Menyatukan
Ta'wil Al Qur-an
Dengan
Cara Bertanya Kepada Alloh
Oleh : Dr. H.M. Nasim Fauzi
I.
Pendahuluan
Kajian bahasa tentang arti kata-kata
termasuk dalam ilmu semantik.
Semantik : ilmu tentang makna kata dan
kalimat; pengetahuan mengenai seluk-beluk dan pergeseran arti kata.
Dalam bahasa-bahasa di dunia setiap kata biasanya mempunyai
beberapa arti. Demikian juga halnya di dalam Bahasa Arob.
Contoh : kata nafs (yang terdiri dari huruf nun, fa’ dan
sin), dalam Al Qur-an surat Al-Maidah [5]: 32 nafs berarti "jiwa",
dalam surat Al-Fajr [89] 27 nafs berarti "nafsu", dalam surat
Al-Ankabut [29]: 57 nafs berarti "nyawa/roh", bahkan dalam surat
Asy-Syura [42]: 11 nafs menjadi asal-usul binatang.
Peta negara-negara pengguna Bahasa Arob, hijau Bahasa Arob sebagai bahasa tunggal, biru tua
Bahasa Arob sebagai bahasa kedua atau bahasa minoritas.
Kitab Al Qur-an diturunkan dalam
Bahasa Arob. Bahasa Arob adalah salah satu bahasa Semit Tengah, yang termasuk
dalam rumpun bahasa Semit dan berkerabat dengan bahasa Ibrani dan bahasa-bahasa
Neo Arami. Pada zaman modern sekarang Bahasa Arob dituturkan oleh lebih dari
280 juta orang sebagai bahasa pertama, yang mana sebagian besar tinggal di
Timur Tengah dan Afrika Utara. Ini sesuai dengan wilayah kerajaan Islam pada
zaman pertengahan. Bahasa ini adalah bahasa resmi dari 25 negara, dan merupakan
bahasa peribadatan dalam agama Islam karena merupakan bahasa yang dipakai oleh
Al Qur-an.
Bahasa Arob Baku (kadang-kadang
disebut Bahasa Arob Sastra) diajarkan secara luas di sekolah dan universitas,
serta digunakan di tempat kerja, pemerintahan, dan media massa. Bahasa Arob
Baku berasal dari Bahasa Arob Klasik, satu-satunya anggota rumpun bahasa Arob
Utara Kuna yang saat ini masih digunakan, sebagaimana terlihat dalam inskripsi
peninggalan Arob pra-Islam yang berasal dari abad ke-4. Bahasa Arob Klasik juga
telah menjadi bahasa kesusasteraan dan bahasa peribadatan Islam sejak lebih
kurang abad ke-6.
Kita bisa membagi bahasa Arob menjadi empat macam.
1. Bahasa Arob pasaran yang dipakai masyarakat sehari-hari.
2. Bahasa Arob baku (bahasa Arob sastra) yang digunakan di
tempat kerja, pemerintahan, dan media massa.
3. Bahasa Arob klasik atau bahasa Arob kuno, yaitu bahasa
Arob yang dipakai pada zaman Nabi Muhammad Saw.
4. Bahasa Arob Al Qur-an.
Bahasa Arob Al Qur-an.
Karena Al Qur-an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw yang
berbangsa Arob, dengan sendirinya kitab suci Al Quran menggunakan bahasa Arob.
Alloh berfirman :
Sesungguhnya Kami menjadikannya (yakni kalam Alloh) berupa Qur-an yang berbahasa Arob agar kamu dapat memahami (pesan-pesannya). (QS. Az-Zukhruf [43] : 3).
Bahasa Arob yang dipakai oleh masyarakat waktu itu ada yang kasar
dan keras, ada juga yang halus dan indah terdengar. Adapun kalimat ayat-ayat Al
Qur-an, ia adalah kalimat Ilahi, yang serupa kefasihan dan keindahan
susasteranya antara satu ayat dengan ayat lainnya.
Alloh telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al
Qur-an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya
kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan
hati mereka di waktu mengingat Alloh. Itulah petunjuk Alloh, dengan kitab itu
Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang disesatkan
Alloh, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya. (QS. Az-Zumar
[39] : 23).
Tafsir Al Qur-an.
