Penyakit
Konsumerisme
Dikutip dari : Benny Santoso, Bebas dari Konsumerisme, Penerbit ANDI, Yogyakarta, 2006.
A. Definisi konsumerisme: Konsumerisme
adalah pembelian barang-barang dan jasa-jasa yang baru secara terus menerus
dengan perhatian yang hanya sedikit pada kebutuhan yang sesungguhnya atau
dampak lingkungan yang bisa ditimbulkan oleh produksi barang tersebut.
B. Mengapa orang bisa hidup dalam konsumerisme?
Ada paling tidak enam cara yang bisa
membuat kita melakukan banyak pembelian.
Saya tidak menganjurkan agar tidak melakukan perayaan jika mengalami kesuksesan atau peristiwa yang dirasa mendatangkan kebaikan bagi kita. Namun, saya ingin mengimbau supaya kita tidak melakukan perayaan dengan berlebihan. Keharusan untuk melakukan perayaan secara berlebihan ini sengaja diciptakan oleh produsen untuk membuat kita banyak melakukan pembelian barang dan jasa ketika mereka merayakan sesuatu.
Dengan mengaitkan pembelian barang dengan self reward system produsen akan mendatangkan keuntungan, baik ketika kita menjadi sedih maupun ketika kita ingin merayakan sesuatu. Oleh karena itu, kita seharusnya tidak memasukkan pembelian barang secara berlebihan pada self-reward system dalam diri kita.
Bayangkan suatu kondisi di dalam suatu keluarga saat sang istri ingin sang suami meluangkan lebih banyak waktu bersama dengan dirinya. Sebaliknya, sang suami menganggap bahwa sang istri akan berbahagia apabila dia bisa memberikan barang mahal yang diinginkan istrinya. Semua keluhan yang diberikan oleh istrinya senantiasa dianggap sebagai pertanda bahwa sang istri sedang menginginkan suatu barang tertentu. Akibatnya, kita senantiasa bertengkar. Sang istri menginginkan waktu yang lebih lama bersama dengan suaminya sedangkan sang suami mencari lebih banyak uang sehingga menghabiskan lebih banyak waktu untuk mencari uang. Jika keadaan seperti ini tidak segera diselesaikan, pertengkaran kita bisa berakhir pada perceraian. Ketika proses ini terjadi, bisa dibayangkan, banyaknya barang yang dibelikan oleh sang suami untuk mencoba menyelesaikan masalah hubungan yang mereka hadapi. Barang-barang mahal yang seperti ini sebetulnya sama sekali tidak berperan dalam menyelesaikan masalah dalam hubungan suami istri. Namun, cara seperti ini tetap kita lakukan. Siapa yang diuntungkan dalam hal ini? Tentu saja pihak produsen.
Berkaitan dengan hal di atas, studi yang dilakukan oleh Marsha Richins, Ph.D. dari University of Missouri menemukan bahwa materialis memiliki harapan yang tidak realistik bahwa benda yang mereka miliki belum dapat membantu mereka dalam hal hubungan, otonomi dan kebahagiaan. "Mereka berpikir bahwa benda-benda bisa mengubah hidup mereka dalam semua kemungkinan yang bisa mereka pikirkan." Studi yang dilakukan oleh Richin menyebutkan bahwa seseorang sangat menginginkan memiliki kolam renang agar bisa memperbaiki hubungan dengan anak perempuannya yang berumur 13 tahun. Hubungan antara ayah dan anak akan coba diselesaikan dengan membangun kolam renang. Apakah cara seperti ini akan berhasil? Tentu saja tidak. Pihak yang diuntungkan dari kejadian ini hanyalah pihak yang menyediakan jasa pembangunan kolam renang. Selama masih ada pandangan "pembelian barang bisa menyelesaikan semua masalah", maka akan tetap ada banyak pembelian barang yang kita lakukan.
Cara berpikir manusia sebagai obyek konsumer (consumer object) mengalami kesuksesan jika kita gagal dalam memenuhi standar yang dibuat oleh iklan. Akibatnya, kita mau menukarkan apa saja yang kita miliki untuk bisa terlihat seperti model yang ada pada iklan. Ketika kita sudah "hampir" menjadi mirip model (hal ini jarang sekali terjadi, biasanya kita tidak mungkin menjadi mirip model), iklan akan menentukan model yang baru untuk membuat kita terus melakukan pengejaran.
Caldarelli dan Capocci memberikan setiap orang kecantikan dasar yang kemudian akan dikalikan dengan Vogue factor. Ketika Vogue factor bernilai nol, kecantikan tidak memainkan peran apapun dan semua orang akan diurutkan dengan pasangan mereka secara acak.Namun, ketika Vogue factor hanya sedikit lebih besar dari nol, kecantikan akan lebih dominan daripada pemilihan secara acak akibatnya orang yang cantik/ tampan akan berada paling atas pada daftar setiap orang. dengan setiap laki-laki bersaing untuk mendapat perhatian dari wanita paling cantik maka sangat sulit untuk mendapatkan wanita yang cantik sesuai dengan keinginan mereka.New Scientist melaporkan. Hasil ini menggelisahkan orang biasa dan sedernana. Dengan kecantikan dianggap sebagai prioritas utama, setiap orang akan sulit mendapatkan pasangan pertama yang mereka inginkan jika mereka juga tidak memiliki ketampanan.
Liposuction (sedot lemak) telah menjadi operasi plastik yang umum dilakukan di Amerika Serikat. Dalam tahun 2001 ada 385.000 liposuction telah dilakukan.Dalam tahun 2002, orang Amerika mengeluarkan $7.7 milyar dalam 6.9 juta operasi plastik, demikian pernyataan dari the American Society for Asthetic Plastic Surgery. Jumlah ini naik Iebih dari 3 kali lipat dari 2.1 juta operasi plastik di tahun 1997 (2.1 million)."
Revolusi konsumer yang terjadi pada akhir abad 19 dan awal abad 20 disebabkan oleh adanya krisis pada produksi. Teknologi baru menyebabkan kemampuan untuk memproduksi barang meningkat, tetapi tidak ada cukup orang untuk membelinya. Karena produksi merupakan bagian penting dari kebudayaan kapitalisme, masa masyarakat secara cepat menyesuaikan diri dengan kebutuhan ini dengan cara meyakinkan masyarakat untuk membeli sesuatu, dengan cara memberikan alternatif pada institusi dasar dan bahkan menciptakan ideologi baru mengenai kesenangan. Krisis ekonomi yang terjadi pada akhir abad 19 memang terselesaikan, namun ada harga lain yang harus dibayar yang berhubungan dengan lingkungan dan tambahan sampah yang dihasilkan." Richard Robbins, Global Problems and the Culture of Capitalism, (Allyn and Bacon, 1999)
Apa yang mereka temui di mall dianggap sebagai suatu standar yang harus mereka capai dalam hidup mereka.
Iklan memang memegang peranan yang sangat penting di dalam menciptakan konsumen. Di dalam buku ini akan ada satu bab tersendiri yang membahas bagaimana masyarakat bisa menang terhadap serangan dari iklan.
Gaya konsumtif memerlukan uang dalam
jumlah yang sangat besar. Setiap tahunnya jumlah uang yang digunakan untuk
membeli barang-barang konsumtif menjadi semakin besar. Perhatikan data yang
dikeluarkan oleh UNDP5 di bawah ini.
March
26,2004 ,
D-2.
Prioritas Global $U.s. Milyar
Jumlah uang yang digunakan untuk membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik ternyata jauh lebih kecil jika dibandingkan jumlah uang yang digunakan untuk pembelian/pengadaan barang-barang yang tidak berguna. Seandainya saja, orang di Amerika Serikat hanya membelanjakan separuh uang mereka yang biasanya digunakan untuk membeli kosmetik dan memberikan uang tersebut untuk digunakan bagi pendidikan dasar di dunia, maka pendidikan dasar di dunia ini bisa sekitar 70% lebih baik dari yang sudah dilakukan sekarang ini.
"Jika kita tidak memiliki kerajaan di negara dunia ketiga, maka kita tidak mendapatkan kopi sama sekali atau mendapatkan kopi dengan harga yang sangat mahal. Kita mendapatkan kopi secara melimpah karena banyak area di dunia ketiga yang digunakan untuk menanam kopi bagi kita ketika seharusnya mereka menggunakan tanah tersebut menanam tanaman untuk memberi makan penduduk lokal." Ted Thainei; Developed to death (Green Print 1989).
Dampak dari produksi yang berlebihan ini menyebabkan tanah benar-benar dieksplorasi secara berlebihan sehingga di beberapa tempat terjadi kerusakan yang tidak bisa dipulihkan lagi. Setelah terjadi kerusakan di suatu wilayah, biasanya perusahaan akan berpindah ke tempat lain dan membiarkan tanah yang rusak menjadi tetap rusak. Mereka sebenarnya tidak ingin mclakukan hal ini. Namun, karena biaya untuk meremajakan tanah sangat mahal, memindahkan tempat usaha adalah solusi yang murah untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi.
Dampak lain konsumerisme adalah banyaknya sampah dan polusi yang diberikan kepada bumi ini. Salah satu contoh dari banyaknya sampah di Amerika adalah fakta yang menyatakan bahwa 200 milyar kaleng, botol, karton plastik, dan gelas kertas dibuang setiap tahunnya di negara maju. Seringkali, perusahaan tidak menangam sampah dan polusi yang dihasilkan dari pabrik mereka.
Salah satu alternafif untuk mengalahkan konsumerisme adalah menghindari anggapan belanja sebagai suatu rekreasi. Banyak masyarakat yang menganggap pergi ke mal, plaza, dan pusat perbelanjaan sebagai suatu rekreasi. Akibatnya, mereka akan sangat mudah tergoda untuk membeli barang-barang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di Amerika yang menyatakan baliwa sekitar 75% orang yang pergi ke mal mempunyai tujuan hanya untuk melihat-lihat produk dan bukannya untuk membeli sesuatu.
B. Mengapa orang bisa hidup dalam konsumerisme?
Setiap orang
tentu ngin mendapatkan hidup yang lebih baik. Maka, manusia mencoba menemukan
beberapa alat yang membuat hidup mereka menjadi lebih baik.
Untuk memindahkan barang dari satu
tempat ke tempat lainnya, orang menggunakan roda sehingga diperlukan tenaga
yang jauh lebih sedikit dan lebih cepat untuk mendapatkan hasil yang sama.
Keuntungan ini membuat manusia berusaha menggunakan teknologi baru untuk
membuat semua aspek di dalam hidup mereka menjadi lebih mudah.
Keadaan ini memerlukan sumber daya
dan sumber alam yang melebihi kebutuhan dasar kita, contohnya barang-barang
mewah dan inovasi teknologi untuk mencoba meningkatkan efisiensi. Konsumsi
melebihi kebutuhan minimal dari kebutuhan dasar ini tidak selalu bisa
dikategorikan buruk. Di dalam sejarah terlihat dengan jelas bahwa orang
senantiasa menemukan cara untuk membuat hidup mereka menjadi lebih baik. Pada
awalnya memang barang tersebut akan dikategorikan sebagai barang mewah karena
harganya relatif mahal, namun tidak lama kemudian harga barang tersebut akan
berangsur turun. Pada suatu saat barang mewah tersebut akan dianggap menjadi
barang biasa saja. Contoh
nyata dari barang seperti ini adalah komputer, handphone, dsb.
Seharusnya, barang-barang dibeli
hanya karena kegunaan barang tersebut dan bukannya karena penyebab lainnya.
Namun, pemikiran yang seperti ini
tentu saja tidak sejalan dengan pikiran dari para produsen barang-barang dan
jasa-jasa. Mereka tentu tidak mau masyarakat melakukan pembelian barang hanya
karena kegunaannya saja. Jika mereka melakukan hal ini, mereka tidak akan bisa
melakukan banyak pembelian. Oleh karena itu, masyarakat harus dipengaruhi
sedemikian rupa, agar mereka mempunyai banyak alasan lain untuk melakukan
pembelian. Untuk itulah produsen perlu menciptakan budaya konsumerisme yang
membuat orang tidak akan pernah berhenti melakukan pembelian.
1. Membuat konsumen tetap mengikuti tren
Salah satu cara yang paling ampuh
untuk bisa membuat masyarakat melakukan pembelian adalah dengan menciptakan
tren. Dengan adanya tren ini, masyarakat dipaksa untuk tetap melakukan
pembelian barang, bukan karena mendapatkan manfaat barang tersebut, tetapi
lebih karena ingin mengikuti tren.
Para produsen bisa menggunakan
segala macam cara (terutama dengan iklan) untuk memberitahukan kepada kita
bahwa saat ini tren yang ada sudah berganti menjadi tren yang baru. Dengan
demikiani, kita seolah-olah "diharuskan" membuang barang-barang yang
sudah ketinggalan tren agar segera diganti dengan barang-barang yang sesuai
dengan tren yang baru saja diciptakan.
Salah satu contoh nyata adalah tren yang diciptakan oleh perusahaan
handphone. Perusahaan ini baru bisa membuat perusahaannya tetap berjalan dan
memberikan keuntungan jika kita sesering mungkin membeli handphone baru. Oleh
karena itu, mereka berusaha mengeluarkan handphone baru setiap jangka waktu
tertentu dan menyebarkan iklan yang memberitahukan bahwa kita bisa mengikuti tren
paling baru ketika kita memiliki handphone baru ini. Iklan yang
dengan gencar seperti ini akan membuat kita tanpa sadar dipengaruhi, bahwa
handphone yang kita miliki sebaiknya diganti baru meskipun hp tersebut
sebenamya masih berfungsi dengan baik. Dengan hanya menambahkan fitur
untuk handphone sedikit demi sedikit mereka membuat kita "terpaksa"
terus melakukan pembelian.
Pada awalnya
banyak kita merasa bahwa handphone kita yang layarnya monochrome sudah bisa
digunakan untuk berkomunikasi, baik melalui suara maupun melalui teks (dengan
menggunakan SMS). Sebagian
besar dari kita sebenarnya menggunakan handphone kita hanya untuk melakukan
kedua hal ini. Ketika layar berwarna mulai dikenalkan, kita merasa bahwa
handphone lama kita sudah tidak bisa digunakan lagi karena layar yang kita
miliki tidak berwarna. Padahal layar berwarna tidak memengaruhi tujuan
handphone yang sesungguhnya, yakni melakukan komunikasi dengan suara dan teks.
Namun, tren yang diciptakan ini membuat kita merasa "harus" mengeluarkan
uang untuk mengganti handphone kita dengan yang baru.
Tidak lama kemudian, fitur kamera
mulai ditambahkan. Pada saat itulah, kita mulai mengganti handphone lita dengan
handphone yang menggunakan kamera. Padahal menurut pengamatan saya, pengguna
handphone yang secara terus-menerus menggunakan kamera tidak lebih dari 3%.
Pada awalnya mungkin kita akan sering menggunakan kamera ini, namun tidak
sampai 1 bulan kita sudah merasa bosan karena tujuan kita membeli handphone
memang hanya untuk berkomunikasi dan bukan untuk mengambil gambar. Alangkah
ironisnya kenyataan ini.
Konsekuensi yang diharapkan dari hal ini--yang dipromosikan oleh
pihak-pihak yang bisa mendapatkan keuntungan dari konsumerisme--adalah membuang
barang lama yang dianggap sudah "ketinggalan zaman". Akibatnya, barang-barang secara
psikologis sengaja dibuat menjadi usang, jauh lebih cepat daripada waktu
sebenarnya barang-barang tersebut harus diganti. Secara kegunaan sebetulnya
tidak ada masalah pada barang-barang tersebut, namun secara psikologis barang tersebut
harus segera diganti karena sudah ketinggalan zaman.
Semua kejadian ini menumbuhkan generasi yang kurang memiliki (bahkan mungkin sama sekali tidak memiliki) pengetahuan mengenai apa yang diinaksud dengan barang-barang bermutu.
Semua kejadian ini menumbuhkan generasi yang kurang memiliki (bahkan mungkin sama sekali tidak memiliki) pengetahuan mengenai apa yang diinaksud dengan barang-barang bermutu.
Konsumerisme
telah membuat kita menganggap bahwa melakukan pembelian barang adalah
self-reward system (sistem pemberian upah) terbaik dari kehidupan kita. Ketika
kita merasa bahagia, kita "dibuat" untuk melakukan banyak pembelian
untuk merayakan kebahagiaan tersebut. Kita dipaksa untuk memiliki pandangan
bahwa perayaan belum bisa dinyatakan berhasil jika tidak disertai dengan
pembelian barang. Semakin
besar sukses yang ingin dirayakan, semakin mahal barang yang harus dibeli. Jika
barang yang dibeli nilainya tidak besar, kita akan merasa bahwa kita tidak
merayakan kesuksesan kita sebagaimana mestinya. Kemenangan dalam
suatu pertandingan olahraga, "harus" diikuti dengan perayaan
besar-besaran. Kenaikan pangkat harus juga diikuti dengan perayaan
besar-besaran. Pesta ulang tahun "harus" juga diikuti dengan perayaan
besar-besaran dan banyak hadiah. Semua peristiwa penting di dalam hidup kita
terlihat "harus" dirayakan secara besar-besaran.
Kasih sayang
kepada anak juga ditunjukkan dengan mahalnya mainan yang bisa diberikan oleh
orang tuanya kepada mereka. Semakin
mahal hadiah yang diberikan kepada anaknya, hal itu akan menunjukkan semakin
besar kasih yang dimiliki oleh orang tua. Hal ini membuat semua ekspresi kasih
akan diukur dari mahalnya barang yang bisa diberikan. Sayangnya, pandangan yang
seperti ini sudah umum dimiliki oleh kita yang tentu saja hanya akan
menguntungkan perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang dan jasa.
Saya tidak menganjurkan agar tidak melakukan perayaan jika mengalami kesuksesan atau peristiwa yang dirasa mendatangkan kebaikan bagi kita. Namun, saya ingin mengimbau supaya kita tidak melakukan perayaan dengan berlebihan. Keharusan untuk melakukan perayaan secara berlebihan ini sengaja diciptakan oleh produsen untuk membuat kita banyak melakukan pembelian barang dan jasa ketika mereka merayakan sesuatu.
Sebaliknya,
kita juga "dipaksa" untuk melakukan banyak pembelian ketika mereka
merasa sedih atau menyesal. Kesedihan
atau penyesalan yang kita alami dianggap sebagai alasan yang bisa diterima
untuk mengeluarkan banyak uang guna dipakai untuk melakukan pembelian. Semakin
banyak kesedihan atau semakin besar penyesalan yang kita alami, semakin besar
pula jumlah pengeluaran yang "harus" kita keluarkan. Para suami
seringkali membelikan hadiah kepada istri sebanding dengan penyesalan yang kita
miliki. Ketika para suami ini merasa bahwa mereka hanya berbuat sedikit
kesalahan kepada istri mereka, mereka akan membelikan barang dengan harga yang
tidak terlalu mahal. Mereka menganggap rasa maaf dari istri mereka cukup
"dibeli" dengan barang yang harganya tidak terlalu mahal. Ketika
mereka berbuat kesalahan besar, mereka merasa "harus" membelikan
barang yang harganya mahal. Rasa maaf dari istri kita "dibeli" dengan
barang yang kita berikan kepada istri kita. Cara pandang yang seperti ini
sepenuhnya salah.
Dengan mengaitkan pembelian barang dengan self reward system produsen akan mendatangkan keuntungan, baik ketika kita menjadi sedih maupun ketika kita ingin merayakan sesuatu. Oleh karena itu, kita seharusnya tidak memasukkan pembelian barang secara berlebihan pada self-reward system dalam diri kita.
2. Pembelian
barang bisa menyelesaikan semua masalah.
Cara lain
untuk bisa membuat kita bisa melakukan banyak pembelian adalah dengan
mempromosikan pandangan bahwa barang-barang materi bisa menyelesaikan semua
masalah. Semua masalah akan bisa diselesaikan dengan pembelian
barang-barang dalam kualitas dan kuantitas yang berbeda. Jika masalah tersebut
kecil, kita hanya perlu membeli barang yang harganya relatif murah. Sebaliknya,
jika masalah yang dihadapi menjadi semakin besar, kita memerlukan barang-barang
yang nilainya semakin besar pula. Jadi kita beranggapan bahwa semakin besar
masalah yang kita hadapi, hal ini akan mengharuskan kita membeli barang yang
lebih mahal pula. Pandangan yang seperti ini akan memberikan alasan yang
"tepat" untuk melakukan banyak pembelian. Oleh karena manusia tidak
akan pernah selesai menghadapi masalah di dalam hidup mereka, kita akan terus
melakukan pembelian untuk bisa menyelesaikan masalah kita.
Bayangkan suatu kondisi di dalam suatu keluarga saat sang istri ingin sang suami meluangkan lebih banyak waktu bersama dengan dirinya. Sebaliknya, sang suami menganggap bahwa sang istri akan berbahagia apabila dia bisa memberikan barang mahal yang diinginkan istrinya. Semua keluhan yang diberikan oleh istrinya senantiasa dianggap sebagai pertanda bahwa sang istri sedang menginginkan suatu barang tertentu. Akibatnya, kita senantiasa bertengkar. Sang istri menginginkan waktu yang lebih lama bersama dengan suaminya sedangkan sang suami mencari lebih banyak uang sehingga menghabiskan lebih banyak waktu untuk mencari uang. Jika keadaan seperti ini tidak segera diselesaikan, pertengkaran kita bisa berakhir pada perceraian. Ketika proses ini terjadi, bisa dibayangkan, banyaknya barang yang dibelikan oleh sang suami untuk mencoba menyelesaikan masalah hubungan yang mereka hadapi. Barang-barang mahal yang seperti ini sebetulnya sama sekali tidak berperan dalam menyelesaikan masalah dalam hubungan suami istri. Namun, cara seperti ini tetap kita lakukan. Siapa yang diuntungkan dalam hal ini? Tentu saja pihak produsen.
Berkaitan dengan hal di atas, studi yang dilakukan oleh Marsha Richins, Ph.D. dari University of Missouri menemukan bahwa materialis memiliki harapan yang tidak realistik bahwa benda yang mereka miliki belum dapat membantu mereka dalam hal hubungan, otonomi dan kebahagiaan. "Mereka berpikir bahwa benda-benda bisa mengubah hidup mereka dalam semua kemungkinan yang bisa mereka pikirkan." Studi yang dilakukan oleh Richin menyebutkan bahwa seseorang sangat menginginkan memiliki kolam renang agar bisa memperbaiki hubungan dengan anak perempuannya yang berumur 13 tahun. Hubungan antara ayah dan anak akan coba diselesaikan dengan membangun kolam renang. Apakah cara seperti ini akan berhasil? Tentu saja tidak. Pihak yang diuntungkan dari kejadian ini hanyalah pihak yang menyediakan jasa pembangunan kolam renang. Selama masih ada pandangan "pembelian barang bisa menyelesaikan semua masalah", maka akan tetap ada banyak pembelian barang yang kita lakukan.
3. "Siapa
saya?" disetarakan dengan barang yang kita miliki.
