Taqwa dan Takut Kepada Alloh
Seri ke 2
Oleh : Dr. H.M. Nasim Fauzi
Lanjutan
Makalah Sebelumnya
D. CIRI-CIRI
ORANG YANG TAKUT KEPADA ALLOH
Takut kepada Allah adalah
salah satu bentuk ibadah yang tidak terlalu diperhatikan oleh sebagian orang-orang
mukmin, padahal itu menjadi dasar beribadah dengan benar. Firman Allah Ta'ala:
"Karena
itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kalian kepadaKu, jika
kamu benar-benar orang yang beriman".(qS. Ali 'Imran [3]: 175).
Tanda-tanda takut kepada
Allah:
1. Pada lisannya
Seseorang yang takut
kepada Allah mempunyai kekhawatiran atau ketakutan sekiranya lisannya
mengucapkan perkataan yang mendatangkan murka Allah. Sehingga dia menjaganya
dari perkataan dusta, ghibah dan perkataan yang berlebih-lebihan dan tidak
bermanfaat. Bahkan selalu berusaha agar lisannya senantiasa basah dan sibuk
dengan berdzikir kepada Allah, dengan bacaan Al Qur'an, dan mudzakarah ilmu.
Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Barangsiapa yang dapat menjaga
(menjamin) untukku mulut dan kemaluannya, aku akan memberi jaminan kepadanya
syurga".(HR. Al Bukhari).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda:
"Tanda sempurnanya Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu (perkataan) yang tidak berguna". (HR. At Tirmidzi).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda:
"Tanda sempurnanya Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu (perkataan) yang tidak berguna". (HR. At Tirmidzi).
Kemudian dalam riwayat
lain disebutkan, artinya: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir
maka hendaklah ia berbicara yang baik, atau (kalau tidak bisa) maka agar ia
diam".(HR. Al Bukhari dan Muslim).
Begitulah, sesungguhnya
seseorang itu akan memetik hasil ucapan lisannya, maka hendaklah seorang mukmin
itu takut dan benar-benar menjaga lisannya.
2. Pada perutnya
Orang mukmin yang baik
tidak akan memasukkan makanan ke dalam perutnya kecuali dari yang halal, dan
memakannya hanya terbatas pada kebutuhannya saja.
Firman Allah Ta'ala:
Firman Allah Ta'ala:
Artinya: "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian lain diantara kamu dengan jalan yang batil". (QS. Al Baqarah [2]: 188).
Ibnu Abbas menjelaskan,
memakan dengan cara batil ini ada dua jalan yaitu; Pertama dengan cara zhalim
seperti merampas, menipu, mencuri, dll. Dan Kedua dengan jalan permainan
seperti berjudi, taruhan dan lainnya. Harta yang diperoleh dengan cara haram
selamanya tidak akan menjadi baik/suci sekalipun diinfaqkan di jalan Allah.
Sufyan Ats-Tsauri menjelaskan, "Barangsiapa menginfaq-kan harta haram (di
jalan Allah) adalah seperti seseorang mencuci pakaiannya dengan air kencing,
dan dosa itu tidak bisa dihapus kecuali dengan cara yang baik". Bahkan
dijelaskan dalam riwayat yang shahih bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menyatakan, setiap jasad (daging) yang tumbuh dari harta haram maka
neraka lebih pantas untuknya.
Jadi, itulah urgensi
memperhatikan jalan mencari harta. Sudahkah kita takut kepada Allah dengan
menjaga agar jangan sampai perut kita dimasuki harta yang diharamkan Allah ?
3. Pada tangannya
Orang mukmin yang takut
kepada Allah akan menjaga tangannya agar jangan sampai dijulurkan kepada
hal-hal yang diharamkan Allah seperti; (sengaja) menyentuh wanita yang bukan muhrim, berbuat zhalim, aniaya. Dan tidak bermain dengan
alat-alat permainan syetan seperti alat perjudian.
