Mempertanyakan Hadits :
Bekerjalah Untuk Duniamu, Seolah-olah Engkau Akan Hidup Selama-lamanya …
Oleh Dr. M. Nasim Fauzi
Oleh Dr. M. Nasim Fauzi
A. Pendahuluan
1. Tinjauan Umum
Dalam khutbah
di masjid-masjid, dalam ceramah-ceramah agama dan di media massa sering kita
mendengar sebuah "hadits" yang sangat terkenal yang berbunyi:
Hadits 1: I'mal li dun-yaaka
ka-annaka ta'iisyu abadaa, wa'mal li-aakhirotika ka-annaka tamuutu ghodaa.
Artinya: Bekerjalah /beramallah untuk
duniamu, seolah-olah engkau akan hidup selama-lamanya. Dan beramallah
/bekerjalah untuk akhirotmu, seolah-olah engkau akan mati besok. (Di dalam
bahasa Arab kata kerja "amala" bisa berarti "bekerja", juga
bisa berarti "beramal".)
Rupa-rupanya
"hadits 1" ini semakin populer sejak negeri kita menganut ideologi
pembangunan. Pada kenyataannya pembangunan fisik-material jauh melebihi
pembangunan moral-spiritual. Sekarang ini negara kita termasuk dalam daftar
negara-negara terkorup di dunia. Bahkan menjadi salah satu dari negara konsumen
dan produsen narkotik dunia terbesar pula.
Tiba-tiba pada tahun 1998 negara kita tertimpa krisis moneter yang berakibat krisis multi dimensi. Krisis itu menjadikan kerja keras kita yang "seakan-akan hidup selama-lamanya" tadi menjadi musnah begitu saja.
Lalu timbul pertanyaan terhadap "hadits 1" ini, masih sesuaikah dengan keadaan kita sekarang ?
Tiba-tiba pada tahun 1998 negara kita tertimpa krisis moneter yang berakibat krisis multi dimensi. Krisis itu menjadikan kerja keras kita yang "seakan-akan hidup selama-lamanya" tadi menjadi musnah begitu saja.
Lalu timbul pertanyaan terhadap "hadits 1" ini, masih sesuaikah dengan keadaan kita sekarang ?
Namun,
sebenarnya yang lebih penting adalah mempertanyakan keabsahan hadits ini.
Keabsahan suatu hadits dapat dilihat dari status "hadits 1" ini.
Termasuk hadits sohih-kah, hasan, dhoif, maudhu' atau munkar ? Karena hanya
hadits sohih saja, sekurang-kurangnya hadits hasan yang boleh dipakai sebagai
dalil dalam masalah akidah dan hukum agama.
Sebagai
referensi penulis mengetengahkan sebuah buku berjudul "Hadits-hadits Dhoif dan Maudhu' (Silsilatu 'l Ahaditsi 'dh-Dho'ifah wa 'l Maudhu'ah) karangan
Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.
2. Tinjauan Khusus:
2. Tinjauan Khusus:
Memperkenalkan Syekh
Muhammad Nashiruddin al-Albani.
Syeikh
al-Albani sesuai dengan namanya adalah seorang ahli hadits terkemuka kelahiran
Albania, termasuk wilayah Balkan di Eropah Timur yang pernah dikuasai Komunis.
Beliau hidup sekitar tahun 1380-an Hijriyah / 1950-an Masehi. Pada akhir hidupnya beliau tinggal dan wafat di Yordania.
Di dalam buku tadi beliau mengatakan bahwa "hadits 1" di atas sesungguhnya adalah b u k a n Hadits Nabi. Banyak yang menganggapnya hadits marfu', karena sudah terlanjur masyhur di kalangan para mubaligh pada akhir-akhir ini.
(Hadits marfu' adalah hadits yang diriwayatkan oleh para ulama pengumpul hadits -Bukhori, Muslim, Abu Dawud, dll-, yang rangkaian sanadnya / para periwayat haditsnya, dapat ditelusuri sampai kepada Nabi saw.)
Beliau hidup sekitar tahun 1380-an Hijriyah / 1950-an Masehi. Pada akhir hidupnya beliau tinggal dan wafat di Yordania.
Di dalam buku tadi beliau mengatakan bahwa "hadits 1" di atas sesungguhnya adalah b u k a n Hadits Nabi. Banyak yang menganggapnya hadits marfu', karena sudah terlanjur masyhur di kalangan para mubaligh pada akhir-akhir ini.