Kita
terus menerus melakukan pembelian barang ketika kita menganggap barang-barang
yang kita miliki adalah sumber utama bagi identitas diri kita. Kita merasa
bahwa keberartian hidup kita ditentukan oleh barang-barang yang kita miliki
sehingga kita membeli barang-barang hanya dengan satu tujuan, yaitu untuk
menunjukkan identitas dan keberartian kita. Kita yang mempunyai pandangan
seperti ini akan melakukan apapun, termasuk melakukan pembelian secara
besar-besaran, hanya untuk membuat identitas kita terlihat baik di depan banyak
orang.
Salah
satu perusahaan handphone berhasil menanamkan suatu gambaran bagi banyak orang
bahwa hand-phone keluaran mereka hanya diperuntukkan bagi kalangan
"atas". Akibatnya, banyak orang segera ingin mendapatkan handphone
tersebut hanya karena ingin meningkatkan/memperbaiki identitas yang kita
miliki. Harga yang relatif
mahal ternyata tidak menjadi masalah bagi orang-orang yang menginginkan
handphone tersebut. Saya percaya hanya sebagian kecil dari kita yang akan
menggunakan fitur-fitur canggih handphone tersebut. Kebanyakan dari kita hanya
akan menggunakannya untuk berkomunikasi dengan suara dan teks. Ketika
handphone tersebut hilang di pasaran pada awal peluncurannya, orang berani
membayar lebih dari 30% dari harga normal untuk segera bisa mendapatkannya.
Kita ingin segera meningkatkan rasa berarti kita dengan cara memiliki
handphoize tersebut. Kita memang akan mendapatkan rasa berarti itu, namun hal
ini hanya bisa bertahan dalam waktu yang sangat singkat. Kita harus segera
mencari barang baru lagi karena rasa berarti yang palsu ini segera akan sirna.
Siklus ini akan terus berlanjut, membeli barang satu akan segera diikuti dengan
pembelian barang lainnya untuk bisa mendapatkan "rasa berarti" ini.
Dengan demikian kita akan terus-menerus melakukan pembelian barang. Kita akan
melakukan apapun dan dengan biaya berapapun untuk bisa mendapatkan identitas
kita.
Seringkali
kita sebenarnya melakukan hal ini dengan terpaksa, sehingga kita mengalami
banyak penderitaan. Ungkapan di bawah ini sesuai dengan apa yang dialami oleh
banyak orang.
Anda bekerja di pekerjaan yang Anda beli, untuk membeli barang yang tidak Anda butuhkan untuk membuat kagum orang yang tidak Anda sukai." (Anonim)
Kita "terpaksa"
mengerjakan pekerjaan yang kita tidak suka. Hal ini saja sebenarnya sudah
memberikan tekanan yang berat bagi kita. Apalagi jika ditambah lagi dengan
"terpaksa" membeli barang yang sebenarnya tidak kita butuhkan.
Hal ini juga memberikan kesedihan dalam hati kita. Yang terakhir, kita
melakukan semuanya ini hanya untuk membuat kagum orang yang tidak kita
sukai. Suatu tujuan yang sama sekali tidak bermanfaat.
4. Kita hanya berfokus pada barang-barang yang kita miliki
Kita juga akan bisa
"dipaksa" untuk terus-menerus membeli barang apabila kita bisa
diarahkan untuk hidup hanya berfokus pada barang-barang. Semua sumber daya yang
kita miliki (waktu, tenaga, uang) diarahkan hanya untuk mendapatkan
barang-barang. Dampaknya, kita akan melihat segala peristiwa dari sudut pandang
barang-barang untuk mewakili peristiwa tersebut.
Persahabatan, ikatan keluarga dan otonomi pribadi hanyalah digunakan sebagai
kendaraan untuk pemberian hadiah dan alasan untuk pemilihan jasa komunikasi dan
pembelian pribadi. Untuk orang yang memiliki hubungan yang relatif dekat akan
mendapatkan hadiah yang sedikit lebih mahal dibandingkan dengan yang memiliki
hubungan tidak terlalu dekat. Akibatnya, barang-barang akan senantiasa dibeli
dalam kondisi apapun juga. Segala sesuatu menjadi media dibuat sebagai waktu
yang tepat untuk mengeluarkan uang guna membeli barang-barang dan jasa-jasa.
Cara
pandang seperti ini menyebabkan kita kehabisan tempat untuk menyimpan barang
yang kita beli. Hal ini terlihat pada kenyataan bahwa salah satu industri yang
bertumbuh dengan sangat pesat di Amerika adalah industri pembuat produk tempat
penyimpanan barang (gudang). Selain itu, beribu-ribu hektar bangunan didirikan
setiap tahunnya sebagai tempat untuk benda-benda yang tidak dikehendaki
sehingga orang-orang bisa memiliki tempat untuk menyimpan barang-barang yang
baru mereka beli.
Pertanyaan yang harus direnungkan adalah "Jika barang-barang ini sangat
penting pada awal pembelian mengapa mereka membutuhkan gudang-gudang untuk
menyimpannya?" Jawaban pertanyaan ini sebenarnya sudah sangat jelas.
Mereka perlu tempat untuk penyimpanan karena mereka tidak mengerti dengan jelas
alasan mereka membeli barang-barang tersebut. Mereka "dipaksa" untuk
melakukan pembelian.
James
Twitchell, profesor dari University of Florida yang menulis buku Pimpin kami
dalam pencobaan: Kemenangan dari Materialisnie menyatakan "...Kita
telah membuat dunia materi sebagai peta dan nilai kita. Apa yang dulunya dilakukan
oleh agama dan pekerjaan...sekarang kita menggunakan agama dan pekerjaan untuk
mendapatkan dunia materi."
Pemyataan ini menegaskan bahwa
materi semakin memegang peranan penting di dalam kehidupan manusia. Apapun yang
kita kerjakan akan difokuskan guna mendapatkan uang yang nantinya akan
digunakan untuk membeli barang-barang.
Kita akan melakukan apapun,
bahkan menggunakan Tuhan jika perlu, untuk mendapatkan uang supaya kita bisa melakukan pembelian
barang-barang yang seringkali tidak kita
butuhkan. Hal ini terlihat pada doa yang seringkali kita panjatkan yang
semuanya hanya meminta Tuhan memberikan barang-barang yang kita inginkan atau
melindungi barang-barang yang sudah kita miliki. Sekali lagi, doa kita
sekalipun hanya berfokus pada barang-barang. Padahal seringkali kita tidak
membutuhkan barang-barang tersebut.
Ini adalah
suatu kenyataan yang ironis, tetapi hal ini tetap kita lakukan.
5. Menciptakan perang yang tidak pernah
bisa dimenangkan.
Dasar dari
pembelian barang-barang yang benar seharusnya adalah untuk mempertahankan
hidup, untuk bisa memiliki hidup bermasyarakat yang lebih baik, untuk
terbentuknya suatu keluarga yang stabil dan untuk terbentuknya hubungan yang
sehat. Namun, pembelian
seperti ini tentu saja tidak akan mendatangkan banyak keuntungan bagi para
produsen.
Oleh karena
itu, konsumerisme bekerja dengan cara menggantikan keinginan normal yang sesuai
akal sehat dengan pembelian barang-barang dengan petualangan yang semu dan
terus-menerus pada benda-benda dan tentu saja juga pada uang yang digunakan
untuk membeli benda-benda tersebut. Petualangan yang semu ini akan bisa mendatangkan keuntungan yang lebih
besar jika konsumen hanya sedikit (bahkan tidak sama sekali) mempertimbangkan
kegunaan sesungguhnya benda-benda tersebut. Dengan membuat kita
masuk dalam petualangan yang terus-menerus dan tidak pernah selesai ini, kita
akan terus-menerus melakukan pembelian barang-barang. Kita dipaksa untuk
melakukan pembelian karena hanya dengan cara inilah mereka bisa melanjutkan
petualangan mereka.
Paling tidak
ada tiga cara yang dilakukan produsen untuk membuat kita selalu masuk dalam
peperangan ini yaitu:
(i.) menguatkan keinginan untuk
melakukan pembelian,
(ii.)
membantu menetapkan standar yang lebih tinggi, dan
(iii.)
selalu menciptakan pasar baru.
6. Menguatkan keinginan melakukan pembelian
yang tidak terkontrol
Cara
yang paling mudah untuk menciptakan perang ini adalah dengan menguatkan
keinginan pembelian yang memang sebenarnya sudah ada di dalam diri setiap
manusia.Seringkali hal seperti ini lebih cocok disebut dengan istilah
psychosis (hilang kontak dengan kenyataan). Nama ini cocok diberikan karena
yang sebenarnya dilakukan adalah membuat kita tidak melihat kenyataan nyata
yang kita hadapi.
Perhatikan pernyataan berikut ini:
I can imagine it, therefore I
want it, I want it, therefore I should have it. Because I should have it, I
need it Because I need it, I deserve it Because I deserve it, I will do
anything necessary to get it."
"Saya dapat
membayangkannya, maka saya menginginkannya. Saya menginginkannya, maka saya
seharusnya mendapatkannya. Karena saya seharusnya mendapatkannya, maka saya
membutuhkannya. Karena saya membutuhkannya maka saya berhak untuk
mendapatkannya. Karena saya berhak untuk mendapatkannya maka saya akan melakukan
apapun yang perlu saya lakukan untuk mendapatkannya."
Cara
pikir seperti di atas adalah pendorong internal buatan yang dibuat oleh
pengiklan supaya dipercayai oleh semua orang. Kita "menginginkannya" karena
pengiklan secara terus-menerus menyerang kesadaran kita sampai kita masuk pada
langkah kedua, yaitu "Anda menginginkannya". Pengiklan akan tetap
ingin kita masuk pada tahap selanjutnya sampai pada akhirnya kita akan
melakukan apapun juga untuk mendapatkan barang yang diiklankan. Ini adalah
langkah yang membuat kita menyerah kepada konsumerisme.
Sangat tidak mudah bagi
seseorang untuk memenangkan perang melawan keinginannya yang tidak terkontrol
ini. Contoh bagus dari hal ini adalah ungkapan yang sering terlihat di stiker
mobil:
'He who dies with the
most toys wins'
"Siapa yang mati dengan mempunyai banyak mainan akan
dianggap sebagai pemenang."
Stiker ini
menyatakan bahwa orang yang mengingiukan mainan akan terus berjuang untuk
mendapatkan mainan ini bahkan jika perlu sampai mati. Meskipun mati, namun
mereka tetap akan mengumpulkan mainan karena hidup mereka seolah-olah sudah
ditentukan hanya untuk mendapatkan mainan ini.
Keinginan manusia benar-benar
ditentukan hanya untuk melakukan pembelian tanpa mempedulikan apapun.
Seolah-olah setiap manusia sudah diberikan kaca mata kuda sehingga yang ada di
depan mata mereka hanyalah tetap melakukan pembelian.
" .. Saya tahu bahwa saya akan menjadi orang bodoh
jika menghamburkan uang untuk membeli sesuatu yang tidak saya perlukan... Namun, saya
menginginkannya."
Ungkapan seperti inilah yang ingin
didengar oleh para produsen. Semakin banyak orang yang setuju dengan ungkapan
ini dan hidup di dalamnya maka akan semakin banyak keuntungan yang bisa
didapatkan oleh produsen.
7. Menetapkan
standar yang sangat tinggi
Cara
lain untuk membuat terjadinya banyak pembelian adalah dengan cara mengubah
definisi dari "rasa cukup". Awalnya rasa cukup didasarkan pada akal
sehat untuk menentukan batas atas yang masuk akal yang masih mungkin untuk kita
capai. Tentu saja, definisi
yang seperti ini tidak akan bisa membuat kita melakukan banyak pembelian.
Oleh karena
ini, kita dibuat supaya mencoba menetapkan sasaran yang konyol dengan
membandingkan diri kita dengan orang yang berada di atas kita. Pada akhirnya, kita akan mencoba untuk
menetapkan standar kehidupan kita sama dengan standar kehidupan milik orang
yang kaya dan terkenal. Kita akan berusaha untuk mencapai hal itu dalam hidup
kita. Ketika kita mengalami kesulitan untuk mencapai hal itu, kita akan
menentukan batas atas rasa cukup itu paling tidak sampai batas tertinggi dari
kartu kredit kita ataupun dari pinjaman yang bisa kita dapatkan.
Konsumerisme
membuat setiap orang melawan diri mereka sendiri di dalam perjalanan yang tidak
berkesudahan untuk mendapatkan benda-benda materi atau dunia imajiner yang
dibuat terlihat mungkin dicapai dengan benda-benda yang belum dibeli. Latihan penurunan berat badan, pusat
diet, pengecilan payudara, pembesaran payudara, operasi plastik, tato mata, dan
sebagainya adalah contoh bagaimana mereka mengubah diri mereka menjadi
"orang yang lebih cocok untuk pasar" daripada hidup dengan kesehatan
yang seimbang (living in a healthy balanced society).5
Iklan
Anda bekerja
menawarkan
untuk
Anda seperti ini mendapatkan ini
Cara berpikir manusia sebagai obyek konsumer (consumer object) mengalami kesuksesan jika kita gagal dalam memenuhi standar yang dibuat oleh iklan. Akibatnya, kita mau menukarkan apa saja yang kita miliki untuk bisa terlihat seperti model yang ada pada iklan. Ketika kita sudah "hampir" menjadi mirip model (hal ini jarang sekali terjadi, biasanya kita tidak mungkin menjadi mirip model), iklan akan menentukan model yang baru untuk membuat kita terus melakukan pengejaran.
Bekerja bersama dengan Andrea
Capocci dari Fribourg University di Swiss. Dr Caldarelli memperbaharui masalah
yang tetap ada di dalam pernikahan. Teka-teki ini pertama kali diperiksa oleh
dua orang peneliti dari University of California pada tahun 1962.David
Gale dan Lloyd Shapley pada tahun 1962 menemukan bahwa kriteria untuk menemukan
pasangan, yaitu penuh humor, cantik, pintar, kaya atau apapun juga, ternyata
tidak memiliki nilai tambah di dalam masyarakat ketika setiap orang mengakhiri
hubungan dengan partner mereka yang sesungguhnya telah membuat mereka
bahagia.Hasil terbaik, yaitu ketika setiap orang mendapatkan pilihan pertama
mereka, secara matematika tidak akan terjadi. Bahkan, Gale dan Shapley
menemukan bahwa hasil yang paling mungkin terjadi adalah setiap orang akan
menemukan pasangan pada level kebahagiaan yang masuk akal. Hal ini menunjukkan
perilaku mereka menunjukkan tingkat kepuasan yang sedang. Namun, kebahagiaan
global ini hilang ketika Drs. Caldarelli dan Capocci mengenalkan konsep
kecantikan.
Caldarelli dan Capocci memberikan setiap orang kecantikan dasar yang kemudian akan dikalikan dengan Vogue factor. Ketika Vogue factor bernilai nol, kecantikan tidak memainkan peran apapun dan semua orang akan diurutkan dengan pasangan mereka secara acak.Namun, ketika Vogue factor hanya sedikit lebih besar dari nol, kecantikan akan lebih dominan daripada pemilihan secara acak akibatnya orang yang cantik/ tampan akan berada paling atas pada daftar setiap orang. dengan setiap laki-laki bersaing untuk mendapat perhatian dari wanita paling cantik maka sangat sulit untuk mendapatkan wanita yang cantik sesuai dengan keinginan mereka.New Scientist melaporkan. Hasil ini menggelisahkan orang biasa dan sedernana. Dengan kecantikan dianggap sebagai prioritas utama, setiap orang akan sulit mendapatkan pasangan pertama yang mereka inginkan jika mereka juga tidak memiliki ketampanan.
8. Senantiasa membuat pasar baru.
Cara yang
lain untuk bisa membuat kita senantiasa berada dalam pertandingan imajiner ini adalah
dengan selalu membuat pasar baru. Dengan barang baru yang selalu ada, kita bisa segera
"digerakkan" untuk segera mengejar barang tersebut. Setelah kita
merasa sudah berhasil mencapai garis akhir dari pertandingan, produsen segera
membuat produk baru untuk bisa membuat masyarakat masuk dalam pertandingan yang
baru.Perhatikan data di bawah ini mengenai banyaknya penjualan produk baru yang
dahulu mungkin tidak pernah ada di dalam pikiran masyarakat.
Industri pemutih gigi mencapai
penjualan sebesar $600 juta.
Salah satu pilihan baru untuk
penampilan adalah memberikan sentuhan seni pada gigi. Salah seorang artis di
bidang ini menyatakan telah menciptakan puluhan seni seperti bunga, binatang
dan bahkan tulisan pada gigi. Seni mi bernilai $50 sampai $200 untuk setiap
gigi."
Liposuction (sedot lemak) telah menjadi operasi plastik yang umum dilakukan di Amerika Serikat. Dalam tahun 2001 ada 385.000 liposuction telah dilakukan.Dalam tahun 2002, orang Amerika mengeluarkan $7.7 milyar dalam 6.9 juta operasi plastik, demikian pernyataan dari the American Society for Asthetic Plastic Surgery. Jumlah ini naik Iebih dari 3 kali lipat dari 2.1 juta operasi plastik di tahun 1997 (2.1 million)."
Pada tahun 2003 pembelian hewan
peliharaan diharapkan naik menjadi $31 milyar" Selain itu ada produk yang
berhubungan dengan hewan peliharaan yang tidak pernah dibayangkan orang 10
tahun yang lalu. seperti roti daging untuk anjing yang harganya $30 per
setengah kilonya, perhiasan untuk anjing, baju untuk hewan peliharaan serta tas
untuk mereka juga.
"Bisnis yang menyediakan juru
masak pribadi telah bertumbuh secara pesat, bisnis ini akan meledak 10 tahun
mendatang karena banyak orang yang tidak punya waktu untuk memasak karena
mereka rnenjadi semakin sibuk... The American Personal Chef Association memperkirakan bahwa juru masak
pribadi yang jumlahnya sekitar 6,000 sampai 7,000 akan bertumbuh menjadi 20,000
dalam 5 tahun mendatang.
Barang-barang yang dulunya tidak
pernah terpikir akan bisa dijual ternyata berhasil dijual oleh karena banyak
orang menganggap bahwa barang-barang tersebut bisa mendatangkan manfaat bagi
mereka. Siapa yang mengatakan bahwa barang tersebut bisa
"mendatangkan" manfaat? Tentu saja produsen akan mengeluarkan dana
yang sangat besar untuk iklan mereka guna memengaruhi konsumen untuk membeli
produk mereka.
Dengan adanya pasar baru yang
seperti ini, kita akan senantiasa dibuat untuk terus melakukan pembelian. Produsen adalah pihak yang akan
sangat diuntungkan dengan kejadian ini. Konsumen akan dibuat menjadi sama dengan
seekor keledai yang tidak memperhatikan beban yang sangat berat yang harus
mereka pikul untuk senantiasa berjalan guna mendapatkan makanan yang tidak akan
pernah bisa mereka dapatkan. Akhirnya, si keledai ini nantinya akan menyadari
hal ini setelah tenaga yang dimilikinya habis dan dia tetap tidak bisa
mendapatkan makanan yang disangkanya bisa didapatkannya.
Kesimpulan
Bab ini mempelajari enam hal yang
bisa membuat kita senantiasa melakukan pembelian yaitu:
1. Membuat konsumen tetap mengikuti tren.
2. Membeli barang sebagai self-reward system.
3. Dugaan
bahwa pembelian barang bisa menyelesaikan semua masalah.
4.
"Siapa saya?" disetarakan dengan barang yang dimiliki.
5. Orang hanya berfokus pada barang-barang yang
mereka miliki
6.
Menciptakan perang yang tidak pernah bisa dimenangkan
Dengan mengetahui penyebab kita
melakukan banyak pembelian ini, kita diharapkan tidak terjebak di dalam
kegiatan yang sia-sia, yaitu melakukan pembelian barang yang tidak perlu.
Catatan Akhir
1.
http://www.verdant.net/society.htm
2. Kansas City Star, "Limos Rides for
Children? Opinions Differ on Values and Rewards" dalam the
Champaign-Urbana News Gazette, 13 Juni 2002, D-1.
3. http:/
/www.apa.org/monitor/juno4/discontents.html
4. http:/
/doggo.tripod.com/doggconsumer.html
5. http:/
/www.verdant.net/society.htm
6. Robert Uhlig, edisi 198026
October 2000, http:/ /www.unifr.ch/
econophysics/articoli/dtelegraph.html
7. "Teeth Whitening Kits Not
for Teens" dalam the Champaign-Urbana News Gazette, January
27,2002 ,
E-6.
8. "Canine Crown Puts a Smile
on the Face of One Dog Owner" dalam the Champaign-Urbana News Gazette, May
30,2001, B-6.
9. San Francisco Chronicle,
"Weighing Risks of Liposucfion" dalam the Champaign-Urbana News
Gazette, July 5,2002, D-3.
10. Robert J. Samuelson, "Adventure
in Agelessness" diambil dan Newsweek, November 3,2003 , p.47.
11. Joel Stein, "It's a Dog's
Life" dalam Time magazine, May 19, 2003 , p.60.
12. Debra Pressey, "Cooked to
Order" dalam the Champaign-Urbana News Gazette, October 29,2002, D-1.
C. Dunia menciptakan
gaya hidup
konsumptif
UNTUK bisa membuat pembelian terus
dilakukan oleh semua orang, perusahaan harus melakukan tindakan-tindakan yang
aktif. Bab ini akan dimulai dengan penjelasan mengenai pola hidup konsumtif di
masa lalu. Setelah itu, bab ini akan membahas adanya produksi yang
berlebihan dari para produsen sehingga mereka harus mencari cara untuk bisa
menjual barang mereka. Akhirnya, bab ini akan membahas beberapa tindakan yang
telah dilakukan oleh perusahaan untuk bisa membuat semua orang melakukan
pembelian.
1. Dulu konsumsi
yang berlebih hanya untuk orang-orang tertentu
Penjelasan berikut ini terinspirasi dari artikel yang bisa ditemukan di
http://www.globalissues.org/ TradeRelated/Consumption/Rise.asp.
Komersialisasi konsumsi yang
sangat gencar dewasa ini khususnya yang terjadi di negara kaya dan beberapa
orang kaya di negara miskin, bukanlah sesuatu yang sudah ada sejak lama.
Konsumsi yang berlebihan seperti ini baru terjadi pada abad ke 20. Di negara
seperti Amerika dan Inggris, sampai pada abad 19 konsumsi yang
mereka lakukan hanya berdasarkan pada kebutuhan. Pada waktu itu, tabungan
menjadi keharusan dan mengeluarkan uang untuk membeli barang mewah dianggap
merupakan tindakan yang sia-sia. Tentu saja, ada orang-orang yang sangat kaya yang
memang menghambur-hamburkan uang mereka secara berlebihan seperti yang tetap
ada setiap waktu. Namun, sebagian besar masyarakat tidak melakukan hal ini.
Agama dan sistem kepercayaan yang
mempromosikan konsumsi yang terbatas didukung oleh orang-orang yang kaya. Sebagai contoh, J.W. Smith dalam
bukunya, "Economic Democracy; Political Struggle of the 21st
Century", menjelaskan dengan detail bagaimana kekristenan digunakan di
Eropa pada abad pertengahan untuk tujuan ini.
