Jumat, 30 Desember 2016

Keadilan Dalam Poligami





KEADILAN
DALAM POLIGAMI


Oleh : Dr. H.M. Nasim Fauzi



Pendahuluan
 Kata adil sering kita ucapkan dalam pergaulan sehari-hari. Aslinya berasal dari bahasa Arob tetapi sudah kita anggap sebagai bahasa Indonesia.
Dalam bahasa Indonesia adil berarti tidak berat sebelah, sepatutnya, tidak sewenang-wenang dan tidak memihak (W.J.S. Poerwodarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia). 
   Adil atau keadilan perannya sangat sentral dalam kehidupan manusia. Sejak dari kehidupan rumah tangga, pergaulan masyarakat, hukum agama dan negara, sampai ke sendi kenegaraan. Kita ingat kata adil atau keadilan ada di dalam Pancasila, dasar dari negara Republik Indonesia.
Adil di dalam bahasa Arob dan Al-Quran
Pengertian adil di dalam bahasa Arob dan Al-Qur-an ada dalam beberapa kata. Yang terpenting adalah kata ‘adl dan qisth  Kata-kata lainnya adalah haq, ahkam, qowam, amtsal, iqtashoda, shiddiq. (Ensiklopedi Al-Qur’an, Prof. M. Dawam Rahardjo)
  Biasanya kata ‘adl (عَدَل) dan qisth (قِسْط) dianggap sebagai padanan (sinonim). Tetapi di beberapa ayat di dalam Al Qur-an, kedua kata itu ada secara bersama-sama. Sehingga dapat ditafsirkan bahwa keduanya mempunyai arti yang berbeda.
Ayat-ayat tersebut adalah:
01. QS. Al-Baqoroh [2] : 282,
02. QS. An-Nisa [4] : 3,
03. QS. An-Nisa [4] : 135),
04. QS. Al-Maidah [5] : 8,
05. QS. Al-An’am [6]:152,
06. QS. Al-Hujurot  [49]  

Paradigma Tafsir Al Qur-an sekarang
 
     Al-Quran ditulis dalam Bahasa (orang) Arab.. Maka Tafsir Al-Quran harus menggunakan Kaidah Bahasa yang dipakai oleh orang Arob.
Sebagaimana pendapat Muqotil ibn Sulaiman (w. 150H / 767 M.) seorang Ahli Tafsir Al-Qur-an periode awal yang berkata bahwa kata-kata di dalam Al Qur-an di samping memiliki makna definitif, juga memiliki makna alternatif. Seorang penafsir harus mengetahui makna-makna itu.
Pendapat beliau ini dianut sampai sekarang oleh para mufassir modern yaitu setiap kata di dalam Al-Quran mempunyai banyak arti.
Paradigma bahwa suatu kata di dalam Al-Quran memiliki banyak arti bisa menimbulkan Al Qur-an yang multitafsir karena arti suatu kata di dalam Al-Quran yang dipakai oleh para mufassir saling berbeda, bahkan bisa bertentangan. Padahal Alloh menyatakan bahwa tidak ada pertentangan di dalam Al-Quran.
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur-an? Kalau kiranya Al Qur-an itu bukan dari sisi Alloh, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (QS. An-Nisa' [4] :82).
Sebagai contoh Tafsir masalah poligami. Di dalam Kitab Tafsir Klasik Jalalain dan Ibnu Katsir yang ditulis sebelum penjajah Inggris masuk ke Timur Tengah, disebutkan bahwa perkawinan poligami sama baiknya dengan monogami.
Sedangkan dalam Kitab-kitab Tafsir Modern yang terpengaruh oleh pemikiran orientalis beranggapan bahwa monogami lebih baik dibanding poligami.
Paradigma Baru : Setiap kata di dalam Al-Quran hanya mempunyai satu arti
Agar tidak terjadi multitafsir maka kita harus merubah paradigma fafsir sekarang ke Paradigma Tafsir baru yaitu setiap kata di dalam Al-Quran hanya mempunyai satu arti.
Adapun alasan-alasannya adalah sebagai berikut
1. Pendapat Sayidina Ali bin Abi Tholib Ra. tentang Bahasa Arob Al Qur-an.
Sayyidina Ali Ra. bersabda : “Bisa jadi yang diturunkan Alloh (Al Qur-an) sepintas terlihat serupa dengan ucapan manusia, padahal itu adalah firman Alloh sehingga pengertiannya tidak sama dengan ucapan manusia. Sebagaimana tidak serupa perbuatan Alloh dengan perbuatan manusia. Firman Alloh adalah sifatNya, sedang ucapan manusia adalah perbuatan / aktivitas mereka. Karena itu juga jangan sampai engkau menyamakan firmanNya dengan ucapan manusia sehingga mengakibatkan engkau binasa dan tersesat.
2. Ucapan Sayidina Ali itu secara logis dapat diringkas menjadi : Al Qur-an yang satu, diturunkan oleh Alloh yang satu, lewat malaikat yang satu yaitu Jibril As. kepada Nabi yang satu yaitu Muhammad Saw., maka setiap katanya hanya mempuyai satu arti.
3. Proses menafsirkan Al Qur-an dengan Al Qur-an oleh Nabi Saw. di bawah ini dasarnya adalah setiap kata di dalam Al-Qur-an hanya mempunyai satu arti.
     Saat seorang sahabat membaca surat Al-An'am,
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan iman mereka dengan kezoliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat keimanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. Al-An'am : 82). 
Para sohabat merasa khawatir dan gelisah serta takut terhadap diri mereka. Karena zohir ayat itu menjelaskan bahwa tidak ada keimanan dan tidak hidayah bagi orang yang keimanannya tercampur dengan suatu kezoliman. 
Oleh karena itu, mereka bertanya, "Wahai Rosululloh, siapa dari kami yang tidak pernah berbuat zolim kepada dirinya?"
Rosul menjelaskan makna "al-Dhilm" itu adalah "syirik" Pengertian ini sudah pernah dijelaskan pada ayat lain di dalam Al Qur-an sebagai "dhulm"
Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Alloh), sesungguhnya mempersekutukan (Alloh) adalah benar-benar kezoliman yang besar"(QS. Luqman [31]:13).
Arti kata "al-dhilm" dalam ayat pertama adalah sama dengan arti kata "dhulm" dalam ayat ke-2. berarti setiap kata di dalam Al-Quran mempunyai satu arti.
Metode menafsirkan Al Qur-an dengan Al Qur-an ini juga dipakai oleh Ibnu Katsir dalam kitabnya Tafsir Quranul Adzim. Dasar dari metode ini adalah dalam Al Qur-an satu bagian saling menafsirkan dengan bagian lainnya.
Metode menafsirkan Al Qur-an dengan Al Qur-an ini meskipun dinilai merupakan metode terbaik dan telah dikenal lama, tetapi dalam penggunaannya masih menghasilkan pengertian jamak / tidak seragam.
Maka kita mencari cara lain yang lebih tajam yaitu 

Menyatukan Tafsir Al Qur-an dengan cara menafsirkan Al Qur-an secara kata dengan kata

Penulis telah memakai cara ini sejak tahun 2015.
Adapun caranya adalah sebagai berikut:
1. Mula-mula kita mencari arti suatu kata dari segi bahasa Arob.
2. Lalu kita mencari artinya di dalam Kamus Bahasa Arob, khususnya dalam Kamus dan Ensiklopedia Al-Quran.
3. Oleh karena di dalam Al-Quran setiap kata hanya mempunyai satu arti maka kita ambil salah satu artinya dari Kamus yang kiita anggap paling cocok misalnya ;adil berarti plurus / stright / jujur .dan kata padannya qisth berarti sama (equal) dan seimbang (just)..
4. Selanjutnya kita kumpulkan semua ayat di dalam Al Qur-an yang mengandung kata adl dan qisthi. Untuk mencari ayat-ayat tersebut kita bisa memakai Kamus Al Quran. Di pasar sudah ada kamus-kamus ini yang berbahasa Indonesia. Kamus yang dipakai oleh penulis adalah Qamus Al-Quran karangan Abdulqadir Hasan, Konkordansi Qur'an karangan Ali Audah, Indeks Al Qur-an karangan Sukmajaya dkk.dll.
5. Semua ayat yang kata adlnya kita artikan dengan jujur itu kita teliti apakah cocok dengan keseluruhan isi ayat. Bila cocok kita tulis (cocok) di belakang kalimat ayat itu. Bila tidak cocok kita tulis (tidak cocok). Demikian juga dengan ayat yang mengandung kata qisth
6. Bila semua ayat yang kita teliti itu (cocok) maka itulah arti kata wali di dalam Al Quran menurut Alloh Swt...
7. Bila (tidak cocok) maka kita ambil arti kata lainnya.
1a. Arti kata adl dari segi bahasa Arab.
Dikutip dari Muhammadiyah Amin dalam Ensiklopedia Al Qur'an
Kata adil dalam bentuk mashdar dari kata 'adala - ya'dilu - 'adlan - wa 'udulan - wa 'adalatan. Kata kerja ini berakar pada huruf 'ain, dal dan lam, yang makna pokoknya adalah al-istiwa (keadaan lurus) dan al-i'wijaj (keadaan menyimpang). Jadi rangkaian huruf-huruf tersebut mengandung makna yang bertolak belakang, yaitu 'lurus' atau 'sama' dan 'bengkok' atau 'berbeda.