(Hadits marfu' adalah hadits yang diriwayatkan oleh para ulama pengumpul hadits -Bukhori, Muslim, Abu Dawud, dll-, yang rangkaian sanadnya / para periwayat haditsnya, dapat ditelusuri sampai kepada Nabi saw.)
B. Pembahasan Umum
1. Kajian Tentang Hadits
Menurut
pengertian bahasa, hadits adalah suatu berita atau sesuatu yang baru. Dalam
ilmu hadits, yang dimaksud hadits adalah segala perkataan, perbuatan dan taqrir
(pengakuan terhadap sesuatu dengan cara tidak memberi komentar) yang dilakukan
Nabi Muhammad saw.
2. Unsur-unsur Hadis
2. Unsur-unsur Hadis
Hadis adalah
suatu kalimat (bahasa), yaitu ucapan / tulisan manusia. Sebagai sebuah kalimat
maka hadis dapat ditinjau dari :
a. siapa yang bicara (rowi),
b. dari mana dia mendapat berita itu (sanad) dan
c. apa yang dibicarakan (matan).
a. siapa yang bicara (rowi),
b. dari mana dia mendapat berita itu (sanad) dan
c. apa yang dibicarakan (matan).
Sebagai contoh
adalah hadis berikut :
Hadits ke-2 : Telah
menceriterakan kepadaku Muhammad bin Ma'mur bin Robi'i Al-Qoisi (urutan
rowi ke-vii), katanya telah menceritakan kepadaku Abu Hisyam Al-Mahzumi (urutan
rowi ke-vi) dari Abu Al-Wahid, yaitu Ibnu Ziyad (urutan rowi ke-v),
katanya telah menceritakan kepadaku Usman bin Hakim (urutan rowi ke-iv), katanya
telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Al-Munkadir (urutan rowi ke-iii),
dari Amron (urutan rowi ke-ii), dari Usman bin 'Affan r.a.
(urutan rowi ke-i) ia berkata, telah bersabda Rosululloh s.a.w. :
"Barangsiapa yang berwudhu dengan sempurna keluarlah dosa-dosanya dari
badannya, bahkan dari bawah kukunya." (HR. Muslim /
urutan rowi ke-viii)
Dari nama
Muhammad bin Ma'mur bin Robi'i Al-Qoisi (awal sanad = urutan rowi ke-vii)
sampai Usman bin 'Affan r.a. (akhir sanad = urutan rowi ke-i) adalah sanad dari
hadis tersebut. Mulai dari kata "Barangsiapa" sampai dengan
"dari bawah kukunya" adalah matan-nya, sedangkan Imam Muslim yang
dicatat di ujung hadis adalah mudawwin, yaitu ulama pengumpul hadis, (di sini
termasuk urutan rowi ke-viii).
b. Rowi-rowi pertama / orang-orang di sekitar Nabi s.a.w.
b. Rowi-rowi pertama / orang-orang di sekitar Nabi s.a.w.
Nabi Muhammad
saw. hidup antara tahun 51 sebelum Hijroh s/d 11 Hijriyah (62 tahun).
Dalam kehidupan sehari-hari Nabi dikelilingi oleh para ahlu l'bait yaitu para isteri beliau (terutama Siti 'Aisyah yang paling sering meriwayatkan hadits), puterinya Siti Fathimah, dan menantunya Ali ibn Abi Thalib yang juga adalah sepupunya; pembantunya, Anas ibn Malik, serta sepupunya yang lain yaitu Abdullah ibn Abbas. Mereka menyaksikan perilaku Nabi di dalam rumah beliau. Sedangkan di luar rumah perilaku beliau disaksikan oleh para sohabat.
Para sohabat dan ahlu l'bait yang meriwayatkan hadits adalah rowi-rowi pertama. Riwayat ini kemudian disampaikan kepada rowi lain yang tidak menyaksikan sendiri karena tidak sezaman dengan Nabi. Mereka disebut tabi'in. Selanjutnya disampaikan secara beranting kepada rowi-rowi di bawahnya (tabi'it-tabi'in dst.). Akhirnya sampailah kepada para mudawwin yaitu pembuku, ulama mulia yang mencatat hadits Rasulullah saw., kemudian menyaringnya menjadi kitab-kitab hadits shohih.