Salah satu alasan terbatasnya
konsumsi pada waktu lampau adalah keterbatasan sumber daya. Keterbatasan yang
dimaksud di sini bukanlah dalam jumlah sumber daya yang ada, tetapi di dalam
kemampuan mereka untuk memanfaatkan sumber daya yang ada. Masalah ini bisa
dipecahkan dengan adanya teknologi baru yang memungkinkan mereka untuk
memanfaatkan sumber daya yang ada.
Hal ini menjadi berubah ketika
masyarakat secara umum mulai mendapatkan "kekuasaan" untuk
mendapatkan hidup yang lebih nyaman di dalam hidup mereka. Seperti yang
dikemukakan oleh sejarawan McKendrick, Brewer, dan dalam bukunya, "The
Birth of a Consumer Society" (Hutchinson, 1983), mereka menyatakan
bahwa meskipun keinginan untuk melakukan konsumsi bukanlah sesuatu yang baru,
kemampuan untuk melakukan konsumsi ini diperbaharui ketika terjadinya revolusi
industri. Brewer dalam bukunya menyatakan:
Pengejaran yang mengerikan dari
mendapatkan dan mengeluarkan uang telah mempunyai sejarah yang panjang.
Kegairahan untuk mengikuti mode sudah ada sejak lama. Namun, pada waktu itu
keinginan untuk mengikuti mode ini masih kecil. Pada waktu itu keinginan untuk
memiliki barang tidak diikuti dengan keserakahan pribadi.
Waktu itu sebenarnya mereka sudah
memiliki keinginan untuk mengikuti mode. Akan tetapi, gairah mereka belum
didukung dengan iklan yang melimpah seperti sekarang ini sehingga kebanyakan
dari mereka bisa menahan keinginan untuk mengikuti mode tersebut.
2.
Adanya produksi barang yang berlebihan.
Konsumerisme mulai berkembang
dengan pesat ketika perusahaan mulai menerapkan teknologi sehingga mereka bisa
memproduksi barang dengan lebih mudah dan cepat. Akibatnya, banyak perusahaan
mulai memproduksi barang secara berlebihan.
Revolusi konsumer yang terjadi pada akhir abad 19 dan awal abad 20 disebabkan oleh adanya krisis pada produksi. Teknologi baru menyebabkan kemampuan untuk memproduksi barang meningkat, tetapi tidak ada cukup orang untuk membelinya. Karena produksi merupakan bagian penting dari kebudayaan kapitalisme, masa masyarakat secara cepat menyesuaikan diri dengan kebutuhan ini dengan cara meyakinkan masyarakat untuk membeli sesuatu, dengan cara memberikan alternatif pada institusi dasar dan bahkan menciptakan ideologi baru mengenai kesenangan. Krisis ekonomi yang terjadi pada akhir abad 19 memang terselesaikan, namun ada harga lain yang harus dibayar yang berhubungan dengan lingkungan dan tambahan sampah yang dihasilkan." Richard Robbins, Global Problems and the Culture of Capitalism, (Allyn and Bacon, 1999)
Kemajuan teknologi memang bisa membuat perusahaan memproduksi barang
dengan lebih cepat. Namun, keuntungan ini menyebabkan mereka harus mencari cara
untuk menjual barang milik mereka.
Tidak bisa disangkali bahwa
perusahaan besar akan berusaha dengan sekuat tenaga mereka untuk membuat
sebanyak mungkin orang untuk bisa memiliki gaya hidup konsumtif sehingga mereka
bisa mendapatkan keuntungan sebanyak yang mereka bisa dapatkan. Akibatnya, para
pengusaha ini akan berlomba untuk mengalahkan pesaing mereka dan ingin menjadi
semakin besar. Ini merupakan keinginan yang wajar para pengusaha. Cara yang
paling mudah dan mungkin dilakukan untuk membuat perusahaan mereka mampu tetap
bertahan adalah membuat sebanyak mungkin orang membeli produk mereka.
Akan tetapi, mereka seringkali
tidak menyadari dampak kerusakan yang ditimbulkan dari tindakan mereka. Ketika
di Amerika Serikat terjadi resesi (yang diakibatkan karena produksi yang
berlebihan) pada pertengahan tahun 2001, ahli ekonomi dan pimpinan politik
menanggapi krisis tersebut dengan menganjurkan masyarakat untuk lebih banyak
lagi membelanjakan uang mereka. Meskipun para pimpinan itu menyadari bahwa
resesi itu tidak tertolong maka yang mengalami kerugian adalah masyarakat juga.
Majalah The Economist menurunkan artikel yang berjudul
"Spend, spend, spend", pada 31 Agustus 2001:
"Belanja adalah aktivitas
favorit yang dilakukan oleh orang Amerika di masa lalu, namun saat ini belanja
sudah menjadi pusat peperangan untuk menjaga supaya tidak terjadi resesi
ekonomi di dunia. Ketika pasar saham jatuh, pemutusan hubungan kerja terjadi di
mana-mana namun kecanduan belanja yang dimiliki masyarakat terlihat tetap tidak
bisa disembuhkan. Namun, hal ini malah membawa kebaikan karena pembelanjaan
dari masyarakat adalah alasan utama ekonomi tidak jatuh dalam resesi. Namun,
saat ini mulai terlihat bahwa para pembelanja itu sudah mulai kehilangan hati
mereka."
Cara yang biasanya dilakukan oleh
industri supaya bisa tetap berkembang dan mendatangkan keuntungan adalah dengan
berusaha untuk menciptakan permintaan. Pasar harus diciptakan jika sebelumnya
memang belum pernah ada. Namun, beberapa efek di bawah ini bisa terjadi:
a. Permintaan harus diciptakan jika sebelumnya tidak ada
atau ada dalam jumlah minimal.
b. Barang mewah harus diubah menjadi kebutuhan.
c. Ketika harga menjadi turun karena terjadinya perang
harga, maka produsen yang miskin akan melakukan segala cara termasuk di
dalamnya merusak lingkungan untuk tetap bisa ikut dalam persaingan.
Apapun yang dilakukan oleh
perusahaan hanya memilih satu tujuan utama, yaitu untuk mendapatkan keuntungan
sebesar mungkin. Oleh karena itu, masyarakat harus waspada sehingga mereka
tidak menjadi korban dari keinginan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan
yang sebesar-besarnya ini.
3. Perubahan kebudayaan harus diperkenalkan untuk meningkatkan gaya
hidup konsumtif
Dalam buku yang berjudul, Global
Problems and the Culture of Capitalism (Allyn and Bacon, 1999), Richard
Robbins menjelaskan bahwa unfuk meningkatkan gaya hidup konsumtif, kebiasaan
melakukan pembelian harus ditransformasi dan barang-barang mewah harus dibuat
sehingga dianggap menjadi suatu kebutuhan oleh masyarakat. Lebih lanjut Richard
Robins menjelaskan bahwa ada paling tidak tiga cara untuk membuat kedua hal di
atas menjadi kenyataan yaitu:
a. Mengadakan
perubahan pada arti barang dan cara barang dijual.
b. Meningkatkan
kemampuan masyarakat di dalam melakukan pembelian. Dengan meningkatnya
kemampuan ini diharapkan masyarakat memiliki potensi yang lebih besar untuk
melakukan pembelian.
c. Mengubah
nilai rohani dan nilai intelektual dari masyarakat sehingga mereka memiliki
dorongan yang lebih kuat dari dalam diri mereka untuk melakukan pembelian.
a. Transformasi utama pada arti barang dan
cara barang dijual
Hal ini
dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang baik buat calon pembeli untuk bisa
melakukan banyak pembelian. Ada paling tidak empat tindakan yang bisa dilakukan
oleh perusahaan untuk "memaksa" orang melakukan pembelian.
b. Adanya perubahan bentuk
dari toko serba ada dan mall.
Barang-barang dianggap sebagai
obyek utama yang harus ditampilkan semenarik mungkin. Orkestra, pemain piano,
dekorasi bunga, dan sebagainya digunakan untuk "menampilkan barang-barang
sehingga mengilhami orang-orang untuk membelinya. Toko serba ada menjadi suatu
dasar budaya yang menceritakan kepada masyarakat bagaimana mereka seharusnya
berpakaian, melengkapi rumah mereka, dan menggunakan waktu senggang
mereka." Dengan adanya transformasi ini, mall dan toko serba ada sudah
diubah menjadi tempat yang tidak bisa dipisahkan lagi dengan kehidupan
seseorang.
Apa yang mereka temui di mall dianggap sebagai suatu standar yang harus mereka capai dalam hidup mereka.
c. Menggunakan iklan secara maksimal untuk memengaruhi konsumen
"Tujuan dari para pemasang
iklan adalah dengan agresif membentuk keinginan konsumen dan menciptakan nilai
di dalam barang-barang uang dengan cara memberitahu konsumen bahwa
barang-barang tersebut memiliki kuasa untuk mengubah mereka menjadi orang yang
mereka inginkan.... Pada tahun 1880, hanya $ 30 juta diinvestasikan pada iklan
di Amerika Serikat. Pada tahun 1910, bisnis baru seperti minyak, makanan, karet
dan listrik, membelanjakan $600 juta atau 4% dari pendapatan nasional untuk
iklan. Hari ini figur itu telah menjadi lebih dan $ 120 milyar di Amerika
Serikat dan lebih dari $ 250 milyar untuk seluruh dunia." Richard Robbins, Global Problems and
the Culture of Capitalism, (Allyn and Bacon, 1999)
Iklan memang memegang peranan yang sangat penting di dalam menciptakan konsumen. Di dalam buku ini akan ada satu bab tersendiri yang membahas bagaimana masyarakat bisa menang terhadap serangan dari iklan.
d. Menggunakan tren untuk mengaduk kekuatiran dan kegelisahan pada
kepemilikan barang-barang yang tidak "up to date"
Fashion memaksa masyarakat untuk
membeli bukan berdasar kebutuhan tetapi untuk style (gaya), yaitu keinginan
untuk mencocokkan dengan apa yang dikatakan oleh orang lain sebagai
"fashionable." Bagian ini sudah dibahas dalam buku ini pada bab
"Mengapa orang bisa hidup dalam konsumerisme?"
e. Penciptaan dan peningkatan pelayanan untuk membantu proses
pembentukan konsumen
Produsen juga mulai menganggap
konsumen sebagai pihak yang bisa mendatangkan keuntungan yang besar bagi
mereka. Untuk itu konsumen harus diperlakukan secara sangat istimewa. Pada saat
inilah beberapa istilah seperti "pelanggan selalu benar", "pelanggan
adalah raja" dan sebagainya mulai dimunculkan. Tujuan dari semua ini hanya
satu saja, yaitu untuk menciptakan keuntungan yang sebesar mungkin bagi
perusahaan. Selama pelanggan mau membeli produk mereka, mereka akan lakukan apa
saja untuk melayani pelanggan tersebut.
f. Para pekerja harus diberikan kemampuan untuk membeli (buying power)
Tindakan lainnya
yang bisa dilakukan adalah membuat masyarakat memiliki kemampuan membeli yang
lebih besar. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan keadaan ekonomi yang didasarkan
pada gaya hidup konsumtif. Kemampuan membeli ini bisa dilakukan dengan cara
"meningkatkan pemberian kredit."
Para pekerja pada semua lapisan
diberikan utang untuk meningkatkan kemampuan mereka di dalam melakukan
pembelian. Ketika para pekerja ini mulai menggunakan utang mereka untuk membeli
barang-barang konsumsi, akan timbul pasar bagi barang-barang tersebut. Hal ini
akan menimbulkan pertumbuhan ekonomi. Demikianlah ide dasar yang dimiliki oleh
para produsen untuk bisa meningkatkan pembelian terhadap produk mereka.
Ide yang seperti ini terlihat menarik dan mudah untuk dilaksanakan.
Namun demikian, pertumbuhan ekonomi dengan cara seperti ini sama sekali tidak
sehat karena ditimbulkan dari gaya hidup konsumtif dari masyarakat
yang sebenarnya mendatangkan kerugian bagi masyarakat. Pertumbuhan ekonomi
harus dibayar oleh penderitaan banyak orang yang tidak merasa bahwa mereka
adalah korban. Mereka merasa mendapatkan keuntungan dengan memiliki utang untuk
membeli barang yang mereka inginkan. Padahal, mereka sebenarnya
"dipaksa" untuk membeli barang tersebut oleh para produsen.
Sejak tahun 2001, isu untuk
meningkatkan kredit seperti ini merupakan isu utama dari banyak media di
Amerika. Sayangnya, kebiasaan menabung sebagai sisi yang lain dalam pengelolaan
keuangan jarang sekali diangkat menjadi isu utama. Akibatnya, keuntungan dari
memiliki "tabungan" seolah-olah tidak pernah ditayangkan oleh media.
Hal ini terjadi karena tidak ada perusahaan yang mau mengiklankan pentingnya
"tabungan".
Salah satu temuan yang bisa
meningkatkan kemampuan membeli dari masyarakat adalah dengan adanya kartu
kredit. Dengan adanya kartu kredit ini, masyarakat bisa melakukan pembelian
dengan sangat mudah dan tidak memerlukan proses yang panjang untuk mendapatkan
persetujuan ketika ingin melakukan pembelian barang apapun juga selama
pengeluaran yang mereka lakukan masih berada dalam batas kredit yang diizinkan
untuk mereka.
Pada 3 Mei 2003, BBC mengudarakan
acara dokumentari yang berjudul "Spend Spend Spend" ("Belanjakan
Belanjakan Belanjakan") yang membahas pengaruh kartu kredit pada ekonomi
Inggris. Di bawah ini adalah beberapa bahasan dari tayangan ini.
Amerika Serikat mengenalkan kartu
kredit pertama pada tahun 1950-an dengan mendapatkan sukses yang luar biasa,
memungkinkan seseorang untuk membeli barang-barang yang sebelumnya tidak bisa
dibayangkan sebelumnya oleh beberapa orang. Namun sampai tahun 1958, tidak ada
kartu kredit di Inggris.
Pada awalnya sangat sulit untuk
meyakinkan publik lnggris untuk menerima kartu kredit im. Anthony Snow, Account
Director of Bardaycard (perusahaan kartu kredit terkemuka di lnggris) dari
1965-1970, adalah satu dari banyak orang yang pergi ke Amerika Serikat untuk
melihat bagaimana mereka mengelola kartu kredit itu untuk dicoba-terapkan di
Inggris. Sejumlah hal dicoba untuk mematahkan penolakan terhadap adanya kartu
kredit. Di bawah ini adalah beberapa contoh dari tindakan ini:
• Pada
tahun 1966, Barclays memperkenalkan Barclays Card sebagai "kartu
belanja" daripada sebagai kartu kredit.
•
Barclays kemudian mengarahkan kartu tersebut pada para wanita untuk menunjukkan
bahwa mereka bisa berbelanja di mana saja dan kapan saja yang mereka inginkan.
Barclays juga mempromosikan bahwa kartu ini akan mempermudah arus uang rumah
tangga.
•
Namun demikian, agenda dari bank tersebut sebenarnya adalah untuk mengubah
"kartu belanja" tersebut sebagai kartu kredit sehingga mereka
memperpanjang periode pembayaran.
• Bagi
Bank jauh lebih menguntungkan jika pemilik kartu tidak langsung melunasi
tagihan mereka, tetapi membayarnya secara mengangsur karena dengan cara ini
mereka bisa mendapatkan tambahan pemasukan dari bunga yang harus dibayarkan.
Pada tahun 1960-an pemerintah
Inggris berusaha untuk menghentikan penggunaan kartu ini, namun mereka tidak
mampu melakukan dan kemudian mereka menghentikan usaha ini.
Pada tahun 1970 kebiasaan belanja
sudah diubah dengan adanya kredit ini. Kartu kredit yang pada awalnya tidak
diterima dengan baik menjadi kebutuhan bagi sebagian besar masyarakat.
Akhirnya, pada tahun 1980 setelah pembatasan kartu kredit ditiadakan, kartu
kredit diterima dengan baik oleh jutaan pelanggan.
Saat ini hampir semua orang dewasa di Inggris menggunakan kartu kredit.
Mereka memiliki rata-rata US$ 10.000 (sekitar sembilan puluh juta rupiah) pada
utang kartu kredit dan pinjaman yang mereka miliki. Ini adalah angka utang
tertinggi di Eropa. "Ini adalah keadaan yang ditakutkan oleh para
kritikus, tetapi yang diharapkan oleh pihak bank, walaupun saya tidak percaya
bahwa semua orang dapat menyadari berapa jauh hal ini akan terjadi,"
komentar dari Leslie Hannah, chief executive of Asliridge Management College .
Tayangan ini lebih lanjut
menyatakan bahwa "masyarakat di tahun 1980-an tidak bisa berhenti meminjam
dan menghabiskan, dengan adanya kemudahan menggunakan kartu kredit dan adanya
revolusi pada para perancang." Dengan menggunakan budaya "beli
sekarang bayar belakangan", keadaan ekonomi menjadi lebih peka terhadap
perilaku konsumen. Perubahan mendadak pada cara masyarakat mengeluarkan uang mereka
dapat menimbulkan bencana bagi perekonomian."
Diperingatkan
oleh kenaikan harga tiba-tiba, pemerintah dalam tahun 1980-an tidak mampu
meletakkan pajak atas kredit. Mereka ingin memperlakukan pajak pada kredit
namun tidak bisa dilakukan karena adanya tekanan politis, karena keputusan ini
dianggap bukanlah keputusan yang disukai oleh masyarakat. Dengan tingkat
pembelanjaan konsumen membumbung tinggi dan memberikan resiko ekonomi over-heating,
tingkat bunga meningkat sampai 15%. Revolusi pembelanjaan berhenti sejenak.
Pembelanjaan konsumen meningkat
kembali di tahun 1990-an. Waktu ini, muncul teknologi baru seperti contohnya handphone.
Di dalam waktu kurang dari suatu dekade pasar handphone di lnggris
sudah menjadi jenuh. Untuk membuat industri handphone bisa bertahan, konsumen
harus membeli lebih sering handphone. Beberapa cara yang bisa dilakukan
oleh para produsen untuk membuat masyarakat tetap melakukan pembelian adalah:
*
Mempercepat keusangan barang. "Percepat waktu keusangan barang"
adalah ungkapan utama yang dilakukan oleh industri. Barang-barang diusahakan
untuk menjadi usang secepat mungkin sehingga masyarakat senantiasa harus
membeli barang yang sejenis.
• Mengatakan bahwa semua orang harus mendapatkan mimpi
mereka. "Mimpi ekonomi. Kami menolak siapapun mengambilnya. Oleh karena
itu, General Motor mengumumkan pembiayaan tanpa bunga...ini akan membuat
Amerika tetap berjalan". Ini adalah kesimpulan dari tayangan tersebut.
Tayangan ini juga menyoroti harga
yang harus dibayar oleh konsumen. "Di Inggris, konsumen merasa gembira
masuk dalam antrian. Pembelanjaan membumbung tinggi, ekonomi menjadi makmur.
Tetapi kenaikan jumlah konsumen baru ini, diikuti dengan rekor dalam pinjaman
uang. Sekarang konsumen, merasa cemas dengan utang mereka dan sudah memulai
mempererat ikat pinggang mereka--ekonomi sedang membayar harganya. Hingga kini,
obsesi belanja di Inggris telah membantu ekonomi tetap tumbuh, akan tetapi hal
ini berarti adanya utang pribadi yang sangat besar."
Dengan bertambahnya kemampuan
untuk melakukan pembelian bagi masyarakat diharapkan membuat perekonomian akan
menjadi semakin berkembang. Namun, kenaikan perekonomian ini akan senantiasa
menyebabkan masyarakat terlibat dalam konsumerisme. Akan tetapi, selama
perusahaan masih mendapatkan keuntungan, perusahaan besar tidak akan peduli
bahwa keuntungan yang mereka dapatkan akan bisa membuat masyarakat menderita.
g. Adanya perubahan nilai rohani dan nilai
intelektual
Harus ada perubahan nilai rohani
dan nilai intelektual dari penekanan pada nilai-nilai seperti penghematan,
kesederhanaan, dan memiliki kontrol diri, ke arah suatu sistem nilai yang
mendukung pembelanjaan dan suka memamerkan apa yang dimiliki." Richard
Robbins, Global Problenis and the Culture of Capitalism, (Allyn and Bacon,
1999), p.21.
Perubahan nilai rohani dan
intelektual harus juga diusahakan untuk diubah oleh para produsen supaya mereka
bisa "memaksa" masyarakat untuk tetap melakukan pembelian.
Tanpa melakukan hal ini, tidak akan ada perubahan radikal di dalam pola
pembelian masyarakat. Perubahan ini mulai terjadi khususnya pada tahun 1880
sampai 1930.
i. Perubahan nilai rohani
Robbins menjelaskan bahwa
pergerakan religius ini sebagai "agama yang menyembuhkan pikiran
berorientasi pada pemenuhan keinginan, optimis, memiliki esensi kegembiraan dan
keyakinan din dan kekurangan pengertian untuk memahami kenyataan hidup yang
tragis." Pergerakan ini tidak bisa melihat kenyataan hidup yang menyatakan
bahwa Tuhan akan membuat mereka HANYA menerima hal yang baik dari Tuhan.
Akibatnya, mereka merasa bahwa Tuhan juga ingin mereka memiliki banyak barang
untuk bisa merasa lebih baik di dalam dunia ini.
Robbins menyebutkan bahwa
"Pergerakan ini menyatakan bahwa keselamatan itu akan terjadi di hidup ini
dan bukan setelah kematian". Pikiran "penyembuhan pikiran"
menghilangkan gagasan dari dosa dan rasa bersalah. Tuhan menjadi suatu kekuatan
ilahi, suatu kuasa penyembuhan. Penganjur pandangan ini berargumentasi bahwa
orang Amerika perlu membuang gagasan untuk tugas dan penyangkalan diri.. Agama
yang baru ini membuat gagasan bahwa di dunia kebendaan ini manusia dapat
menemukan surga yang bebas dari rasa sakit dan penderitaan; mereka bisa
menemukannya, seperti seorang sejarawan agama menyatakan mendapatkan "yang
baik" (good) melalui "barang-barang." (goods)"
Pandangan yang salah mengenai
agama ini menyebabkan banyak orang Kristen mengejar lebih banyak materi di
dalam hidup mereka. Kegiatan rohani mereka bukannya bertujuan untuk memiliki
hidup yang seperti Kristus, tetapi malahan sebagai sarana untuk mendapatkan lebih
banyak materi di dalam hidup mereka. Hal ini mengakibatkan peningkatan
pandangan bahwa semua aspek kehidupan seperti kehidupan itu sendiri,
hubungan dengan orang lain, dan hubungan dengan Tuhan harus diukur dari materi
yang bisa mereka terima. Nilai rohani yang seperti inilah yang menyebabkan
banyaknya kekacauan di dalam dunia ini.
Meskipun Robbins melakukan
studinya di US, dia menyatakan bahwa hal ini juga terjadi di Eropa seperti di
Perancis, Inggris dan Jerman. Akan tetapi, di Amerika gejala ini terjadi dengan
lebih besar.
ii. Perubahan nilai
intelektual
Selain perubahan pada nilai
rohani, nilai intelektual dari umat manusia juga perlu dilakukan perubahan.
Mereka harus lebih mementingkan diri mereka sendiri dibandingkan dengan
memerhatikan hidup orang lain.
Pada 31 Maret 2002, BBC mengudarakan
satu film dokumenter "The Century of the Self" (Abad Individu).
Tayangan ini menunjukkan bagaimana psikologi mendukung peningkatan
individualisme di Amerika setelah Perang Dunia II. Tayangan ini menjelaskan
aspek sosial, politis dan ekonomi di belakang peningkatan individualisme.
Terutama pada tahun 1960-an,
terjadi pergerakan yang dilakukan oleh para pelajar dan pergerakan menuntut hak
sipil. Mereka mengkritik perusahaan yang hanya memerhatikan keuntungan mereka sendiri
sehingga meningkatkan gaya hidup konsumtif di kalangan masyarakat. Gaya hidup
ini dianggap sebagai nilai. Sayangnya, protes terhadap gerakan ini tenggelam
karena pada saat yang sama terdapat protes terhadap perang Vietnam. Tentu saja,
protes terhadap perang Vietnam ini lebih sering didiskusikan dan menerima
perhatian dari masyarakat dibandingkan dengan gerakan menentang konsumerisme.
Dengan meningkatnya aktivitas
menentang konsumerisme ini, akan meningkatkan potensi untuk membahayakan
kestabilan politik bagi para pemegang kekuasaan dan kestabilan ekonomi untuk
sejumlah perusahaan besar di Amerika. Hal ini bisa terjadi karena para pelajar
tersebut adalah konsumen di masa depan. Adanya sejumlah besar orang yang
mengadakan demo sudah membawa dampak pada beberapa industri.
Keadaan yang diwarnai dengan
ketidakstabilan ini tentu saja tidak diingini oleh perusahaan besar dan elit
politik. Mereka menginginkan adanya suatu keadaaan politik dan ekonomi yang
stabil dan bisa diprediksi. Oleh karena itu, mereka mengadakan riset secara
psikologi untuk mengetahui dan mengelompokkan masyarakat ke dalam perilaku yang
bisa ditebak. Mereka juga berusaha membuat masyarakat mengekspresikan diri
mereka dengan membeli produk yang mereka produksi untuk memenuhi kebutuhan ini.
Secara
ekonomis, hal ini akan berkontribusi pada kenaikan ekonomi Amerika yang pada
saat itu menghadapi banyak pengangguran dan ekonomi yang melambat. Ekonomi
menjadi sedikit bergairah dengan adanya tambahan minat beli masyarakat.
Meskipun membawa dampak secara
ekonomis, tetapi dampak secara politis dan gerakan ini mungkin bisa dianggap
lebih berpengaruh.
* Dukungan
terhadap individualisme bisa dianggap sangat bernilai karena meningkatkan
bentuk dan kontrol sosial saat masyarakat yang individualis dapat menghilangkan
atau mengendorkan aktivitas sosial dan politik yang kuat karena masyarakat
hanya melihat pada diri mereka sendiri.
*
Sekelompok orang yang dulunya memiliki perhatian pada masalah sosial sebagian
besar diubah menjadi individu yang memerhatikan dan berusaha memenuhi keinginan
mereka melalui pembelian barang-barang.
*
Ketika partai sayap kiri dianggap pendukung masalah sosial, beberapa kandidat
seperti Ronald Reagan dan Margaret Thatcher mengharapkan ekspresi dari
individualisme untuk mendapatkan dukungan dan kekuasaan.
Tayangan ini dilanjutkan pada 7
April 2002 dan menjelaskan dampak pada partai politik di Amerika Serikat dan
Inggris. Thatcher dan Reagan memulai usaha untuk meningkatkan individualisme
dan gaya hidup konsumtif yang membuat masyarakat mengekspresikan kebutuhan
pribadi mereka tanpa memedulikan kebutuhan masyarakat sekitar mereka. Pimpinan
partai yang lain seperti Bill Clinton dan Tony Blair juga menemukan bahwa
mereka harus mengubah cara pandang partai mereka guna memenuhi keinginan
konsumen.
Tayangan ini menyatakan bahwa
perubahan pada pilihan dan opini masyarakat datang dari tekanan dan
keterampilan dari perusahaan besar, saat pemerintah telah menuruti mereka untuk
mendapatkan kekuasaan. Dalam cara yang seperti ini, tayangan ini menunjukkan
suatu ironi bahwa dorongan untuk menjadi individualisme telah membuat
masyarakat merasa unik dan tidak diperintah oleh pemerintah maupun perusahaan
besar di dalam hidup dan pilihan mereka. Namun, perusahaan telah berhasil
memengaruhi masyarakat dan pemerintah. Keinginan masyarakat telah didengarkan
tetapi hak demokrasi dan kekuasaan yang lebih luas telah dirusak. Proses ini
telah diusahakan selama berabad-abad oleh elite politik.
Inividualisme tanpa memedulikan
masyarakat sekitar harus diperkenalkan sebagai pilihan yang paling baik untuk
memuluskan masyarakat melakukan banyak pembelian untuk diri mereka sendiri.
Dengan adanya jenis transformasi
seperti ini, konsumsi dan konsumtif (baik untuk hal baik maupun hal buruk)
telah dianggap sebagai dasar dari kebudayaan dan masyarakat.
Kesimpulan
Dunia (lebih tepatnya industri)
menciptakan gaya hidup konsumtif karena mereka berhasil menciptakan produk yang
berlebih sehingga perlu orang yang mau membeli produk tersebut. Paling tidak
mereka memiliki tiga cara untuk melakukan hal itu yaitu:
* Mengadakan perubahan pada arti barang dan cara barang dijual.
* Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam melakukan
pembelian, yaitu dengan memberikan kredit.
* Mengubah nilai rohani dan nilai intelektual dari masyarakat
sehingga mereka memiliki dorongan yang lebih kuat dari dalam diri mereka untuk
melakukan pembelian.
D. Konsekuensi konsumerisme
1. Belenggu konsumerisme
2. Pengaruh buruk
konsumerisnie pada individu
3. Pengaruh buruk
konsumerisme pada masyarakat dan dunia
1. Belenggu konsumerisme
KONSUMERISME tentu saja
menciptakan belenggu bagi siapa saja yang hidup di dalamnya karena siapapun
yang memiliki pola hidup yang seperti ini akan sangat sulit untuk
menghentikannya.
Bab ini akan menjelaskan belenggu
konsumerisme dengan terlebih dahulu menjelaskan bahwa konsumerisme saat ini
sudah ada pada semua aspek kehidupan. Selanjutnya pembahasan akan dilanjutkan
dengan bagaimana cara konsumerisme mendatangkan ikatan bagi umat Ttihan. Bab
ini akan diakhiri dengan pembahasan mengenai dampak belenggu konsumerisme.
a. Konsumerisme dalam berbagai
aspek kehidupan
Konsumerisme
ada pada semua aspek kehidupan. Hal ini terjadi karena semua aspek di dalam
kehidupan sudah berusaha diukur dengan keberadaan benda-benda maupun jasa-jasa.
Ekspresi seseorang terhadap anak dan
istrinya diwujudkan dengan memberikan benda-benda. Semakin besar rasa sayang
yang ingin diekspresikan, semakin mahal pula benda yang harus diberikan.
Konsumerisme
juga sudah merasuk pada acara-acara besar yang ada dalam hidup masyarakat
seperfi contohnya acara pernikahan. Dalam acara pernikahan, pakaian pengantin
wanita dan asesori dianggap jauh lebih penting daripada apa yang dipikirkan dan
dirasakan oleh pengantin wanita. Persiapan pernikahan seringkali hanya
ditujukan pada benda-benda yang akan digunakan pada pesta pernikahan tersebut
dan bukannya pada persiapan dan setiap pasangan untuk memasuki tahap baru di
dalam kehidupan mereka. Pesta
memang harus ada, tetapi pesta yang mewah dan mahal tidak harus ada. Banyak masyarakat
yang melakukan pesta yang sangat mewah hanya untuk membuat kagum orang-orang
yang datang. Padahal kekaguman tersebut hanya bertahan sekejap, tetapi biaya
yang harus dibayar memakan waktu yang sangat lama.
Salah satu contoh
lainnya adalah pada perayaan kelahiran bayi. Hadiah untuk bayi dirasa lebih
penting daripada memberikan perhatian kepada bayi. Inilah konsumerisme!
Rekreasi juga telah
dikomersialisasikan. Pakaian khusus untuk bersantai, peralatan olah raga dan
menghadiri acara olahraga yang mahal yang dipenuhi dengan iklan dari para
sponsor adalah perwujudan dari konsumerisme dalam bidang olahraga.
Olahraga adalah contoh penting
lainnya dari sistem indoktrinasi. Olah raga menyediakan sesuatu yang sebetulnya
tidak penting untuk diperhatikan. Olah raga menjaga mereka dari kekuatiran yang
penting untuk hidup mereka. Olahraga bisa membangun sikap yang tidak rasional
dan penundukan diri terhadap otoritas dan kekompakan kelompok di bawah elemen
kepemimpinan. Bahkan olahraga bisa melatih fanatisme yang tidak masuk akal.
Mereka menggunakan energi mereka untuk mendukung team/atlet kesayangan mereka
dan pengiklan mau membayar mahal untuk acara olahraga ini."1
Olahraga profesional adalah suatu contoh kenyataan yang dirancang untuk memperkaya orang-orang yang telah kaya. Ini merupakan bentuk lain dari iklan bagi siapapun yang menonton pertandingan olah raga yang mempertahankan pemirsanya mengalami pemiskinan mental.Andaikata semua energi, baik mental, uang, maupun waktu yang digunakan oleh rata-rata orang untuk olahraga di perguruan tinggi dan profesional dialihkan pada perawatan dan pemeliharaan sekolah negeri lokal, akan ada banyak anak di negeri ini yang bisa diberikan pendidikan yang lebih baik! Sayangnya, masyarakat banyak yang lebih memilih untuk menonton pertandingan olahraga (bahkan sampai ke luar negeri) daripada untuk membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik bagi semua orang.Olahraga adalah aktivitas yang sehat dan indah. Namun, ada kecenderungan untuk membuatnya menjadi komersial jika masyarakat mengizinkannya.
Olahraga profesional adalah suatu contoh kenyataan yang dirancang untuk memperkaya orang-orang yang telah kaya. Ini merupakan bentuk lain dari iklan bagi siapapun yang menonton pertandingan olah raga yang mempertahankan pemirsanya mengalami pemiskinan mental.Andaikata semua energi, baik mental, uang, maupun waktu yang digunakan oleh rata-rata orang untuk olahraga di perguruan tinggi dan profesional dialihkan pada perawatan dan pemeliharaan sekolah negeri lokal, akan ada banyak anak di negeri ini yang bisa diberikan pendidikan yang lebih baik! Sayangnya, masyarakat banyak yang lebih memilih untuk menonton pertandingan olahraga (bahkan sampai ke luar negeri) daripada untuk membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik bagi semua orang.Olahraga adalah aktivitas yang sehat dan indah. Namun, ada kecenderungan untuk membuatnya menjadi komersial jika masyarakat mengizinkannya.
Konsumerisme juga melanda dalam
kehidupan rohani. Ada beberapa masyarakat yang menganggap
tanda seseorang memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan adalah harta/
barang-barang yang mereka miliki. Kerohanian seseorang diukur dari banyaknya
barang yang mereka miliki. Akibatnya, mereka berlomba-lomba membeli barang
untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan.
Bahkan ada beberapa hamba Tuhan yang memamerkan pakaian yang mereka pakai, barang-barang
yang ada di dalam tubuh mereka sembari menyatakan kepada jemaat bagaimana Tuhan
memberkati mereka dengan memberikan barang-barang yang mahal ini. Jika memang
mereka mendapatkan barang tersebut secara gratis, hal ini bukan merupakan
masalah.Namun, jika mereka mendapatkan uang dari Tuhan dan digunakan untuk
membeli barang seperti ini, saya menganggap mereka merampok Tuhan. Saya percaya
ada banyak hal yang bisa digunakan dengan uang tersebut daripada hanya sekadar
dibelikan pakaian yang anehnya jemaatnya tidak tahu bahwa harganya mahal jika
tidak diberitahu. Ini adalah sesuatu yang sangat konyol dan
menyedihkan.Konsumerisme memang sudah merambah pada semua aspek kehidupan masyarakat.
Akibatnya, banyak sekali masyarakat yang tidak bisa lepas dari ikatan
konsumerisme ini.
b. Konsumerisme mendatangkan ikatan
Konsumerisme
bisa memberikan ikatan yang sangat kuat di dalam hidup manusia. Salah satu
penyebabnya adalah karena manusia cenderung ingin menghabiskan uang yang mereka
miliki untuk keperluan mereka yang tidak ada habisnya. Akibatnya berapapun
besar uang yang mereka miliki akan habis karena ada dorongan yang kuat di dalam
diri mereka untuk terus melakukan pembelian.
Ayat di atas
menyatakan bahwa anak ini hidup berfoya-foya sampai harta miliknya habis semua.
Ini menunjukkan suatu keadaan yang hanya bisa menghentikan keinginannya untuk
berfoya-foya yaitu ketika hartanya habis. Sebelum habis, dia tidak bisa
berhenti berfoya-foya. Masyarakat yang belum bisa menyangkal keinginan membeli
yang mereka miliki juga akan memiliki kondisi yang sama dengan anak bungsu ini.
Mereka tidak akan bisa berhenti melakukan pembelian sampai harta mereka menjadi
habis. Sekalipun harta mereka tidak sampai habis, pembelian akan terus
dilakukan sampai mereka tidak bisa berutang lagi.
"Dipaksa"
untuk membeli tetapi tidak merasa terpaksa ini akan menimbulkan ikatan yang
sangat sulit untuk bisa dilepaskan.
Setiap orang memiliki dua peran di
dalam ekonomi yaitu sebagai produser dan sebagai konsumen. Di dalam bidang
produksi, Paus menekankan pentingnya kebebasan ekonomi untuk mengaktifkan
kreativitas manusia. Kreativitas ini akan bisa mendatangkan kekayaan sekaligus
juga pengembangan kepribadian melalui kerja. Ketika manusia pertama diciptakan,
mereka memiliki tujuan untuk menguasa bumi.
Jadi kebebasan ekonomi hanya ditujukan supaya manusia bisa menggunakan kreativitas mereka. Sebagai Produser, mereka harus memerhatikan kebutuhan orang lain yang dinamakan sebagai konsumen. Mereka harus bekerja sama dengan orang lain, di dalam kebebasan dan kepercayaan supaya mereka bisa memenuhi kebutuhan orang dengan cara yang lebih efisien. Dengan kata lain, produser harus memberikan pelayanan yang baik kepada sesama mereka.
Jadi kebebasan ekonomi hanya ditujukan supaya manusia bisa menggunakan kreativitas mereka. Sebagai Produser, mereka harus memerhatikan kebutuhan orang lain yang dinamakan sebagai konsumen. Mereka harus bekerja sama dengan orang lain, di dalam kebebasan dan kepercayaan supaya mereka bisa memenuhi kebutuhan orang dengan cara yang lebih efisien. Dengan kata lain, produser harus memberikan pelayanan yang baik kepada sesama mereka.
Perhatikan
juga artikel di bawah ini.
Pasar
barang mewah di Amerika memperkirakan mereka bisa menjual sebanyak $400 milyar
di tahun 2003. "Michael Silverstein melihat bahwa tidak ada batas atas
selain langit biru untuk 47 juta keluarga yang ingin membeli barang-barang
mewah yang akan berkembang dan $400 milyar menjadi $1 trillion di tahun 2010...
Beberapa macam emosi
mempercepat pembelian barang-barang mewah," tambah Silverstein. "Kita
membeli TV atau mobil baru, jika kita "mencari" kebahagiaan melalui
benda-benda matera ketika hidup kita tidak mengalami kepuasan. Kita membeli perhiasan
ketika kita "mencari cinta dan mengeluarkan uang untuk membuat diri kita
terlihat baik. Kita memanjakan diri kita untuk makan di luar atau ikut spa
untuk menghadiahi diri kita setelah memiliki jadwal yang sibuk selama seminggu
ketika kita sedang "memperhatikan diri kita sendiri""
Semua hal ini menunjukkan bahwa belenggu yang diakibatkan oleh konsumerisme akan membuat masyarakat melakukan banyak pembelian tanpa merasa "dipaksa".
Semua hal ini menunjukkan bahwa belenggu yang diakibatkan oleh konsumerisme akan membuat masyarakat melakukan banyak pembelian tanpa merasa "dipaksa".
c. Dampaknya adanya "ikatan ini".
Ikatan
yang ditimbulkan oleh konsumerisme ini akan membawa dampak yang buruk bagi masyarakat,
yaitu mereka akan kehilangan waktu mereka dan mereka akan kehilangan harta
mereka.
i. Banyak waktu hilang untuk memenuhi gaya hidup konsumtif
Salah satu masalah utama konsumerisme
adalah masalah hilangnya waktu. Pasangan yang sudah menikah merasa hanya
memiliki sedikit waktu untuk berinteraksi dengan pasangannya karena ia terlalu
sibuk mengerjakan jadwal hidupnya. Setelah bangun tidur, biasanya segera
berangkat kerja atau sekolah kemudian dilanjutkan dengan aktivitas di sore
hari, lalu pergi tidur lagi. Kegiatan ini kadang diselingi dengan bekerja
lembur, berpartisipasi dalam sejumlah kegiatan ekstra kurikuler di sekolah, dan
menghadiri kegiatan sosial yang telah disusun sedemikian rupa dalam jadwal
hidup sehari-hari. Akibatnya, hal ini seringkali merampok waktu-waktu untuk
diri sendiri, seperti waktu tidur menjadi berkurang paling sedikit satu jam
setiap harinya. Akibatnya lagi, orang cendrung terlihat lelah dan ketika menemukan
waktu senggang (kasus yang sangat jarang terjadi) mereka akan menghabiskan
waktu tersebut untuk berada di depan TV DVD, atau komputer.
Pada awalnya
banyak orang berpikir bahwa semakin banyak kekayaan, akan semakin banyak waktu
luang yang mereka miliki. Pernyataan ini sangat salah. Di bawah ini adalah
artikel4 yang membahas mengenai hubungan antara kekayaan dan waktu
luang yang dimiliki oleh seseorang.
ii. Kekayaan ternyata tidak membuat seseorang memperoleh
banyak waktu luang.
Pada awalnya
ada pertanyaan yang timbul, yaitu "Apakah yang harus kita lakukan ketika
kita memiliki waktu sisa yang disebabkan oleh meningkatnya kekayaan dan
konsumerisme?" Janji akan adanya banyak waktu tersisa sering dibuat pada
tahun 1950-an dan 1960-an, tetapi kenyataannya tidaklah demikian.
Orang lnggris ternyata harus bekerja lebih lama daripada yang diperkirakan dan waktu menjadi semakin berharga.
Orang yang sangat kaya memertukan jasa tambahan seperti pelatih kebugaran pribadi, jasa belanja dan bahkan jasa untuk mengatur hidup mereka.
Orang Amerika sekarang bekerja satu bulan lebih banyak setiap tahunnya jika dibandingkan tahun 1970. Ini adalah alasan mengapa kebahagiaan mencapai puncaknya pada tahun 1957, dan setelah itu terus menerus turun.
Professor Juliet Schor dari Harvard University dan pengarang The Overworked American menambahkan "budaya jam kerja lembur telah menjalar seperti kanker di Amerika Serikat dan telah mengakibatkan semakin banyaknya perceraian dan masalah sosial lainnya. Belanja adalah salah satu cara untuk mengganti waktu yang telah hilang."
Hal ini menunjukkan bahwa kekayaan sama sekali tidak berhubungan dengan bertambahnya waktu yang dimiliki oleh seseorang. Semakin kaya, mereka akan cenderung untuk mempunyai waktu yang lebih sedikit karena mereka harus memberikan perhatian yang lebih banyak kepada harta/barang yang mereka miliki. Akibatnya, semua waktu yang seharusnya digunakan untuk kegiatan yang lainnya menjadi berkurang karena mereka harus lebih banyak menggunakan waktu untuk memerhatikan apa yang mereka miliki. Mereka akan terlihat tidak memiliki waktu lagi untuk mengerjakan kegiatan-kegiatan lainnya.
Orang lnggris ternyata harus bekerja lebih lama daripada yang diperkirakan dan waktu menjadi semakin berharga.
Orang yang sangat kaya memertukan jasa tambahan seperti pelatih kebugaran pribadi, jasa belanja dan bahkan jasa untuk mengatur hidup mereka.
Orang Amerika sekarang bekerja satu bulan lebih banyak setiap tahunnya jika dibandingkan tahun 1970. Ini adalah alasan mengapa kebahagiaan mencapai puncaknya pada tahun 1957, dan setelah itu terus menerus turun.
Professor Juliet Schor dari Harvard University dan pengarang The Overworked American menambahkan "budaya jam kerja lembur telah menjalar seperti kanker di Amerika Serikat dan telah mengakibatkan semakin banyaknya perceraian dan masalah sosial lainnya. Belanja adalah salah satu cara untuk mengganti waktu yang telah hilang."
Hal ini menunjukkan bahwa kekayaan sama sekali tidak berhubungan dengan bertambahnya waktu yang dimiliki oleh seseorang. Semakin kaya, mereka akan cenderung untuk mempunyai waktu yang lebih sedikit karena mereka harus memberikan perhatian yang lebih banyak kepada harta/barang yang mereka miliki. Akibatnya, semua waktu yang seharusnya digunakan untuk kegiatan yang lainnya menjadi berkurang karena mereka harus lebih banyak menggunakan waktu untuk memerhatikan apa yang mereka miliki. Mereka akan terlihat tidak memiliki waktu lagi untuk mengerjakan kegiatan-kegiatan lainnya.
Jika kita
merasa kekurangan waktu dalam hidupnya, mungkin saja hal itu disebabkan oleh
kita masih ada dalam ikatan konsumerisme. Hal ini terjadi karena waktu kita
hanya digunakan untuk mendapatkan sebanyak mungkin uang guna membeli
barang-barang konsumtif.
iii. Banyak uang
dibutuhkan untuk memenuhi gaya hidup konsumtif
"Konsumsi
dunia telah meningkat tidak terkendali pada abad 20 ini, dengan konsumsi privat
dan publik mencapai $24 triliun pada tahun 1998, dua kali dari tahun 1975 dan 6
kali dari tahun 1950. Pada
tahun 1900 konsumsi ini hanya sekitar $1.5
triliun."
Jumlah uang yang sangat besar tersebut didapatkan dari berbagai macam industri. Di bawah ini adalah data mengenai uang yang dikeluarkan untuk berbagai macam industri ini. UmatTuhan bisa melihat demikian besar uang yang dikeluarkan untuk barang-barang yang terlihat remeh.