Orang mukmin selalu
menggunakan tangannya untuk melakukan ketaatan, seperti bershadaqah, menolong
orang lain (dengan tangannya) karena dia takut di akhirat nanti tangannya akan
berbicara di hadapan Allah tentang apa yang pernah dilakukannya, sedangkan
anggota badannya yang lain menjadi saksi atasnya. Sebagaimana firman Allah
Ta'ala:
Artinya: "Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan".(QS. Yasin [36]: 65).
Bahkan salah seorang ulama
salaf berkata; "Sekiranya
kulit saya ditempeli bara api yang panas, maka itu lebih aku sukai daripada
saya harus menyentuh perempuan yang bukan muhrim".
Itulah gambaran orang
mukmin sejati yang takut kepada Allah di dalam menggunakan tangannya. Maka
bagaimanakah dengan kita?
4. Pada penglihatannya
Penglihatan merupakan
nikmat Allah Ta'ala yang amat besar, maka musuh Allah yaitu syetan tidak senang
kalau nikmat ini digunakan sesuai kehendak-Nya. Orang yang takut kepada Allah
selalu menjaga pandangannya dan merasa takut apabila memandang sesuatu yang
diharamkan Allah, tidak memandang dunia dengan pandangan yang rakus namun
memandangnya hanya untuk ibrah (pelajaran) semata.
Pandangan merupakan panah
api yang dilepaskan oleh iblis dari busurnya, maka berbahagialah bagi siapa
saja yang mampu menahannya. Allah berfirman:
Artinya: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman; "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (QS. An Nur [24]: 30).
Jika kita teliti banyaknya
kemaksiatan dan kemungkaran yang merajalela, seperti; perzinaan dan
pemerkosaan, salah satu penyebabnya adalah ketidak mampuan seseorang menahan
pandangannya. Sebab, sekali seseorang memandang, lebih dari sepuluh kali hati
membayangkan. Maka, sudahkah kita menjadi orang yang takut kepada Allah dengan
menahan pandangan kepada sesuatu yang diharamkanNya?
5. Pada pendengarannya
Ini perlu kita renungi
bersama, sehingga seorang mukmin akan selalu menjaga pendengarannya untuk tidak
mendengarkan sesuatu yang diharamkan Allah, seperti nyanyian yang mengundang
birahi beserta irama musiknya, dll. Firman Allah Ta'ala:
Artinya: "Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai tanggung jawabnya". (QS. Al Israa' [17]: 36).
Dan seorang mukmin akan menggunakan pendengarannya untuk hal-hal yang bermanfaat.
6. Pada kakinya
Seseorang yang takut
kepada Allah akan melangkahkan kakinya ke arah ketaatan, seperti mendatangi
shalat jama'ah, majlis ta'lim dan majlis dzikir. Dan takut untuk melangkahkan
kakinya ke tempat-tempat maksiat serta menyesal bila terlanjur melakukannya
karena ingat bahwa di hari kiamat kelak kaki akan berbicara di hadapan Allah,
ke mana saja kaki melangkah, sedang bumi yang dipijaknya akan menjadi saksi.
Firman Allah Ta'ala:
Artinya: "Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan". (QS. Yaasin [36]: 12).
Asbabun nuzul ayat ini
adalah bahwa seorang dari Bani Salamah yang tinggal di pinggir Madinah (jauh
dari masjid) merencanakan untuk pindah ke dekat masjid, maka turunlah ayat ini
yang kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan bahwa bekas langkah
(telapak) menuju masjid dicatat oleh Allah sebagai amal shaleh.
Semua bekas langkah kaki akan
dicatat oleh Allah ke mana dilangkahkan, dan tidak ada yang tertinggal karena
bumi yang diinjaknya akan mengabarkan kepada Allah tentang apa, kapan, dan di
mana seseorang melakukan suatu perbuatan. Jika baik maka baiklah balasannya,
tetapi jika buruk maka buruk pula balasannya. Ini semua tidak lepas dari kaki
yang dilangkahkan, maka ke manakah kaki kita banyak dilangkahkan ?
7. Pada hatinya
Seorang mukmin akan selalu
menjaga hatinya dengan selalu berzikir dan istighfar supaya hatinya tetap
bersih, dan menjaganya dari racun-racun hati.
Seorang mukmin akan takut
jika dalam hatinya muncul sifat jahat seperti buruk sangka, permusuhan,
kebencian, hasad dan lain sebagainya kepada mukmin yang lain. Karena itu semua
telah dilarang Allah dan RasulNya dalam rangka menjaga kesucian hati. Hati
adalah penentu, apabila ia baik maka akan baik seluruh anggota tubuh, tetapi
apabila ia jelek maka akan jeleklah semuanya.
Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Ketahuilah bahwa dalam jasad ini ada segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya, dan apabila ia jelek maka jeleklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati". (HR. Riwayat Al Bukhari dan Muslim).
"Ketahuilah bahwa dalam jasad ini ada segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya, dan apabila ia jelek maka jeleklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati". (HR. Riwayat Al Bukhari dan Muslim).
Maka pernahkah kita merasa
takut bila hati kita menjadi gelap? Bahkan kita selalu merasa bahwa hati kita
sama sekali tidak ada kejelekannya? Naudzubillah. Dari ini semua sudahkah kita
termasuk orang yang takut kepada Allah ?
afif afla
E. MEMUPUK RASA
TAKUT KEPADA ALLAH
·
30 December 2012, 11:04 am
Pernahkah kita tersadar bahwa
lancangnya kita melakukan hal-hal yang dilarang agama, meninggalkan perintah
agama, dan meremehkan ajaran-ajaran agama itu semua karena betapa minimnya rasa
takut kita kepada Allah. Bahkan kita terkadang lebih takut kepada manusia
daripada kepada Allah Ta’ala. Padahal Allah berfirman (yang artinya) :
“..
Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku” (QS. 5 [Al Ma’idah]: 44).
Maka takut kepada Allah (al khauf minallah) adalah ibadah salah
satu bentuk ibadah yang semestinya dicamkan oleh setiap mukmin.
1. Sifat Orang Yang Bertaqwa
Takut kepada Allah adalah sifat orang yang bertaqwa, dan ia juga
merupakan bukti imannya kepada Allah. Lihatlah bagaimana Allah mensifati para
Malaikat, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) :
“Mereka takut kepada Rabb mereka yang berada di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka)” (QS. 16 [An Nahl]: 50).
Lihat juga bagaimana Allah Ta’ala berfirman tentang hamba-hambanya
yang paling mulia, yaitu para Nabi ‘alahimus wassalam (artinya) :
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan takut. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami” (QS. 21 [Al Anbiya]: 90)
2. Semakin
Berilmu Semakin Takut Kepada Allah
Oleh karenanya, seseorang semakin ia mengenal Rabb-nya dan semakin dekat
ia kepada Allah Ta’ala, akan semakin besar rasa takutnya kepada Allah.
Nabi kita Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya aku
yang paling mengenal Allah dan akulah yang paling takut kepada-Nya” (HR.
Bukhari-Muslim).
Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya) : “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS. 35 [Fathir]: 28)
Ya, karena para ulama, yaitu memiliki ilmu tentang agama Allah ini dan
mengamalkannya, merekalah orang-orang yang paling mengenal Allah. Sehingga betapa
besar rasa takut mereka kepada Allah Ta’ala.
Karena orang yang memiliki ilmu tentang agama Allah akan paham benar akan
kebesaran Allah, keperkasaan-Nya, paham benar betapa pedih dan ngeri adzab-Nya.
Oleh karena itu, Nabi Shallallahu’alahi Wasallam bersabda kepada para
sahabat beliau:
“Demi Allah, andai kalian tahu apa yang aku ketahui, sungguh kalian
akan sedikit tertawa dan banyak menangis. Kalian pun akan enggan berlezat-lezat
dengan istri kalian di ranjang. Dan akan kalian keluar menuju tanah dataran
tinggi, mengiba-iba berdoa kepada Allah” (HR. Tirmidzi 2234, dihasankan Al
Albani dalam Shahih At Tirmidzi)
Demikian, sehingga tidaklah heran jika sahabat Umar bin Khattab radhiallahu’anhu,
sahabat Nabi yang alim lagi mulia dan stempel surga sudah diraihnya, beliau
tetap berkata:
“Andai terdengar suara dari langit yang berkata: ‘Wahai manusia,
kalian semua sudah dijamin pasti masuk surga kecuali satu orang saja’. Sungguh
aku khawatir satu orang itu adalah aku” (HR. Abu Nu’aim dalam Al Hilyah,
138)
Yaitu karena rasa takut yang timbul dari ma’rifatullah yang
mendalam.
Orang yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Nabi Shallallahu’alahi
Wasallam, Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, beliau ulama di kalangan para
sahabat, yang tidak perlu kita ragukan lagi keutamaannya, beliau pun menangis
ketika sekarat menghadapi ajalnya dan berkata:
“Aku tidak menangis karena urusan dunia kalian. Aku menangis karena
telah jauh perjalananku, namun betapa sedikit bekalku. Sungguh kelak aku akan
berakhir di surga atau neraka, dan aku tidak mengetahi mana yang diberikan
padaku di antara keduanya” (HR Nu’aim bin Hammad dalam Az Zuhd, 159)
Maka orang-orang yang lancang berbuat maksiat, yang mereka tidak memiliki
rasa takut kepada Allah, adalah karena kurangnya ilmu mereka terhadap agama
Allah serta kurangnya ma’rifah mereka kepada Allah Ta’ala.
3. Memupuk
Rasa Takut Kepada allah
Yang menjadi
pertanyaan selanjutnya, adalah bagaimana kita memupuk rasa takut kepada Allah
Ta’ala?
·
Mengingat betapa lemahnya kita,
dan betapa Allah Maha Perkasa
Sadarlah
betapa kita ini kecil, lemah, hina di hadapan Allah. Sedangkan Allah adalah Al
Aziz (Maha Perkasa), Al Qawiy (Maha Besar Kekuatannya), Al Matiin
(Maha Perkasa), Al Khaliq (Maha Pencipta), Al Ghaniy (Maha Kaya
dan tidak butuh kepada hamba).
Betapa
lemahnya hamba sehingga ketika hamba tertimpa keburukan tidak ada yang bisa
menghilangkannya kecuali Allah. Ia berfirman (yang artinya) :
“Jika Allah menimpakan suatu
kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia
sendiri” (QS. 8 [Al An’am]: 17)
Betapa Maha Besarnya Allah, hingga andai kita durhaka kepada Allah, sama
sekali tidak berkurang kemuliaan Allah.
“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi, dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir, maka (ketahuilah), sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (QS. An Nisa [4]: 131)
Dengan semua
kenyataan ini masihkah kita tidak takut kepada Allah?
·
Memupuk
rasa cinta kepada Allah
Dua orang
yang saling mencintai, bersamaan dengan itu akan timbul rasa takut dan
khawatir. Yaitu takut akan sirnanya cinta tersebut. Demikian pula rasa cinta
hamba kepada Allah. Hamba yang mencintai Allah dengan tulus, berharap Allah pun
mencintainya dan ridha kepadanya. Bersamaan dengan itu ia akan senantiasa
berhati-hati untuk tidak melakukan hal yang dapat membuat Allah tidak ridha dan
tidak cinta kepadanya.
·
Adzab Allah sangatlah pedih
Jika kedua
hal di atas belum menyadarkan anda untuk takut kepada Allah, cukup ingat satu
hal, bahwa adzab Allah itu sangatlah pedih yang disiapkan bagi orang-orang yang
melanggar aturan agama Allah. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):
63. Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah Telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.
“hendaklah orang-orang yang menyalahi
perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (QS.