Tafsir Al Qur-an adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al Qur-an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), tentang arti dan kandungan Al Qur-an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami dan samar artinya.
Periodisasi Tafsir Al Qur-an.
Tafsir Al Qur-an.
Tafsir Al Qur-an adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al Qur-an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), tentang arti dan kandungan Al Qur-an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami dan samar artinya.
Periodisasi Tafsir Al Qur-an.
Husein al-Zahabi dalam Tafsir wa al-Mufassirun, dan
Manna Khalil al-Qattan dalam Mabahis Ulum al-Quran membagi periodisasi tafsir
menjadi dua tahap. Pertama, tafsir masa klasik yang mencakup tafsir pada masa
Nabi dan sahabat serta tabiin. kedua, tafsir Al Qur-an pada masa pembukuan yang
baru berkembang setelah abad ke-2 H.
Kemudian tafsir Al Qur-an pada abad
Pertengahan yang dikenal sebagai zaman keemasan ilmu
pengetahuan. Selanjutnya tafsir Al Qur-an abad Modern yang diawali dengan tafsir Muhamad Abduh yang
merupakan embrio pembaruan kajian Al Qur-an. Tafsir Al Qur-an modern dapat
dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, tafsir yang dipenuhi pengadopsian
temuan-temuan keilmuan mutakhir, tafsir ilmi, kedua, tafsir yang memakai analisis linguistic dan filologik, dan ketiga, tafsir yang bersinggungan dengan
persoalan-persoalan keseharian umat.
Pada kenyataannya Kitab-kitab Tafsir Al Qur-an yang ada di Dunia Islam sekarang isinya berbeda-beda, bahkan ada yang bertentangan.
II. Permasalahan
Mengapa bisa terjadi perbedaan di antara Kitab-kitab Tafsir Al Qur-an itu ?
III. Jawaban / Pemecahan Masalah
Pada Bab Pendahuluan telah disebutkan bahwa dalam Bahasa Arab Klasik setiap kata-katanya mempunyai beberapa arti.
Seorang Ahli Tafsir periode awal bernama Muqatil ibn Sulaiman (w. 150H/767 M.) menegaskan bahwa
kata-kata di dalam Kitab Al Qur-an di samping memiliki makna yang definitif,
juga memiliki alternatif makna lainnya. Berkenaan dengan adanya kemungkinan
makna ini, Muqatil menyatakan bahwa seseorang belum bisa dikatakan menguasai
Al Qur-an sebelum ia menyadari dan mengenal pelbagai dimensi yang dimiliki
Al Qur-an tersebut.
Pendapat
ini juga dianut oleh para ahli Tafsir Al Qur-an pada zaman modern sekarang.
Ini berarti para Ahli Tafsir Al
Qur-an itu menyamakan Bahasa Arob Al Qur-an dengan bahasa Arob Klasik, dimana setiap kata umumnya mempunyai
beberapa arti.
Arti kata dalam ayat-ayat Kitab Al Qur-an yang dipakai oleh Ahli Tafsir Al Qur-an yang satu tidak sama dengan arti kata yang dipakai oleh Ahli Tafsir Al Qur-an yang lain, bahkan kadang bisa bertentangan.
Arti kata dalam ayat-ayat Kitab Al Qur-an yang dipakai oleh Ahli Tafsir Al Qur-an yang satu tidak sama dengan arti kata yang dipakai oleh Ahli Tafsir Al Qur-an yang lain, bahkan kadang bisa bertentangan.
Sehingga arti kata
ayat-ayat di dalam Kitab-kitab Tafsir Al Qur-an di dunia Islam saling berbeda satu
dengan lainnya. Sehingga tidak ada kepastian.
Padahal Alloh Swt. menyatakan bahwa tidak ada pertentangan di
dalam Al Qur-an.
أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ
لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفًا كَثِيرًا
Maka apakah mereka tidak memperhatikan
Al Qur-an? Kalau kiranya Al Qur-an itu bukan dari sisi Alloh, tentulah mereka
mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (QS. An-Nisa' [4] : 82).
Pendapat Sayidina Ali bin Abi Tholib Ra. tentang Bahasa
Arob Al Qur-an.