Diukutip dari risna Junianda http://risnajunianda.wordpress.com/2012/12/05/keadilan/
          Kata
‘adl (عَدْل) dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 28 kali di dalam Al-Quran. Kata ‘adl sendiri disebutkan 13 kali, yakni pada Q.S Al-Baqarah (2): 48, 123, dan 282 (dua kali), Q.S An-Nisa’ (4): 58, Q.S Al-Ma’idah (5): 95 (dua kali) dan 106, Q.S Al-An‘am (6): 70, Q.S An-Nahl (16): 76 dan 90, Q.S Al-Hujurat (49): 9, serta Q.S Ath-Thalaq (65): 2.
Kata ‘adl di dalam Al-Quran memiliki aspek dan objek yang beragam, begitu pula pelakunya. Keragaman tersebut mengakibatkan keragaman makna ‘adl (keadilan). Menurut penelitian M. Quraish Shihab, paling tidak ada empat makna keadilan.
Pertama, ‘adl dalam arti “sama”. Pengertian ini yang paling banyak terdapat di dalam Al-Quran, antara lain pada Q.S An-Nisa’ (4): 3, 58 dan 129, Q.S Asy-Syura (42): 15, Q.S Al-Ma’idah (5): 8, Q.S An-Nahl (16): 76, 90, dan Q.S Al-Hujurat (49): 9. Kata ‘adl dengan arti sama (persamaan) pada ayat-ayat tersebut yang dimaksud adalah persamaan dalam hak. Di dalam Q.S An-Nisa’ (4): 58, misalnya ditegaskan:
وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْل
Apabila [kamu] menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kamu menetapkan dengan adil
Kedua, ‘adl dalam arti “seimbang”. Pengertian ini ditemukan di dalam Q.S Al-Ma’idah (5): 95 dan Q.S Al-Infithar (82): 7. Pada ayat yang disebutkan terakhir, misalnya dinyatakan:
اَلَّذِىْ خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ
“[Allah] Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan [susunan tubuh]-mu seimbang
Ketiga, ‘adl dalam arti “perhatian terhadap hak individu dan memberikan hak itu kepada setiap pemiliknya”. Pengertian inilah yang didefinisikan dengan “menempatkan sesuatu pada tempatnya” atau “memberi pihak lain haknya melalui jalan yang terdekat”.  Pengertian ‘adl seperti ini melahirkan keadilan sosial. Lawannya adalah kezaliman, yakni pelanggaran terhadap hak pihak lain. Pengertian ini disebutkan di dalam Q.S Al-An‘am (6): 152
وَاِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوْا وَلَوْكَانَ ذَاقُرْبَى
Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat[mu]”
Keempat, ‘adl dalam arti “yang dinisbahkan kepada Allah”. ‘Adl di sini berarti memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi, tidak mencegah kelanjutan eksistensi dan perolehan rahmat saat terdapat banyak kemungkinan untuk itu. Jadi, keadilan Allah pada dasarnya merupakan rahmat dan kebaikan-Nya. Allah memiliki hak atas semua yang ada, sedangkan semua yang ada tidak memiliki sesuatu di sisi-Nya. Di dalam pengertian inilah harus dipahami kandungan Q.S Ali ‘Imran (3): 18, yang menunjukkan Allah SWT sebagai Qaiman bil-qisthi (قَائِمًا بِالْقِسْط =Yang menegakkan keadilan).
Di samping itu, kata ‘adl digunakan juga dalam berbagai arti, yakni
(1) kebenaran, seperti di dalam Q.S Al-Baqarah (2): 282;
وَلۡيَكۡتُب بَّيۡنَكُمۡ ڪَاتِبُۢ بِٱلۡعَدۡلِ‌ۚ
(2) menyimpang dari kebenaran dan atau menyandarkan perbuatan kepada selain Alloh, seperti pada Q.S. An-Nisa’ [4] :135 (?)
 (3) membuat sekutu bagi Allah atau mempersekutukan-Nya (musyrik), seperti di dalam Q.S Al-An‘am (6): 1 dan 150;
ثُمَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بِرَبِّہِمۡ يَعۡدِلُونَ
(4) menebus, seperti di dalam Q.S Al-Baqarah (2): 48, 123 dan Q.S Al-An‘am [6]: 70.
وَلَا يُقۡبَلُ مِنۡہَا شَفَـٰعَةٌ۬ وَلَا يُؤۡخَذُ مِنۡہَا عَدۡلٌ۬ وَلَا هُمۡ يُنصَرُونَ
 Adl/al-‘Adl (عَدْل\اَلْعَدْل) juga merupakan salah satu al-asma’ul husna, yang menunjuk kepada Allah sebagai pelaku. Dalam kaidah bahasa Arab, apabila kata jadian (mashdar) digunakan untuk menunjuk kepada pelaku, maka hal tersebut mengandung arti “kesempurnaan”. Demikian halnya jika dinyatakan Allah adalah Al-‘Adl (اَلْعَدْل = keadilan), maka ini berarti bahwa Dia adalah pelaku keadilan yang sempurna.
Keadilan (a’dl) menurut Islam tidak hanya merupakan dasar dari masyarakat Muslim yang sejati, sebagaimana di masa lampau dan seharusnya di masa mendatang. Orang yang imannya benar dan berfungsi dengan baik akan selalu berlaku adil terhadap sesamanya. Hal ini tergambar dengan sangat jelas dalam surat di atas. Keadilan adalah perbuatan yang paling takwa atau keinsyafan ketuhanan dalam diri manusia.
1b. Arti kata qisth dari segi bahasa Arab. 
Dikutip dari Ensiklopedia Al-Qur’an 
        Kata al-qisth mengandung pengertian al-nashib (bagian). Dari pengertian tersebut, muncul dua makna pokok yang bertentangan, yakni al-qisth (keadilan) dan al-qosth (kecurangan).
Istilah al-qisth dengan berbagai bentuk turunannya di dalam al-Qur-an secara umum berbicara mengenai keadilan, terutama pada aspek terselenggaranya hak-hak yang menjadi milik seseorang secara proporsional.

Dari 25 kali pengungkapan al-qish tersebut hanya dua ayat yang mengandung pengertian ’kecurangan’ dan ‘kekufuran’, masing-masing di dalam QS Al-Jin : 14 dan 15. Dua ayat tersebut menunjuk kepada golongan jin yang dinyatakan bahwa sebagian di antara mereka ada yang senantiasa berserah diri kepada Alloh dan ada pula yang curang dan menyimpang dari kebenaran.

Kata qisth (قِسْط) di dalam Al Qur-an jumlahnya ada 22 yaitu.
No
Ayat
01.
02.
03.
04.
05.
06.
07.
08
09.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
[2] : 282
[3] : 18
[3] : 21
[4] : 3
[4] : 127
[4] : 135
[5] : 8
[5] : 42
[6] : 152
[7] : 29
[10] : 4
[10] : 47
[10] : 54
[11] : 85
[21] : 47
[33] : 5
[49] : 9
[55] : 9
[57] : 25
[60] : 8
[72] : 14
[72] : 15

.2. Arti kata ‘adl عَدَل) dan qisth قِسْط) di dalam bahasa Arob
Arti kata keduanya dapat kita lihat di dalam kamus-kamus Al Qur-an dan ensiklopedia:  Adapun buku-buku yang telah penulis baca adalah sebagai berikut:

No.
Nama kamus/ Ensiklopedia
Arti ‘adl عَدَل)
Arti qisth قِسْط)
01.
Kamus saku Arab Inggeris Indonesia, Elias A Elias and Edward Elias
Adil (just, right), sama (equal), lurus (straight), lunak (moderate)
Sama (equal), tidak berat sebelah (just), bagian (part)
02
Kamus Arab Indonesia, Abdullah bin Nuh dan Oemar Bakri
Seimbang, lurus, sedang (tidak kurang dan tidak lebih).
Keadilan, bagian, cicilan.
03.
.
Kamus Al-Qur’an, Drs. M, Zainul Arifin
Seimbang, tidak lebih atau kurang
Tengah-tengah, tak lebih, tak lalai
04
Qamus Al-Quran, Abdul Qadir Hasan
Adil, sebanding.
Tengah-tengah, seimbang
05
Ensiklopedia Al-Qur’an, Muhammadiyah Amin
Lurus, benar

06
Ensiklopedia Al-Qur’an, Golib Matola

Bagian, seimbang
             
Umumnya dalam kamus-kamus itu arti ‘adl (عَدَل) disamakan dengan qisth (قِسْط) , atau merupakan sinonim. Karena tujuan makalah ini adalah untuk mencari perbedaannya maka kita cari di kamus-kamus atau ensiklopedia apa bedanya kata ‘adl (عَدَل) dan qisth (قِسْط). Perbedaan arti itu kita temukan pada Kamus saku Arab Inggeris Indonesia, Elias A Elias & Edward Elias dan Ensiklopedia Al Qur-an, di mana :
Qisth (قِسْط).diatikan sebagai sama (equal) dan seimbang (just).
Justru kata qisth ini yang artinya adalah adil (justice)
‘Adl (عَدَل) diartikan sebagai lurus (straight = jujur)

Adapun ayat-ayatnya adalah sebagai berikut: 
(untuk kelancaran diskusi, ayat-ayat tersebut ditempatkan di bagian akhir makalah)

Kesimpulan Pertama

Dari uraian tafsir ayat-ayat yang mengandung kata qisth dan ‘adl di bagian akhir makalah terbukti bahwa di dalam Al Qur-an, kata ‘adl (عَدَل) tidak sama artinya dengan qisth (قِسْط).
Semua kata qisth/ al-qisth (ٱلۡقِسۡطِ‌ۖ) artinya adalah sama dan seimbang. Sedang kata al-qasth berarti kebalikannya yaitu kecurangan dan kekufuran.
Sedang kata ’adl/al-‘adl (عَدْل\اَلْعَدْل) bila berbentuk kata sifat / adjective berarti lurus/jujur. Dalam bentuk kata benda dan kata kerja adl tidak berarti jujur.


Analisa Kalimat Surat An-Nisa Ayat 1 dan 2

I. Pendahuluan
Surat An Nisa’ ayat 2 dan 3 ini sangat terkenal dan paling banyak dibahas di dunia Islam, karena menyangkut masalah yang sangat sensitif yaitu poligami. Dua ayat ini terdiri dari empat kalimat yang saling berhubungan sehingga menimbulkan keruwetan yang bisa menimbulkan salah tafsir. 
          Masalah poligami telah penulis bahas secara panjang lebar dalam tiga seri tulisan berjudul : "Mengapa wanita pada umumnya anti poligami ?" Mungkin tiga makalah ini terlalu panjang sehingga para pembacanya segan membacanya sampai tuntas.  
          Maka dalam makalah ini penulis membuat makalah yang jauh lebih pendek sehingga mudah dibaca dan difahami.
Surat An-Nisa Ayat 2 dan 3

وَاٰتُوا الْيَتٰمٰٓى اَمْوَالَهُمْ وَلَا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيْثَ بِالطَّيِّبِۖ وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَهُمْ اِلٰٓى اَمْوَالِكُمْ ۗ اِنَّهٗ كَانَ حُوبًا كَبِيْرًا

          Dan berikanlah kepada anak-anak yatim harta mereka dan janganlah kamu tukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka dengan hartamu. Sesungguhnya itu adalah dosa yang besar.

وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (qisth = seimbang) terhadap anak-anak yatim, maka kawinilah apa yang baik di antara wanita-wanita itu bagi kamu: dua, tiga atau empat orang. Kemudian jika kamu takut takkan dapat berlaku adil ('adl = jujur) maka hendaklah seorang saja atau hamba sahaya yang menjadi milikmu.
      Yang demikian itu lebih dekat tidak berbuat aniaya.

  
Asbabun Nuzul
  Hadis 01 : A’isyah r.a. berkata: “Ada gadis yatim di bawah asuhan walinya. Ia berserikat dengan walinya dalam masalah hartanya, walinya itu tertarik kepada harta dan kecantikan gadis tersebut. Akhirnya ia bermaksud untuk menikahinya, tanpa memberikan mahar yang layak.” (HR. Bukhori)
  Hadis 02 : Dari Urwah ibn Zubair, bahwa beliau bertanya tentang ayat ini, yang oleh Aisyah dijawab, Ayat ini turun berkaitan dengan perempuan yatim yang dipelihara oleh walinya, tetapi kemudian harta dan kecantikan perempuan yatim itu menarik hati si wali. Tetapi si wali itu ternyata tidak berlaku adil, dia tidak mau memberi maskawin sebagaimana yang diberikan suami kepada isterinya yang setara. Ayat ini mencegah mereka berbuat demikian dan memerintahkan mereka untuk menikahi perempuan lain. (HR. Bukhori dan Muslim).
  Hadis 03 : Dari ‘Aisyah “Sesungguhnya seorang laki-laki yang memiliki tanggungan wanita yatim, lalu dinikahinya, sedangkan wanita itu memiliki sebatang pohon kurma yang berbuah. Laki-laki itu menahannya sedangkan wanita itu tidak mendapatkan sesuatu pun dari laki-laki itu, maka turunlah ayat ini. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil.” Aku mengira ia mengatakan: “Ia bersekutu dalam pohon kurma dan hartanya.” (HR. Bukhori).
  Hadis 04 : Dari ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdulloh, telah menceritakan kepada kami Ibrohim bin Sa’ad dari Sholih bin Kaisan dari Ibnu Syihab, ia berkata: ’Urwah bin az-Zubair mengabarkan kepadaku bahwa ia bertanya kepada Siti ‘Aisyah r.a. tentang firman Alloh swt. “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yatim bilamana kamu mengawininya,“ beliau menjawab: “Wahai anak saudariku, anak yatim perempuan yang dimaksud adalah wanita yatim yang berada pada pemeliharaan walinya yang bergabung dalam hartanya.” Sedangkan ia menyukai harta dan kecantikannya. Lalu, walinya ingin mengawininya tanpa berbuat adil dalam maharnya, hingga memberikan mahar yang sama dengan mahar yang diberikan orang lain. Maka, mereka dilarang untuk menikahinya kecuali mereka dapat berbuat adil kepada wanita-wanita tersebut dan memberikan mahar yang terbaik untuk mereka. Dan mereka diperintahkan untuk menikahi wanita-wanita yang mereka sukai selain mereka. (HR. Bukhori)
.
II.         Permasalahan

Kita telah melihat bahwa ayat-ayat 2-3 Surat An-Nisa ini ruwet. Maka agar tidak kelihatan ruwet kita buatkan lajur dan kolom sehingga menjadi lebih sistematis dan hubungan satu kalimat dengan kalimat lainnya mudah terlihat.


QS. An-Nisa’ [4] : 2
QS. An-Nisa’ [4] : 3
Kalimat A
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.
Kalimat B1
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (qisth =seimbang) terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya),
KalimatC1
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil ('adl = jujur)(bila mengawini wanita-wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat)
Kalimat B2
maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
Kalimat C2
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Permasalahan :
Menerangkan tentang kalimat manakah (A, B atau C), kalimat D itu ?
Kalimat D
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

III. Pemecahan Masalah

Kemungkinan 1 : Kalimat D (Yang demikian itu dst.) menerangkan tentang Kalimat C sebagai berikut:
QS. An-Nisa’ [4] : 2
QS. An-Nisa’ [4] : 3
Kalimat A
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.
Kalimat B1
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (qisth =seimbang) terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya),
KalimatC1
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil ('adl = jujur)(bila mengawini wanita-wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat)
Kalimat B2
maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
Kalimat C2
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.


Kalimat D
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.


Kesimpulan : Mengawini seorang wanita saja, atau budak-budak yang dimiliki (Kalimat C2), adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya (Kalimat D)
Lebih lengkapnya adalah :
Kemudian karena takut tidak berbuat adil ('adl = jujur)( (bila mengawini wanita-wanita lain yang disenangi, dua, tiga atau empat), (Kalimat C1)  sehingga mengawini seorang saja, atau budak-budak yang dimiliki, adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.(Kalimat D)

          Ini berarti perkawinan monogami adalah yang paling baik karena lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya, sedang perkawinan poligami sering menimbulkan ketidakadilan dan percekcokan.
Komentar penulis
Tafsir Al Qur-an dengan menganalisa kalimat secara yang demikian ini dipakai oleh semua penafsir Al Qur-an modern yaitu :
. Tafsir Al-Maroghi karangan Al-Syaikh Mustofa Al-Maroghi
2. Tafsir Al-Misbah karangan Prof M. Dr. Quroisy Shihab MA
3. Tafsir Al-Azhar Karangan Buya HAMKA
4. Tafsir An-Nuur Karangan Prof. Teungku M. Hasbi Ash-Shiddieqy
  5. Al-Qur’an dan Tafsirnya Departemen Agama

 

Kelemahan tafsir ini adalah :

 1. Kalimat C1 ini sebenarnya adalah kalimat lanjutan, karena dimulai dengan kata sandang “kemudian” (fa). Kalimat pokoknya adalah kalimat B1, yang dimulai dengan kata sandang “dan” (wa). Di dalam bahasa Arob kalimat pokok biasanya dimulai dengan kata sandang "dan" (wa) atau tanpa kata sandang. Maka sebenarnya Kalimat B dan Kalimat C adalah merupakan satu kesatuan yang tidak boleh dipisah-pisah. Maka, Kalimat D (Yang demikian itu dst.) seharusnya menerangkan tentang Kalimat B + Kalimat C seperti Kemungkinan 2.
 2. Tidak memperhatikan asbabun nuzul ayat. Sejatinya bahasan utama kedua ayat ini adalah tentang masalah keadilan terhadap anak yatim. Sedang masalah perkawinan hanya merupakan pembahasan sampingan, karena dalam Agama Islam beristeri sampai empat hukumnya sudah final yaitu boleh / mubah.
3. Sedang ayat tentang perkawinan adalah QS. An-Nuur [24] : 32 
     Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian [1035] di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
        
1035] Maksudnya: hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita-wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.
Seorang laki-laki yang sendirian bisa berupa seorang jejaka atau duda yang bisa mengawini seorang wanita yang sendirian juga yaitu seorang gadis atau janda.
Seorang wanita yang sendirian bisa berupa seorang gadis atau seorang janda. Bagi keduanya, bisa kawin dengan seorang laki-laki yang sendirian juga yaitu seorang jejaka atau seorang duda.
Tetapi bila keduanya tidak bisa menemukan laki-laki yang masih lajang yang bisa dikawini, Tetapi bila keduanya tidak bisa menemukan laki-laki yang masih lajang yang bisa dikawini, tidak menutup kemungkinan bagi keduanya untuk kawin dengan seorang laki-laki yang sudah beristeri / poligami.tidak menutup kemungkinan bagi keduanya untuk kawin dengan seorang laki-laki yang sudah beristeri / poligami.
               4. Para ahli tafsir ini telah melupakan sejarah bahwa para Nabi di antaranya, Ibrohim As, Ismail, Ishak, Ya'kub dan banyak lagi lainnya, beristeri lebih dari satu, apalagi Raja Daud dan Sulaiman, isteri mereka berpuluh-puluh.
                5. Telah melupakan hadits dan sejarah bahwa Nabi Muhamad Saw diizinkan Alloh Swt beristeri sampai sembilan, para sohabat Nabi Saw, di antaranya Umar bin Khottob Ra, Ali bin Abi Tholib Kw (sepupu dan menantu Nabi), Muawiyah bin Abi Sofyan Ra dan Muaz bin Jabal Ra i.

           Hadits 06 : "Sunnah Rosulullah Saw. yang memberikan penjelasan dari Alloh Swt. menunjukkan bahwa tidak diperbolehkan bagi seseorang selain Rosulullah Saw. untuk menghimpun lebih dari empat wanita." (HR. Syafi'i)         
           Hadits 07 : Dari Anas bahwa Rosulullah Saw. kawin dengan 15 orang wanita. Di antara mereka yang telah digauli adalah 13 orang dan yang dihimpun beliau adalah 11 orang. Sedangkan di saat wafat, beliau meninggalkan 9 orang isteri. (HR. Bukhori)
Ha      Hadits 08 : Dari Salim, dari ayahnya bahwa Ghoilan bin Salamah ats-Tsaqofi masuk Islam, saat itu ia memiliki 10 orang isteri. Maka, Nabi Saw. bersabda: "Pilihlah 4 orang di antara mereka." (HR. Ahmad)
               6. Telah meninggalkan hasil ijtihad para imam mazhab yang empat (lima dengan mazhab syiah) yaitu:
a. Imam Abu Hanifah
 b. Imam Malik ibn Anas
 c. Imam Asy-Syafi'i.
 d. Imam Ahmad ibn Hanbal.
  e. Mazhab Imam Syi’ah
    
Kelimanya dengan bukti Al Qur-an dan Hadits Nabi, berpendapat bahwa mengawini perempuan sampai dengan empat hukumnya mubah.
    
              7. Dasar yang dipakai terutama adalah fikiran / logika yang disalahkan oleh Nabi saw. pada hadits berikut:

H       Hadis 09: Dari Haban bin Hilal dari Suhail bin Abi Hazam dari Abu Imron Al-Juwainy dari Jundub, dari Rosululloh saw. yang bersabda : “Barang siapa yang berbicara tentang Al Qur-an menurut pendapatnya (logika) sendiri, sekalipun ia benar, maka ia telah melakukan kekeliruan. (HR. Abas bin A. Azim Al-Ambary).
               8. Menurut Dr. Ahmad Syurbasyi dalam bukunya “Sejarah Perkembangan Al-Qur’an Al-Karim”, syarat-syarat untuk penafsiran Al Qur-an yang baik secara singkat adalah :  
a. Memenuhi kaidah bahasa Arob Al Qur-an yang baik. Bahasa Arob Al Qur-an adalah bahasa Arob saat diturunkannya Al Qur-an yaitu bahasa Arob kuno.
b. Dalam menafsirkan ayat-ayat tentang sifat-sifat Alloh swt. dan tentang keimanan harus memenuhi kaidah ilmu Ushuluddin.
c. Bila menafsirkan ayat-ayat yang akan dijadikan dasar pembuatan hukum Islam harus memenuhi kaidah ilmu Ushul Fiqh.
d. Agar tafsir Al Qur-an itu tepat dalam maksud dan tujuannya, harus dikaji dulu Asbabun Nuzulnya. Asbabun nuzul adalah sebab-sebab atau latar belakang turunnya ayat-ayat Al Qur-an.
e. Agar bisa menggolongkan suatu ayat apakah bersifat umum yaitu berupa garis besar (mujmal), atau bersifat samar-samar (mubham). Ayat-ayat yang mujmal dan mubham itu hendaknya dilengkapi dengan hadits Nabi Muhammad saw. Yang isinya berupa perincian ayat yang mujmal dan menerangkan ayat yang mubham.
f. Ayat-ayat yang membahas masalah sains dan teknologi memerlukan spesialisasi keilmuan yang berkaitan.

Kemungkinan 2 : Yang demikian itu  menerangkan tentang Kalimat B dan C.
QS. An-Nisa’ [4] : 2
QS. An-Nisa’ [4] : 3
Kalimat A
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.
Kalimat B1
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (qisth =seimbang) terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya),
KalimatC1
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil ('adl = jujur)(bila mengawini wanita-wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat)
Kalimat B2
maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
KalimatC2
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Kalimat D
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Karena takut tidak akan dapat berlaku adil (qisth =seimbang) (terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana mengawininya) (Kalimat B1), maka mengawini wanita-wanita lain yang disenangi, dua, tiga atau empat (Kalimat B2).

Dan karena takut tidak berbuat adil ('adl = jujur)( (bila mengawini wanita-wanita lain yang disenangi, dua, tiga atau empat), (Kalimat C1) sehingga mengawini seorang saja, atau budak-budak yang dimiliki (Kalimat C2).

Kedua perbuatan itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Kalimat D).

Artinya baik monogami atau poligami sama baiknya bila syarat-syaratnya dipenuhi.

Komentar penulis

Tafsir Al Qur-an dengan  menganalisa kalimat secara demikian ini dipakai oleh penafsir Al Qur-an klasik. Di antaranya Kitab Tafsir Jalalain. Yang menyimpulkan kalimat "yang demikian itu" sebagai berikut.
Yang demikian itu maksudnya mengawini sampai empat orang istri atau seorang istri saja, atau mengambil hamba sahaya (lebih dekat) kepada (tidak berbuat aniaya) atau berlaku zalim. 
Demikian juga Tafsir Al Qur-an karangan Ibnu Katsir yang berpendapat : 
Firman-Nya: "Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya." Yang shohih, artinya adalah janganlah kalian berbuat aniaya. (Dalam bahasa Arab) dikatakan (aniaya dalam hukum) apabila ia menyimpang dan zholim.
Kemungkinan 3 : Yang demikian itu  menerangkan tentang Kalimat A, B dan C.
QS. An-Nisa’ [4] : 2
QS. An-Nisa’ [4] : 3
Kalimat A
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.
Kalimat B1
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (qisth =seimbang) terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya),
KalimatC1
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil ('adl = jujur)(bila mengawini wanita-wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat)
Kalimat B2
maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
Kalimat C2
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Kalimat D
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.


1) Memberikan kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, tidak  menukar harta mereka yang baik dengan yang buruk dan tidak makan harta mereka bersama harta kita (Kalimat A).

2) Dan karena takut tidak akan dapat berlaku adil (qisth =seimbang)  terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana mengawininya) (Kalimat B1), maka mengawini wanita-wanita lain yang disenangi, dua, tiga atau empat. (Kalimat B2).

3) Dan karena takut tidak berbuat adil('adl = jujur)( (bila mengawini wanita-wanita lain yang disenangi, dua, tiga atau empat), (Kalimat C1), sehingga mengawini seorang saja, atau budak-budak yang dimiliki (Kalimat C2).

Ketiga perbuatan itu (Kalimat  A, B dan C) adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya (Kalimat D).

Komentar penulis 
Tafsir Al Qur-an dengan menganalisa kalimat pada kemungkinan ke-3 ini adalah yang paling tepat.


Contoh Kasus Keadilan Dalam Poligami
Riwayat Nabi Ibrohim As.
Ibrahim As. lahir sekitar 1900 SM di kota Ur, yang merupakan salah satu kota terpenting saat itu di Timur Tengah yaitu dataran Mesopotamia (sekitar Iraq sekarang).. Pada saat lahir, Ibrahim belum bernama "Ibrahim", tetapi "Abram". Namanya kemudian dirubah oleh Alloh.
Di negerinya Ibrohim bersengketa dengan Raja Namrud yang akhirnya beliau dibakar olehnya, tetapi diselamatkan Alloh Swt.
Karena keselamatannya terancam, maka pada suatu hari Alloh Swt. meminta Ibrahim untuk pergi meningga-kan negeri dan masyarakatnya, menuju ke suatu negeri yang tidak pasti dan memulai sebuah masyarakat baru di sana. Waktu itu Abram As. berusia 75 tahun, melakukan perjalanan bersama istrinya yang mandul bernama Sarai - yang kemudian dikenal dengan nama "Sarah" yang berarti puteri raja - dan anak dari saudaranya yang bernama Lut As. (terkenal dengan peristiwa Sodom dan Gomoroh di tepi Laut Mati).
Dalam perjalanan menuju ke "Tanah yang Terpilih (Chosen Land)" mereka singgah / tinggal di Harran untuk sementara waktu dan kemudian melanjutkan perjalanan. Ketika sampai di Kanaan, mereka diberi wahyu oleh Alloh bahwa tempat tersebut secara khusus dipilih dan dianugerahkan buat mereka. Ketika itu Abram berusia 99 tahun, namanya kemudian dirubah menjadi Ibrahim (Abraham) As.
Pada suatu hari Kanaan dilanda kekeringan. Maka beliau dengan isrerinya Sarah hijrah ke Mesir. Di sana setelah terjadi beberapa peristiwa, Pharao menghadiahkan Sarah seorang budak negro bernama Hagar.
Setelah masa kekeringan lewat, mereka kembali ke Kanaan, namun mereka tidak kunjung dikaruniai putera. Maka Sarah menyarankan kepada Ibrahim untuk mengawini Hagar budaknya itu. Alhamdulillah Hagar bisa memberinya putera yang dinamakan Ismail. Saking gembiranya Ibrahim tidak pulang-pulang ke isterinya Sarah karena asik menunggui puteranya yang diidam-idamkannya itu. Maka timbul rasa cemburu di hati Sarah sehingga menyuruh Ibrahim membawa Hagar dengan anaknya  pergi ke tempat yang jauh dari Kanaan.
Maka Ibrahim As. membawa keduanya ke Mekah di jazirah Arab yang jaraknya kira-kira 1000 km dari Kanaan Ibrahim meninggakan Hagar beserta puteranya Ismail di Mekah selama 12 tahun. Sewaktu ditinggal Ibrohim As. di Mekah Hagar mendapat banyak kesulitan, karena Mekah tanahnya tandus, tidak ada air dan pepohonan. Maka Hagar melakukan sai antara bukit Sofa dan Marwa mencari air. Sementara bayinya Ismail ditinggal sendirian. Segera datanglah pertolongan Alloh Swt. Dari arah ujung kaki Ismail Alloh menerbitkan sumur Zamzam yang airnya mengalir sampai sekarang. Sehingga sekitar sumur itu menjadi subur yang menjadi daya tarik orang-orang Arob berkumpul di situ, membentuk kota Mekah sampai sekarang.  
Sedang Ibrahim As. sendiri pulang ke Kanaan untuk menyertai isterinya Sarah. Alhamdulillah Sarah meskipun sudah tua oleh Alloh Swt. dikaruniai seorang putera yang diberi nama Ishaak. Dari Ishaak dan anaknya Yakub alias Isroil yang mempunyai 12 orang anak dari 2 orang isteri, mereka menurunkan Bani Isroil yang terdiri dari 12 suku.
Sewaktu Ismail berumur 12 tahun Ibrohim As. pergi  ke Mekah mengunjungi Hagar dan puteranya Ismail. Ibrohim As. dan Ismail diperintahkan Alloh Swt.  membangun Ka’bah sebagai Baitulloh. Juga Alloh menguji Ibrohim As. untuk menyembelih puteranya yang disayanginya itu. Ibrohim As. lulus dengan ujiannya. Sebagai gantinya Ibrohim As. disuruh menyembelih seekor kambing korban pemberian Alloh Swt. Setelah kedua peristiwa itu Ibrohim As. pulang kembali ke Kanaan menyertai isterinya Sarah dan puteranya Ishaak. Ibrohim As. meninggal pada usia 175 tahun dan dikubur di gua Macpelah yang berdekatan dengan kota Hebron (el-Kalil) di West Bank (tepi barat).
Sedang Hagar beserta puteranya tetap tinggal di Mekah. Setelah dewasa Ismail As. kawin dengan orang Arob Mekah. Salah satu keturunannya adalah Nabi Muhammad Saw.
Pertanyaan, adilkah perbuatan Nabi Ibrahim As. meninggalkan Hagar beserta bayinya Ismail di Mekah yang gersang itu ?
Bila adil adalah sinonim dari qisth dalam Bahasa Arob yang berarti sama (equal) dan seimbang (just), maka perbuatan Ibrohim As. jelas tidak adil.
Bila ’adl sebagai Bahasa Al Qur-an yang berarti lurus (straight = jujur) maka perbuatan Ibrohim As. adalah adil atau jujur, memberi tahu Hagar bahwa di Mekah salah seorang keturunannya kelak akan menjadi Nabi yaitu Muhammad Saw. Hal itu tidak mungkin terjadi bila Hagar tetap tinggal di Kanaan.

     Analisa Kalimat Surat An-Nisa Ayat 128 dan 130
          Surat An-Nisa ayat 129 sering dipakai oleh golongan yang anti poligami bahwa laki-laki itu tidak mungkin bisa berbuat adil dalam poligami; Karena syarat seorang suami boleh berpoligami bila bisa berbuat adil, maka pada hakekatnya poligami itu dilararng kecuali bersiterikan budak yang sekarang sudah tidak ada lagi..
     Ayat 129 merupakan kesatuan dengan ayat 126 sebelumnya dan ayat 130 sesudahnya. Jangan dipotong.
     
            Tentu kita masih  ingat riwayat Nabi Ibrahim As. bahwa hukum poligami sudah final yaitu boleh. 
              Sedang arti kata adil adalah lurus / stright /  jujur. Sedang seimbang bahasa Al- Qurannya adalah qisth.
     Firman Allah surah An-Nisa ayat 128,129, dan 130
وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا وَالصُّلْحُ خَيْرٌ وَأُحْضِرَتِ الأنْفُسُ الشُّحَّ وَإِنْ تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا ﴿۱۲۸﴾
  وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا﴿۱۲۹﴾
 وَإِنْ يَتَفَرَّقَا يُغْنِ اللَّهُ كُلا مِنْ سَعَتِهِ وَكَانَ اللَّهُ وَاسِعًا حَكِيمًا ﴿۱۳۰﴾
128. “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. 
129. dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 
130. jika keduanya bercerai, Maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya. dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana.



    Asbabun Nuzul surah An-Nisa ayat 128, 129, 130

Pada waktu Saudah binti Zam’ah telah berusia lanjut dan dalm hatinya timbul keragu-raguan dan khawatir diceraikan oleh Rasulullah Saw, dia berkata “Wahai Rasulullah, hari giliranku aku hadiahkan kepada Ais yah”. Sehubungan dengan hal itu Allah Swt menurunkan ayat ke 128 sebagai ketegasan, bahwa seorang istri boleh menghadiahkan gilirannya kepada istri yang lain, sebagimana yang telah dilakukan Saudah binti Zam’ah istri Rasulullah Saw. (H.R Abu Dawud dan Hakim dari Aisyah. Imam Tirmidzi meriwayatkan pla yang bersumber dari Ibnu Abbas).

Pada waktu permulaan ayat 128 turun datanglah seorang wanita kepada suaminya seraya berkata “Aku ikhlas mendapat nafkah lahiriah saja darimu, sekalipun tidak mendapat nafkah batin, asalkan tidak diceraikan. Kamupun aku perselisihkan untuk menikah dengan wanita lain bila membutuhkannya”. Sehubungan dengan kata-kata seorang istri itu Allah Swt menurunkan ayat ini sampai akhir ayat, yang dengan tegas memberikan keterangan bahwa seorang istri diperbolehkan memberikan gilirannya kepada istri yang lain atau mempersilahkan suaminya menikah lagi, sekiranya si istri sudah tidak mampu melayani hubungan seksual, dengan mengajukan permohonan agar tidak diceraikan. Sebagai suami seharusnya mengabulkan permohonan istrinya untuk tidak menceraikan. (H.R. Ibnu Jarir dari Sa’id bin Jubair).

Ayat ke-129 diturunkan sehubungan dengan Aisyah binti Abu Bakar, istri Rasulullah Saw. Rasulullah Saw mencintai Aisyah melibihi kecintaannya terhadap istri-istri yang lain. Oleh sebab itu setiap saat Rasulullah Saw berdo’a “Ya Allah inilah giliranku sesuai dengan kemampuan yang ada pada diriku. Janganlah Engkau memaksakan sesuatu yang menjadi perintah-Mu di atas kemampuan yang ada pada diriku”. Rasulullah Saw dalam bentuk-bentuk lahiriah bisa berbuat adil terhadap istri-istrinya, tetapi dalam hati sangat mencintaiAisyah (karena satu-satunya istri beliau yang gadis dan termuda) sehingga beliau merasa tidak dapat berbuat adil sebagaimana yang diperintahkan Allah Swt. Sehubungan dengan hal itu Allah Swt menurunkan ayat ini sebagai ketegasan, dalam batiniah seseorang diperbolehkan tidak adil, sedangkan dalam lahiriah wajib berbuat adil. Namun demikian kecenderungan terhadap satu istri itu tidak boleh menyebabkan mengabaikan kewajiban terhadap yang lain.

IV. Kesimpulan dan Penutup

 Kita sering mengalami kesukaran dalam menganalisa kalimat-kalimat di dalam ayat-ayat Al Qur-an yang panjang-panjang, karena kehilangan hubungan antara satu kalimat dengan kalimat yang lain. Akibatnya kita bisa mengambil kesimpulan yang keliru.
Agar hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya tidak hilang maka kita bisa memasukkan kalimat-kalimat itu dalam kolom dan lajur seperti contoh di dalam makalah ini.
Selain itu kita harus melihat rambu-rambu yang lain di antaranya adalah asbabun nuzul, hadits-hadits Nabi Muhammad Saw, pendapat shohabat Nabi, para ulama besar di antaranya para imam madzhab.
Akhirnya, penulis yakin bahwa karena penulis bukanlah seorang ahli tafsir, tentunya makalah ini tak akan lepas dari kesalahan. Bila para pembaca menemukan kesalahan di dalamnya, mohon diberitahukan kepada penulis, agar dapat dilakukan perbaikan seperlunya.
Wallohu al-muwaffiq ila aqwamith thorieq. Wassala mu alaikum war, wab.

Jember,  25 Desember 2016

Dr. H.M. Nasim Fauzi
Jalan Gajah Mada 114
Tilp. (0331) 481127 Jember


Kepustakaan
01. Abd. Bin Nuh dan Oemar Bakri, Kamus Arab Indonesia, Mutiara, Jakarta, 1979.
02. Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Penerjemah Bahrun Abubakar, Lc, PT Karya Toha Putra, Semarang, 1993.
03. Abdul Qadir Hassan, Qamus Al-Quran, Al Muslimun, Bangil, 1964.
04. Ali Audah, Konkordansi Qur’an, Litera AntarNusa; Mizan, Bandung, 1997.
05. Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya, Jilid 2, Jakarta, 2009.
06. Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, CV Asy-Syifa, Semarang, 1999.
07. Dr. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Bogor, 2008.
08. Dr. Thameem Ushama, Metodologi Tafsir Al-Qur-an, Riora Cipta, Jakarta, 2000.
09. Drs. M. Zainul Arifin, Kamus Al-Qur’an, Apollo, Surabaya, 1997.
10. Hassan Shadily, Ensiklopedi Indonesia, Ichtiar Baru – Van Hoeve, Jakarta, Tanpa tahun.
11. Elias A Elias &  Edward  E. Elias, H. Ali Almascatie BA,  Kamus Saku Arab Inggris Indonesia, Almaarif, Bandung, Tanpa tahun.
12. M Kasir Ibrahim, Kamus Arab, Apollolestari, Surabaya, Tanpa tahun.
13. M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, Lentera Hati, Tangerang, 2013.
14. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 2, Lentera Hati, Jakarta, 2002.
15. Prof. Dr. H. A. Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar Juzu’ IV, Yayasan Nurul Islam, Jakarta, 1981.
16. Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’ X,Yayasan Nurul Islam, Jakarta, 1966.
17. Prof. Dr. M. Quraisy Shihab, MA , Ensiklopedia Al-Qur’an, Lentera Hati, Jakarta, 2007.
18. Prof. M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an, Paramadina, Jakarta, 1996.
19. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, PT Pustaka Rizqi Putra, Semarang, 2000.
20. Toshihiko Izutsu, Konsep-konsep Etika Religius dalam Quran, PT Tiara Wacana, Yogjakarta, 1993.


==========================================================================================================================

























Uraian tafsir ayat-ayat yang mengandung kata qisth dan ‘adl
01.  QS. Al-Baqoroh [2] : 282
 يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيۡنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٍ۬ مُّسَمًّ۬ى فَٱڪۡتُبُوهُ‌ۚ وَلۡيَكۡتُب بَّيۡنَكُمۡ ڪَاتِبُۢ بِٱلۡعَدۡلِ‌ۚ وَلَا يَأۡبَ كَاتِبٌ أَن يَكۡتُبَ ڪَمَا عَلَّمَهُ ٱللَّهُ‌ۚ فَلۡيَڪۡتُبۡ وَلۡيُمۡلِلِ ٱلَّذِى عَلَيۡهِ ٱلۡحَقُّ وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُ ۥ وَلَا يَبۡخَسۡ مِنۡهُ شَيۡـًٔ۬ا‌ۚ فَإِن كَانَ ٱلَّذِى عَلَيۡهِ ٱلۡحَقُّ سَفِيهًا أَوۡ ضَعِيفًا أَوۡ لَا يَسۡتَطِيعُ أَن يُمِلَّ هُوَ فَلۡيُمۡلِلۡ وَلِيُّهُ ۥ بِٱلۡعَدۡلِ‌ۚ وَٱسۡتَشۡہِدُواْ شَہِيدَيۡنِ مِن رِّجَالِڪُمۡ‌ۖ فَإِن لَّمۡ يَكُونَا رَجُلَيۡنِ فَرَجُلٌ۬ وَٱمۡرَأَتَانِ مِمَّن تَرۡضَوۡنَ مِنَ ٱلشُّہَدَآءِ أَن تَضِلَّ إِحۡدَٮٰهُمَا فَتُذَڪِّرَ إِحۡدَٮٰهُمَا ٱلۡأُخۡرَىٰ‌ۚ وَلَا يَأۡبَ ٱلشُّہَدَآءُ إِذَا مَا دُعُواْ‌ۚ وَلَا تَسۡـَٔمُوٓاْ أَن تَكۡتُبُوهُ صَغِيرًا أَوۡ ڪَبِيرًا إِلَىٰٓ أَجَلِهِۦ‌ۚ ذَٲلِكُمۡ أَقۡسَطُ عِندَ ٱللَّهِ وَأَقۡوَمُ لِلشَّہَـٰدَةِ وَأَدۡنَىٰٓ أَلَّا تَرۡتَابُوٓاْ‌ۖ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَـٰرَةً حَاضِرَةً۬ تُدِيرُونَهَا بَيۡنَڪُمۡ فَلَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ جُنَاحٌ أَلَّا تَكۡتُبُوهَا‌ۗ وَأَشۡهِدُوٓاْ إِذَا تَبَايَعۡتُمۡ‌ۚ وَلَا يُضَآرَّ كَاتِبٌ۬ وَلَا شَهِيدٌ۬‌ۚ وَإِن تَفۡعَلُواْ فَإِنَّهُ ۥ فُسُوقُۢ بِڪُمۡ‌ۗ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ‌ۖ وَيُعَلِّمُڪُمُ ٱللَّهُ‌ۗ وَٱللَّهُ بِڪُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمٌ۬
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan adil (jujur) . dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan adil (jujur). dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil (sama, seimbang) di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

02. QS. Ali Imron [3] : 18

شَهِدَ ٱللَّهُ أَنَّهُ ۥ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ وَٱلۡمَلَـٰٓٮِٕكَةُ وَأُوْلُواْ ٱلۡعِلۡمِ قَآٮِٕمَۢا بِٱلۡقِسۡطِ‌ۚ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَڪِيمُ 
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan (sama, seimbang). para malaikat dan orang-orang yang berilmu[188] (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
[188]  ayat Ini untuk menjelaskan martabat orang-orang berilmu.

     03. QS. Ali Imron [3] : 21

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكۡفُرُونَ بِـَٔايَـٰتِ ٱللَّهِ وَيَقۡتُلُونَ ٱلنَّبِيِّـۧنَ بِغَيۡرِ حَقٍّ۬ وَيَقۡتُلُونَ ٱلَّذِينَ يَأۡمُرُونَ بِٱلۡقِسۡطِ مِنَ ٱلنَّاسِ فَبَشِّرۡهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ ٢
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memamg tak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil (sama, seimbang), Maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yg pedih.

          04    QS An-Nisa [4] : 3

وَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا تُقۡسِطُواْ فِى ٱلۡيَتَـٰمَىٰ فَٱنكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ مَثۡنَىٰ وَثُلَـٰثَ وَرُبَـٰعَ‌ۖ فَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا تَعۡدِلُواْ فَوَٲحِدَةً أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَـٰنُكُمۡ‌ۚ ذَٲلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَلَّا تَعُولُواْ 
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (sama, seimbang)  terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil [265] (jujur), Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. 
[265] berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah.
[266] Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat Ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh para nabi sebelum nabi Muhammad s.a.w. ayat Ini membatasi poligami sampai empat orang saja.

05.  QS. An-Nisa’ [4] : 127

وَيَسۡتَفۡتُونَكَ فِى ٱلنِّسَآءِ‌ۖ قُلِ ٱللَّهُ يُفۡتِيڪُمۡ فِيهِنَّ وَمَا يُتۡلَىٰ عَلَيۡڪُمۡ فِى ٱلۡكِتَـٰبِ فِى يَتَـٰمَى ٱلنِّسَآءِ ٱلَّـٰتِى لَا تُؤۡتُونَهُنَّ مَا كُتِبَ لَهُنَّ وَتَرۡغَبُونَ أَن تَنكِحُوهُنَّ وَٱلۡمُسۡتَضۡعَفِينَ مِنَ ٱلۡوِلۡدَٲنِ وَأَن تَقُومُواْ لِلۡيَتَـٰمَىٰ بِٱلۡقِسۡطِ‌ۚ وَمَا تَفۡعَلُواْ مِنۡ خَيۡرٍ۬ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِهِۦ عَلِيمً۬ا
Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Quran[354] (juga memfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa[355] yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka[356] dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil (sama, seimbang) . dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahuinya.
[354]  lihat surat An Nisaa' ayat 2 dan 3
[355]  maksudnya ialah: pusaka dan maskawin.
[356]  menurut adat Arab Jahiliyah seorang wali berkuasa atas wanita yatim yang dalam asuhannya dan berkuasa akan hartanya. jika wanita yatim itu cantik dikawini dan diambil hartanya. jika wanita itu buruk rupanya, dihalanginya kawin dengan laki-laki yang lain supaya dia tetap dapat menguasai hartanya. kebiasaan di atas dilarang melakukannya oleh ayat ini.

06.  QS. An-Nisa’[4] : 135

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُونُواْ قَوَّٲمِينَ بِٱلۡقِسۡطِ شُہَدَآءَ لِلَّهِ وَلَوۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمۡ أَوِ ٱلۡوَٲلِدَيۡنِ وَٱلۡأَقۡرَبِينَ‌ۚ إِن يَكُنۡ غَنِيًّا أَوۡ فَقِيرً۬ا فَٱللَّهُ أَوۡلَىٰ بِہِمَا‌ۖ فَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلۡهَوَىٰٓ أَن تَعۡدِلُواْ‌ۚ وَإِن تَلۡوُ ۥۤاْ أَوۡ تُعۡرِضُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرً۬ا
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan (sama, seimbang) , menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia[361] Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu Karena ingin menyimpang dari  keadilan (jujur), dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.
[361]  Maksudnya: orang yang tergugat atau yang terdakwa.

07.  QS. Al-Maídah [5] : 8

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُونُواْ قَوَّٲمِينَ لِلَّهِ شُہَدَآءَ بِٱلۡقِسۡطِ‌ۖ وَلَا يَجۡرِمَنَّڪُمۡ شَنَـَٔانُ قَوۡمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعۡدِلُواْ‌ۚ ٱعۡدِلُواْ هُوَ أَقۡرَبُ لِلتَّقۡوَىٰ‌ۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ
.  Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan  adil (sama, seimbang). dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak  adil (jujur),. berlaku adillah (jujur),, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

08.  QS. Al-Maídah [5] : 42

سَمَّـٰعُونَ لِلۡكَذِبِ أَڪَّـٰلُونَ لِلسُّحۡتِ‌ۚ فَإِن جَآءُوكَ فَٱحۡكُم بَيۡنَہُمۡ أَوۡ أَعۡرِضۡ عَنۡہُمۡ‌ۖ وَإِن تُعۡرِضۡ عَنۡهُمۡ فَلَن يَضُرُّوكَ شَيۡـًٔ۬ا‌ۖ وَإِنۡ حَكَمۡتَ فَٱحۡكُم بَيۡنَہُم بِٱلۡقِسۡطِ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ
Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram[418]. jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka Maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. dan jika kamu memutuskan perkara mereka, Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil (sama, seimbang), Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil (sama, seimbang),
[418]  seperti uang sogokan dan sebagainya

09.  QS. Al-Anám [6] : 152


وَلَا تَقۡرَبُواْ مَالَ ٱلۡيَتِيمِ إِلَّا بِٱلَّتِى هِىَ أَحۡسَنُ حَتَّىٰ يَبۡلُغَ أَشُدَّهُ ۥ‌ۖ وَأَوۡفُواْ ٱلۡڪَيۡلَ وَٱلۡمِيزَانَ بِٱلۡقِسۡطِ‌ۖ لَا نُكَلِّفُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَا‌ۖ وَإِذَا قُلۡتُمۡ فَٱعۡدِلُواْ وَلَوۡ ڪَانَ ذَا قُرۡبَىٰ‌ۖ وَبِعَهۡدِ ٱللَّهِ أَوۡفُواْ‌ۚ ذَٲلِڪُمۡ وَصَّٮٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ
Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil (sama, seimbang). kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku  adil (jujur), kendatipun ia adalah kerabat(mu)[519], dan penuhilah janji Allah[520]. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.
[519]  maksudnya mengatakan yang sebenarnya meskipun merugikan kerabat sendiri.
[520]  maksudnya penuhilah segala perintah-perintah-Nya

10.  QS. Al-A’rof [7] : 29.

قُلۡ أَمَرَ رَبِّى بِٱلۡقِسۡطِ‌ۖ وَأَقِيمُواْ وُجُوهَكُمۡ عِندَ ڪُلِّ مَسۡجِدٍ۬ وَٱدۡعُوهُ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ‌ۚ كَمَا بَدَأَكُمۡ تَعُودُونَ
Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan  keadilan (sama, seimbang). ". dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu[533] di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. sebagaimana dia Telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)".
[533]  Maksudnya: tumpahkanlah perhatianmu kepada sembahyang itu dan pusatkanlah perhatianmu semata-mata kepada Allah.

11.  QS Yunus [10] : 4

إِلَيۡهِ مَرۡجِعُكُمۡ جَمِيعً۬ا‌ۖ وَعۡدَ ٱللَّهِ حَقًّا‌ۚ إِنَّهُ ۥ يَبۡدَؤُاْ ٱلۡخَلۡقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ ۥ لِيَجۡزِىَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ بِٱلۡقِسۡطِ‌ۚ وَٱلَّذِينَ ڪَفَرُواْ لَهُمۡ شَرَابٌ۬ مِّنۡ حَمِيمٍ۬ وَعَذَابٌ أَلِيمُۢ بِمَا كَانُواْ يَكۡفُرُونَ
Hanya kepadaNyalah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar daripada Allah, Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaannya Kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali (sesudah berbangkit), agar dia memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan  adil (sama, seimbang). dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka

12.  QS. Yunus [10] : 47

وَلِڪُلِّ أُمَّةٍ۬ رَّسُولٌ۬‌ۖ فَإِذَا جَآءَ رَسُولُهُمۡ قُضِىَ بَيۡنَهُم بِٱلۡقِسۡطِ وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ
Tiap-tiap umat mempunyai rasul; Maka apabila Telah datang Rasul mereka, diberikanlah Keputusan antara mereka[695] dengan adil (sama, seimbang). dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya
[695]  Maksudnya: antara Rasul dan kaumnya yang mendustakannya.

13. QS Yunus [10] : 54

وَلَوۡ أَنَّ لِكُلِّ نَفۡسٍ۬ ظَلَمَتۡ مَا فِى ٱلۡأَرۡضِ لَٱفۡتَدَتۡ بِهِۦ‌ۗ وَأَسَرُّواْ ٱلنَّدَامَةَ لَمَّا رَأَوُاْ ٱلۡعَذَابَ‌ۖ وَقُضِىَ بَيۡنَهُم بِٱلۡقِسۡطِ‌ۚ وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ
Dan kalau setiap diri yang zalim (muayrik) itu mempunyai segala apa yang ada di bumi ini, tentu dia menebus dirinya dengan itu, dan mereka membunyikan[698] penyesalannya ketika mereka Telah menyaksikan azab itu. dan Telah diberi Keputusan di antara mereka dengan adil (sama, seimbang). sedang mereka tidak dianiaya.
[698]  sebagian ahli tafsir ada yang mengartikan asarru dengan melahirkan.

14. [11] : 85 QS. Hud [11] : 85

وَيَـٰقَوۡمِ أَوۡفُواْ ٱلۡمِڪۡيَالَ وَٱلۡمِيزَانَ بِٱلۡقِسۡطِ‌ۖ وَلَا تَبۡخَسُواْ ٱلنَّاسَ أَشۡيَآءَهُمۡ وَلَا تَعۡثَوۡاْ فِى ٱلۡأَرۡضِ مُفۡسِدِينَ
Dan Syu'aib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan  adil (sama, seimbang), dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. ;

15. QS. Anbiyaa’ [21] : 47 

وَنَضَعُ ٱلۡمَوَٲزِينَ ٱلۡقِسۡطَ لِيَوۡمِ ٱلۡقِيَـٰمَةِ فَلَا تُظۡلَمُ نَفۡسٌ۬ شَيۡـًٔ۬ا‌ۖ وَإِن ڪَانَ مِثۡقَالَ حَبَّةٍ۬ مِّنۡ خَرۡدَلٍ أَتَيۡنَا بِہَا‌ۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَـٰسِبِينَ
Kami akan memasang timbangan yang adil (sama, seimbang) pada hari kiamat, Maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti kami mendatangkan (pahala)nya. dan cukuplah kami sebagai pembuat perhitungan.

16. QS. Al-Ahzab [33] : 5

ٱدۡعُوهُمۡ لِأَبَآٮِٕهِمۡ هُوَ أَقۡسَطُ عِندَ ٱللَّهِ‌ۚ فَإِن لَّمۡ تَعۡلَمُوٓاْ ءَابَآءَهُمۡ فَإِخۡوَٲنُڪُمۡ فِى ٱلدِّينِ وَمَوَٲلِيكُمۡ‌ۚ وَلَيۡسَ عَلَيۡڪُمۡ جُنَاحٌ۬ فِيمَآ أَخۡطَأۡتُم بِهِۦ وَلَـٰكِن مَّا تَعَمَّدَتۡ قُلُوبُكُمۡ‌ۚ وَڪَانَ ٱللَّهُ غَفُورً۬ا رَّحِيمًا
Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil (sama, seimbang)  pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu[1199]. dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
[1199]  Maula-maula ialah seorang hamba sahaya yang sudah dimerdekakan atau seorang yang Telah dijadikan anak angkat, seperti Salim anak angkat Huzaifah, dipanggil maula Huzaifah

17 [49] : 9 (QS. Al-Hujurot [49] : 9 )

وَإِن طَآٮِٕفَتَانِ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٱقۡتَتَلُواْ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَہُمَا‌ۖ فَإِنۢ بَغَتۡ إِحۡدَٮٰهُمَا عَلَى ٱلۡأُخۡرَىٰ فَقَـٰتِلُواْ ٱلَّتِى تَبۡغِى حَتَّىٰ تَفِىٓءَ إِلَىٰٓ أَمۡرِ ٱللَّهِ‌ۚ فَإِن فَآءَتۡ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَہُمَا بِٱلۡعَدۡلِ وَأَقۡسِطُوٓاْ‌ۖ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut  keadilan (jujur), dan hendaklah kamu berlaku adil (sama, seimbang)  ; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.

18. Ar-Rohman [55] : 9.

وَأَقِيمُواْ ٱلۡوَزۡنَ بِٱلۡقِسۡطِ وَلَا تُخۡسِرُواْ ٱلۡمِيزَانَ
Dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil (sama, seimbang)  dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.
 . 
19. QS. Al-Hadid [57] : 25.

لَقَدۡ أَرۡسَلۡنَا رُسُلَنَا بِٱلۡبَيِّنَـٰتِ وَأَنزَلۡنَا مَعَهُمُ ٱلۡكِتَـٰبَ وَٱلۡمِيزَانَ لِيَقُومَ ٱلنَّاسُ بِٱلۡقِسۡطِ‌ۖ وَأَنزَلۡنَا ٱلۡحَدِيدَ فِيهِ بَأۡسٌ۬ شَدِيدٌ۬ وَمَنَـٰفِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعۡلَمَ ٱللَّهُ مَن يَنصُرُهُ ۥ وَرُسُلَهُ ۥ بِٱلۡغَيۡبِ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ قَوِىٌّ عَزِيزٌ۬ 
Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan Telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan  keadilan (sama, seimbang). dan kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa

20. QS. Al-Mumtahanah [60] : 8

لَّا يَنۡهَٮٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يُقَـٰتِلُوكُمۡ فِى ٱلدِّينِ وَلَمۡ يُخۡرِجُوكُم مِّن دِيَـٰرِكُمۡ أَن تَبَرُّوهُمۡ وَتُقۡسِطُوٓاْ إِلَيۡہِمۡ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ
.  Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil (sama, seimbang). terhadap orang-orang yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil (sama, seimbang).

21.  QS. Al-Jin [72] : 14


وَأَنَّا مِنَّا ٱلۡمُسۡلِمُونَ وَمِنَّا ٱلۡقَـٰسِطُونَ‌ۖ فَمَنۡ أَسۡلَمَ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ تَحَرَّوۡاْ رَشَدً۬ا 
.  Dan Sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. barangsiapa yang yang taat, Maka mereka itu benar-benar Telah memilih jalan yang lurus.

22. QS. Al-Jin [72] : 15

وَأَمَّا ٱلۡقَـٰسِطُونَ فَكَانُواْ لِجَهَنَّمَ حَطَبً۬ا
Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, Maka mereka menjadi kayu api bagi neraka jahannam.

Komentar:

Ternyata semua kata al-qisth berarti sama yaitu sama dan seimbang. Sedang pada ayat ke 23 dan 24 yaitu al-qasth berarti kebalikannya yaitu kecurangan dan kekufuran.



Nomor 01 QS. Al-Baqoroh [2] : 48.

وَٱتَّقُواْ يَوۡمً۬ا لَّا تَجۡزِى نَفۡسٌ عَن نَّفۡسٍ۬ شَيۡـًٔ۬ا وَلَا يُقۡبَلُ مِنۡہَا شَفَـٰعَةٌ۬ وَلَا يُؤۡخَذُ مِنۡہَا عَدۡلٌ۬ وَلَا هُمۡ يُنصَرُونَ
Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa'at [46] dan ‘adl (kata benda berari tebusan) dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong
[46]  Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Alloh adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.

    Nomor 02. QS. Al-Baqoroh [2] : 123

وَٱتَّقُواْ يَوۡمً۬ا لَّا تَجۡزِى نَفۡسٌ عَن نَّفۡسٍ۬ شَيۡـًٔ۬ا وَلَا يُقۡبَلُ مِنۡہَا عَدۡلٌ۬ وَلَا تَنفَعُهَا شَفَـٰعَةٌ۬ وَلَا هُمۡ يُنصَرُونَ
Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan [86] seseorang lain sedikitpun dan tidak akan diterima suatu ádl (kata benda berarti tebusan) daripadanya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafa'at kepadanya dan tidak (pula) mereka akan ditolong
[86]  Maksudnya: dosa dan pahala seseorang tidak dapat dipindahkan kepada orang lain.

     Nomor 03 dan 04 QS. Al-Baqoroh [2] : 282

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيۡنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٍ۬ مُّسَمًّ۬ى فَٱڪۡتُبُوهُ‌ۚ وَلۡيَكۡتُب بَّيۡنَكُمۡ ڪَاتِبُۢ بِٱلۡعَدۡلِ‌ۚ وَلَا يَأۡبَ كَاتِبٌ أَن يَكۡتُبَ ڪَمَا عَلَّمَهُ ٱللَّهُ‌ۚ فَلۡيَڪۡتُبۡ وَلۡيُمۡلِلِ ٱلَّذِى عَلَيۡهِ ٱلۡحَقُّ وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُ ۥ وَلَا يَبۡخَسۡ مِنۡهُ شَيۡـًٔ۬ا‌ۚ فَإِن كَانَ ٱلَّذِى عَلَيۡهِ ٱلۡحَقُّ سَفِيهًا أَوۡ ضَعِيفًا أَوۡ لَا يَسۡتَطِيعُ أَن يُمِلَّ هُوَ فَلۡيُمۡلِلۡ وَلِيُّهُ ۥ بِٱلۡعَدۡلِ‌ۚ وَٱسۡتَشۡہِدُواْ شَہِيدَيۡنِ مِن رِّجَالِڪُمۡ‌ۖ فَإِن لَّمۡ يَكُونَا رَجُلَيۡنِ فَرَجُلٌ۬ وَٱمۡرَأَتَانِ مِمَّن تَرۡضَوۡنَ مِنَ ٱلشُّہَدَآءِ أَن تَضِلَّ إِحۡدَٮٰهُمَا فَتُذَڪِّرَ إِحۡدَٮٰهُمَا ٱلۡأُخۡرَىٰ‌ۚ وَلَا يَأۡبَ ٱلشُّہَدَآءُ إِذَا مَا دُعُواْ‌ۚ وَلَا تَسۡـَٔمُوٓاْ أَن تَكۡتُبُوهُ صَغِيرًا أَوۡ ڪَبِيرًا إِلَىٰٓ أَجَلِهِۦ‌ۚ ذَٲلِكُمۡ أَقۡسَطُ عِندَ ٱللَّهِ وَأَقۡوَمُ لِلشَّہَـٰدَةِ وَأَدۡنَىٰٓ أَلَّا تَرۡتَابُوٓاْ‌ۖ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَـٰرَةً حَاضِرَةً۬ تُدِيرُونَهَا بَيۡنَڪُمۡ فَلَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ جُنَاحٌ أَلَّا تَكۡتُبُوهَا‌ۗ وَأَشۡهِدُوٓاْ إِذَا تَبَايَعۡتُمۡ‌ۚ وَلَا يُضَآرَّ كَاتِبٌ۬ وَلَا شَهِيدٌ۬‌ۚ وَإِن تَفۡعَلُواْ فَإِنَّهُ ۥ فُسُوقُۢ بِڪُمۡ‌ۗ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ‌ۖ وَيُعَلِّمُڪُمُ ٱللَّهُ‌ۗ وَٱللَّهُ بِڪُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمٌ۬
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah [179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan adil (kata sifat berarti jujur) dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Alloh mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Alloh Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan adil (kata sifat berarti jujur) dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhoi, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil (qisth sama, seimbang) di sisi Alloh dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Alloh; Alloh mengajarmu; dan Alloh Maha mengetahui segala sesuatu.
[179]  Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya

  Nomor 05 QS. An-Nisa [4] : 3


وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ
3.  Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

[265]  berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah.
[266]  Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat Ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh para nabi sebelum nabi Muhammad s.a.w. ayat Ini membatasi poligami sampai empat orang saja.



Asbabun Nuzul
A’isyah r.a. berkata: “Ada gadis yatim di bawah asuhan walinya. Ia berserikat dengan walinya dalam masalah hartanya, walinya itu tertarik kepada harta dan kecantikan gadis tersebut. Akhirnya ia bermaksud untuk menikahinya, tanpa memberikan mahar yang layak.” (Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhori)
Wali gadis yatim itu tidak berlaku adil (قِسْط sama, seimbang) sewaktu mengawini gadis yatim asuhannya karena tidak memberikan mas kawin yang layak.
Syarat poligami di ayat ini tidak harus adil dalam arti (قِسْط sama, seimbang), tetapi adil dalam arti عَدْل (’adl kata sifat berart, jujur), contohnya adalah kasus Nabi Ibrohim As.
Sampai usia tua Saroh tidak bisa memberi anak pada Nabi Ibrohim. Maka dia menyarankan beliau untuk mengawini Hajar, budaknya dari pemberian Fir’aun. Hajar ternyata bisa hamil dan melahirkan Ismail. Saking gembiranya Nabi Ibrohim As. lebih sering tinggal dengan Hajar. Ini menimbulkan kecemburuan Sarah sehingga dia menyarankan agar Ibrohim As. membawa Hajar beserta Ismail pergi jauh. Beliau membawa keduanya ke Mekah. Mereka ditinggalkan di sana selama kira-kira 15 tahun.
Tentu saja perlakuan Nabi Ibrohim As. terhadap kedua isterinya tidak adil dalam arti (قِسْط sama, seimbang), tetapi tetap adil dalam arti عَدْل (’adl kata sifat berarti jujur).

Nomor 06 QS. An-Nisa [4] : 58

 إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّواْ ٱلۡأَمَـٰنَـٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا وَإِذَا حَكَمۡتُم بَيۡنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحۡكُمُواْ بِٱلۡعَدۡلِ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦۤ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعَۢا بَصِيرً۬ا
Sesungguhnya Alloh menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil (kata sifat berart jujur) Sesungguhnya Alloh memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Alloh adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.

Nomor 07 QS. An-Nisa [4] : 129

وَلَن تَسۡتَطِيعُوٓاْ أَن تَعۡدِلُواْ بَيۡنَ ٱلنِّسَآءِ وَلَوۡ حَرَصۡتُمۡ‌ۖ فَلَا تَمِيلُواْ ڪُلَّ ٱلۡمَيۡلِ فَتَذَرُوهَا كَٱلۡمُعَلَّقَةِ‌ۚ وَإِن تُصۡلِحُواْ وَتَتَّقُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورً۬ا رَّحِيمً۬ا
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil kata sifat berarti jujur) di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
Nabi sebenarnya lebih mencintai Siti Aisyah As. dibanding terhadap isteri-isteri beliau yang lain. Tetapi beliau tidak bisa secara jujur mengakuinya terhadap isteri-iteri beliau.

Nomor 08 QS. An-Nisa [4] : 135

 يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُونُواْ قَوَّٲمِينَ بِٱلۡقِسۡطِ شُہَدَآءَ لِلَّهِ وَلَوۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمۡ أَوِ ٱلۡوَٲلِدَيۡنِ وَٱلۡأَقۡرَبِينَ‌ۚ إِن يَكُنۡ غَنِيًّا أَوۡ فَقِيرً۬ا فَٱللَّهُ أَوۡلَىٰ بِہِمَا‌ۖ فَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلۡهَوَىٰٓ أَن تَعۡدِلُواْ‌ۚ وَإِن تَلۡوُ ۥۤاْ أَوۡ تُعۡرِضُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرً۬ا
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan (qisth sama, seimbang), menjadi saksi Karena Alloh biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia[361] Kaya ataupun miskin, Maka Alloh lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu Karena ingin menyimpang dari keadilan (kata benda berarti seimbang). dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Alloh adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan
[361]  Maksudnya: orang yang tergugat atau yang terdakwa.

Nomor 09 QS. Al-Maidah [5] : 8

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُونُواْ قَوَّٲمِينَ لِلَّهِ شُہَدَآءَ بِٱلۡقِسۡطِ‌ۖ وَلَا يَجۡرِمَنَّڪُمۡ شَنَـَٔانُ قَوۡمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعۡدِلُواْ‌ۚ ٱعۡدِلُواْ هُوَ أَقۡرَبُ لِلتَّقۡوَىٰ‌ۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Alloh, menjadi saksi dengan adil (qisth sama, seimbang). dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil (kata sifat berarti jujur), berlaku adillah (kata sifat berarti jujur), Karena adil (kata sifat berarti jujur) itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Alloh, Sesungguhnya Alloh Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan

Nomor 10 dan 11 QS. Al-Maidah [5]: 95 (dua kali)

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَقۡتُلُواْ ٱلصَّيۡدَ وَأَنتُمۡ حُرُمٌ۬‌ۚ وَمَن قَتَلَهُ ۥ مِنكُم مُّتَعَمِّدً۬ا فَجَزَآءٌ۬ مِّثۡلُ مَا قَتَلَ مِنَ ٱلنَّعَمِ يَحۡكُمُ بِهِۦ ذَوَا عَدۡلٍ۬ مِّنكُمۡ هَدۡيَۢا بَـٰلِغَ ٱلۡكَعۡبَةِ أَوۡ كَفَّـٰرَةٌ۬ طَعَامُ مَسَـٰكِينَ أَوۡ عَدۡلُ ذَٲلِكَ صِيَامً۬ا لِّيَذُوقَ وَبَالَ أَمۡرِهِۦ‌ۗ عَفَا ٱللَّهُ عَمَّا سَلَفَ‌ۚ وَمَنۡ عَادَ فَيَنتَقِمُ ٱللَّهُ مِنۡهُ‌ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ۬ ذُو ٱنتِقَامٍ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan [436], ketika kamu sedang ihram. barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, Maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil (kata sifat berarti jujur), di antara kamu sebagai had-yad [437] yang dibawa sampai ke Ka'bah [438] atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin [439] atau berpuasa adil (kata benda berarti tebusan) dengan makanan yang dikeluarkan itu [440], supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Alloh Telah memaafkan apa yang Telah lalu[441]. dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Alloh akan menyiksanya. Alloh Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.
[436]  ialah: binatang buruan baik yang boleh dimakan atau tidak, kecuali burung gagak, burung elang, kalajengking, tikus dan anjing buas. dalam suatu riwayat termasuk juga ular.
[437]  ialah: binatang (unta, lembu, kambing, biri-biri) yang dibawa ke ka'bah untuk mendekatkan diri kepada Alloh, disembelih ditanah Haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin dalam rangka ibadat haji.
[438]  yang dibawa sampai ke daerah Haram untuk disembelih di sana dan dagingnya dibagikan kepada fakir miskin.
[439]  seimbang dengan harga binatang ternak yang akan penggganti binatang yang dibunuhnya itu.
[440]  yaitu puasa yang jumlah harinya sebanyak mud yang diberikan kepada fakir miskin, dengan catatan: seorang fakir miskin mendapat satu mud (lebih kurang 6,5 ons).
[441]  Maksudnya: membunuh binatang sebelum turun ayat yang mengharamkan ini.

Nomor 12  QS. Al-Maidah [5]: 106

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ شَہَـٰدَةُ بَيۡنِكُمۡ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ ٱلۡمَوۡتُ حِينَ ٱلۡوَصِيَّةِ ٱثۡنَانِ ذَوَا عَدۡلٍ۬ مِّنكُمۡ أَوۡ ءَاخَرَانِ مِنۡ غَيۡرِكُمۡ إِنۡ أَنتُمۡ ضَرَبۡتُمۡ فِى ٱلۡأَرۡضِ فَأَصَـٰبَتۡكُم مُّصِيبَةُ ٱلۡمَوۡتِ‌ۚ تَحۡبِسُونَهُمَا مِنۢ بَعۡدِ ٱلصَّلَوٰةِ فَيُقۡسِمَانِ بِٱللَّهِ إِنِ ٱرۡتَبۡتُمۡ لَا نَشۡتَرِى بِهِۦ ثَمَنً۬ا وَلَوۡ كَانَ ذَا قُرۡبَىٰ‌ۙ وَلَا نَكۡتُمُ شَہَـٰدَةَ ٱللَّهِ إِنَّآ إِذً۬ا لَّمِنَ ٱلۡأَثِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, Maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil (kata sifat berarti jujur) di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu [454], jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Alloh, jika kamu ragu-ragu: "(Demi Alloh) kami tidak akan membeli dengan sumpah Ini harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Alloh; Sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa"
[454]  ialah: mengambil orang lain yang tidak seagama dengan kamu sebagai saksi dibolehkan, bila tidak ada orang Islam yang akan dijadikan saksi.

Nomor 13 QS. Al-An’am [6]:1.

ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضَ وَجَعَلَ ٱلظُّلُمَـٰتِ وَٱلنُّورَ‌ۖ ثُمَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بِرَبِّہِمۡ يَعۡدِلُونَ
Segala puji bagi Allah yang Telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.

Nomor 14 QS. Al-An’am [6]: 70

َوَذَرِ ٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ دِينَہُمۡ لَعِبً۬ا وَلَهۡوً۬ا وَغَرَّتۡهُمُ ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا‌ۚ وَذَڪِّرۡ بِهِۦۤ أَن تُبۡسَلَ نَفۡسُۢ بِمَا كَسَبَتۡ لَيۡسَ لَهَا مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلِىٌّ۬ وَلَا شَفِيعٌ۬ وَإِن تَعۡدِلۡ ڪُلَّ عَدۡلٍ۬ لَّا يُؤۡخَذۡ مِنۡہَآ‌ۗ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ ٱلَّذِينَ أُبۡسِلُواْ بِمَا كَسَبُواْ‌ۖ لَهُمۡ شَرَابٌ۬ مِّنۡ حَمِيمٍ۬ وَعَذَابٌ أَلِيمُۢ بِمَا كَانُواْ يَكۡفُرُونَ
Dan tinggalkan lah orang-orang yang menjadikan agama[485] mereka sebagai main-main dan senda gurau[486], dan mereka Telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al-Quran itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, Karena perbuatannya sendiri. tidak akan ada baginya pelindung dan tidak pula pemberi syafa'at[487] selain daripada Allah. dan jika ia ta'dil (kata kerja  berarti menebus) dengan segala macam adl (kata benda berarti tebusan), niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. mereka Itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka. bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu
[454]  yakni agama Islam yang disuruh mereka mematuhinya dengan sungguh-sungguh.
[486]  arti menjadikan agama sebagai main-main dan senda gurau ialah memperolokkan agama itu mengerjakan perintah-perintah dan menjauhi laranganNya dengan dasar main-main dan tidak sungguh-sungguh.
[487]  Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir

Nomor 15.  QS. Al-An’am [6]:115.

وَتَمَّتۡ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدۡقً۬ا وَعَدۡلاً۬‌ۚ لَّا مُبَدِّلَ لِكَلِمَـٰتِهِۦ‌ۚ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ 
Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil (kata sifat berarti  jujur). tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan dia lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Nomor 16.  QS. Al-An’am [6]:152.

وَلَا تَقۡرَبُواْ مَالَ ٱلۡيَتِيمِ إِلَّا بِٱلَّتِى هِىَ أَحۡسَنُ حَتَّىٰ يَبۡلُغَ أَشُدَّهُ ۥ‌ۖ وَأَوۡفُواْ ٱلۡڪَيۡلَ وَٱلۡمِيزَانَ بِٱلۡقِسۡطِ‌ۖ لَا نُكَلِّفُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَا‌ۖ وَإِذَا قُلۡتُمۡ فَٱعۡدِلُواْ وَلَوۡ ڪَانَ ذَا قُرۡبَىٰ‌ۖ وَبِعَهۡدِ ٱللَّهِ أَوۡفُواْ‌ۚ ذَٲلِڪُمۡ وَصَّٮٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ
Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil (kata sifat berarti jujur). kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil (kata sifat berarti jujur), kendatipun ia adalah kerabat(mu) [519], dan penuhilah janji Alloh [520]. yang demikian itu diperintahkan Alloh kepadamu agar kamu ingat
[519]  maksudnya mengatakan yang sebenarnya meskipun merugikan kerabat sendiri.
[520]  maksudnya penuhilah segala perintah-perintah-Nya.

Nomor 17.  QS. Al-A’rof [7]:159

وَمِن قَوۡمِ مُوسَىٰٓ أُمَّةٌ۬ يَہۡدُونَ بِٱلۡحَقِّ وَبِهِۦ يَعۡدِلُونَ
Dan di antara kaum Musa itu terdapat suatu umat yang memberi petunjuk (kepada manusia) dengan hak dan dengan yang hak Itulah mereka menjalankan keadilan (kata benda berarti seimbang) [575]
[575]  Maksudnya: mereka memberi petunjuk dan menuntun manusia dengan berpedoman kepada petunjuk dan tuntunan yang datang dari Alloh s.w.t. dan juga dalam hal mengadili perkara-perkara, mereka selalu mencari keadilan dengan berpedomankan petunjuk dan tuntunan Alloh.

Nomor 18. QS. Al-A’rof [7]:181


وَمِمَّنْ خَلَقْنَا أُمَّةٌ يَهْدُونَ بِالْحَقِّ وَبِهِ يَعْدِلُونَ

Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan (kata benda berarti seimbang).


.









Nomor 19. QS. An-Nahl [16]:76. 
وَلَكُمْ فِيهَا جَمَالٌ حِينَ تُرِيحُونَ وَحِينَ تَسْرَحُونَ


Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan.


Nomor 20.  QS. An-Nahl [16]: 90

 إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُ بِٱلۡعَدۡلِ وَٱلۡإِحۡسَـٰنِ وَإِيتَآىِٕ ذِى ٱلۡقُرۡبَىٰ وَيَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنڪَرِ وَٱلۡبَغۡىِ‌ۚ يَعِظُكُمۡ لَعَلَّڪُمۡ تَذَكَّرُونَ
Sesungguhnya Alloh menyuruh (kamu) berlaku adil (kata sifat berarti jujur) dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Alloh melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran

Nomor 21.  QS 42 (Asy-Syuro) :15

فَلِذَٲلِكَ فَٱدۡعُ‌ۖ وَٱسۡتَقِمۡ ڪَمَآ أُمِرۡتَ‌ۖ وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَهُمۡ‌ۖ وَقُلۡ ءَامَنتُ بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ مِن ڪِتَـٰبٍ۬‌ۖ وَأُمِرۡتُ لِأَعۡدِلَ بَيۡنَكُمُ‌ۖ ٱللَّهُ رَبُّنَا وَرَبُّكُمۡ‌ۖ لَنَآ أَعۡمَـٰلُنَا وَلَكُمۡ أَعۡمَـٰلُڪُمۡ‌ۖ لَا حُجَّةَ بَيۡنَنَا وَبَيۡنَكُمُ‌ۖ ٱللَّهُ يَجۡمَعُ بَيۡنَنَا‌ۖ وَإِلَيۡهِ ٱلۡمَصِيرُ 
.  Maka Karena itu Serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah[1343] sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan Katakanlah: "Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Alloh dan Aku diperintahkan supaya berlaku adil (kata sifat berarti jujur) di antara kamu. Alloh-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Alloh mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita)".
[1343]  Maksudnya: tetaplah dalam agama dan lanjutkanlah berdakwah

Nomor 22.  QS. Al-Hujurot  [49]:9, 


وَإِن طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا ۖ فَإِن بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَىٰ فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّىٰ تَفِيءَ إِلَىٰ أَمْرِ اللَّهِ ۚ فَإِن فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا ۖ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Alloh. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan (kata benda berati seimbang), dan hendaklah kamu berlaku adil (kata sifat berarti jujur) dan qisth (sama, seimbang). Sesungguhnya Alloh mencintai orang-orang yang berlaku seimbang.



Nomor 23.  QS. Ath-Thalaq [65]:2.

فَإِذَا بَلَغۡنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمۡسِكُوهُنَّ بِمَعۡرُوفٍ أَوۡ فَارِقُوهُنَّ بِمَعۡرُوفٍ۬ وَأَشۡہِدُواْ ذَوَىۡ عَدۡلٍ۬ مِّنكُمۡ وَأَقِيمُواْ ٱلشَّهَـٰدَةَ لِلَّهِ‌ۚ ذَٲلِڪُمۡ يُوعَظُ بِهِۦ مَن كَانَ يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِ‌ۚ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُ ۥ مَخۡرَجً۬ا
Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil (kata sifat berarti  jujur) di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Alloh. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Alloh dan hari akhirot. barangsiapa bertakwa kepada Alloh niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar.

 Nomor 24, QS. Al-Infithor [82] : 7

ٱلَّذِى خَلَقَكَ فَسَوَّٮٰكَ فَعَدَلَكَ
Yang Telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan mengadilkanmu (kata kerja berarti seimbang)
Dalam istilah kedokteran, tubuh kita manusia yang adil (seimbang) adalah : homeostasis, yaitu kondisi keseimbangan internal yang ideal, di mana semua sistem tubuh bekerja dan berinteraksi dalam cara yang tepat untuk memenuhi semua kebutuhan dari tubuh.


Kesimpulan

Dari uraian di atas terbukti bahwa di dalam Al Qur-an, kata ‘adl (عَدَل) tidak sama artinya dengan dan qisth (قِسْط).
Semua kata qisth/ al-qisth (ٱلۡقِسۡطِ‌ۖ) artinya adalah sama dan seimbang. Sedang kata al-qasth berarti kebalikannya yaitu kecurangan dan kekufuran.
Sedang kata ’adl/al-‘adl (عَدْل\اَلْعَدْل) bila berbentuk kata sifat / adjective berarti lurus/jujur. Dalam bentuk kata benda dan kata kerja adl tidak berarti jujur.