Pada tahun 2004, gedung bioskop domestik menerima uang dari penjualan karcis sebanyak $ 9.4 milyar. "Meskipun pendapatan mengalami peningkatan, harga tiket masuk yang naik menggambarkan jumlah orang yang menonton bioskop turun sekitar 1.7 persen".
Jumlah uang yang sangat besar tersebut didapatkan dari berbagai macam industri. Di bawah ini adalah data mengenai uang yang dikeluarkan untuk berbagai macam industri ini. UmatTuhan bisa melihat demikian besar uang yang dikeluarkan untuk barang-barang yang terlihat remeh.
Pada tahun 2004, gedung bioskop domestik menerima uang dari penjualan karcis sebanyak $ 9.4 milyar. "Meskipun pendapatan mengalami peningkatan, harga tiket masuk yang naik menggambarkan jumlah orang yang menonton bioskop turun sekitar 1.7 persen".
"Pada tahun 1999, total penjualan dari industri perhiasan untuk
pernak-pernik perhiasan wanita (seperti intan) adalah $ 12.1 milyar. Industri
ini mengalami peningkatan sebesar 41 persen dari tahun sebelumnya".
Tahun 1999 penjualan melalui toko-toko perhiasan senilai $23.9 milyar.
Tahun 1993 penjualan kosmetik sebesar $ 20 milyar.
Tahun l999 total penjualan industri rumah makan diperkirakan naik sebanyak 4.6%
menjadi $ 354 milyar.10 Dan penjualan dari rumah makan cepat saji (fast
food) adalah $ 110 milyar.
Pada
liburan Paskah tahun 2001, penjualan barang paskah diharapkan mencapai $ 2.8
milyar12. Penjualan permen paskah saja melebihi $ 1.8 milyar pada
tahun 2000.
Pada
tahun 1853, keripik kentang (potato chip) pertama kali dibuat oleh seorang
kepala tukang masak bernama George Crum di Saratoga Springs, New York. Pada
tahun 2003, penjualan oleh industri keripik kentang mencapa $ 6 milyar.
Bisnis
makanan kecil yang asin saat ini mencapai $ 22 milyar di Amerika Serikat.
Konsumen
di Amerika Serikat membelanjakan lebih dan $ 24.3 milyar permen pada tahun
2002, naik sebesar 1.6% dibandingkan tahun 2001. Secara rata-rata, konsumen
membeli $ 84.34 permen naik 0.3% dibanding tahun sebelumnya"16
Industri
soft drink bernilai sekitar $64 milyar pada tahun 2003.
Pada
tahun 2000, orang Amerika membelanjakan sebesar $13 milyar untuk berbagai
bentuk coklat.
Pada
tahun 2000 penjualan permen karet di Amerika mencapai $500 juta.
Pada
tahun 1998, penjualan kartu ucapan selamat senilai $7.1 milyar. Dari total
penjualan itu, 8% dari total penjualan atau sekitar $570 juta untuk kartu
rohani.
"Riset
dari IDC menyatakan bahwa penjualan hardware dan software untuk game sebesar
8.2 milyar pada tahun 2000 (lebih besar dari yang diterima oleh total film
box-office yang sebesar $7.75 milyar di Amerika Serikat. IDC mengharapkan penjualan hardware dan
software game mencapai $11.4 milyar pada tahun 2001"
Pada tahun 2000 total penjualan
mainan di Amerika mencapai $23 milyar.
Pada tahun 1998, penjualan yang
berhubungan dengan binatang peliharaan sebesar $23 milyar.
Pada tahun
1993 perjalanan untuk berpetualang mencapai $8 milyar setiap tahunnya. Nilai tersebut bernilal 20% dari
total industri perjalanan untuk kesenangan yang sebesar $40 milyar.
Pada tahun 2001, orang Amerika
mengeluarkan $38 milyar untuk membeli lotre.
Pada tahun 2003, pendapatan studio Hollywood dari penjualan DVD sebesar $9.4
milyar.
"Menurut
Conde Nast Bridal Infobank, rata-rata biaya pernikahan telah tumbuh sebesar 50%
dari dekade sebelumnya dari $15,208 di tahun 1990 menjadi $22,360 pada tahun
2002. Penelitian juga menunjukkan bahwa 43% dari pasangan telah mengeluarkan
uang lebih besar dari yang mereka rencanakan."
Data di atas
menunjukkan demikian besarnya uang yang beredar pada industri yang menunjukkan
bahwa konsumerisme sudah berhasil memasuki hidup sebagian besar umat manusia.
Mengeluarkan uang berlebihan untuk barang konsumsi dianggap sebagai suatu yang
wajar dan memang "harus" dilakukan.
Catatan Akhir
1.
http://www.verdant.net/society.htm
3. http:/ /www.acton.org/publicat Irandi
/article.php?id=321
3 Mackenzie Carpenter melaporkan untuk the Pittsburgh
Post-Gazette dalam the Champaign-Urbana News Gazette, 2 Mei 2004, E-5.
4. http: / /www.globalissues.org/TradeRelated IConsumptioni
Rise.asp
5. http://hdr.undp.org/reports/global/1998/en/pdf/
hdr_1998_overview.pdf
6. 'Meet the Fockers' holds off horror flick" da lam
Champaign-Urbana News Gazette, January 10, 2005, B-8.
7. Diamonds are a Girl's Best Buy" dalam ~e
Champaign-Urbana News Gazette, 22 Agustus 2002, D-1.
8. Data dan U.S. Census Bureau, Statistical Abstract of the
United States:2000, pg. 758.
9. "Baby
Boomers Have Gone Cosmetics Crazy" dalam the champaign-Urbana News
Gazette, May 23, 1993, D-5.
10. Living
High at the Millenium" dalam the Champaign-Urbana News Gazette, May 24,
1999, C-7.
11. Kirby
Prihgle,"Fast Food: How America (and the world) Traded Genteel Dining for
a Good, Fast Meal" dalam the ChampaignNews Gazette, January23, 2000, F-I.
12. Raleigh News & Observer, "The Easter Bunnv is
Taking on ang "dalam the Champaign-Urbana
News Gazette, 13-04-2001,
13. "Hershey Faces New Challenges in Technology"
dalam the Campaign-Urbana News Gazette, April 23, 2000, C-4.
14Alison McLean dalam Smithsonian magazine1 July
2003, p.15.
15 Patrick
Walters dalam the Champaign-Urbana News Gazette,
16. http:/
/www.foodinstitute.com/nasft/nasftupdateO9l 1 .htm.
17 "Born
Into Slavery" dalam the Champaign-Urbana News Gazette, July22, 2001, B-i.
18 "Diet
soda inches up in soft drink market," dalam the Champaign-Urbana News-Gazette,
December 22,2004 , C-9.
19 Milwaukee Journal Sentinel, "Gumballs: A
Bit of History We Can All Chew On" in the Champaign-Urbana News Gazette, 1
April 2001 ,
E-7.
20 Springfield State Journal Register,
"Christian Cards a Growing Business" dalam the Champaign-Urbana News
Gazette, 29-08-1999 , C-4.
21
"This Three-way Slugfest is No Game" at
www.businessweek.com, December 13,2001 .
22 "Vintage
Toy Maker Trying to Regain its Punch" dalam the Champaign-Urbana News
Gazette, July 8,2001 , C-4.
23. Dog Days
Pretty Good Days for Many" dalam the Champaign-Urbana News Gazette, September
20,2000 ,
B-7.
24. Jerry Adler,
et al., "Been There, Done That", Newswee~ July 19,
1993, pg. 44.
25 Scripps Howard
News Service, "Lottery Game" dalam the Champaign-Urbana News Gazette,
September91 2001, B-I.
26 Johnnie L.
Roberts diambil dan Newsweek magazine, July 5, 2004 , p. 51-53.
27 Ellen Lee,
"Bridal Bliss Needn't Break the Bank", http://www.bayarea.com/mld
/cctimes/business/personaLfinancel 5524840.htm, diambil 31 Maret 2003.
3. Pengaruh buruk konsumerisme pada masyarakat
dunia
KEMISKINAN pada masa kita
ini tidak seperti pada masa sebelumnya. Pada awalnya kemiskinan disebabkan oleh
karena keterbatasan sumber daya alam, namun saat ini kemiskinan disebabkan
karena prioritas yang salah dari orang kaya yang mempengaruhi seluruh bagian
dunia Iainnya. Akibatnya, orang miskin saat ini tidak mendapatkan belas
kasihan...tetapi dianggap sebagai sampah. Pada saat ini, pengemis sama sekali
tidak mengingatkan mengenai apapun. (John Berger)
Tidak bisa disangkali lagi bahwa konsumerisme menyebabkan seorang menjadi egois. Kutipan di atas menunjukkan bahwa prioritas dari orang kaya ternyata hanya tertuju pada diri mereka sendiri dan bukannya untuk membuat bumi menjadi tempat yang lebih baik bagi semua orang. Akibatnya, kekayaan mereka sebagian besar hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri sehingga dampak kekayaan yang mereka miliki terhadap masyarakat tidak terlalu besar bahkan malahan menjadi berkurang.
Tidak bisa disangkali lagi bahwa konsumerisme menyebabkan seorang menjadi egois. Kutipan di atas menunjukkan bahwa prioritas dari orang kaya ternyata hanya tertuju pada diri mereka sendiri dan bukannya untuk membuat bumi menjadi tempat yang lebih baik bagi semua orang. Akibatnya, kekayaan mereka sebagian besar hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri sehingga dampak kekayaan yang mereka miliki terhadap masyarakat tidak terlalu besar bahkan malahan menjadi berkurang.
Setelah bab sebelumnya membahas
dampak negatif konsumerisme pada individu, bab ini akan membahas dampak dari
konsumerisme pada masyarakat dan juga pada dunia ini.
a. Peningkatan
kekayaan mempengaruhi penurunan pelayanan publik
Pada awalnya, orang beranggapan
baliwa semakin banyak orang kaya di muka bumi ini akan semakin baik dunia ini.
Dengan banyaknya uang yang dimiliki oleh seseorang, semakin banyak bagian dari
uang tersebut yang akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pada umumnya.
Akibat dari pandangan yang seperti
ini, banyak orang berharap banyak pada orang kaya untuk bisa mengubah wajah dan
keadaan dunia ini. Namun kenyataannya, tidaklah demikian. Konsumerisme mencuri
bagian yang seharusnya digunakan untuk membuat dunia ini menjadi tempat yang
lebih baik untuk diganfi menjadi benda-benda yang tidak terlalu berguna hanya
untuk "mematuhi perintah" guna melakukan lebih banyak lagi pembelian.
Hal ini membuat semakin banyaknya jumlah orang kaya yang ada di muka bumi ini
tidak akan membuat masyarakat menjadi lebih baik bahkan mereka bisa membuat
kondisi masyarakat menjadi lebih buruk.
Di bawah ini adalah potongan
artikel yang menyatakan bahwa peningkatan kekayaan ternyata malah
membawa penurunan pada pelayanan terhadap masyarakat.
Peningkatan kekayaan yang dimiliki
oleh beberapa orang telah berkontribusi pada penurunan pelayanan nasional
seperti pada pelayanan kesehatan dan pendidikan.
lnggris, salah satu negara paling
kaya di dunia menganggarkan kurang dari 40% untuk pelayanan nasional, sedang
Eropa menganggarkan sekitar 45%.
Ketika masyarakat menjadi semakin
kaya, mereka temyata akan mengeluarkan bagian yang semakin kecil untuk
pelayanan publik dan menempatkan bagian yang besar untuk diri mereka sendiri.
Kekayaan pribadi menjadi semakin bertambah sebagai akibat dari bertambahnya
pengeluaran publik. Oleh karena itu, orang yang memiliki banyak kekayaan harus
mengembalikan pada masyarakat dan bukannya hanya ingin rnendapatkan lebih.
Namun sayangnya hal ini tidak bisa terjadi.
Pada tahun 1980 dan
1990, setelah peningkatan kebijakan untuk meningkatkan pelayanan publik, jumlah
uang yang dianggaarkan semakin menurun.
Hal ini menunjukkan
peningkatan kekayaan dari beberapa orang ketika pelayanan publik untuk
mayoritas masyarakat menurun. Beberapa orang miskin di lnggris menderita karena
tidak memiliki kuasa dan memiliki perasaan tidak memiliki pengharapan dalam
tingkatan tertentu akibat penurunan pelayanan publik ini.
Pengabaian ini bisa
mengakibatkan tindakan kriminal yang pasti akan memengaruhi orang kaya dan
orang miskin.
Berapa banyak sebenarnya uang yang
dikeluarkan oleh negara-negara di dunia ini untuk membuat bumi ini menjadi
tempat yang lebih baik dan lebih bersahabat bagi semua orang? Apakah dana
tersebut sudah mencukupi?
Untuk menjawab pertanyaan ini,
perhatikan data di bawah ini yang menunjukkan uang yang dikeluarkan pada tahun
19982.
Pola pengeluaran ini menunjukkan
apa yang sebenarnya menjadi prioritas bagi negara-negara di dunia.
Prioritas Global $U.s. Milyar
Pendidikan dasar untuk semua orang di
dunia
6
Kosmetik di Amerika
Serikat
8
Air dan sanitasi untuk semua orang di
dunia
9
Es krim di
Eropa
11
Kesehatan reproduksi wanita di
dunia
12
Minyak wangi di Eropa dan Amerika
Serikat
12
Kesehatan dasar dan nutrisi untuk semua
orang di dunia 13
Makanan hewan peliharaan di Eropa dan
Amerika Serikat 17
Bisnis hiburan di
Jepang
35
Rokok di
Eropa
50
Minurnan alkohol di
Eropa
105
Narkoba di
dunia
400
Pengeluaran militer di seluruh
dunia
780
Jumlah uang yang digunakan untuk membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik ternyata jauh lebih kecil jika dibandingkan jumlah uang yang digunakan untuk pembelian/pengadaan barang-barang yang tidak berguna. Seandainya saja, orang di Amerika Serikat hanya membelanjakan separuh uang mereka yang biasanya digunakan untuk membeli kosmetik dan memberikan uang tersebut untuk digunakan bagi pendidikan dasar di dunia, maka pendidikan dasar di dunia ini bisa sekitar 70% lebih baik dari yang sudah dilakukan sekarang ini.
Jumlah
uang yang digunakan untuk memberikan pendidikan dasar bagi semua orang di dunia
ternyata tidak lebih besar daripada pengeluaran uang untuk membeli kosmetik
hanya di Amerika saja. Jumlah uang yang digunakan untuk menyediakan air bersih
dan sanitasi untuk semua orang di dunia ternyata jauh lebih kecil dari uang
yang digunakan untuk membeli es krim di Eropa. Seandainya saja, orang Eropa
hanya memakan setengah dari es krim yang biasanya mereka makan saat ini dan
memberikan sisa uang dari yang biasanya digunakan untuk pembelian es krim
tersebut untuk pengadaan air dan sanitasi untuk semua orang di dunia, mereka
bisa membuat 60% lebih orang dari yang bisa dilayani saat ini untuk mendapatkan
air bersih dan sanitasi.
Yang
lebih mengejutkan lagi adalah: jumlah uang yang digunakan untuk memberikan
kesehatan dasar dan nutrisi untuk semua orang di dunia ternyata jauh lebih
sedikit daripada uang yang digunakan untuk membelikan makanan bagi hewan
peliharaan di Eropa dan Amerika Serikat. Seandainya saja orang di Eropa dan
Amerika bisa mengurangi uang yang dikeluarkan untuk membeli makanan bagi hewan
peliharaan mereka separuhnya saja maka mereka bisa memberikan pelayanan
kesehatan dan nutrisi di dunia 60% lebih baik.
Apalagi
jika yang dikurangi adalah anggaran untuk pengeluaran militer di seluruh dunia.
Keinginan untuk menjadi
superior membuat orang mau mengeluarkan uang sebanyak apapun juga untuk
mencapainya. Padahal dengan peralatan iniliter, tidak mungkin bumi ini diubah
menjadi tempat yang lebili baik bagi semua orang.
Hal
ini menunjukkan prioritas yang salah yang dimiliki oleh kebanyakan orang di
muka buini ini. Mereka tidak
menyadari bahwa mereka bisa melakukan lebih banyak hal untuk membuat dunia ini
bisa menjadi tempat yang lebih baik, bila mereka mengalihkan sebagian
penggunaan uang mereka.
b. Kemiskinan akan tetap ada
Bumi
menyediakan cukup untuk kebutuhan semua manusia tetapi bukan untuk keserakahan
semua manusia. (Gandhi)
Sifat
egois dan hanya mementingkan diri sendiri yang dipromosikan oleh konsumerisme
terlihat dengan jelas pada konsumsi yang tidak merata yang terjadi pada semua
bidang kehidupan. Di satu pihak, orang yang memiliki uang mengonsumsi lebih
banyak sumber daya namun di pihak lainnya sebagian orang sangat kekurangan
sumber daya. Seharusnya, sumber daya yang ada di dunia ini mencukupi untuk
semua orang, akan tetapi sumber daya ini menjadi tidak mencukupi karena ada
sebagian orang yang mengonsumsi terlalu banyak sumber daya.
Perasaan ingin selalu
mendapatkan lebih membuat orang yang memiliki kekayaan selalu ingin mengonsumsi
lebih banyak lagi sumber daya.
UNDP dalam Human Development
Report 1998 Overview3 menyatakan
...Ketidakseimbangan dalam konsumsi
sangat memprihatinkan. Secara global, 20% dari masyarakat dunia dengan negara
yang memiliki pendapatan tertinggi bertanggung jawab pada 86% dari pengeluaran
konsumsi sebesar 20% dan pendapatan paling rendah hanya menggunakan 1.3%.
Secara lebih khusus,
20% terkaya di dunia:
#
Mengonsumsi 45% dari semua daging dan ikan, sementara 20% termiskin hanya 5%.
# Mengonsumsi 58% dari energi total,
sementara 20% termiskin kurang dan 4%.
# Memiliki 74% dari semua saluran
telepon, sementara
20%
termiskin hanya 1.5%.
# Menggunakan 84% dari semua kertas,
sementara 20% termiskin hanya 1.1%.
# Memiliki 87% dari semua kendaraan di dunia, sementara
20% termiskin kurang dari 1%.
Fakta
ini menunjukkan orang yang kaya akan menjadi semakin makinur hidupnya,
sayangnya hanya sedikit orang yang bisa menjadi lebih makinur ini. Sedangkan
sisa penduduk bumi ini, yang jumlalmya lebih besar, tidak akan pernah mengalami
kemakmuran. Mereka hanya akan dimanipulasi untuk membuat sebagian orang menjadi
semakin kaya.
Seringkali,
isu yang sesungguhnya bukanlah banyaknya konsumsi yang harus dilakukan oleh
semua orang di muka bumi ini, tetapi bagaimana pola konsumsi tersebut. Jika
ketidakseimbangan ini terus berlanjut, keadaan mayoritas dunia akan menjadi
semakin buruk pula. Akibatnya, kemiskinan yang dimiliki oleh mayoritas penduduk
dunia ini akan menjadi semakin sulit untuk dihilangkan.
Perhatikan beberapa informasi4 di
bawah ini yang diambil dari situs.
"Orang
yang ada di negara terkaya makan rata-rata 30-40% kalori lebih daripada yang
mereka butuhkan (G Lean, Atlas of the Environment, Arrow 1991)
"...Nilai
dari penjualan barang mewah di dunia--seperti baju keluaran desainer top, mobil
mewah, dsb.--melebihi pendapatan nasional bruto dari dua pertiga negara-negara
di dunia mi."
Berdasarkan
studi dari Institute of Development Research di New York yang
ditampilkan pada The Economist, 1 Mei 1991, negara maju yang hanya 24%
dari populasi dunia, bertanggung jawab untuk konsumsi sebesar 48% sampai 72%
dari makanan pokok seperti, cereal, daging dan susu.
Hampir 80% dari populasi dunia
hidup di negara berkembang. Mereka hanya melakukan 17% dari perdagangan
dunia." (World Bank, World Development Report, OUP 1991)
"36.000
anak-anak mati setiap hari (satu orang setiap 24 detik) sebagai hasil dari
kemiskinan" (UNESCO Sources, no 25,1991)
Akibat
pembagian konsumsi yang ada seperti keadaan yang sekarang ini, statistik yang
dikeluarkan oleh PBB menunjukkan perbedaan dalam tingkat konsuinsi di dunia
saat ini sudah berada dalam batas yang tidak bisa ditolerir lagi.
Konsumsi saat ini menunjukkan
ketidakseimbangan. Siklus konsumsi--kemiskinan--ketidakseimbangan-lingkungan
semakin meningkat. Jika kecenderungan ini terus berlangsung tanpa adanya
perubahan distribusi dari pendapatan tinggi ke pendapatan rendah, tidak ada
perpindahan dari produk penuh polusi ke produk yang bersahabat dengan
lingkungan, tidak mempromosikan barang yang memberdayakan produser yang buruk,
tidak menggeser prioritas dan konsumsi untuk pamer menuju konsumsi hanya untuk
pemenuhan kebutuhan dasar hidupmaka masalah konsumsi dan pengembangan manusia
akan menjadi semakin buruk.5
Tanpa
adanya perubahan yang mendasar pada pola konsumsi yang dimiliki oleh umat
manusia pada umumnya, kemiskinan akan semakin merajalela di muka bumi ini.
Beberapa orang (yang jumlahnya sangat sedikit) akan menjadi semakin kaya,
sedangkan mayoritas penduduk bumi akan tetap hidup dalam kemiskinan. Jika
kenyataan ini tidak ditindakianjuti secara serius, akan tiba waktunya terjadi
kekacauan sosial yang luar biasa hebat.
c. Dasarnya adalah keserakahan
Sebenarnya
yang menyebabkan masalah kemiskinan dalam dunia ini adalah keserakahan manusia
sebagai individu maupun institusi. Keserakahan inilah yang menyebabkan manusia
tidak pernah berpikir akan dampak dari keinginan mereka terhadap sesama dan bumi
ini. Seandainya, sesama mereka dirugikan dan bumi semakin hancur sekalipun,
mereka tidak akan peduli selama mereka mendapatkan keinginan mereka.
d. Keserakahan
individual
Fakta yang sesungguhnya adalah
kita melihat orang lapar bukan karena kita ingin membuat mereka mati, tetapi
kita lebih memilih mereka mati daripada kita harus kehilangan kenyamanan
kita." (Victor Gollancz)
Inilah
dasar semua masalah kemiskinan. Demikian banyak orang yang mau hidup nyaman
walaupun mereka harus mengorbankan orang lain. Untuk mencapai keinginan mereka,
mengorbankan orang lain dianggap sebagai tindakan yang wajar. Tindakan inilah
yang merupakan penyebab utama kemiskinan manusia.
Pandangan
yang seperti ini terlihat berbeda dengan apa yang biasanya dipercayai oleh masyarakat.
Mereka seringkali merasa bahwa negara dunia ketiga sangat miskin sehingga
mereka kekurangan makanan. Kenyataannya tidaklah demikian. Dunia ini bisa
memproduksi cukup makanan untuk memberi setiap orang di di dunia ini 2500
kalori perhari. Dalam sudut pandang ini, negara miskin seperti Ethiopia dan
Banglasdesh yang seringkali dianggap sebagai overpopulasi dan kekurangan
makanan sebenarnya mereka memiliki sumber daya yang cukup untuk memberi makan
warga mereka. Yang menjadi penyebab kelaparan dunia bukanlah karena kekurangan
sumber daya, tetapi karena distribusi makanan yang tidak sama, yaitu lebih
berpihak pada orang kaya. Oleh karena itu, solusi untuk kelaparan dunia tidak
bisa mengabaikan faktor ini.
Oleh
karena itu, sebenarnya dunia ini bisa menjadi tempat yang lebih baik jika
setiap individu mengurangi keserakahan yang mereka miliki sehingga mereka bisa
mengurangi konsumsi atas sumber daya di dunia ini. Ketika mereka menggunakan
jatah yang lebih besar daripada jatah mereka yang seharusnya, akan
ada orang yang dikorbankan karena jatah mereka menjadi berkurang.
Namun, yang seringkali dipersalahkan
adalah orang miskin. Mereka dianggap bertanggung jawab penuh atas kemiskinan
mereka. Atau ada pendapat lain yang menyatakan bahwa "takdir" yang
menyebabkan mereka menjadi miskin. Jadi, tidak perlu ada tindakan untuk
memerangi kemiskinan. Perhatikan ungkapan dari Gustavo Gutierrez di bawah ini.
"Tetapi, orang miskin tidak
ada karena takdir mereka, kehadiran mereka tidak bisa dilepaskan dari
kenetralan politik. Orang miskin merupakan produk dari sistem di mana kita
hidup dan yang seharusnya menuntut tanggung jawab kita. Orang miskin
dipinggirkan di dalam dunia sosial dan budaya kita. Mereka ditekan,
dieksptoitasi, ditipu, dan ditelanjangi sebagai manusia. Kemiskinan tidak
menjadi seruan untuk tindakan yang murah hati untuk melepaskannya, malahan
menjadi kebutuhan untuk terbentuknya tingkatan sosiat yang berbeda. (Gustavo
Gutierrez)
Kemiskinan
seharusnya menyadarkan setiap umat manusia untuk bertindak sesuatu guna menghilangkan
(setidaknya mengurangi) kemiskinan di muka bumi ini.. Oleh karena adanya
keserakahan, orang lain hanyalah dianggap sebagai pelengkap penderita bagi
tercapainya keinginan mereka.
Masyarakat
terlihat enggan untuk melakukan sesuatu guna mengatasi kemiskinan karena
seringkali untuk itu mereka harus banyak melakukan perubahan di dalam hidup
mereka. Daripada harus melakukan perubahan, mereka lebih suka untuk menganggap
orang miskin sebagai orang yang memiliki tingkatan sosial yang berbeda. Dengan
melakukan hal ini mereka tidak perlu melakukan perubahan apapun dalam hidup
mereka. Habis perkara. Oleh karena itu, banyak masyarakat yang lebih suka
melakukan hal ini daripada harus mengubah hidup mereka untuk bisa membuat
mayoritas masyarakat memiliki hidup yang lebih baik.
e. Keserakahan
Institusi
Selain
keserakahan manusia sebagai individu, manusia-manusia serakah yang membentuk
suatu institusi yang berusaha mendapatkan keuntungan yang sebesar mungkin juga
membawa kerusakan yang luar biasa. Perusahaan cenderung rela melakukan apapun
asalkan mereka bisa mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Kutipan
di bawah ini menyatakan betapa perusahaan secara umum terlihat lebih terampil
untuk mengorbankan apapun untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Pada
tahun 1930-an, konsumer relatif tetap di Amerika Serikat, dilengkapi dengan
kerangka kerja rohani dan rasionalisasi intelektual yang mengagungkan konsumsi
yang terus-menerus dan komoditas sebagai pemenuhan pribadi dan keinginan
ekonomi dan suatu moral yang sangat penting yang akan menghentikan kemiskinan
dan ketidakadilan~..Sejak waktu itu, institusi dari masyarakat kita, khususnya
perusahaan di Amerika, menjadi meningkat lebih terampil dengan menyembunyikan
konsekuensi negatif dari pola perilaku seperti ekploitasi tenaga kerja,
kerusakan lingkungan, kemiskinan dan meningkatkan ketidakadilan dan distribusi
kekayaan. Richard Robbins,
Global Problems and the Culture of Capitalism, (Allyn and Bacon, 1999)
Keserakahan
menyebabkan orang atau pun institusi mengorbankan apapun untuk mendapatkan
manfaat bagi diri mereka sendiri. Keserakahan inilah yang menyebabkan keadaan
masyarakat dan dunia menjadi semakin buruk.
f. Bagaimana membuat negara miskin tetap menjadi miskin?
Untuk membuat negara miskin tetap miskin,
distribusi sumber daya dunia yang tidak sama harus tetap dipertahankan dan
ditingkatkan. Di bawali ini paling tidak ada 3 cara yang bisa dilakukan untuk
kepentingan ini.
g. Cash crops
Cash crops bisa diartikan sebagai
tanaman yang ditanam hanya untuk dijual dan bukannya untuk dikonsumsi.
Meskipun negara miskin jarang
kekurangan sumber daya pertanian, sumber daya ini seringkali digunakan bukan
untuk kepentingan mereka sendiri atau untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Sebagian besar tanah yang subur di negara berkembang digunakan untuk menanam
tanaman untuk diekspor. Mereka menanam kopi, teh, kapas, gula, dsb.nya yang
nantinya akan dijual demi keuntungan industri. Petani dan pekerja yang
memproduksi tanaman ini hanya mempunyai sedikit (bahkan tidak mempunyai)
kontrol atas apa yang mereka tanam atau kepada siapa tanaman mereka nantinya
akan dijual. Mereka biasanya dibayar dengan sangat rendah sehingga seringkali
mereka tetap miskin. Bahkan penduduk di beberapa negara mi sampai
menderita kelaparan yang parah.
El
Salvador dan Costa Rica menanam tanaman untuk ekspor seperti pisang, kopi dan
gula pada Iebih dari 20% tanah pertanian mereka." (UN Food &
Agriculture Organitation).
Pada
saat masa kelaparan di Ethiopia tahun 1984 dan 1985. lnggris mengimpor 15
million biji-bijian untuk makanan ternak dari Ethiopia. Meskipun biji-bijian
tersebut tidak bisa dimakan, tanaman tersebut ditanam di tanah yang subur.
Tanah subur ini dipilih untuk digunakan menanam tumbuhan yang digunakan untuk
menghasilkan makanan ternak daripada untuk menanam tumbuhan yang bisa dimakan
penduduk Ethiopia. (Vegetarian Society).
"Jika kita tidak memiliki kerajaan di negara dunia ketiga, maka kita tidak mendapatkan kopi sama sekali atau mendapatkan kopi dengan harga yang sangat mahal. Kita mendapatkan kopi secara melimpah karena banyak area di dunia ketiga yang digunakan untuk menanam kopi bagi kita ketika seharusnya mereka menggunakan tanah tersebut menanam tanaman untuk memberi makan penduduk lokal." Ted Thainei; Developed to death (Green Print 1989).
Negara
miskin dipaksa untuk menggunakan tanah mereka guna menanam tanaman yang hanya
akan menguntungkan negara maju. Akibatnya,
mereka menjadi sangat tergantung kepada negara maju. Tawaran uang menyebabkan
pemerintah negara miskin tidak terlalu memerhatikan rakyat mereka. Mereka hanya
memikirkan keuntungan yang sudah ada di depan mata mereka.
h. Perdagangan
yang tidak adil
Cara lain yang bisa dilakukan oleh
negara kaya adalah dengan cara mempraktikkan perdagangan yang tidak adil
terhadap negara miskin. Dengan demikian, mereka akan mengambil keuntungan
terbesar dari transaksi perdagangan yang mereka lakukan dengan negara miskin.
Perdagangan
global dikontrol oleh negara kaya, melalui pasar komoditas, bursa
saham, perjanjian perdagangan internasional, tarif dan kuota. Negara-negara
miskin, dibiarkan sendiri sehingga tidak memiliki daya ungkit untuk memengaruhi
sistem ini demi keuntungan mereka. Negara kaya menjadikan negara miskin sebagai
perahan hanya untuk keuntungan pribadi mereka. Langkah mi cukup berhasil untuk membuat negara
miskin tetap miskin.
Pilihan
yang diberikan kepada mereka seringkali tidak praktis, semua sistem sosial
berganfung pada impor teknologi dunia barat, yang tidak bisa dikerjakan oleh
negara miskin karena mereka tidak memiliki infrastruktur industri bagi diri
mereka sendiri, karena mereka telah dibuat menjadi tetap miskin oleh
perdagangan yang tidak adil. Jika
mereka tidak menuruti keinginan negara kaya, mereka akan diboikot dan
mendapatkan tekanan internasional yang berat. Bagaimana negara miskin bisa
menghasilkan produk sendiri yang bisa dikerjakan dalam semalam di negara kaya?
Jika bisa dihasilkan dalam semalam pun, bagaimana mereka bisa terhindar dari
tekanan dunia internasional?
Semua
ini menyebabkan negara miskin akan tetap kesulitan mengejar negara kaya, bahkan
mereka akan menjadi semakin miskin sehingga tidak akan mungkin lagi mengejar
negara kaya tersebut.
i. Utang
Cara
lainnya untuk membuat negara miskin tetap miskin adalah dengan cara membuat
mereka terikat dengan utang yang tidak mungkin mereka bayar. Dengan demikian,
mereka akan terus berada di bawah "keinginaan" negara kaya.
Utang merupakan masalah negara
berkembang, yang didorong dengan antusias dan tidak bertanggung jawab selama
tahun 1970-an oleh negara maju. Suku bunga naik secara tajam, akibatnya
negara-negara ini harus membayar bunga yang nilainya lebih besar daripada
pinjaman awal mereka.
Hal ini
diperparah dengan fakta bahwa sedikit sekali dari uang ini yang bisa mencapai
orang miskin. Parahnya, orang miskin juga harus ikut membayar utang tersebut.
Negara yang tidak bisa membayar utang mereka akan dipaksa oleh negara yang
memberikan utang untuk mengikuti kemauan mereka yang seringkali memberikan
program yang hanya menguntungkan negara pemberi utang. Biasanya mereka akan
meminta negara pemilik utang untuk "mengetatkan ikat pinggang" dan
memotong program sosial seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, subsidi
makanan yang akan membawa dampak luar biasa buruk bagi orang miskin. Hal ini
membuat mereka memaksa negara yang memiliki utang untuk lebih banyak melakukan
yang diperintahkan oleh mereka yang berkaitan dengan penggunaan tanah dan
pengurangan proteksi.
Dalam tahun
1993, setiap $1 yang diberikan sebagai bantuan oleh negara kaya, akan
menghasilkan $3 sebagai pembayaran utang.
Dengan adanya
utang ini, negara miskin akan tetap berada di bawah negara maju. Mereka akan
tetap diatur oleh negara maju yang akan "memaksa" mereka melakukan
sesuatu yang hanya menguntungkan negara maju saja. Oleh karena itu, negara
miskin akan tetap menjadi miskin.
j. Dampak lingkungan konsumerisme
Semakin banyak kita mengonsumsi,
semakin kita menjadi bahagia, atau kita pikir kita menjadi semakin bahagia.
Namun bagi bumi, ini merupakan bencana. (George Monbiot)
Salah satu dampak nyata dari konsumerisme adalah kerusakan yang pasti terjadi
pada lingkungan. Di bawah ini adalah beberapa bukti kerusakan yang terjadi pada
lingkungan hidup akibat dampak konsumerisme.
k. Pemanfaatan
tanah untuk proses produksi
Dampak
konsumerisme bagi kondisi tanah tidak bisa diremehkan. Untuk bisa memproduksi
barang-barang tentu saja diperlukan lokasi fisik. Masalahnya adalah lokasi
fisik yang ada di muka bumi ini sangat terbatas, sebaliknya barang yang ingin
diproduksi relatif tidak terbatas. Oleh karena itu, bumi akan semakin menderita
karena dimanfaatkan secara terus-menerus.
William Rees, seorang perencana
kota dan the University of British Columbia, memperkirakan bahwa
dibutuhkan tanah seluas 4 sampai 6 hektar untuk mempertahankan tingkat konsumsi
rata-rata setiap orang pada negara yang memiliki konsumsi tinggi. Masalahnya
adalah hanya ada 1.7 hektar tanah produktif untuk setiap orang di tahun 1990.
Oleh karena itu, orang lain harus membayar untuk tingkat konsumsi tinggi yang
dimiliki oleh seseorang.
Dampak dari produksi yang berlebihan ini menyebabkan tanah benar-benar dieksplorasi secara berlebihan sehingga di beberapa tempat terjadi kerusakan yang tidak bisa dipulihkan lagi. Setelah terjadi kerusakan di suatu wilayah, biasanya perusahaan akan berpindah ke tempat lain dan membiarkan tanah yang rusak menjadi tetap rusak. Mereka sebenarnya tidak ingin mclakukan hal ini. Namun, karena biaya untuk meremajakan tanah sangat mahal, memindahkan tempat usaha adalah solusi yang murah untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi.
Dalam buku yang berjudul, Global
Problems and the Culture of Capitalism (Allyn and Bacon, 1999), Richard
Robins menjelaskan bahwa memproduksi barang-barang secara berlebihan, pasti
akan membawa berdampak pada kerusakan lingkungan.
Barang-barang konsumsi memang
merupakan fungsi dari budaya kita. Hanya dengan memproduksi dan menjual barang
dan jasa, kapitalisme dalam bentuknya saat ini bekerja. Semakin banyak barang
diproduksi dan semakin banyak barang dibeli maka ekonomi kita akan menjadi
semakin maju dan semakin makmur. Satu indikator tunggal pengukur perkembangan
ekonomi adalah pendapatan nasional bruto (PDB) yaitu jumlah total dari
barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh masyarakat pada tahun
tertentu. Indikator ini mengukur sukses dari masyarakat di dalam mengonsumsi.
Namun,
produksi, proses dan konsumsi dari komoditi ini memerlukan pengambilan dan
penggunaan sumber daya alam (kayu, bahan bakar minyak, air, dsb). Ini semua
memerlukan pabrik yang di dalam pengoperasiannya menghasilkan racun. Di dalam
penggunaan komoditas tersebut (misalkan saja mobil) akan menciptakan polusi dan
sisa pembuangan. Dari tiga faktor yang bertanggung jawab terhadap polusi yaitu
populasi, teknologi, dan konsumsi, konsumsi yang terlihat mendapatkan perhatian
yang paling sedikit. Salah satu alasan mengapa hal ini terjadi dan merupakan
penyebab yang paling sulit diubah adalah pola konsumsi sudah menjadi bagian di
dalarn hidup kita sehingga untuk mengubahnya diperlukan perubahan budaya yang besar
dan tentu saja perubahan ekonomis yang besar juga. Turunnya permintaan akan
produk akan membawa resesi ekonomi atau bahkan depresi, yang juga akan diikuti
dengan banyaknya pengangguran.
Jika
tidak dihadapi dengan serius, beberapa tahun ke depan keadaan bumi akan menjadi
sangat parah. Akibatnya, bumi menjadi tempat yang semakin lama semakin tidak
nyaman. Kemungkinan besar hanya beberapa bagian di muka bumi ini yang bisa
dijadikan tempat tinggal oleh beberapa generasi yang akan datang.
l. Penggunaan energi
secara sia-sia
Selain
pemanfaatan tanah, konsumerisme juga banyak menghabiskan energi yang seharusnya
bisa digunakan untuk proses yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.
Konsumerisme
menyebabkan penggunaan energi dan material yang sia-sia jauh melebihi daripada
yang dibutuhkan untuk hidup sehari-hari dalam tingkat nyaman. Uang bukanlah satu-satunya cara untuk mengukur
harga suatu barang. Ketika seseorang menambahkan semua bahan baku dan energi dalam barang-barang dan
jasa-jasa yang mereka gunakan selama hidup mereka, kerusakan lingkungan yang
mereka timbulkan akan sangat mengejutkan.8
Energi yang
seharusnya dilihat sebagai sumber daya yang terbatas, dipergunakan semaksimal
mungkin dengan tujuan utama untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar mungkin. Akibatnya, sumber energi yang
terbatas ini bisa saja tidak akan dmikmati oleh beberapa generasi ke depan.
Selain itu,
energi yang seharusnya digunakan untuk membuat umat manusia memiliki hidup yang
lebih baik di dunia ini digunakan semaksimal mungkin hanya untuk memberikan
keuntungan yang sebesar-besarnya untuk sekelompok kecil orang saja.
m. Sampah dan
polusi
Konsumen
pribadi dan industri di Amerika Serikat membuang aluminium yang cukup untuk
membangun pesawat terbang komersial setiap 3 bulan: besi dan baja yang cukup
untuk bahan baku semua industri otomotif; cukup kaca untuk memenuhi New York's
World Trade Center setiap 2 minggu. (Environmental Defense Fund
advertisement, 1990)
Di Amerika Serikat, kayu dan
kertas yang dibuang setiap tahunnya cukup untuk membayar pajak untuk 5 juta
rumah selama 200 tahun. (Ruth Leger Sivard, World Military & Social
Expenditure, World Prionties Inc, 1991)
Dampak lain konsumerisme adalah banyaknya sampah dan polusi yang diberikan kepada bumi ini. Salah satu contoh dari banyaknya sampah di Amerika adalah fakta yang menyatakan bahwa 200 milyar kaleng, botol, karton plastik, dan gelas kertas dibuang setiap tahunnya di negara maju. Seringkali, perusahaan tidak menangam sampah dan polusi yang dihasilkan dari pabrik mereka.
Salah satu temuan baru adalah
barang "sekali pakai". Secara teori barang ini memiliki banyak
kegunaan karena kepraktisan yang ditawarkannya. Namun, produk ini juga punya
beberapa kelemahan. Daripada terkompetisi di dalam kualitas atau keandalan, produk
dibuat hanya untuk sekali pakai. "Menyenangkan" adalah kata yang
sering dipakai untuk menggantikan istilah nilai yang terkandung di dalam
produk, yakni ketahanan dan konsekuensi lingkungan dari pembuatan dan
pembuangan produk ini.
Apakah
mengganti produk lama dengan produk baru yang lebih produktif dan lebili hemat
energi bisa menyelesaikan masalah energi? Tentu saja jawaban dari pertanyaan mi
adalah "TIDAK SELALU!". Seringkali, mengganti barang yang lama akan
membuat investasi yang sudah dikeluarkan menjadi berkurang atau bahkan hilang.
Kehilangan ini saja akan membuat penghematan energi dari pembelian peralatan
yang baru itu menjadi sia-sia.
Pendukung
kebudayaan konsumerisme menawarkan pertumbuhan ekonomi sebagai jawaban dari
masalah kemiskinan di dunia. Mereka menyatakan bahwa negara miskin dan
masyarakatnya dapat mencapai standar hidup yang sama tingginya dengan standar
hidup di negara maju melalui program "penciptaan kekayaan". Pendapat
ini adalah pendapat yang salah karena mereka mengabaikan beberapa fakta yang
sederhana.
Dunia
ini dipenuhi dengan polusi yang diciptakan oleh orang yang memiliki kekayaan.
Menciptakan produk yang dibutuhkan untuk gaya hidup penganut konsumerisme,
mengirimkan produk ini, dan beberapa aktivitas lainnya yang berkaitan dengan
produk akan membawa dampak pada kerusakan lingkungan.
Amerika
Serikat yang memiliki populasi sebanyak 6% dari populasi dunia menggunakan 20%
energi yang ada di dunia. Sebanyak 20% orang terkaya di dunia bertanggung jawab
terhadap lebih daripada 90% kerusakan ozon yang bisa membuat bumi menjadi
semakin cepat hancur.
Banyak perhatian sebenarnya sudah
diberikan untuk mengatasi masalah lingkungan hidup ini melalui beberapa Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) untuk memberikan tekanan kepada industri.
Namun,
semua solusi ini didasarkan pada anggapan bahwa aktivitas industri dan ekonomi
di negara miskin (yang besarnya 80% dari total penduduk dunia) akan tetap
rendah sehingga tidak akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Di dalam
memberikan solusi ini mereka mengabaikan adanya kemungkinan bahwa mayoritas
penduduk dunia bisa mencapai standar kehidupan yang sama dengan di negara maju
(yang sebenarnya merupakan hak mereka). Jika hal ini terjadi, polusi di dunia
ini akan melonjak menjadi 4 kali lipat.
Dengan
menggunakan teknologi yang ada, tingkat polusi memang bisa ditahan sampai
tingkatan yang dikehendaki. Hal ini bisa membuat masyarakat yang menganut paham
konsumerisme ini bisa bertahan sedikit lebih lama. Namun, tidak ada teknologi
yang akan mampu mencegah terjadinya kerusakan lingkungan jika mayoritas
penduduk dunia memiliki standar gaya hidup yang tinggi.
Contoh
sederhana mengenai penggunaan mobil akan menjelaskan topik ini. Kurang dari
seperdelapan penduduk dewasa di dunia ini yang memiliki mobil. Sekitar 450 juta
mobil yang ada saat ini bertanggung jawab terhadap 13% emisi pembuangan karbon
dari pembakaran bahan bakar minyak. Jika setiap orang dewasa atau keluarga di
dunia ini memiliki mobil, tingkat emisi akan bisa dijangkau oleh teknologi.
Memang beberapa tekonologi pembuat bahan bakar menjadi lebih efisien, akan
membuat polusi masih bisa dikendalikan. Namun, teknologi ini tidak akan banyak
membantu jika jumlah mobil terus berkembang menjadi semakin besar.
n.
Langkah-langkah yang merusak hutan tropis
Konsumerisme
juga bisa merusak keberadaan hutan tropis. Negara miskin biasanya rela
mengorbankan hutan tropis asalkan mereka mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya. Oleh karena itu, negara miskin biasanya tidak
"sayang" mengorbankan hutan tropik mereka asalkan mereka mendapatkan
keuntungan yang besar. Mereka tidak peduli dampak luar biasa buruk bagi
generasi sesudah mereka dengan rusaknya hujan tropis ini.
Ketika
melihat kasus perusakan hutan di Amerika Tengah, yang diteliti oleh John
Vandermeer dan Ivette Perfecto, dalam buku Breakfast of Biodiversity: The
Truth About Rain Forest Destruction, (Food First, 1995), ada suatu pola
yang biasanya terjadi dalam perusakan hutan tropis seperti yang terjadi berikut
ini:
1. Kapitalis
yang memiliki visi mengidentifikasi kesempatan ekonomi untuk memperluas market
untuk produk yang berhubungan dengan tanaman.
2. Mereka
membeli (atau mencuri atau menyuap pemerintah) sebidang lahan yang bisa
meliputi hutan alam yang harus ditebang.
3. Mereka
mengimpor pekerja untuk menghasilkan produk.
4. Ketika
masa jaya produk tersebut menurun, mereka akan segera memecat beberapa (bahkan
mungkin semua) pekerja tersebut.
5. Pemecatan ini akan membuat para pekerja ini harus betjuang untuk
bisa bertahan hidup.
6. Satu-satunya tempat untuk mereka bisa bertahan adalah menemukan
tanah yang membuat mereka tidak bisa diusir, yaitu hutan. Akibatnya, akan ada
semakin banyak hutan yang diubah menjadi lahan pertanian.
Melihat
langkah-langkah ini, hutan tropis akan banyak yang hancur jika tindakan aktif
untuk melindunginya tidak segera dilaksanakan.
Kesimpulan
Konsumerisme
ternyata tidak hanya mendatangkan dampak buruk bagi individu, tetapi juga bagi
masyarakat dan dunia.
Paling
tidak ada tiga hal buruk yang bisa ditimbulkan akibat adanya konsumerisme bagi
masyarakat dan dunia, yaitu:
• Pelayanan
publik akan menurun.
• Kemiskinan
akan tetap ada.
• Lingkungan
akan menjadi rusak.
Catatan
Akhir
1. I
/www.globalissues.org/TradeRelated/Consumption/aspI /volunteemow.ca/
take~action/issues_consumerism.htm ~ 1998/en/pdf/'Iwww.enough.org.uk/enougho3.htm
enough
2. http:/
/www.globalissues.org/TradeRelatedlConsumption.asp
http://www.enough.org.uk~enoughO2.htm
7 http:/
/www.globalissues.org/TradeRelated/Consumption/ Effects.asp
8. ttp:/
/www.verdant.net/society.htm
D. Keluar dari konsumerisme
1. Konsumerisme adalah musuh
2. Menata kembali nilai-nilai
kehidupan
3. Meinbentengi diri dari iklan
4. Membedakan antara keinginan dan
kebutuhan
5. Menangani barang-barang dengan
bijak
6. Menerapkan prinsip-prinsip
rohani
1. Konsumerisme adalah musuh
Musuh yang paling sulit dikalahkan
adalah musuh yang tidak disadari keberadaannya.
Ketika masyarakat tidak menyadari
bahwa mereka haruslah melawan musuh yang ingin menghancurkan mereka, mereka
tidak akan melakukan persiapan apapun untuk mengalahkan musuh tersebut. Bahkan,
mereka mungkin akan memperlakukan musuh tersebut sebagai bagian dari diri
mereka sehingga mereka tidak mau membuang musuh tersebut dari dalam diri
mereka. Akibatnya, musuh tersebut dengan leluasa menghancurkan diri mereka.
Sebaliknya, masyarakat masih
mungkin memperoleh kemenangan jika mereka menyadari musuh yang harus mereka
hadapi. Melawan musuh yang sangat kuat sekalipun, mereka masih bisa memiliki
peluang untuk menang. Masalahnya
hanyalah tergantung dari pemilihan strategi yang paling tepat untuk mengalahkan
musuh tersebut.
Jika mereka merasa tidak
mampu untuk menghadapi musuh itu sendirian, mereka bisa meminta bantuan orang
lain untuk mengalahkan musuh tersebut. Mereka bisa membangun perlindungan yang kuat di dalam hidup mereka
sehingga ketika mereka tidak bisa mengalahkan musuh dengan mudah, musuh
tersebut juga tidak dapat mengalahkan mereka dengan mudah.
Oleh karena itu, langkah
pertama untuk bisa mengalahkan konsumerisme adalah menganggap konsumerisme
sebagai musuh yang harus dikalahkan. Masyarakat yang ingin terbebas dari
konsumerisme harus memandang bahwa salah satu tujuan utama di dalam hidup
mereka adalah mengalahkan konsumerisme.
Ketika mereka tidak
menganggap konsumerisme sebagai musuh yang harus dikalahkan, mereka akan merasa
bahwa tidak ada masalah di dalam diri mereka ketika mereka terlibat sangat
dalam dengan konsumerisme. Mereka merasa bahwa hidup mereka sudah berjalan
dengan baik dan tidak perlu melakukan perubahan apapun di dalam hidup mereka.
Mereka tidak melakukan apa pun walaupun sebenarnya hidup mereka sedang
dihancurkan oleh konsumerisme. Mereka akan dengan sukarela dikalahkan dan
dihancurkan tanpa merasa sudah dikalahkan. Mereka menganggap diri mereka tetap
sebagai pemenang walaupun sebenarnya hidup mereka sudah dikalahkan oleh
konsumerisme.
a. Menjadi malu jika dikategorikan sebagai
"shopping addiction".
Banyak orang yang menjadi
malu jika mereka ketahuan orang lain bahwa mereka kecanduan pornografi. Kita
juga menjadi malu jika kita ternyata telah berbuat kesalahan kepada orang lain.
Kita menjadi malu karena merasa telah "dikalahkan". Oleh karena itu,
kita biasanya akan melakukan segala cara yang kita bisa untuk mengalahkan
"musuh" yang bisa menyebabkan mereka menjadi malu.
Sayangnya, hal yang seperti
ini tidak terjadi pada musuh yang namanya shopping addiction (kecanduan
belanja). Kita sama sekali tidak merasa bahwa kecanduan belanja adalah sesuatu
yang memalukan, bahkan merasa bangga jika orang menganggap kita kecanduan
berbelanja. Padahal, kecanduan belanja sebenarnya memiliki dampak yang sama
buruknya dengan pornogradi ataupun kecanduan narkoba
Perhatikan potongan artikel
di bawah ini yang menjelaskan mengenai shopping addiction (kecanduan
berbelanja).
Shopping Addiction
Pada 3 May 2003, BBC mengudarakan acara dokumentar yang berjudul
Spend Spend Spend" (~Belanjakan Belanjakan Belanjakan") yang salah
satunya membahas mengenal kecanduan belanja (shopping addiction).
Di lnggris, 1 juta orang adalah berpikir bahwa mereka mempunyai kecanduan
belanja (shopping addiction) yang serius. Di U.S. ada 5 juta yang mengalami
kecanduan ini.
Dr. Lorrin Quran, profesor
psikiatri pada Stanford Universy menyatakan, "Anda dipaksa untuk membeli
dan Anda dipaksa untuk menggambarkan diri Anda dengan apa yang Anda punyai dan
apa yang dapat Anda beli.... maka
saya berpikir sebagian orang menjadi lebih lemah dalam hal ini, dibanding
dengan orang lainnya".
"Tidak hanya individu yang
memiliki kecanduan untuk berbelanja, tetapi ekonomi kita juga mengalaminya. Personal spending (pembelanjaan pribadi) sekarang
memainkan peran yang semakin besar dalam rangka memelihara ekonomi yang modern
supaya tetap berputar. Dan ketika hal buruk mulai terjadi, tidak ada obat ampuh
untuk bisa rnenyembuhkannya. Pemerintah bersandar pada konsumen untuk menguras
hidup mereka.
Ada suatu ketakutan yang sangat
riil bahwa September 11, 2001 akan menyebabkan pembelanja kehilangan
kepercayaan diri dan mengakibatkan dunia masuk ke dalam resesi. "Tetap membelanjakan"
menjadi permohonan pemerintah untuk rakyat mereka. Tayangan ini menunjukkan
walikota New York , Guliani yang menghimbau orang-orang untuk
tetap membelanjakan uang mereka, tidak lama sesudah 11 September, dalam rangka
membantu ekonomi. Oleh karena itu, belanja merupakan suatu patriotisme yang
baru. Memelihara orang-orang untuk tetap membelanjakan uang mereka telah
menjadi prioritas ekonomi yang utama.
Demildan banyak orang
yang bisa dikategorikan sebagai orang yang kecanduan untuk berbelanja.
Bahkan, beberapa politikus juga
menyarankan masyarakat untuk candu berbelanja sehingga ekonomi tidak akan
menjadi hancur. Hal ini
menyebabkan hanya sedikit urang yang menyadari bahwa mereka seharusnya
menghancurkan kecanduan berbelanja yang mereka miliki. Mereka merasa hidup yang
normal di dunia ini adalah hidup untuk mengumpulkan barang-barang materi. Tanpa
adanya kesadaran bahwa mereka harus mengalahkan konsumerisme, mereka tidak akan
pernah bisa kalah terhadap konsumerisme.
b.
Hindari belanja sebagai sebuah rekreasi.
Salah satu alternafif untuk mengalahkan konsumerisme adalah menghindari anggapan belanja sebagai suatu rekreasi. Banyak masyarakat yang menganggap pergi ke mal, plaza, dan pusat perbelanjaan sebagai suatu rekreasi. Akibatnya, mereka akan sangat mudah tergoda untuk membeli barang-barang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di Amerika yang menyatakan baliwa sekitar 75% orang yang pergi ke mal mempunyai tujuan hanya untuk melihat-lihat produk dan bukannya untuk membeli sesuatu.
Ketika kepada pembelanja di mal di
seluruh Amerika ditanyai alasan utama mereka pergi ke mal, hanya 25% yang
menyatakan bahwa mereka mencari suatu barang yang spesifik." (Marshall
Glickman)
Bahkan dari penelitian tersebut
juga diketahui bahwa waktu yang digunakan untuk belanja bagi kebanyakan orang
Amerika 9 kali lipat dari waktu yang digunakan untuk bermain dengan anak-anak
mereka.
Institusi, pembantu yang digaji,
dan hiburan sekarang menggantikan apa yang dahulu mempakan kewajiban bagi
anggota keluarga, seperti perawatan anak atau merawat orang tua yang sakit.
Orang Amerika rata-rata menghabiskan waktu 9 kali lebih banyak untuk berbelanja
daripada bermain dengan anak-anak."" (Marshall Glickman)
Jika hal ini terus berlanjut,
sebagian besar prioritas banyak masyarakat akan tertuju hanya kepada belanja
dan cara yang paling cepat untuk segera mengubah uang yang mereka miliki
menjadi barang. Hal ini akan menimbulkan banyak hal buruk yang terjadi di dalam
kehidupan suatu keluarga. Parahnya lagi, gaya hidup konsumerisme ini akan
dengan mudah diturunkan kepada anak-anak. Hal ini disebabkan karena anak-anak
akan dengan sangat mudah mengikuti apa yang dilakukan oleh orang tua mereka.
Oleh karena itu, masyarakat
seharusnya menyadan bahwa konsumerisme adalah musuh yang harus mereka lawan dan
kalahkan. Melawan musuh yang bernama konsumerisme ini memang sama sekali bukan
merupakan suatu yang mudah. Namun, mereka harus berjuang untuk mengalahkan
konsumerisme ini sehingga mereka bisa memiliki hidup yang lebih mudah dan penuh
dengan damai sejahtera.
Kesimpulan
Kita seharusnya bisa menyadari
bahwa ada yang lebih bagus dan menantang di dalam hidup kita selain daripada
membeli barang-barang yang ditawarkan oleh konsumerisme.
Mengorbankan konsumerisme bukanlah
merupakan suatu kerugian, tetapi justru akan mendatangkan keuntungan yang
sangat besar dalam hidup kita. Kesadaran ini akan bisa menyebabkan kita
"rela" mengalahkan konsumerisme. Ada hidup yang jauh lebih indah
daripada hanya sekadar mengumpulkan barang.
Kita harus merasa "malu"
jika kita hanya menghabiskan waktu, uang, dan tenaga yang kita miliki hanya
untuk mengejar benda-benda.
Konsumerisme tidak bisa disangkal
lagi memang bisa membawa kenyamanan fisik dan berbagai kemudahan. Walaupun
hanya sementara, tetapi tawaran untuk bisa mendapatkan semua kenyamanan dan
kemudahan ini menyebabkan banyak orang tidak bisa mengalahkan konsumerisme.
Jadi, jika orang menyatakan bahwa
konsumerisme telah memaksa mereka, pernyataan mereka salah sama sekali. Kita
sebenarnya lebih memilih untuk mengasihi konsumerisme. Kita secara aktif
memilih untuk hidup dengan konsumerisme. Akibatnya, kita harus menganggap
konsumerisme sebagai musuh sebelum kita bisa terbebas dari konsumerisme.
Catatan Akhir
1 "The Mindful Money Guide" oleh Marshall Glickman hal
155
2"The Mindful Money Guide" oleh
Marshall Glickinan hal 145
2. Menata kembali nilai-nilai kehidupan
Langkah berikutnya yang harus kita
ambil untuk bisa menang dari jeratan konsumerisme adalah dengan cara menata
kembali nilai-nilai kehidupan yang kita miliki. Cara hidup kita dipengaruhi
oleh nilai-nilai yang kita miliki. Oleh karena itu, untuk membuat hidup
kita berubah, kita harus menata kembali nilai-nilai yang kita miliki. Ketika
kita mengubah nilai yang kita miliki, gaya hidup kita akan berubah mengikuti
nilai-nilai yang baru tersebut.
Pasal ini akan dibagi menjadi tiga
bagian. Bagian pertama akan mengajak kita untuk melihat kembali cara kita
mengartikan kebahagiaan. Setelah itu, akan dibahas mengenai empat nilai
kehidupan yang harus ditata ulang diikuti dengan lima nilai rohani yang juga
harus ditata ulang untuk bisa membuat kita terlepas dari belenggu konsumerisme.
a. Mendefinisi ulang konsep kebahagiaan
Manusia cenderung untuk mencari
kebahagiaan. Semua sumber daya yang kita miliki akan kita gunakan untuk
mendapatkan sesuatu yang kita pikir bisa mendatangkan kebahagiaan di dalam
hidup kita. Oleh karena itu, hidup seseorang akan ditentukan oleh bagaimana
mereka mengartikan kebahagiaan di dalam hidup mereka.
Untuk bisa mengubah gaya hidup
konsumerisme yang kita miliki, kita harus mengubah definisi dari kebahagiaan
yang dibawa oleh konsumerisme. Kebahagiaan didefinisikan oleh konsumerisme
sebagai memiliki banyak benda dan bisa membeli semua benda yang kita inginkan.
b. Pandangan yang salah
mengenai kebahagiaan
Paling tidak ada tiga pandangan
salah mengenai konsep kebahagiaan yang kita miliki, yaitu
(i.)
bila memiliki benda-benda,
(ii.) bila
memiliki benda-benda yang "lebih" daripada sesamanya, dan
(iii.) bila
mendapatkan apapun yang diinginkan, serta
(iv.) hidup
berfoya-foya.
(i.)
Kebahagiaan bila memiliki benda-benda
Konsumerisme membuat memiliki
benda-benda menjadi tujuan yang ingin dicapai. Bahkan, benda-benda dianggap
sebagai sarana untuk menjelaskan keberadaannya (mengapa dia hidup di dunia
ini). Benda-benda tersebut juga dianggap sebagai cara untuk melihat dirinya
sendiri dalam cara yang berbeda, dengan memiliki benda-benda itu menjadi tujuan
utama yang ingin dicapai.
Konsumerisme menyebabkan
pembicaraan yang kita lakukan seringkali hanya seputar benda-benda dan bukan
menunjukkan kualitas pribadi si pembicara. Di bawah ini adalah contoh pola
pembicaraan yang dimiliki oleh masyarakat:
"Saya terbiasa
menggunakan..
"Teman saya memiliki
...."
"Kemarin malam saya
makan...
"Apakah Anda pernah
mendengar keluaran terbaru dari ....
"Bagaimana mengenai
mobil keluaran terbaru..."
"Lihat apa yang baru
saya beli...."
Kata-kata di atas menunjukkan
kata-kata yang kosong, yang penuh dengan keinginan untuk mengejar benda-benda.
Konsumerisme juga membuat kita
menjadi sangat dipengaruhi oleh benda-benda yang kita miliki. Cara mereka
bersikap ditentukan oleh benda-benda tersebut. Ketika kita membawa mobil yang
mewah, kita harus bersikap sesuai dengan "harga" mobil tersebut. Kita
hanya bisa berkomunikasi ketika kita membawa barang-barang, kita menunjukkan
emosi dan hubungan kita melalui benda-benda.
Kita selaku berpikir bahwa dengan
membeli benda-benda, kita sudah berbuat baik kepada diri kita sendiri. Bahkan,
semua orang akan memberi sanjungan kepada orang yang membeli benda-benda untuk
diri mereka sendiri. Sekali lagi, kita berpikir bahwa berbuat baik yang akan
mendatangkan kebahagiaan kepada diri kita adalah mendapatkan barang-barang yang
kita miliki.
(ii.) Bahagia bila memiliki benda yang lebih daripada
sesama
Salah satu definisi kebahagiaan
yang salah adalah "memiliki benda yang lebih daripada yang dimiliki
sesama". Di bawah ini adalah kutipan dari buku The Psychology of Happiness
yang menyoroti definisi salah dari kebahagiaan.
"Semua hubungan yang ada
antara kebahagiaan dan pendapatan adalah sesuatu yang relatif. Kebahagiaan yang
didapat dari konsumsi hanya didasarkan pada apakah mereka lebih banyak
mengkonsumsi lebih daripada sesama mereka, dan lebih banyak daripada yang
mereka lakukan sebelumnya." (Michael Argyle, The psychology of happiness)
Orang yang memiliki definisi
kebahagiaan seperti ini tidak akan pernah mencapai kebahagiaan di dalam hidup
mereka karena mereka akan senantiasa membuat perbandingan dengan orang lain.
Perbandingan yang seperti ini
seolah-olah akan membawa mereka pada suatu perlombaan yang sangat melelahkan
yang tidak akan pernah selesai.
(iii.) Bahagia bila mendapatkan apa pun yang
diinginkan
Banyak orang yang merasa bahwa
kebahagiaan mereka ditentukan oleh kemampuan mereka dalam mendapatkan apa yang
mereka inginkan. Mereka berpikir bahwa keadaan mereka yang tidak bahagia selama
ini disebabkan oleh banyaknya keinginan mereka yang belum bisa mereka dapatkan.
Mereka masih belum memiliki mobil oleh karena itu mereka menganggap bahwa
ketidakbahagiaan dalam hidup mereka karena tidak adanya mobil di dalam hidup
mereka.
Ketika mereka sudah memiliki mobil
dan ternyata belum bahagia juga, mereka merasa bahwa ada barang lain yang belum
mereka miliki. Hal ini terus berlanjut sehingga mereka tidak akan pernah
mendapatkan kebahagiaan di dalam hidup mereka. Ini adalah sesuatu yang
menggelikan, tetapi sering kita alami.
Cara pandang yang seperti ini
membuat banyak orang terlibat dalam konsumerisme. Oleh karena itu, orang yang
memiliki cara pandang yang seperti ini seharusnya mulai mengubahnya.
Untuk mengubah cara pandang ini,
satu pernyataan yang layak untuk direnungkan adalah sebagai berikut.
Harus ada kehidupan Iainnya
dibandingkan hanya memiliki sesuatu! (Maurice Sendak)
Ketika hidup cuma diartikan dengan
memiliki sesuatu, orang akan berusaha sekuat tenaga untuk memiliki benda
sebanyak mungkin. Padahal kenyataannya ada demikian banyak hidup yang lebih
berarti daripada hanya sekadar mengumpulkan barang-barang.
Mereka boleh saja melakukan segala
sesuatu untuk mendapatkan benda-benda yang mereka inginkan. Seandainya mereka
berhasil sekalipun, paling besar yang bisa mereka dapatkan adalah memperoleh
seluruh dunia ini. Akankah mereka menjadi bahagia setelah mendapatkan seluruh
bumi ini? Apakah tindakan mendapatkan seluruh bumi ini mendatangkan arti?
Ternyata mendapat seluruh bumi ini
tidak akan berarti apa-apa jika pada akhirnya mereka akan kehilangan nyawanya.
Sayangnya, banyak orang yang tidak mengetahui kebenaran ini. Mereka menghabiskan
semua sumber daya yang mereka miliki untuk mencoba mendapatkan "seluruh
dunia" sehingga mereka lupa untuk melakukan aktivitas yang bisa
menyelamatkan nyawa mereka. Mereka lupa memberikan waktu untuk sang Pencipta
yang memiliki kuasa untuk menyelamatkan nyawa mereka.
Oleh karena itu, pandangan yang
seperti ini membuat orang terjerat dalam konsumerisme. Akibatnya, mereka lupa
ada banyak hal lain yang bisa dilakukan kecuali mengejar keinginan mereka yang
ujung-ujungnya adalah untuk mendapatkan uang.
Konsumerisme membuat kebahagiaan
dan keberartian hidup dari benda-benda yang mereka miliki. Oleh karena itu,
untuk bisa keluar dari konsumerisme mereka harus mengubah definisi kebahagiaan
yang mereka miliki. Ketika mereka berhasil mengubah definisi kebahagiaan yang
mereka yakini, mereka dengan sendirinya akan mengubah tindakan mereka.
(iv.) Kebahagiaan bila
bisa berfoya-foya
Mendapatkan kebahagiaan dengan
berfoya-foya memang merupakan keinginan para produsen terhadap sebanyak mungkin
masyarakat, agar produsen mendapat keuntungan besar.
(V.) Hati-hati ketika
mengadakan pesta
Kalan begitu, apakah tidak boleh
mengadakan pesta? Tentu saja mengadakan pesta diperbolehkan, namun pesta
tersebut harus tidak bertentangan dengan firman Tuhan.
Pandangan yang salah mengenai
kebahagiaan menyebabkan orang banyak terlibat dalam pengejaran harta yang akan
mereka gunakan untuk membeli barang-barang. Padahal tidak ada hubungan langsung
antara kehidupan keuangan seseorang dan harta yang mereka miliki. Perhatikan
dua kutipan di bawah ini yang menjelaskan hubungan antara banyaknya uang dan
kebahagiaan.
Tingkatan dari status sosial
ekonomi seseorang tidak cukup membawa pengaruh pada "rasa bahagia"
dan tidak membawa pengaruh pada "kepuasan hidup secara keseluruhan"
Ahli Psikologi, Jonathan
Freedman menemukan bahwa tingkat kebahagiaan tidak berbeda jauh pada
orang-orang yang berada pada status ekonomi yang berbeda. Hanya orang yang
sangat miskin yang cenderung menjadi kurang bahagia jika dibandingkan dengan
status ekonomi lainnya.
Berbahagia karena mendapatkan
anugerah Tuhan
Salah satu penyebab utama
kebahagiaan yang dimiliki oleh masyarakat adalah mengetahui bahwa diri mereka
mendapatkan keselamatan dari Tuhan yang merupakan anugerah. Kesadaran akan adanya
anugerah dari Tuhan ini membuat hidup masyarakat menjadi istimewa dan berharga
sehingga mereka memiliki kebahagiaan dalam hidup mereka. Tanpa adanya kesadaran
ini, uinat Tuhan tidak akan pernah merasakan kebahagiaan sejati di dalam hidup
mereka.
Berbahagia karena memberikan sesuatu
kepada orang yang tidak bisa membalasnya
Kebahagiaan akan didapatkan oleh masyarakat
ketika mereka bisa memberikan apa yang mereka miliki kepada sesama mereka yang tidak
bisa membalas apapun kepada mereka. Dengan demikian, mereka sedang mengumpulkan
harta di sorga. Tindakan mengumpulkan harta di sorga ini akan mendatangkan
kebahagiaan di dalam hidup mereka.
Oleh karena itu, hati yang mau
memberikan apa yang dimiliki kepada Tuhan dan sesama adalah kunci untuk
mendapatkan kebahagiaan di dalam hidup.
Berbahagia karena menghormati
orang tua
Penyebab kebahagiaan yang lain
adalah rasa hormat terhadap orang tua. Tuhan menciptakan manusia untuk memiliki
rasa hormat terhadap orang tua mereka. Oleh karena itu, masyarakat yang berbahagia
adalah masyarakat yang menaruh hormat terhadap orang tua mereka.
Keluar dari kebutuhan akan
benda-benda dan mulai melihat penyebab kebahagiaan yang sejati seperti yang
dikatakan oleh firman Tuhan merupakan langkah awal untuk berkomunikasi dengan baik,
mulai memecahkan masalah nyata di dalam rumah masyarakat, komunitas, bangsa dan
dunia. Ini semua tidak bisa dilakukan ketika seseorang masih terikat dalam
konsumerisme.
Gaya hidup konsumerisme bisa
disebabkan karena adanya banyak pandangan yang salah mengenai kehidupan yang
dimiliki olah umat Tuhan. Di bawah ini adalah daftar pandangan yang salah yang membuat
konsumerisme tumbuh sangat subur. Pandangan yang salah ini bisa berasal dari
ikatan yang dilakukan dengan sangat gencar oleh produsen, tetapi juga bisa
timbul dari sifat alami manusia yang hanya mementingkan diri mereka sendiri.
Ada empat pandangan salah yang
secara umum dimiliki oleh masyarakat.
Pandangan 1: Menikmati hidup adalah
melakukan semua yang saya inginkan
Pandangan salah yang bisa
meningkatkan konsumerisme adalah setiap masyarakat baru bisa dikatakan
menikmati hidup ketika melakukan semua yang mereka inginkan.
Manusia memiliki kecenderungan
hanya untuk mencari kesenangan hidup mereka. Oleh karena itu, mereka
mengartikan "menikmati hidup" dengan mencari kesenangan hidup.
Akibatnya, mereka berpikir bahwa mereka baru menikmati hidup ketika mereka
sudah melakukan semua kesenangan hidup yang mereka inginkan.
Kesenangan hidup ini biasanya
melibatkan barang-barang dan jasa-jasa yang membutuhkan banyak uang. Untuk bisa
mendapatkan semua ini, mereka harus memiliki uang dalam jumlah besar.
Oleh karena pemikiran yang seperti
ini, banyak masyarakat yang tidak ragu-ragu untuk mengeluarkam sejumlah besar
uang untuk kesenangan hidup mereka.
Di bawah ini adalah kebenaran
tentang menikmati kesenangan hidup menurut firman Tuhan.
Kesenangan hati wajar untuk
dinikmati
Jika karena menikmati kesenangan
hidup, tidak ada yang tersisa untuk kegiatan lainnya dan hal yang seperti ini
terjadi sepanjang waktu, mereka mengalami masalah besar. Mereka telah terjebak
dalam konsumerisme. Sekali waktu menikmati kesenangan hidup diizinkan firman
Tuhan, namun jika tujuan hidup mereka untuk mendapatkan kesenangan hidup
belaka, mereka sudah melanggar firman Tuhan.
Jangan hanya memerhatikan
kesenangan hati
Orang yang mengenal Tuhan bukannya
orang yang fidak pemah "makan minum dan menikmati kenikinatan hidup".
Mereka boleh saja melakukan semuanya itu. Akan tetapi, mereka tidak cuma bisa menikmati
kesenangan hidup karena mereka ternyata juga melakukan "keadilan dan
kebenaran." Keseimbangan seperti inilah yang seharusnya dimiliki oleh masyarakat.
Sayangnya, keseimbangan yang seperti ini seringkali tidak dimiliki oleh masyarakat.
Mereka hanya mencari kesenangan
hidup sehingga mereka terlibat dalam konsumerisme.
Pandangan 2: Saya berhak mengeluarkan uang
saya untuk memenuhi keinginan saya
"Apa salahnya mengeluarkan
uang banyak untuk keinginan saya sendiri? Saya sudah bekerja dengan sangat
keras untuk mendapatkan uang ini!" Ini adalah ungkapan masyarakat yang biasanya
digunakan untuk membenarkan semua pembelian barang yang mereka lakukan.
Memang, setiap orang berhak
menggunakan semua uang yang telah mereka dapatkan dari hasil kerja keras
mereka. Namun, bukan berarti semua keinginan mereka dibenarkan untuk coba
diikuti.
Memang mereka sebenarnya mempunyai
hak untuk menggunakan uang tersebut, akan tetapi ada kalanya dalam hidup
kekristenan yang harus dilakukan adalah menyerahkan hak mereka kepada Tuhan dan
melakukan keinginan Tuhan lebih daripada melakukan keinginan mereka sendiri.
Kebenaran mengenai penyerahan hak
mereka dan mengikuti kehendak Tuhan ini merupakan dasar dari kehidupan rohani masyarakat.
Tanpa melakukan hal ini, masyarakat
akan ikut dalam perlombaan membeli berbagai barang.
Ada kalanya, kehendak Tuhan
mengharuskan umat-Nya menyerahkan hak mereka untuk membuat hidup mereka lebih
terfokus dalam mengerjakan rencana Tuhan di muka bumi. Salah satu hak yang harus
diserahkan adalah hak untuk membeli barang-barang yang dlinginkan dan
menggunakan uang tersebut untuk menyelesaikan rencana Tuhan di muka bumi ini.
Pandangan yang seperti ini
seringkali hilang dari masyarakat sehingga mereka membiarkan uang mereka hanya
untuk memenuhi keinginan mereka yang membuat mereka tidak bisa ikut serta dalam
menyelesaikan rencana Tuhan di muka bumi ini.
Upah dari Tuhan untuk orang yang
mau menyerahkan hak mereka
Senantiasa ada upah untuk masyarakat
yang mengikuti kehendak Tuhan. Demikian pula dengan umat yang mau menyerahkan
hak mereka, Tuhan sudah mempersiapkan upah untuk mereka.
Hak untuk melakukan pembelian
adalah salah satu hak yang harus diserahkan
kepada Tuhan. Jika tidak masyarakat tidak akan pernah berhasil untuk
menyelesaikan kehendak Tuhan di muka bumi ini.
Pandangan 3: Keluarga saya berhak
mendapatkan semua yang terbaik dan termahal
"Apa salahnya mengeluarkan
uang banyak untuk keluarga saya sendiri? Saya sudah bekerja dengan sangat keras
untuk mendapatkan uang ini!"
Viktor Franki menyatakan bahwa
gerakan di balik konsumerisme adalah keinginan untuk "melahirkan
pemenang". Orang Amerika membanggakan diri mereka sendiri karena mampu
menyediakan anak-anak mereka barang-barang yang paling baik, paling besar, paling
baru dan paling mahal. Keinginan ini akan mengakibatkan perilaku ekstrim:
memiliki utang kartu kredit yang besar dan terlalu banyak bekerja sehingga
mengurangi waktu bersama keluarga. lnilah motif di balik konsumerisme yang
terlihat sangat bagus, namun jika hal ini dilakukan secara berlebihan akan bisa
mengakibatkan kehancuran keluarga.'
Meskipun Viktor Franki mempelajari
keadaan di Amerika, keadaan di Indonesia tidak akan jauh berbeda dengan apa
yang terjadi di Amerika. Banyak masyarakat yang memberikan barang/ jasa yang paling
mahal yang mereka bisa dapatkan untuk keluarga dan anak mereka. Sayangnya, yang
termahal belum tentu yang terbaik.
Dengan memberikan yang termahal
mereka seringkali merasa telah melakukan yang terbaik dan berarti sudah
melakukan tanggung jawab yang harus mereka kerjakan.
Memindahkan tanggung jawab dengan
memberikan barang/jasa yang termahal ini merupakan salah satu kelemahan orang
tua yang akan menghancurkan anak mereka. Bahkan, mereka akan membuat anak mereka
menjadi konsumerisme karena menggantikan tanggung jawab dengan memberikan yang
barang-barang mahal.
Pandangan 4:
More is always better
Siapa yang secara rakus
menginginkan lebih akan selalu menjadi budak. -Robert Herrick
Alam menyediakan makan siang
gratis, tetapi hanya jika kita mengontrol nafsu makan kita. -William
Ruckelshaus, Business Week, l8Juni 1990
Salah satu pandangan yang membuat masyarakat
menjadi konsumerisme adalah keinginan untuk senantiasa mendapatkan lebih.
Mereka akan dibuat untuk senantiasa memiliki keinginan lebili supaya mereka
bisa mendapatkan kebahagiaan. Padahal, mereka akan menjadi semakin tidak menderita
(?) ketika mereka senantiasa ingin memiliki lebih ini. Oleh karena itu, mereka seharusnya
mengubah pandangan untuk senantiasa mendapatkan lebih ini dengan mencoba
berpuas dengan keadaan mereka sekarang ini.
Dengan belajar untuk menjadi
bahagia dengan memiliki kurang, masyarakat akan mulai menemukan bahwa banyak
benda ternyata bisa membuat hidup mereka menjadi semakin rumit. Memang,
beberapa benda akan membuat hidup mereka menjadi lebih mudah. Namun, mereka
tidak akan pernah bisa mendapatkan kebahagiaan yang sebenarnya datangnya dari
dalam diri mereka sendiri.
"Memiliki barang lebih
sedikit" berarti lebih menikmati dan lebih memanfaatkan apa yang sudah
dimiliki sehingga lebih meningkatkan nilai dari benda-benda yang dimiliki. Hal
ini juga akan mendatangkan lebih sedikit gangguan sehingga masyarakat bisa
lebih terfokus pada elemen yang lebih penting dalam kehidupan, seperti Tuhan,
keluarga, teman-teman, dan sebagainya.
Dengan hanya memiliki sedikit
barang, mereka akan membutuhkan tempat yang lebih kecil untuk menyimpan barang
sehingga mereka bisa hidup nyaman di tempat yang lebih kecil. Akibatnya, mereka
bisa menghemat biaya untuk rumah mereka sehingga mereka tidak perlu bersusah
payah mencari tambahan uang untuk membesarkan rumah mereka.
Ini adalah kehidupan yang lebih
sederhana daripada memiliki banyak barang. Hidup yang lebih sederhana ini pasti
akan membawa dampak dalani kehidupan keuangan. Keinginan untuk mendapatkan lebih
biasanya akan membawa dampak dalam kehidupan finansial seseorang.
Perhatikan pendapat dan Dr. Martin
Luther King di bawah ini.
Kita harus bergeser dari
masyarakat yang berorientasi pada benda menjadi masyarakat yang berorientasi
pada manusia. Ketika mesin dan komputer, motivasi mendapatkan keuntungan dan kepemilikan
properti dianggap lebih penting daripada rasisme, militerisme dan eksploitasi
ekonomi. Bangsa ini bisa menjadi bangkrut secara moral dan spiritual.
Kebangkrutan ini bisa saja didahului dengan kebangkrutan finansial". Dr.
Martin Luther King, April, 1967.
Kebangkrutan finansial seringkali
mendahului kebangkrutan lainnya. Oleh karena itu, masyarakat harus mengalahkan
keinginan yang selalu ingin memiliki lebih ini. Dengan begitu, mereka tidak
akan teringat konsumerisme dan mendapatkan lebili banyak ketenangan dalam hidup
mereka.
Jangan
mengingini milik orang lain
Keinginan untuk mendapatkan lebih
ini seringkali timbul karena masyarakat menginginkan apa yang menjadi milik
orang lain. Oleh karena itu Tuhan mengingatkan umat-Nya untuk mengalahkan keinginan
yang menginginkan milik orang lain.
Pandangan 6: Tuhan akan membantu saya
mendapatkan semua keinginan saya
Pandangan bahwa Tuhan tidak pernah
menentang keinginan yang dimiliki oleh seseorang akan mendatangkan kehancuran
yang sangat besar dalam hidup masyarakat. Mereka akan berpikir bahwa tidak masalah
memiliki apa pun di dalam diri mereka. Bahkan, jika mereka berbuat baik kepada
Tuhan, Tuhan akan membantu mereka mendapatkan semua keinginan tersebut.
Masyarakat yang seperti ini pasti
akan terlibat dalam konsumerisme bahkan mereka akan menggunakan Tuhan untuk mendukung
gaya hidup konsumtif mereka.
Apakah jika masyarakat mendapatkan
apa yang mereka inginkan berarti Tuhan berkenan dengan hidup mereka?
Tuhan memiliki dua jenis respon
ketika memberikan sesuatu kepada umat-Nya. Dia bisa memberikan sesuatu kepada
umat-Nya karena Dia berkenan dengan pemberian tersebut atau Dia terpaksa mengizinkan
umat-Nya mendapatkan sesuatu. Jadi, umat-Nya tidak bisa menganggap bahwa Tuhan
berkenan kepada tindakan mereka ketika mereka mendapatkan keinginan mereka.
Tuhan bisa dengan terpaksa memberikan keinginan mereka.
Bahkan seringkali, Tuhan
mengizinkan memenuhi keinginan seseorang dengan sangat terpaksa karena Tuhan
sebenarnya tidak ingin memenuhi keinginan umat-Nya tersebut. Kata "mengizinkan
memiliki arti yang jauh berbeda dengan kata "berkenan". Jika Tuhan
"mengizinkan" sesuatu terjadi di dalam hidup umat-Nya, berarti Dia
sebenar-Nya tidak mau sesuatu itu terjadi di dalam hidup umat-Nya. Tuhan
sebenarnya tidak mau umat-Nya mengalami hal yang buruk. Akan tetapi, umat-Nya
terus melanggar semua perintah-Nya maka Dia terpaksa mengizinkan umat-Nya
mengalami hal yang buruk sehingga mereka menjadi sadar. Tuhan sebenarnya tidak
ingin memenuhi keinginan umatNya, akan tetapi umat-Nya terus memaksa Dia untuk
memenuhi semua keinginan mereka.
Akibatnya, Tuhan terpaksa
mengijinkan mereka mendapatkan keinginan mereka tetapi mereka harus menanggung
sendiri semua resikonya.
Kata
"berkenan" senantiasa dikaitkan dengan sukacita yang ada di dalam
hati Tuhan. Jika Tuhan berkenan dengan tindakan seseorang, berarti Tuhan
disenangkan dengan tindakan yang dia ambil. Oleh karena itu, kata pemenuhan
keinginan tidak senantiasa berhubungan dengan kata "berkenan".
Pemenuhan keinginan bisa berhubungan dengan "diizinkan" tetapi juga
bisa berhubungan dengan "perkenaan". Jadi, jika umat-Nya rnelihat bahwa
keinginan mereka dipenuhi, tidak bisa disimpulkan bahwa Tuhan berkenan dengan
keinginan mereka, karena bisa saja Tuhan terpaksa memenuhi keinginan mereka.
Pandangan yang salah
mengenai pemenuhan dari Tuhan akan membuat masyarakat memaksakan keinginan
mereka. Mereka beranggapan bahwa Tuhan berkenan ketika mereka mendapatkan sesuatu
dari Dia. Pandangan ini akan membuat masyarakat merasa bahwa menerima sesuatu
dari Tuhan Iebih penting daripada memberi sesuatu kepada Tuhan, karena mereka
berpikir bahwa tanda Tuhan berkenan adalah ketika mereka menerima sesuatu dari
Tuhan.
Pandangan salah ini akan
menyebabkan masyarakat menganggap Tuhan sangat ingin mereka mendapatkan semua
yang ada di dunia ini.
Bahkan, Tuhan akan membantu mereka
memenuhi gaya hidup konsumtif yang mereka miliki.
Padahal kenyataannya, Tuhan ingin masyarakat
belajar mengendalikan keinginan mereka. Oleh karena itu, problem yang dihadapi
oleh masyarakat bukanlah berusaha memenuhi semua keinginan yang mereka miliki,
melainkan bagaimana membuat keinginan mereka sesuai dengan kehendak Tuhan dan
bukannya hanya memenuhi kehendak mereka sendiri.
Oleh karena itu, mengelola
keinginan ini sangat diperlukan jika masyarakat ingin terlepas dari
konsumerisme.
Pandangan 7:
Keyakinan bahwa Tuhan masih lama datang
Pandangan lain yang membuat masyarakat
terlibat dalam konsumerisme adalah keyakinan bahwa Tuhan masih lama datang.
Pandangan ini membuat masyarakat
merasa tidak perlu terlalu memerhatikan kepentingan Tuhan dalam hidup mereka.
Mereka merasa bisa melakukan semua keinginan mereka terlebih dahulu sebelum memikirkan
kehendak Tuhan di muka bumi ini. Mereka merasa bahwa kehendak Tuhan bisa
ditunda sampai semua keinginan mereka terlaksana terlebih dahulu.
Oleh karena itu, mereka merasa
tidak bersalah ketika waktu, tenaga, dan uang mereka habis untuk memenuhi gaya
hidup konsumtif yang mereka miliki. Mereka menunda melakukan rencana Tuhan
sampai waktu yang tepat bagi mereka. Mereka merasa bahwa jika waktunya tiba
mereka akan mulai memerhatikan kehendak Tuhan di muka bumi ini.
Mereka berpikir bahwa semua
berjalan sesuai dengan apa yang mereka pikirkan. Kenyataannya, mereka tidak
akan pemah bisa menyelesaikan rencana Tuhan di dalam hidup mereka karena keinginan
mereka fidak akan pemah terpuaskan. Akibat pandangan ini mereka akan berlihat
tidak siap ketika Tuhan Yesus datang untuk kali yang kedua.
Ketidaksiapan seorang hamba ketika
Tuan mereka datang dapat dilihat pada ilustrasi yang disampaikan oleh Tuhan
Yesus di bawah ini.
Ilustrasi di atas menunjukkan
adanya kecenderungan yang dimiliki oleh masyarakat untuk hanya memenuhi
kepentingan mereka sendiri sehingga mereka tidak memerhatikan kehendak Tuhan.
Ketika mereka sedang sibuk mencoba memenuhi keinginan mereka, mereka sama sekali
tidak memerhatikan kehendak Tuhan di muka bumi ini.
Akibatnya, mereka tidak siap
ketika Tuhan datang di muka bumi ini.
Untuk bisa membuat mereka bisa
mengingat mengenai kebenaran ini,
Pengkotbah menyatakan bahwa masyarakat
lebih baik pergi ke rumah duka daripada ke pesta. Dengan pergi ke rumah duka
maka mereka bisa menyadari bahwa hidup mereka singkat.
Pandangan "Tuhan masih lama
datang" ini membuat masyarakat berbuat banyak hal yang tidak bijaksana di
dalam hidup mereka.
Salah satunya adalah mereka
menggunakan banyak waktu di dalam hidup mereka untuk mengejar benda-benda untuk
memenuhi gaya hidup konsumfif mereka.
Pandangan 8: Saya tidak perlu memerhatikan
apa yang diperhatikan Tuhan, saya cukup memerhatikan kepentingan saya sendiri
"Iman
adalah suatu tindakan yang aktif. Namun, untuk membuat masyarakat tidak menipu
diri mereka sendiri dan berpikir bahwa mereka memiliki iman padahal tidak
memilikinya, mereka harus menguji pekerjaan mereka, apakah mereka juga
mengasihi sesama mereka dan melakukan pekerjaan yang baik untuk mereka."
(Martin Luther)
Padahal kenyataannya adalah masyarakat
tidak boleh hanya memerhatikan kepentingan mereka sendiri saja. Mereka harus memerhatikan
kepentingan Tuhan dan kepentingan sesama mereka.
Perhatikan kepentingan sorga
Ketika masyarakat hanya
memerhatikan perkara yang terlihat, mereka akan cenderung berpusat pada
keberadaan benda-benda.
Untuk itu mereka pasti akan
terlibat dalam konsumerisme.
Perhatikan kepentingan sesama
Mereka seharusnya juga
memerhatikan kepentingan sesama sehingga uang yang mereka miliki sebagian juga
akan disalurkan untuk sesama mereka. Cara pandang bahwa mereka juga ikut
bertanggung jawab atas hidup sesama mereka akan membuat mereka berpikir dengan
teliti sebelum membuat keputusan untuk pembelian barang-barang. Akibatnya,
mereka bisa memiliki fokus yang lain selain hanya pada membeli benda-benda yang
hanya akan digunakan untuk diri mereka sendiri. Dengan demikian, mereka akan
bisa memperkecil dorongan untuk terseret pada arus konsumerisme.
Pandangan 9: Saya bisa mengasihi Tuhan dan
mengasihi harta secara bersamaan
Mengasihi Tuhan dan uang tidak
akan pernah bisa dilakukan secara bersamaan. Masyarakat yang mengasihi Tuhan
pasti harus mengalahkan keinginan untuk membeli banyak barang untuk kepentingan
mereka. Oleh karena itu, masyarakat yang terlibat konsumerisme pasti akan mengalami
kesulitan untuk bisa mengasihi Tuhan dengan segenap hati mereka.
Jika mereka ingin mengasihi Tuhan,
mereka harus melepaskan gaya hidup konsumtif yang mereka miliki. Hal ini harus
dilakukan karena benda-benda ini akan menarik perhatian lebih besar daripada
Tuhan. Cara pandang ini adalah salah satu yang paling banyak membuat masyarakat
mengalami banyak hal buruk di dalam hidup mereka.
Kesimpulan
Bab ini berusaha mengajak masyarakat
untuk menata ulang nilai-nilai kehidupan yang mereka miliki. Nilai-nilai ini
harus didefinisikan ulang untuk membuat mereka lepas dan jeratan konsumerisme.
Selain mendefinisikan kembali
konsep kebahagiaan dan cara untuk mendapatkan kebahagiaan tersebut, ada
sembilan nilai salah yang harus diubah. Sembilan nilai tersebut adalah:
Pandangan 1:
Menikmati hidup adalah melakukan semua yang saya inginkan.
Pandangan 2:
Saya berhak mengeluarkan uang saya untuk memenuhi keinginan saya
Pandangan 3:
Keluarga saya berhak mendapatkan semua yang terbaik dan termahal
Pandangan
4: More is always better
Pandangan 5:
Rencana akhir Tuhan adalah memberikan berkat materi kepada umat-Nya
Pandangan 6:
Tuhan akan membantu mendapatkan semua keinginan saya
Pandangan 7:
Tuhan masih lama datang
Pandangan 8:
Saya tidak perlu memperhatikan apa yang diperhatikan Tuhan, cukup memperhatikan
kepentingan diri saya sendiri
Pandangan 9:
Saya bisa mengasihi Tuhan dan mengasihi harta secara bersamaan.
Kesembilan pandangan ini harus
diubah untuk membuat masyarakat bisa keluar dan jeratan konsumerisme.
Catatan Akhir
1http:I/en.wikipedia.org/wiki/Consumerism
Jember 25 Februari 2003
Dr.
H.M. Nasim Fauzi
Jl. Gajah Mada 118
Tlp (0331) 481127
Jember