Diriwayatkan bahwa Sayyidina Ali Ra. pernah mengingatkan bahwa:
“Bisa jadi yang
diturunkan Alloh sepintas terlihat serupa dengan ucapan manusia, padahal itu
adalah ucapan (firman) Alloh sehingga pengertiannya
tidak sama dengan pengertian yang ditarik dari ucapan manusia. Sebagaimana tidak satu pun dari makhluk-Nya yang sama dengan-Nya,
demikian juga tidak serupa perbuatan Alloh dengan sesuatu pun dari perbuatan
manusia. Firman Alloh adalah sifat-Nya, sedang ucapan manusia adalah
perbuatan/aktivitas mereka. Karena itu juga jangan sampai engkau mempersamakan
firman-Nya dengan ucapan manusia sehingga mengakibatkan engkau binasa dan
tersesat/menyesatkan.
Berbeda dengan pendapat para ahli
Tafsir Al Qur-an yang menyamakan bahasa Arob Al Qur-an dengan Bahasa Arob yang
dipakai oleh bangsa Arob, menurut Sayidina Ali Ra. Bahasa Arob Al Qur-an tidak
sama dengan Bahasa Arob yang dipakai oleh orang Arob.
Bila dalam Bahasa Arab yang dipakai oleh bangsa
Arob satu kata bisa mempunyai beberapa arti, maka sejogyanya pada Bahasa Arob Al Qur-an setiap katanya
hanya mempunyai satu arti saja sehingga tidak terjadi perbedaan ta'wil.
Alasan mengapa
seyogyanya setiap kata di dalam Bahasa Arob Al Qur-an hanya mempunyai satu
arti.
Mengingat
bahwa di dunia ini Kitab Al Qur-an jumlahnya hanya satu, diciptakan oleh Alloh yang satu, diturunkan melalui malaikat
yang satu yaitu Jibril, kepada Nabi yang satu yaitu Nabi Muhammad Saw. Maka makna kata-kata di dalam Al Qur-an
seyogjanya hanya satu. Dimana makna kata-kata itu diciptakan oleh Alloh sendiri.
Pendapat ini juga diyakini
oleh seorang ahli Al Qur-an berbangsa Jepang yaitu Profesor Toshihiko Izutsu.
Menurut beliau Al
Quran merubah arti suatu kata dari Bahasa Arob Kuno menjadi arti baru, dimana Al Quran memberikan definisinya (Toshihiko Izutsu, Konsep-konsep Etika Religius dalam Quran, PT Tiara Wacana, Yogjakarta, 1993). Pembahasan
yang lebih luas tentang pendapat Prof. Toshihiko Izutsu dapat kita baca dalam repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/.../1/FATURRAHMAN-SPS.pdf by
Y Rahman - 2010
Pembagian
ayat-ayat Al Qur-an sesuai dengan artinya.
Ayat-ayat yang sudah jelas artinya disebut
muhkamat, sedang yang tidak jelas disebut mutasyabihat, sesuai dengan Surat Ali
Imron [3]:7 yang berbunyi:
هُوَ
الَّذِيَ أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ
الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ في قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ
فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاء الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاء
تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلاَّ اللّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي
الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ
إِلاَّ أُوْلُواْ الألْبَابِ
Ia yang telah menurunkan kepada engkau sebuah Kitab, sebagian daripadanya adalah ayat-ayat yang muhkam, yaitulah ibu dari kitab,
dan yang lain adalah (ayat-ayat) yang mutasyabih. Adapun orang-orang yang di
dalam hatinya ada kesesatan, maka mereka cari-carilah yang mutasyabih dari
padanya itu, karena hendak membuat fitnah dan karena hendak menta'wil. Pada hal
tidaklah mengetahui akan ta'wilnya itu, melainkan Alloh. Dan orang-orang yang telah mendalam pada ilmu, berkata mereka,
"Kami percaya kepadanya, semuanya itu adalah dari sisi Tuhan kami."
Dan tidaklah akan mengerti, kecuali orang-orang yang mempunyai isi fikiran jua.
Di
dalam Ilmu Al Qur-an terdapat banyak definisi tafsir dan ta'wil, serta
definisi tentang ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat. Agar keempat kata itu
saling berhubungan maka penulis mengambil definisi sebagai berikut:
Tafsir adalah ilmu yang
menerangkan tentang sesuatu yang sudah jelas artinya di dalam Al Qur-an (dan
hadits) yaitu ayat-ayat muhkamat. Arti ayat-ayat ini tidak perlu
diperjelas lagi dengan ijtihad.
Ta'wil adalah ilmu tentang
sesuatu yang belum jelas di dalam Al Qur-an yaitu ayat-ayat mutasyabihat sehingga
memerlukan penjelasan.
Definisi arti
kata-kata yang tidak jelas atau ta’wil ayat di dalam Al Qur-an.
Telah disebutkan di atas, bahwa menurut Profesor Toshihiro Izutsu definisi arti kata-kata di dalam Al Qur-an itu diciptakan oleh Alloh Swt. sendiri yang berbeda dengan artinya di dalam Bahasa Arob Kuno.
Telah disebutkan di atas, bahwa menurut Profesor Toshihiro Izutsu definisi arti kata-kata di dalam Al Qur-an itu diciptakan oleh Alloh Swt. sendiri yang berbeda dengan artinya di dalam Bahasa Arob Kuno.
Definisi itu menurut Surat Ali Imron [3]:7 adalah termasuk ayat mutasyabihat yang ta’wilnya hanya diketahui oleh Alloh
Swt. sendiri.
Mencari Ta’wil Kata-kata di dalam Al Qur-an Dengan Cara
Bertanya Kepada Alloh
Maka, bila kita ingin mengetahui ta’wilnya, kita harus bertanya kepada Alloh Swt.
Caranya adalah dengan
menta’wilkan suatu ayat Al Qur-an dengan ayat Al Qur-an yang lain.
Tafsir ayat dengan ayat.
Manusia pertama
yang melakukannya dan mengajarkannya kepada kita adalah Rosulullah saw.
sendiri, saat seorang sahabat membaca firman Alloh SWT dalam surat al-An'am,
"Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah
orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk." (QS.
Al-An'am [6] : 82).
Para sohabat
merasa khawatir dan gelisah serta takut terhadap diri mereka. Karena zohir ayat
itu menjelaskan bahwa tidak ada keimanan dan tidak hidayah bagi orang yang
keimanannya tercampur dengan suatu kezoliman. Oleh karena itu, mereka bertanya,
"Wahai Rosulullah, siapa dari kami yang tidak pernah berbuat zolim kepada
dirinya?" Rosul menjelaskan makna "al-Dhilm" itu adalah
"syirik" (menyekutukan Alloh). Pengertian ini sudah pernah dijelaskan
pada ayat lain dalam Al Qur-an sebagai "dhulm" :
Metode menafsirkan Al Qur-an dengan Al Qur-an ini juga
dipakai oleh Ibnu Katsir dalam kitabnya Tafsir Qur-anul Adzim. Dasar
dari metode ini adalah dalam Al Qur-an satu bagian saling membenarkan dengan
bagian lainnya dan satu bagian menafsirkan bagian lainnya. Yang diungkapkan
secara global pada satu tempat diperinci di tempat yang lain.Yang samar pada
satu tempat dijelaskan di tempat lain. Ayat-ayat /
nash dikonfirmasikan satu sama lain, sehingga pemahaman menjadi sempurna dan
dapat ditangkap maksud dari nash itu.
Dengan cara ini
masalah menjadi jelas.
Metode
menafsirkan Al Qur-an dengan Al Qur-an ini meskipun dinilai merupakan metode
terbaik dan telah dikenal lama, tetapi dalam penggunannya masih
menghasilkan pengertian jamak / tidak seragam.
Maka kita
mencari cara lain yang lebih tajam yaitu :
Menafsirkan Al Qur-an secara Kata Dengan Kata
Adapun prosedur untuk menggali makna baru itu
adalah :
1. Mula-mula kita kumpulkan semua ayat yang mengandung kata yang akan kita
cari ta’wilnya. Kata-kata itu mempunyai akar kata yang sama --biasanya terdiri
dari 3 huruf mati--, misalnya "j-h-d". Untuk mencari ayat-ayat
tersebut kita bisa menggunakan Kamus Al Qur-an. Di pasar sudah ada kamus-kamus
ini yang berbahasa Indonesia. Kamus yang dipakai oleh penulis adalah Qamus
Al-Quran karangan Abdulqadir Hasan, Konkordansi Qur'an karangan Ali Audah dan
Indeks Al-Qur'an karangan Sukmajaya dkk, dll.
2. Kemudian dianalisa: apa yang dimaksud Sang Pencipta Kitab ini (Alloh
SWT.) terhadap akar kata itu dengan membanding-bandingkan kata tersebut satu
dengan lainnya sambil mengacu pada makna aslinya.
3. Maka akan diperoleh definisi (baru) dari kata tersebut di dalam
Al Qur-an.
Contoh-contoh
pelaksanaannya dapat dilihat dalam makalah-makalah penulis tentang tafsir
kata-kata di dalam Al Qur-an.
.
IV. Kesimpulan
Di dunia Islam sekarang tidak ada kesamaan dalam penafsiran Al Qur-an sehingga
terjadi perbedaan hukum Islam yang bisa menimbulkan sengketa di kalangan umat
Islam.
Hal ini terjadi karena para ahli Tafsir menyamakan
Bahasa Arob Al Qur-an dengan Bahasa Arob Klasik dimana suatu kata tidak
mempunyai arti tunggal melainkan ada beberapa arti yang kadang saling
bertentangan.
Agar terjadi kesamaan pandangan maka kita mengambil
pendapat Sayidina Ali Ra. bahwa Bahasa Arob Al Qur-an tidak sama dengan Bahasa
Arob Klasik. Serta pendapat Profesor Toshihiko Izutsu bahwa Alloh Swt. sendiri
yang memberikan definisi dan arti kata-kata di dalam Al Qur-an, yang bisa
berbeda dengan artinya dalam Bahasa Arob Klasik sebelumnya
Untuk mengetahui arti ayat-ayat Al Qur-an yang samar
(mutasyabihat), kita harus menanyakannya kepada Alloh Swt. sendiri. Dengan
cara menta’wilkan suatu ayat Al Qur-an dengan ayat Al Qur-an yang lainnya.
Bahkan yang lebih tajam adalah dengan cara menta’wilkan suatu kata di dalam Al Qur-an dengan kata lainnya di dalam Al Qur-an.
Bahkan yang lebih tajam adalah dengan cara menta’wilkan suatu kata di dalam Al Qur-an dengan kata lainnya di dalam Al Qur-an.
Dasarnya adalah jaminan Alloh sendiri bahwa tidak ada pertentangan antara satu ayat atau suatu kata di dalam Al Qur-an.
Contoh-contohnya dapat dibaca pada makalah-makalah
penulis yang lain yang membahas Ta’wil kata-kata kunci di dalam Al Qur-an.
Penulis yakin bahwa makalah ini tidak sempurna. Bila para pembaca menemukan
kesalahan mohon diberitahukan kepada penulis untuk dilakukan koreksi. Untuk itu
penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Wallohu al-muwaffiq ila aqwamith thoriq, wassalamu ‘alaikum w.w.
Jember, 28 Maret 2015.
Dr. H.M. Nasim Fauzi
Jalan Gajah Mada 118
Tlp. (0331) 48927 Jember
Kepustakaan
01. Abd. Bin Nuh dan Oemar Bakri, Kamus
Arab Indonesia, Mutiara, Jakarta, 1979.
02. Abdul Qadir Hassan, Qamus Al-Quran, Al
Muslimun, Bangil, 1964.
03. Ali Audah, Konkordansi Qur’an, Litera
AntarNusa; Mizan, Bandung, 1997.
04. Departemen Agama RI, Al Quran dan
Terjemahnya, CV Asy-Syifa, Semarang, 1999.
05. Drs. M. Zainul Arifin, Kamus
Al-Qur’an, Apollo, Surabaya, 1997.
06. Elias A Elias & Edward E.
Elias, H. Ali Almascatie BA, Kamus Saku Arab Inggris Indonesia,
Almaarif, Bandung, Tanpa tahun.
07. M. Kasir Ibrahim, Kamus Arab,
Apollolestari, Surabaya, Tanpa tahun.
08. Prof. Dr. M. Quraisy Shihab, MA ,
Ensiklopedia Al-Qur’an, Lentera Hati, Jakarta, 2007.
09. Prof. M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi
Al-Qur’an, Paramadina, Jakarta, 1996.
10. Toshihiko Izutsu, Konsep-konsep Etika
Religius dalam Quran, PT Tiara Wacana, Yogjakarta, 1993.
Apakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong
BalasHapusApakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong
BalasHapus