Dalam kehidupan sehari-hari Nabi dikelilingi oleh para ahlu l'bait yaitu para isteri beliau (terutama Siti 'Aisyah yang paling sering meriwayatkan hadits), puterinya Siti Fathimah, dan menantunya Ali ibn Abi Thalib yang juga adalah sepupunya; pembantunya, Anas ibn Malik, serta sepupunya yang lain yaitu Abdullah ibn Abbas. Mereka menyaksikan perilaku Nabi di dalam rumah beliau. Sedangkan di luar rumah perilaku beliau disaksikan oleh para sohabat.
Para sohabat dan ahlu l'bait yang meriwayatkan hadits adalah rowi-rowi pertama. Riwayat ini kemudian disampaikan kepada rowi lain yang tidak menyaksikan sendiri karena tidak sezaman dengan Nabi. Mereka disebut tabi'in. Selanjutnya disampaikan secara beranting kepada rowi-rowi di bawahnya (tabi'it-tabi'in dst.). Akhirnya sampailah kepada para mudawwin yaitu pembuku, ulama mulia yang mencatat hadits Rasulullah saw., kemudian menyaringnya menjadi kitab-kitab hadits shohih.
Para pengumpul
hadis ini ada 8 orang terdiri dari 2 Imam Besar yang terdahulu yaitu Imam Malik
(93- 199 H.) dan Imam Ahmad bin Hanbal (164- 241 H.), serta para penulis 6
Kitab Hadits Shohih (Kutubus Sittah) yaitu Imam al- Bukhori (194-256 H.),
al-Muslim (204-261 H.), an-Nasa'i (215-303 H.), Abu Daud (202- 275 H.),
at-Turmudzi (209- 79 H.) dan Ibnu Majah (209-273 H.).
Antara wafat Nabi (wft. 11 H.) sampai dengan kelahiran imam hadits yang pertama (Imam Malik, lhr. 93 H.) berselang 82 tahun, sedang dengan kematian terakhir imam hadits (an-Nasa'i wft. 303 H.) adalah 292 tahun (2-7 generasi).
Antara wafat Nabi (wft. 11 H.) sampai dengan kelahiran imam hadits yang pertama (Imam Malik, lhr. 93 H.) berselang 82 tahun, sedang dengan kematian terakhir imam hadits (an-Nasa'i wft. 303 H.) adalah 292 tahun (2-7 generasi).
Di dalam
kepustakaan hadits terdapat kitab-kitab yang berisi daftar para rowi hadis. Di
dalamnya tercatat sifat-sifatnya, masa hidupnya dan hadits-hadits yang sudah
diriwayatkan mereka. Sebagai contoh kitab Tahdzibut-Tahdzib oleh Ibnu Hajar
Al-'Asqalany, banyaknya 12 jilid, mengandung 12.460 nama rowi hadis.
Para rowi hadis dapat diterima riwayatnya bila bersifat adil dan tidak mempunyai cacat/ kelemahan yang bisa meragukan keabsahan riwayatnya.
Rowi yang tidak ada catatannya dinamakan maj-hul, tidak terkenal. Rowi yang tidak terkenal, tidak diterima hadits yang ia riwayatkan.
3. Pembagian Hadits Menurut Kualitasnya.
Para rowi hadis dapat diterima riwayatnya bila bersifat adil dan tidak mempunyai cacat/ kelemahan yang bisa meragukan keabsahan riwayatnya.
Rowi yang tidak ada catatannya dinamakan maj-hul, tidak terkenal. Rowi yang tidak terkenal, tidak diterima hadits yang ia riwayatkan.
3. Pembagian Hadits Menurut Kualitasnya.
a. Hadits
sohih (sah, sehat) dalil
bagi hukum agama ialah
- hadits yang seluruh sanadnya bersambung sampai ke Nabi,
- diriwayatkan oleh rowi-rowi yang adil dan kuat hafalannya sampai akhir sanad,
- tidak ada kejanggalan dan cacat,
- tidak berlawanan dengan hadits yang lebih kuat, terutama tidak berlawanan dengan ayat atau maksud Qur'an.
- hadits yang seluruh sanadnya bersambung sampai ke Nabi,
- diriwayatkan oleh rowi-rowi yang adil dan kuat hafalannya sampai akhir sanad,
- tidak ada kejanggalan dan cacat,
- tidak berlawanan dengan hadits yang lebih kuat, terutama tidak berlawanan dengan ayat atau maksud Qur'an.
------------------------------------------------------------------------------------------
Atau boleh dikatakan bahwa hadits sohih adalah hadits yang ada di dalam kitab-kitab kumpulan hadits sohih.
-------------------------------------------------------------------------------------------
Atau boleh dikatakan bahwa hadits sohih adalah hadits yang ada di dalam kitab-kitab kumpulan hadits sohih.
-------------------------------------------------------------------------------------------
b.
Hadits hasan ialah hadits yang sama seperti hadits sohih juga tetapi
di antara rowi-rowi-nya ada yang kesalahannya sedikit saja di dalam urusan
hadits. Kedudukannya ada di antara hadits sohih dan hadits doif.
Hadits hasan sering dijadikan dalil buat sesuatu yang tidak begitu penting.
Hadits hasan sering dijadikan dalil buat sesuatu yang tidak begitu penting.
c.
Hadits do'if (lemah) ialah perkataan yang dikatakan dari Rosulullah
saw. tetapi tidak menurut sifat-sifat dan syarat-syarat hadits sohih dan hadits
hasan. Bila ada satu saja perowinya tidak memenuhi syarat-syarat tersebut tadi,
atau isinya berlawanan dengan hadits yang lebih kuat, terutama berlawanan
dengan ayat atau maksud Al-Qur'an sudah dianggap doif.
----------------------------------------------------------------------------------------------
Atau dapat dikatakan hadits yang tidak shohih adalah hadits yang tidak ada di dalam kitab-kitab kumpulan hadits sohih.
-----------------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------------------
Atau dapat dikatakan hadits yang tidak shohih adalah hadits yang tidak ada di dalam kitab-kitab kumpulan hadits sohih.
-----------------------------------------------------------------------------------------------
d.
Hadits maudlu' adalah hadits yang di antara daftar sanadnya ada
seorang pendusta. Dinamakan hadits palsu, lancung, atau yang dibikin oleh
orang-orang, lalu mereka katakan sabda Nabi saw.
C. Pembahasan Khusus:
I. Tinjauan Terhadap Sanad Hadis 1.
1.
Komentar Al-Albani tentang "Hadis 1": Beramallah untuk
duniamu ......
Al-Albani
telah menemukan bahwa "hadits 1" ini termasuk mauquf.
(Disebut mauquf bila rantai sanadnya berhenti hanya sampai sohabat, tidak sampai Nabi saw.). Jadi "hadits 1" ini bukan hadits Nabi, melainkan hanyalah perkataan/ fatwa sohabat belaka yang lazim disebut "atsar sohabat".
Menurut beliau "atsar sohabat" ini ada 3 sanad (kecuali atsar ke-3 adalah hadis) :
(Disebut mauquf bila rantai sanadnya berhenti hanya sampai sohabat, tidak sampai Nabi saw.). Jadi "hadits 1" ini bukan hadits Nabi, melainkan hanyalah perkataan/ fatwa sohabat belaka yang lazim disebut "atsar sohabat".
Menurut beliau "atsar sohabat" ini ada 3 sanad (kecuali atsar ke-3 adalah hadis) :
Sanad 1 (atsar sohabat)
Dari (6) Ibnu Qutaibah (dalam kitab Ghoribu l'hadits), dari (5) As-Sijistani, dari (4) Al-Ashma'i, dari (3) Hamad bin Aslamah, dari (2) Ubaidillah bin Al-Ghiror, dari (1) Abdullah bin Umar, bahwa ia mengatakan : Ihris li dun-yaka ....
Jadi "hadis 1" ini adalah fatwa Abdullah bin Umar (atsar sohabat Nabi).
Sedang (2) Ubaidillah bin Al-Ghiror tidak dikenal / majhul.
Sanad 2 (atsar sohabat)
Dari (3) Ibnu Mubarok (dalam kitab az-Zuhd), dari (2) Muhammad bin Ajlan, bahwa (1) Abdullah bin Amr bin Ash mengatakan : I'mal li dun-yaka ....
Jadi "hadis 1" ini adalah fatwa Abdullah bin Amr bin Ash (atsar sohabat Nabi).
Sedang sanadnya munqathi' (ada rowi yang hilang / gugur).
Sanad 3 (hadis Nabi)
Dari (5) Imam Al-Baihaqi (pengumpul Hadits di luar yang 8, hidup antara 384 - 458 H.) di dalam kitab Sunannya, dari (4) Abu Sholih, dari (3) Laits, dari (2) Ibnu Ajlan maula / pembantu Umar bin Abdul Aziz, dari (1) Abdullah bin Amr bin Ash, dari Rosulullah saw. yang bersabda :
Dari (6) Ibnu Qutaibah (dalam kitab Ghoribu l'hadits), dari (5) As-Sijistani, dari (4) Al-Ashma'i, dari (3) Hamad bin Aslamah, dari (2) Ubaidillah bin Al-Ghiror, dari (1) Abdullah bin Umar, bahwa ia mengatakan : Ihris li dun-yaka ....
Jadi "hadis 1" ini adalah fatwa Abdullah bin Umar (atsar sohabat Nabi).
Sedang (2) Ubaidillah bin Al-Ghiror tidak dikenal / majhul.
Sanad 2 (atsar sohabat)
Dari (3) Ibnu Mubarok (dalam kitab az-Zuhd), dari (2) Muhammad bin Ajlan, bahwa (1) Abdullah bin Amr bin Ash mengatakan : I'mal li dun-yaka ....
Jadi "hadis 1" ini adalah fatwa Abdullah bin Amr bin Ash (atsar sohabat Nabi).
Sedang sanadnya munqathi' (ada rowi yang hilang / gugur).
Sanad 3 (hadis Nabi)
Dari (5) Imam Al-Baihaqi (pengumpul Hadits di luar yang 8, hidup antara 384 - 458 H.) di dalam kitab Sunannya, dari (4) Abu Sholih, dari (3) Laits, dari (2) Ibnu Ajlan maula / pembantu Umar bin Abdul Aziz, dari (1) Abdullah bin Amr bin Ash, dari Rosulullah saw. yang bersabda :
Hadits 2:
Sesungguhnya agama ini (Islam, pen.) sangat kokoh. Karena itu,
masuklah ke dalam agama ini dengan lemah lembut. Janganlah kamu membenci dirimu
dalam beribadah kepada Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang kehabisan ongkos tidak
akan dapat melanjutkan perjalanannya dengan kendaraan.
Beramallah (untuk akhirotmu, pen.), sebagaimana orang-orang yang bekerja (beramal dunia, pen.) dan menyangka hidup kekal. Dan berhati-hatilah, sebagaimana hati-hatinya orang yang menyangka besok ia akan mati.
Beramallah (untuk akhirotmu, pen.), sebagaimana orang-orang yang bekerja (beramal dunia, pen.) dan menyangka hidup kekal. Dan berhati-hatilah, sebagaimana hati-hatinya orang yang menyangka besok ia akan mati.
Sanad hadits 2
ini doif karena (2) Ibnu Ajlan maula / pembantu Umar bin Abdul Aziz tidak
dikenal, sedang (4) Abu Solih lemah.
Pada hadits 2 ini
tidak ada perkataan "bekerjalah/ beramallah untuk duniamu"
melainkan "beramallah (untuk akhirotmu, pen.) sebagaimana orang-orang
yang bekerja (beramal untuk dunianya, pen.) dan menyangka hidup kekal".
Dan seterusnya.
Menurut Syekh Al-Albani, 'amila (bekerjalah/ beramallah) dalam pada hadits 2 ini bukan untuk dunia, melainkan beramal soleh /beribadah kepada Tuhan, karena merupakan kelanjutan kalimat sebelumnya, (Sesungguhnya agama itu sangat kokoh ...). Menurut beliau, beramal soleh sebagaimana orang-orang yang bekerja (beramal untuk dunianya, pen.) dan menyangka hidup kekal, adalah melaksanakan amal solih tanpa terputus-putus, senada dengan sabda Nabi saw. :
Menurut Syekh Al-Albani, 'amila (bekerjalah/ beramallah) dalam pada hadits 2 ini bukan untuk dunia, melainkan beramal soleh /beribadah kepada Tuhan, karena merupakan kelanjutan kalimat sebelumnya, (Sesungguhnya agama itu sangat kokoh ...). Menurut beliau, beramal soleh sebagaimana orang-orang yang bekerja (beramal untuk dunianya, pen.) dan menyangka hidup kekal, adalah melaksanakan amal solih tanpa terputus-putus, senada dengan sabda Nabi saw. :
Hadits 3 :
Amal yang paling disukai Allah adalah, adalah amal yang dilakukan secara
tetap (dawam, kontinyu), meskipun sedikit. (HR. Bukhori
dan Muslim).
2. Analisa "Hadits 1" dan Hadits 2.
Adanya kemiripan
matan "Hadits 1" / atsar sohabat Abdullah bin Amr bin Ash yang
berbunyi : I'mal li dun-yaaka ka-annaka ta'iisyu abadaa, wa'mal
li-aakhirotika ka-annaka tamuutu ghodaa.
Artinya: Bekerjalah
(beramallah) untuk duniamu, seolah-olah engkau akan hidup selamanya. Dan
beramallah (bekerjalah) untuk akhirotmu, seolah-olah engkau akan mati besok,
dengan matan
hadits 2 (hadits doif riwayat Imam Al-Baihaqi) yang berbunyi:
Sesungguhnya agama ini sangat kokoh. dst ..... ......Beramallah (bekerja /beramal solih/ beramal untuk akhirot/ beribadah kepada Tuhan, pen.), sebagaimana orang-orang yang bekerja (beramal dunia, pen.) dan menyangka hidup kekal. Dan berhati-hatilah, sebagaimana hati-hatinya orang yang menyangka besok ia akan mati,
Sesungguhnya agama ini sangat kokoh. dst ..... ......Beramallah (bekerja /beramal solih/ beramal untuk akhirot/ beribadah kepada Tuhan, pen.), sebagaimana orang-orang yang bekerja (beramal dunia, pen.) dan menyangka hidup kekal. Dan berhati-hatilah, sebagaimana hati-hatinya orang yang menyangka besok ia akan mati,
menunjukkan
kemungkinan bahwa "hadits 1" (atsar sohabat Abdullah bin Amr bin Ash)
ini berasal dari hadits 2 (hadits doif riwayat Imam Al-Baihaqi), yang mengalami
perubahan isi / matan.
3. Bahayanya Menyebar-luaskan "Hadits" ini,
dan Apa Yang Seharusnya Kita Katakan.
dan Apa Yang Seharusnya Kita Katakan.
Bila kita sudah
tahu bahwa "hadits 1" yang berbunyi I'mal li dun-yaaka ka-annaka
ta'iisyu abadaa, wa'mal li-aakhiratika ka-annaka tamuutu ghodaa, adalah bukan
hadits Nabi, melainkan hanya atsar Abdullah bin Amr bin Ash (atsar sohabat
Nabi) belaka, tetapi kita menyebutnya sebagai hadits Nabi saw., maka kita akan
terkena akibat dari hadits berikut:
Hadits 4:
"Barangsiapa yang berkata atas namaku apa-apa yang tidak pernah aku
katakan, maka hendaklah menyiapkan tempat tinggalnya di neraka".
Sanadnya hasan dan asalnya dari As-Sohihain (Bukhori dan Muslim).
Jadi kita harus
membuang jauh-jauh “hadits 1” ini, karena bisa membawa kita masuk ke dalam
neraka, dan menggantinya dengan hadits 2 yang bunyi singkatnya adalah:
------------------------------------------------------------------------------------------------
......Beramal(soleh)lah (beribadah kepada Tuhan), sebagaimana orang-orang yang bekerja (beramal dunia) dan menyangka hidup kekal. Dan berhati-hatilah, sebagaimana berhati-hatinya orang yang menyangka besok ia akan mati
------------------------------------------------------------------------------------------------
II. Tinjauan Terhadap Matan / Isi "Hadis" 1.
------------------------------------------------------------------------------------------------
......Beramal(soleh)lah (beribadah kepada Tuhan), sebagaimana orang-orang yang bekerja (beramal dunia) dan menyangka hidup kekal. Dan berhati-hatilah, sebagaimana berhati-hatinya orang yang menyangka besok ia akan mati
------------------------------------------------------------------------------------------------
II. Tinjauan Terhadap Matan / Isi "Hadis" 1.
Di atas telah
dibuktikan bahwa "hadis" 1 yaitu "Bekerjalah / beramallah
untuk duniamu seolah-olah engkau akan hidup selamanya. Dan beramallah /
bekerjalah untuk akhirotmu, seolah-olah engkau akan mati besok " adalah
bukan hadits melainkan hanya fatwa sohabat Nabi belaka.
1. Ada yang
mengatakan bahwa meskipun hanya merupakan fatwa sohabat Nabi, tetapi isi fatwa
ini baik karena sesuai dengan doa "sapu-jagat" (Robbanaa aatinaa
fiddun-yaa hasanah, wa fil aakhiroti hasanah wa qinaa adzaabannaar).
Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (QS. Al-Baqoroh / 2 : 201)
Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (QS. Al-Baqoroh / 2 : 201)
Menurut Ibnu
'Abbas ra. (sepupu Nabi Muhammad saw.), doa ini meliputi semua kebaikan dan
menghindarkan semua bahaya, sebab kebaikan di dunia itu meliputi: keselamatan,
kesehatan, rumah yang luas, isteri yang berbudi baik, rezeki (makanan dan
minuman, bukan yang lain, pen.) yang berkah dan banyak, ilmu yang berguna, amal
soleh, kendaraan yang lancar dan nama baik.
Adapun kebaikan di akhirot ialah aman dari ketakutan hari kiamat, hisab yang ringan, dan masuk surga.
Adapun minta dihindarkan dari api neraka, tujuannya supaya dimudahkan untuk meninggalkan semua yang dilarang dan semua perbuatan dosa.
Sungguh doa yang luar biasa !
2. Samakah "fatwa sohabat" itu dengan "do'a sapu-jagat" ?
Adapun kebaikan di akhirot ialah aman dari ketakutan hari kiamat, hisab yang ringan, dan masuk surga.
Adapun minta dihindarkan dari api neraka, tujuannya supaya dimudahkan untuk meninggalkan semua yang dilarang dan semua perbuatan dosa.
Sungguh doa yang luar biasa !
2. Samakah "fatwa sohabat" itu dengan "do'a sapu-jagat" ?
Jelas tidak sama,
karena dalam doa sapu-jagat yang bekerja keras adalah Allah, sedang dalam fatwa
sohabat tadi yang bekerja keras adalah kita !
Allah maha kuasa dan maha kaya sehingga bisa melaksanakan apa saja termasuk memberi kita kebaikan di dunia dan akhirot serta menghindarkan diri kita dari neraka.
Allah maha kuasa dan maha kaya sehingga bisa melaksanakan apa saja termasuk memberi kita kebaikan di dunia dan akhirot serta menghindarkan diri kita dari neraka.
Fatwa sohabat tadi terdiri dari 2 kalimat.
Kalimat 1 adalah : Bekerjalah/beramallah
untuk duniamu, seolah-olah engkau akan hidup selamanya. Sedang
kalimat 2 adalah : Dan
beramallah/bekerjalah untuk akhirotmu, seolah-olah engkau akan mati besok,
Menurut Syekh Al-Albani,
masyarakat menafsirkan kalimat 1 sebagai : Kita harus bekerja dengan sangat
giat untuk mendapatkan dunia. (Dunia adalah segala sesuatu yang kita tinggalkan
sewaktu kita mati, pen.)
Tambahan
penulis : Dan masyarakat menafsirkan kalimat 2 sebagai : Kita harus
beribadah sangat giat untuk mendapatkan akhirot/surga.
Jadi kita harus menggunakan 100% waktu kita untuk mendapatkan dunia dan menggunakan 100 % waktu kita juga untuk mendapatkan akhirot. Kedua pekerjaan yang dilakukan bersamaan ini memerlukan waktu 200 %, sedangkan waktu yang kita miliki hanya 100 %. Hal yang tidak mungkin dikerjakan ! Kecuali bila kita mempunyai kesaktian bisa memecah roh dan badan kita masing-masing menjadi dua, misalnya Nasim A dan Nasim B. Nasim A mulai pagi sampai malam kerja di kantor di pasar atau di ladang, lalu pulang tidur karena kelelahan. Sedangkan Nasim B, lima kali sehari mengerjakan solat di masjid, hampir sepanjang malam bangun untuk solat malam dan witir, serta melaksanakan puasa dua hari sekali seperti Nabi Daud, dan di sela-sela waktu ibadah itu membantu / menyantuni orang-orang miskin dan berjuang menegakkan kalimat Allah.