24 [An Nuur]: 63)
Pedihnya
adzab Allah sampai-sampai dikabarkan dalam Al Qur’an bahwa setan berkata:
“Sesungguhnya
aku takut kepada Allah. Dan Allah sangat keras siksa-Nya” (QS. Al Anfal:
48)
Dan
hendaknya kita takut pada neraka Allah yang tidak bisa terbayangkan
kengeriannya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) :
“Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS. 66 [At Tahrim]:6) : 6)
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS. 66 [At Tahrim]:6) : 6)
3. Jangan
Merasa Aman
Sebagian orang merasa sudah banyak beramal, sudah banyak berbuat baik,
merasa sudah bertaqwa, merasa dirinya suci, sehingga ia pun merasa Allah tidak
mungkin mengadzabnya. Hilang darinya rasa takut kepada Allah. Allah berfirman
tentang manusia yang demikian (yang artinya) :
“Apakah kalian merasa aman dari makar Allah?
Tidaklah ada orang yang merasa aman dari makar Allah kecuali orang-orang yang
merugi” (QS. 7 [Al A’raf](: 99).
Bagaimana mungkin seorang yang beriman merasa percaya diri dengan
amalnya, merasa apa yang telah ia lakukan pasti akan membuatnya aman dari adzab
Allah? Sekali-kali bukanlah demikian sifat seorang mukmin. Adapun orang
beriman, ia senantiasa khawatir atas dosa yang ia lakukan, tidak ada yang ia
anggap kecil dan remeh. Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu berkata: “Seorang
yang beriman melihat dosa-dosanya bagai ia sedang duduk di bawah gunung yang
akan runtuh, ia khawatir tertimpa. Sedangkan orang fajir (ahli maksiat),
melihat dosa-dosanya bagaikan lalat yang melewati hidungnya” (HR. Bukhari
6308)
4. Tapi
Jangan Putus Asa
Seorang mukmin senantiasa memiliki rasa takut kepada Allah. Namun bukan
berarti rasa takut ini menyebabkan kita putus asa dari rahmat-Nya, sehingga
kita merasa tidak akan diampuni, merasa amal kita sia-sia, merasa pasti akan
masuk neraka dan bentuk-bentuk keputus-asaan lain. Ini tidak benar. Keimanan
yang sempurna kepada Allah mengharusnya kita memiliki keduanya, rasa takut (khauf)
dan rasa harap (raja’). Dengan berputus-asa terhadap rahmat Allah
seakan-akan seseorang mengingkari bahwa Allah itu Ar Rahman (Maha
Pemberi Rahmat), Ar Rahim (Maha Penyayang), dan Al Ghafur (Maha
Pengampun). Ingatlah nasehat Nabi Yusuf ‘alahissalam kepada
anak-anaknya:
“dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir” (QS. Yusuf [12]: 87).
Al Hasan Al Bashri berkata: “Raja’ dan khauf adalah kendaraan seorang
mukmin”. Al Ghazali pun berujar: “Raja’ dan khauf adalah dua
sayap yang dipakai oleh para muqarrabin untuk menempati kedudukan yang
terpuji”.
Demikian sedikit yang dapat kami paparkan. Semoga kita menjadi
hamba-hamba Allah yang senantiasa takut kepada-Nya, sehingga dengan itu kita
engga mengabaikan segala perintahnya dan enggan melanggar segala larangannya.
(Penulis mengambil banyak faidah dari tulisan Syaikh DR. Falih bin
Muhammad As Shughayyir berjudul “Al Khauf Minallah”)
—
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id
Artikel Muslim.Or.Id
F.
PENUTUP
Demikianlah
kutipan beberapa makalah tentang masalah Takut Kepada Allah yang telah penulis unduh dari
internet.
Wallohu
Al Muwaffiq ilaa Aqwamith Thoriq.
Jember, 22 Desember 2014
Dr. H.M.
Nasim Fauzi
Jalan Gajah Mada 118
Tilp. (0331) 481127
Jember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar