tasauf di kalangan ulama’. Faham tasawuf sangat dipengaruhi oleh
faham mahabbah yang dicetuskan oleh Sufi wanita terbesar yaitu Rabiah
Al-Adawiyah.
Orang yang menganut
faham Takut kepada Alloh Swt. berpendapat bahwa dirinya sangat lemah dan kecil,
sebaliknya Alloh Swt. dianggap Maha Besar dan sangat berkuasa.
Janganlah
kita kalah dengan iblis, karena Iblis takut kepada Alloh Swt. yang sangat keras siksanya (tetapi tidak cinta kepada Alloh). Sesuai
sabda Alloh di dalam Al Qur-an, dimana Iblis berkata :
Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu (manusia), sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat, sesungguhnya saya takut kepada Allah”. Dan Alloh sangat keras siksaNya. (QS. Al-Anfal [8] : 48)
Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu (manusia), sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat, sesungguhnya saya takut kepada Allah”. Dan Alloh sangat keras siksaNya. (QS. Al-Anfal [8] : 48)
Sedangkan faham Cinta
kepada Alloh Swt. beranggapan bahwa Alloh Swt. adalah kekasihnya yang pada
sebagian orang bisa menganggap dirinya setara dengan Alloh Swt.. Bahkan bisa
bersatu dengan Alloh Swt. sebagaimana pendapat Al Hallaj yang menganggap
dirinya setara dengan Alloh Swt. Bahkan bisa bersatu dengan Alloh Swt.
Menurut Ibrahim Hilal Konsep cinta Ilahinya
Rabi`ah sangat jauh dari spirit al-Qur’an karena anggapan bahwa puncak kenikmatan
tertinggi adalah penyaksian zat Yang Maha Esa serta berkomunikasi langsung
denganNya mengabaikan janji dan ancaman Alloh Swt..
Demikan makalah ini. Penulis yakin bahwa makalah
ini tidak sempurna. Bila para pembca menemukan kesalahan di dalamnya mohon
diberitahukan kepada penulis untuk dilakukan perbaikan seperlunya. Untuk itu
penulis ucapkan terima kasih.
Wallohu Al muwaffiq ila aqwamith Thoriq.
Wassalamu alaikum War. Wab.
Jember 12 Januari
2019
Dr. H.M.
Nasim Fauzi
Jalan Gajah
Mada 118
Tilpun
(0331) 481127
Jember
Kepustakaan
1. Dr. H.M. Nasim Fauzi, Apakah arti taqwa
itu ? Mari kita tanyakan kepada Alloh nasimfauzi.blogspot.com/search/label/Tafsir%20Taqwa%20adalah%20Takut%2001
2, Dudung,
dudung.net, Alquran online.
3.
Karya-Mandau, Beberapa Ayat Al Quran Tentang Cinta Kepada Allah : http://karya-mandau.blogspot.com/2012/10/beberapa-ayat-ayat-al-quran-tentang.html
4. Qoffa's
Webblog, Penelusuran Konsep Mahabbah Menurut Rabiah Al Adawiyah,: https://qoffa.wordpress.com/2008/02/10/penelusuran-konsep-mahabbah-menurut-rabiah-al-adawiyah/ 5. Wikipedia, Mansur
Al-Hallaj, http://id.wikipedia.org/wiki/Mansur_Al-Hallaj
Tidak ada komentar:
Posting Komentar