Jadi kita harus menggunakan 100% waktu kita untuk mendapatkan dunia dan menggunakan 100 % waktu kita juga untuk mendapatkan akhirot. Kedua pekerjaan yang dilakukan bersamaan ini memerlukan waktu 200 %, sedangkan waktu yang kita miliki hanya 100 %. Hal yang tidak mungkin dikerjakan ! Kecuali bila kita mempunyai kesaktian bisa memecah roh dan badan kita masing-masing menjadi dua, misalnya Nasim A dan Nasim B. Nasim A mulai pagi sampai malam kerja di kantor di pasar atau di ladang, lalu pulang tidur karena kelelahan. Sedangkan Nasim B, lima kali sehari mengerjakan solat di masjid, hampir sepanjang malam bangun untuk solat malam dan witir, serta melaksanakan puasa dua hari sekali seperti Nabi Daud, dan di sela-sela waktu ibadah itu membantu / menyantuni orang-orang miskin dan berjuang menegakkan kalimat Allah.
3. Fatwa sohabat itu adalah filsafat kerja. Bila
fatwa itu salah, bagaimana filsafat kerja kita yang betul ?
E. Penutup
Demikian makalah kami. Kami yakin
tulisan ini pasti tidak sempurna. Maka bila di dalamnya ditemukan kekurangan
ataupun kesalahan, kami mohon agar dapatnya disampaikan kepada kami agar dapat
diadakan perbaikan seperlunya.
Untuk itu kami ucapkan terima kasih.
Wallaahu 'lmuwaffiq ilaa aqwamith-thoriq.
Jember, 28 Mei 2009
Dr. H.M. Nasim Fauzi
Jl. Gajah Mada 118.
Tlp. (0331)481127 Jember.
Daftar Kepustakaan :
Untuk itu kami ucapkan terima kasih.
Wallaahu 'lmuwaffiq ilaa aqwamith-thoriq.
Jember, 28 Mei 2009
Dr. H.M. Nasim Fauzi
Jl. Gajah Mada 118.
Tlp. (0331)481127 Jember.
Daftar Kepustakaan :
01. Abdullah bin Nuh dkk, Kamus Arab
Indonesia, Mutiara, Jakarta, 1971.
02. Abdul Qadir Hassan, Qamus
Al-Qur'an, Yayasan Almuslimun, Bangil, 1991.
03. Ahmad Azhar Basyir, M.A., Sistem
Ekonomi Islam, FE-UGM, Yogyakarta, 1978.
04. Ali Audah, Konkordansi Qur'an,
PT Pustaka Mizan, Bandung, 1997.
05. Benny Santoso, Bebas Dari
Konsumerisme, Andi, Yogyakarta, 2006.
06. Departemen Agama RI., Al-Qur'an
Dan Terjemahnya, CV. Asy-Syifa', Semarang, 1999.
07. Dr. M. Abdurrahman, Pergeseran
Pemikiran Hadits, Paramadina, Jakarta, 1999.
08. Dr. Muhammad Mahmud Bably, Kedudukan
Harta Menurut Pandangan Islam, diterjemahkan oleh Drs. H. Abdullah Idrsis,
Kalam Mulia, Jakarta, 1989.
09. Drs. H. Abdul Fatah, Kehidupan
Manusia di Tengah Alam Materi, Rineka Cipta, Jakarta, 1995.
10. Drs. H. Mudasir, Ilmu Hadis,
CV. Pustaka Setia, Bandung, 1999.
11. Ibnu Hajar al 'Asqalani, Bulughul
Maram, diterjemahkan oleh A. Hassan, Pustaka Tamam, Bangil, 2001.
12. Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Hadits-hadits
Dha'if & Maudhu', diterjemahkan oleh M.Abdurrahman dkk., Risalah,
Bandung, 1986.
13. Prof. Dr. HAMKA, Tafsir
Al-Azhar, Juzu' IV, V dan IX, Yayasan Nurul Islam, Jakarta, 1975, 1980 dan
1981 (3 buku).
14. Prof. Dr. H. Harun Nasution dkk.,
Ensiklopedi Islam Indonesia, Jambatan, Jakarta, 1992.
15. Prof. Dr. Sumitro
Djojohadikusumo, Ekonomi Umum I, P.T. Pembangunan Djakarta, 1957.
16. Prof. Dr. Winardi, S.E., Kamus
Ekonomi, C.V. Mandar Maju, Bandung, 1989.
17. Sjafri Sairin dkk., Pengantar
Antropologi Ekonomi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002.
18. Syamsul Rijal Hamid, Buku
Pintar Hadits, P.T. Buana Ilmu Populer, Jakarta, 2005.
19. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu
Katsir, diterjemahkan oleh H. Salim Bahresy dkk., PT. Bina Ilmu, Surabaya,
2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar