-->
Direvisi 21 Agustus 2012
Hukum Zakat
Berdasarkan Pahala dan Siksa Alloh
s.w.t.
di Dunia dan Akhirot
Oleh : Dr. H.M. Nasim Fauzi
I. Pendahuluan
Motivasi seseorang untuk mengerjakan
suatu perbuatan di dunia terutama adalah karena takut kepada siksa Alloh s.w.t.
di dalam neraka dan ingin mendapatkan pahala-Nya di dalam sorga. Siksa akibat
tidak berzakat dan pahala karena mengeluarkannya digambarkan dengan sangat
jelas di dalam Al Qur-an dan Al-Hadits sehingga tidak ada keraguan lagi
atasnya. Selanjutnya dari akibat siksa dan pahala inilah kemudian para ahli
hukum Islam menyusun hukum-hukum tentang zakat. Artinya, hukum zakat yang pasti
adalah bila kita melaksanakannya akan mendapat pahala-Nya di surga dan bila
tidak melaksanakannya akan mendapat siksa-Nya di dalam neraka. Bila akibat
pahala dan siksanya di akhirot itu meragukan maka hukum zakat itu juga
meragukan.
II. Definisi Zakat
Zakat, ialah nama atau sebutan dari
sesuatu hak Allah Ta'ala yang dikeluarkan dari
sebagian harta seseorang kepada
fakir miskin dan obyek zakat lainnya. Dinamakan zakat, karena di dalamnya
terkandung harapan untuk beroleh berkat, membersihkan jiwa dan memupuknya
dengan pelbagal kebaikan. Kata zakat itu, arti aslinya ialah tumbuh, suci dan
berkah.
سُوۡرَةُ التّوبَة
خُذۡ مِنۡ أَمۡوَٲلِهِمۡ صَدَقَةً۬ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيہِم بِہَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌ۬ لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (١٠٣
Firman Alloh s.w.t.: Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan [658] dan
mensucikan [659] mereka dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Alloh Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.(Q.S. At-Taubah [9] :103).
[658] Maksudnya: zakat itu
membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta
benda
[659] Maksudnya: zakat itu menyuburkan
sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.
III. Tujuan Zakat
Dengan meninjau hukum
zakat berdasarkan pahala dan siksanya di dunia dan akhirot yang tertulis di
dalam Al Qur-an dan Al-Hadith, dan setelah menganalisa uraian di bawah, penulis
menyimpulkan bahwa tujuan diwajibkannya zakat adalah:
A. Menjamin kelangsungan hidup manusia, karena
zakat yang utama adalah dalam bentuk makanan (rizki). Karena tanpa makanan
/nutrisi seorang manusia akan mati. Pahalanya adalah 2 x lipat.
B. Menjamin
kelangsungan hidup Agama Islam. Zakat emas dan perak dan semua yang dikiaskan
dengan keduanya bertujuan untuk fi sabilillah. Keterangan lengkapnya akan
diuraikan di bawah. Pahalanya adalah 700 x lipat.
IV. Systematika
Pembentukan
Hukum dalam Islam.
A. Hukum Islam /
Fiqh
Di dalam ilmu hukum Islam / Ushul Fiqh,
yang dimaksud hukum adalah: Titah Alloh (atau Sunnah Rosul) tentang laku
perbuatan manusia mukallaf (dewasa), baik yang diperintahkan, yang dilarang
maupun yang dibolehkan.
Sedangkan hukum Islam atau Fiqh adalah :
Ilmu tentang hukum Islam yang disimpulkan dengan akal berdasarkan alasan-alasan
yang terperinci.
B. Isi Hukum Islam / Fiqh
Isi kitab fekih secara umum terbagi atas
Pertama, Kitab Ibadat.
Bagian ini membicarakan hukum-hukum
bersuci, sholat, zakat, puasa, haji dan segala yang berhubungan dengan masing-masingnya
termasuk rukun dan syarat serta amal-amal lain seperti azan, qomat dan
sebagainya.
Kedua, Kitab
Munakahat.
Bagian ini membicarakan hukum pernikahan,
perceraian, rujuk, nafkah isteri dan anak, perwalian dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan akibat pernikahan, juga pembagian harta warisan.
Ketiga, Kitab Mu'amalat.
Bagian yang mengatur hukum perjanjian,
jual-beli, utang-piutang, gadai dan lain-lain yang menyangkut dengan sosial
ekonomi. Termasuk juga hukum makanan dan minuman termasuk
alkohol, narkotik dan lain-lain.
Keempat, Kitab 'Uqubat.
Bagian yang mengatur hukum pidana,
peradilan, urusan pemerintahan, hubungan dengan luar negeri, perang dan damai,
pemberontakan, pindah agama, kewarganegaraan dan sebagainya.
C. Sumber-sumber Hukum
Islam
Pertama-tama, sistematika Hukum Islam diambil dari Al Qur-an Surat
An-Nisa / 4:59 :
سُوۡرَةُ النِّسَاءيَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِى ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَـٰزَعۡتُمۡ فِى شَىۡءٍ۬ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِۚ ذَٲلِكَ خَيۡرٌ۬ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلاً (٥٩
59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh (1) (Al Qur-an)
dan taatilah Rosul (2) (Sunnah-Hadis)(nya),
dan ulil amri di antara
kamu (3) (Ijma’ ulama’).
Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (Al
Quran) dan Rosul (sunnahnya) (4) (Qiyas),
jika kamu benar-benar
beriman kepada Alloh dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya.
Berdasarkan ayat ini ada
empat dalil yang dapat dijadikan pijakan dalam menentukan hukum yaitu Al
Qur-an, Al-Hadits, Ijma’ dan Qiyas.
Sumber hukum Islam yang
pertama adalah Al Qur-an yaitu : Kitab Alloh yang terakhir, sumber asasi
Islam yang pertama, kitab kodifikasi firman Alloh s.w.t. kepada manusia di atas
bumi ini, diwahyukan kepada Nabi Muhammad s.a.w., berisi petunjuk Ilahi yang
abadi untuk manusia, untuk kebahagiaan mereka di dunia dan akhirot.
Sumber Hukum Islam yang
kedua adalah As-Sunnah yaitu : Segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi s.a.w., baik berupa perbuatan, ucapan serta pengakuan Nabi Muhammad s.a.w.
Dalil ketiga adalah Ijma’
yakni : Kesepakatan para mujtahid di suatu zaman tentang satu permasalahan
hukum yang terjadi ketika itu.
Dalil keempat adalah Qiyas
: Qiyas adalah menyamakan hukum cabang / far’ kepada pokok / ashl karena ada
(kesamaan) illat (sebab) hukumnya.
Selain empat dasar ini ada
enam dalil lainnya yang digunakan oleh para mujtahid yaitu :
(v.) Maslahah Mursalah
(maslahah yang tidak bertentangan dengan dalil syar’i),
(vi.) Istihsan
(menganggap baik suatu perkara),
(vii.) Madzhab
shohibi (pendapat para sohabat Nabi),
(viii.) Al-‘Urf
(kebiasaan yang tidak bertentangan dengan syari’at),
(ix.) Istishhab
(menetapkan hukum yang sekarang terjadi saat itu sesuai dengan hukum yang sudah
pernah berlaku sebelumnya), serta
(x.) Syariat
kaum-kaum sebelum Nabi Muhammad s.a.w. (Kitab perjanjian Lama dan Baru)
Di samping Surat an-Nisa ayat 69 di atas, sistematika
hukum Islam adalah berdasarkan hadis soal jawab yang terjadi antara Rosul
dengan Mu'adz bin Jabal di kala Mu'adz diutus pergi ke Yaman untuk menjadi
hakim
:
Hadits 01. :Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal r.a. bahwa pada saat
Rosululloh s.a.w. mengutusnya ke negeri Yaman, beliau (R) bertanya kepada
Mu'adz (M) : "Bagaimana caramu memutuskan suatu persoalan jika disodorkan
kepadamu sebuah masalah ?", (M): "Saya memutuskan dengan (1) Kitab
Alloh", (R): "Jika kamu tidak menemukan di dalam Kitabulloh?”, (M):
"Maka dengan (2) sunnah Rosululloh", (R): "Jika kamu tidak
menemukan di dalam sunnah?, (M): "(3) Saya berijtihad dengan pendapatku
dan tidak bertindak sewenang-wenang". Maka Rosululloh s.a.w. menepuk
dadanya dan bersabda: "Segala puji bagi Alloh yang telah memberikan petunjuk
kepada utusan Rosululloh dengan yang diridloi Rosululloh". (Diriwayatkan dalam Sunan
ad-Darimi).
Dari hadits Muadz bin
Jabal ini dapat dipetik bahwa sumber hukum Islam ada 3 yaitu
(i.) Al Qur-an,
(ii.) hadits atau sunnah
Rosululloh s.a.w. dan
(iii.) ijtihad.
V. Jenis Harta
Yang Disepakati dan Tidak Disepakati Wajib Zakatnya.
Menurut Teungku Muhammad Hasbi
Ash-Shiddieqi harta-harta tersebut adalah sebagai berikut:
A. Jenis-jenis harta yang disepakati wajib dizakati:
Harta-harta yang dizakati dari
harta-harta lahir : binatang, tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Dari harta-harta
yang tersembunyi ialah : emas, perak.
Maka yang disepakati wajib zakat dari
harta-harta yang tersebut ialah:
1. Dari barang logam, emas
dan perak.
2. Dari tumbuh-tumbuhan :
korma
3. Dari biji-bijian :
gandum dan sya’ir
4. Dari binatang : unta,
lembu, kerbau, kambing, biri-biri yang kesemuanya mencari makanan sendiri dan
tidak dipekerjakan.
B. Jenis harta benda yang diperselisihkan wajib zakat.
1. Emas dan perak yang menjadi perhiasan.
2. Ma’din (logam) yang selain dari emas
dan perak.
3. Benda-benda yang dikeluarkan dari
dalam laut.
4. Barang perniagaan.
5. Binatang-binatang pada angka 1d. yang
diberi makan dan dipekerjakan.
6. Kuda.
7. Madu.
8. Buah-buahan yang selain dari gandum,
sya’ir dan tamar (korma).
9. Zibab atau anggur kering.
C. Jenis harta yang disepakati tidak
wajib dizakati.
Jenis harta yang disepakati tidak wajib
dizakati ialah : segala harta (benda) yang diusahakan untuk dipergunakan di
rumah tangga atau untuk disimpan dan dibendaharakan saja, bukan untuk
diperniagakan, baik jauhar (barang permata) seperti yakut maupun permadani,
bantal, kain, pakaian, bejana, tembaga, besi, timah, papan, rumah, kebun,
sutera, beledru dan sebagainya.
VI. Zakat yang paling utama adalah zakat
makanan.
A.
Orang kaya yang membiarkan orang miskin kelaparan akan disiksa.
Hadits
02. : Diriwayatkan dari Ali k.w. bahwa Nabi
saw. bersabda: “Alloh Ta'ala mewajibkan zakat pada harta orang-orang kaya dari
kaum Muslimin sejumlah yang dapat melapangi orang-orang miskin di antara
mereka. Fakir miskin itu tiadalah
akan menderita menghadapi kelaparan dan kesulitan sandang, kecuali karena
perbuatan golongan yang kaya. Ingatlah Alloh akan mengadili mereka nanti secara
tegas dan menyiksa mereka dengan pedih."(Riwayat Thobroni dalam buku Al-Ausath dan Ash-Shoghir).
Definisi kaya.
Hadits 03: Sabda Rasulullah s.a.w.: “Barang
siapa minta-minta sedang ia mempunyai kekayaan maka seolah-olah ia memperbesar siksaan neraka
atas dirinya". Yang mendengar bertanya: “Apakah
yang diartikan kaya itu, ya Rosululloh?" Jawab beliau: “Orang kaya ialah orang yang cukup
untuk dimakannya sehari-hari itu (cukup untuk dimakan tengah hari dan untuk
dimakan malam)". (Riwajat Abu Daud dan Ibnu Hibban).
Dari 2 hadits di atas kita bisa menyimpulkam
bahwa zakat yang paling utama adalah makanan (rizki) dan pakaian.
Karena pakaian dapat dipakai berkali-kali
dan tidak bisa habis maka zakatnya sangat sedikit. Sehingga praktis zakat yang
utama tinggal zakat makanan, yaitu dari tumbuh-tumbuhan: korma, dari
biji-bijian: gandum dan syair dan binatang ternak : unta, lembu, kerbau,
kambing, biri-biri yang kesemuanya mencari makanan sendiri dan tidak
dipekerjakan.
(yaitu) mereka yang beriman[13] kepada
yang ghoib[14], yang mendirikan sholat[15], dan menafkahkan sebahagian rezki
[16] yang kami anugerahkan kepada mereka .(Q.S. Al-Baqoroh [2] :3)
[13] Iman ialah
kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa.
Tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang dikehendaki oleh iman itu.
[14] yang ghoib ialah yang
tak dapat ditangkap oleh pancaindera. Percaya kepada yang ghoib yaitu,
mengi’tikadkan adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat ditangkap oleh
pancaindera, karena ada dalil yang menunjukkan kepada adanya, seperti: adanya
Alloh, malaikat-malaikat, hari akhirot dan sebagainya.
[15] Sholat menurut bahasa ‘Arob: doa. Menurut istilah syaro’ ialah
ibadat yang sudah dikenal, yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan
salam, yang dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada
Alloh. Mendirikan sholat ialah menunaikannya dengan teratur, dengan melengkapi
syarat-syarat, rukun-rukun dan adab-adabnya, baik yang lahir ataupun yang
batin, seperti khusu’, memperhatikan apa yang dibaca dan sebagainya.
-------------------------------------------------------
[16] Rezqi berarti makanan (dan minuman).
B. Memberi Makan (rizki) Adalah Kewajiban
Alloh s.w.t.
Agar kewajiban ini dapat terlaksana maka
rizki itu harus diciptakan terlebih dahulu. Setelah Alloh s.w.t. menciptakan
bumi dalam masa 2 hari, selanjutnya Alloh s.w.t. menciptakan kadar makanan
penghuninya dalam waktu 4 hari, 2 kali lebih lama dari waktu penciptaan bumi
sendiri.
Katakanlah: "Sesungguhnya patutkah
kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua hari dan kamu adakan
sekutu-sekutu bagi-Nya? (yang bersifat) demikian itu adalah Robb semesta
alam".
Dan dia membuat di bumi itu gunung-gunung
yang kokoh di atasnya. dia memberkahinya dan dia menentukan padanya kadar
makanan (penghuni)nya dalam empat hari. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi
orang-orang yang bertanya.
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan
langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan
kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati
atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka
hati".
Maka dia menjadikan
tujuh langit dalam dua hari. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya.
dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan kami
memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa
lagi Maha Mengetahui. (QS. Fushilat /41:9-12).
Dan tidak ada suatu
binatang melata [709] pun di bumi
melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan dia mengetahui tempat berdiam
binatang itu dan tempat penyimpanannya [710]. semuanya tertulis dalam Kitab
yang nyata (Lauh mahfuzh). (QS. Hud [11] :6).
[709] yang dimaksud
binatang melata di sini ialah segenap makhluk Allah yang bernyawa.
[710] menurut sebagian ahli tafsir yang
dimaksud dengan tempat berdiam di sini ialah dunia dan tempat penyimpanan ialah
akhirat. dan menurut sebagian ahli tafsir yang lain maksud tempat berdiam ialah
tulang sulbi dan tempat penyimpanan ialah rahim.
Dalam ayat 11:6 di atas tertulis janji
Alloh s.w.t. bahwa semua mahluk melata di bumi akan diberi rizqi (makanan) oleh
Alloh s.w.t.
Pemberian rizqi pada binatang tidak
masalah bagi Alloh.
Tetapi pada manusia pemberian rizqi ini
tidak merata. Sebagian ditinggikan rizqinya daripada yang lain. Agar janji
Alloh tadi dapat terlaksana maka yang diberi rizqi banyak harus memberikan
kelebihan rizqinya kepada yang kurang dalam bentuk zakat dan sedekah makanan.
Allah meluaskan rezki (makanan) dan
menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan
kehidupan di dunia, padahal kehidupan di dunia itu (dibandingkan dengan)
kehidupan akhirat hanyalah kesenangan (yang sedikit). (Q.S Ar-Ra'd [13] :26).
Wahai orang-orang yang
beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian
dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang
buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa
Alloh Maha kaya, Maha Terpuji. (Q.S. Al-Baqoroh [2] :267).
"Dialah yang telah menciptakan
kebun-kebun yang mempunyai naungan maupun tidak, menumbuhkan pohon kurmna dan
tanaman yang aneka warna rasanya, pohon zaitun dan delima, baik yang serupa
maupun yang berbeda. Makanlah
buahnya jika ia berbuah, dan berikanlah haknya di waktu panennya." (Al-An'am: 141).
Hadits 04. Dari Abu Burdah yang diterimanya dari Abu
Musa dan Mu'adz r.a.: "Bahwa Rosulullah saw mengutus mereka ke Yaman buat
mengajari manusia soal agama. Maka mereka dititahnya agar tidak memungut zakat
kecuali dari yang empat macam ini.. gandum, padi, kurma dan anggur
kering." (Diriwayatkan oleh Daruquthni, Hakim.
Thobroni dan Baihaqi yang mengatakan: Para perawinya dapat dipercaya, dan
hadits ini muttashil, artinya hubungan antara perawi tidak terputus).
Hadits 05. Dari Jabir, dari Nabi Besar S.AW.
beliau berkata: "Pada biji yang disiram dengan air sungai dan hujan, zakatnya
sepersepuluh; dan yang diairi dengan kincir yang ditarik oleh binatang zakatnya
1/20". (Riwayat Ahmad, Muslim dan Nasai).
Hadits 06. Dari Ibnu 'Umar, sesungguhnya Rosululloh
s.a.w. telah bersabda, kata beliau: "Pada biji yang diairi dengan hujan
dan mata air atau menghisap dengan akarnya, zakatnya sepersepuluh dan yang
diairi dengan kincir, seperduapuluh". (Riwajat Jama'ah, kecuali Muslim.)
Hadits 07. Diriwayatkan oleh Bukhori Muslim dari Abi
Dzar, bahwasanya Nabi s.a.w. ada bersabda: “Tak ada seseorang lelaki yang
mempunyai unta, atau lembu atau kambing, yang tidak diberikan zakatnya,
melainkan datanglah binatang-binatang itu pada hari kiamat berkeadaan lebih
gemuk dan lebih besar dari pada di masa di dunia, lalu ia menginjak-injaknya
dengan telapak-telapaknya, dan menanduknya dengan tanduk-tanduknya. Setiap
habis binatang-binatang itu berbuat demikian, diulanginya lagi dan demikian terus
menerus hingga Alloh selesai menghukum manusia”. (Shohih Bukhori 1:117).
Hadits 08. Diceritakan dari Anas bahwa Abu Bakar
pernah berkirim surat kepada
mereka (yang isinya): "ini adalah ketentuan-ketentuan tentang zakat yang
telah diwajibkan oleh Rosulullah saw. terhadap kaum muslimin, yang sudah
diperintahkan oleh Alloh dan RosulNya. Oleh karena itu, barangsiapa diminta
(mengeluarkan)nya sesuai dengan ketentuannya, hendaklah ia memberikannya; dan
siapa dimintai lebih dari itu, jangan memberikannya. (Ketentuan tersebut
adalah): Pada onta yang (jumlahnya), kurang dari dua puluh lima ekor, zakatnya
kambing, (dengan rincian) setiap lima ekor dzaud,(1) zakatnya seekor kambing; apabila
(jumlahnya) mencapai 25 sampai 35 ekor, zakatnya seekor onta bintu ma'khaadl,(2) kalau tidak ada bintu ma'khaadl, (boleh juga) seekor onta jantan, ibnu
labuun:(3)apabila mencapai 36 sampal 45 ekor, zakatnya seekor
onta bintu labuun:(4) apabila mencapal 46 sampai 60
ekor, zakatnya seekor onta hiqqah(5) yang siap dijantani: apabila mencapai
61 sampai75 ekor, zakatnya seekor onta Jadza'ah:(6) kalau mencapai 76 sampai 90 ekor, zakatnya dua ekor onta bintu labuna; bilamencapai 91 sampal 120 ekor,
zakatnya dua ekor onta hiqqah yang siap dijantani; apabila jumlahnya melebihi
120 ekor, maka dalam setiap 40 ekor, zakatnya seekor bintu labuun, dan dalam
setiap 50 ekor, zakatnya seekor onta hiqqah. Kemudian apabila terjadi perbedaan
umur onta dalam kewajiban-kewajiban zakat tersebut, maka barang siapa ontanya
mencapai zakat bintulabuna, tetapi dia tidak mempunyainya
melainkan onta hiqqah, maka onta hiqqah itu
dapat diterima, sedang si penerima zakat memberinya 20 dirham atau dua ekor
kambing; barangsiapa ontanya mencapai zakat bintu labuun, namun dia tidak
memilikinya, tetapi mempunyai bintu ma'khaadl, maka bintu ma'khaadl itu bisa
diterima dan dia menambahkan dua ekor kambing apabila mudah mendapatkanya, atau
(menambah) dengan 20 dirham; barangsiapa ontanya mencapai zakat bintu
ma'khaadl, sedang dia tidak memiliki selain ibnu labuun yang jantan, maka ibnu
labuun itu bisa diterima dan tidak perlu ditambahi apa-apa; barangsiapa hanya
memiliki empat ekor onta, maka tidak wajib dizakati, kecuali kalau pemiliknya
ingin (bersedekah tathowwu'). Dan
pada zakat kambing yang mencari makan sendiri, apabila (jumlahnya) 40 sampai
dengan 120 ekor, maka zakatnya seekor kambing; apabila (jumlahnya) lebih dari
itu sampai dengan 200 ekor, zakatnya dua ekor kambing; apabila lebih seekor
(dari 200) sampai dengan 300 ekor, zakatnya 3 ekor kambing; apabila lebih (dari
300), maka pada setiap 100 ekor, zakatnya seekor kambing. Dan tidak boleh
diambil untuk zakat, kambing yang sudah sangat tua, tidak kambing yang cacat,
dan tidak pula pejantan, kecuali jika si pemberi zakat menghendakinya. Tidak
boleh menggabungkan antara binatang yang terpisah, dan tidak boleh pula
memisahkan antara binatang yang tergabung lantaran takut mengeluarkan zakat.
Dan (kambing) yang menjadi milik dua orang khallith, maka mereka saling meminta
di antara mereka ganti yang sama. Apabila kambing yang mencari makan sendiri
milik seseorang itu kurang satu saja dari 40 ekor, maka tidak wajib dizakati
apapun, kecuali kalau pemiliknya menghendaki (bersedekah tathawwu').
____________
(I). Dzaud: sekelompok onta yang terdiri dari 3 sampai 9 onta.
(2). Onta bintu makhaadz:
onta betina yang menginjak umur 2 tahun.
(3). Onta ibnu labuun: onta jantan yang menginjak umur 3 tahun.
(4). Onta bintu Iabuun: onla betina yang menginjak umur 3 tahun.
(5). Onta hiqqah: onta betina yang menginjak umur 4 tahun.
(6). Onta jadza'ah: onta
betina yang berumur 5 tahun. (Pent).
C. Pahala dan siksa zakat makanan.
Bila hal ini tidak dilaksanakan sampai
ada orang yang menderita kelaparan maka Alloh s.w.t. akan marah dan menghukum
kaum yang bersangkutan itu dengan menurunkan musibah baik bencana alam atau
hama penyakit.
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu
Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan
sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (Q.S. Asy-Syuro [42] :30).
Telah nampak kerusakan di darat dan di
laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar). (Q.S. Ar-Rum [30] :41).
Sebaliknya bila zakat makanan ini
dilaksanakan maka kaum itu diberi tambahan rizqi.
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri
beriman dan bertakwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami
siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Al-A’rof [7]
:96).
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih".(Q.S. Ibrohim [14] :7).
D. Berzakat Makanan Akan Diberi Pahala 2
Kali Lipat.
E. Contoh kasus musibah dan barokah Alloh
s.w.t.
1. Bekas Pemberian Zakat.
Haji Murad Khan Hasan Syahi al-Arsanjani menuturkan bahwa seluruh wilayah Faris
terserang hama belalang, kemudian dia memberitahukan
hal itu kepada Qiwam al-Muluk bahwa hama belalang juga menyerang seluruh ladang
pertaniannya yang terletak di Fasa.
Kemudian kami berangkat ke sana
menemaninya bersama Banan al-Muluk serta beberapa orang lainnya dari Syiraz.
Ketika kami sampai di ladang pertanian Qiwam, kami menemukan bahwa semua
tanaman telah habis dilalap oleh belalang, dan tidak ada sedikit pun tanaman
yang tersisa.
Begitulah. Akhirnya kami berjalan-jalan
di sekitar ladang yang telah musnah itu untuk mengamati bencana yang sedang
menimpa. Kami sampai ke tengah-tengah ladang itu dan menemukan tanaman yang
masih utuh, tidak rusak sama sekali pada saat tanaman yang lainnya hancur
binasa.
Qiwam
bertanya: "Siapakah yang menyemaikan bibit tanaman di penggalan tanah ini?
Milik siapa dia?"
Ada yang
menjawab: "Ia disemaikan oleh Si Fulan,
yang bekerja sebagai tukang tambal pakaian di pasar Fasa."
Qiwam
berkata: "Aku ingin melihatnya."
Mereka berkata kepadaku: "Pergilah
ke sana dan datanglah ke sini lagi."
Aku pun pergi ke sana dan
berkata kepadanya: "Sesungguhnya tuan Qiwam memanggilmu agar engkau datang
kepadanya."
Dia menjawab: "Aku tidak pernah punya
urusan dengan Sayyid Qiwam. Jika dia ingin bertemu denganku, maka
suruhlah dia datang ke sini."
Setelah aku memintanya berkali-kali,
memohon dan merayunya, dia mengabulkan permintaanku dan datang bersamaku
menemul Qiwam.
Qiwam bertanya: "Engkaukah yang menyemaikan
benih tanaman di ladang itu? Dan apakah bibitnya berasal dari kepunyaanmu
sendiri?"
Orang itu menjawab: "Ya."
Qiwam bertanya lagi: "Apakah yang
terjadi sehingga hama belalang menghancurkan seluruh tanaman
kecuali tanamanmu...?"
Dia menjawab: "Pertama, aku tidak pernah makan milik orang
lain, sehingga belalang tidak hendak memakan milik ku. Kedua, aku selalu mengeluarkan zakat dari
hasil tanamanku, setelah tanaman itu kupetik hasilnya. Kuberikan zakat itu
kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Kemudian sisanya kubawa pulang ke
rumah."
Qiwam pun memuji perilakunya, dan sangat
mengagumi tingkah lakunya.
2. Zakat Panen di Gondanglegi Malang.
Di dalam majalah Amanah tahun 1990-an
diberitakan bahwa di Gondanglegi zaket panen diselenggarakan oleh Pemerintah
Desa (kerawat). Semua sawah dan pemiliknya terdaftar dengan tertib. Pada waktu
panen semua zakat dipungut oleh kerawat dan dibagikan kepada fakir miskin.
Karena itu hasil panennya luar biasa banyaknya. Akibatnya di Gondanglegi tidak
ada lagi fakir miskin. Akhirnya zakat panen dibagikan kepada fakir miskin di
luar kecamatan Gondanglegi.
E. Mengapa di Indonesia Sering Terjadi
Musibah Beruntun ?
Salah satu teori tentang sering
terjadinya musibah di Indonesia adalah akibat dari kurangnya petani yang
membayar zakat panenan. Zakat yang dikeluarkan hanyalah zakat fitroh setahun
sekali. Zakat panenan jarang sekali dibahas. Yang selalu diungkit-ungkit
hanyalah zakat kekayaan terutama zakat profesi. Malah tercetus ucapan beberapa
ahli agama modern yang menyatakan bahwa ada ketidak adilan dalam hukum zakat
karena para petani yang kerjanya berat di sawah dan ladang dikenakan zakat
antara 5 - 10 % secara langsung tanpa haul (menunggu setahun). Sedangkan para
profesi yang kerjanya ringan tetapi penghasilannya tinggi tidak dikenakan zakat
atau bila dikenakan zakat prosentasenya lebih kecil yaitu hanya 2,5 %.
F. Mengapa para petani jarang membayar
zakat panenan ?
Berikut ini penulis kutip tanya jawab di
dalam buku KH. A. Mustofa Bisri, “Fikih Keseharian Gus Mus”.
1. Zakat orang yang banyak utang.
Tanya:
Dengan persoalan yang belum mampu kami
pecahkan, sudilah Pak Mus menyampaikan penjelasannya.
Bagaimana hukum mengeluarkan (zakat) bagi
orang yang panennya melebihi nisob, tapi dia sendiri masih banyak utang lantaran
membiayai putra-putrinya ?
Atas penjelasannya kami sampaikan
Jazakumullohu khoirol jaza’
(Udin RS – Waleri Kendal).
Jawab:
Jiwa ajaran Islam termasuk zakat, Anda
sudah tahu bukan ?
Nah, kalau orang yang punya utang, mereka
termasuk orang yang diberi zakat (ghorimin), bagaimana dalam kasus yang Anda
tanyakan, orang yang punya utang harus mengeluarkan zakat. Ya, bayar dulu
utang-utangnya (bila sisanya melebihi nisob baru bayar zakat panennya, pen.).
Walloohu A’lam.
Kesimpulannya
Petani yang punya hutang
tidak wajib zakat.
Kasus seperti ini terjadi juga di kampung
penulis. Seorang tetangga penulis meminjam kredit pertanian kepada pemerintah
untuk modal bisnis pertaniannya. Uang tersebut digunakan untuk menyewa sawah
dan menanam padi. Dengan kondisi seperti ini, tetangga penulis menanyakan
kepada seorang kiyahi apakah dia harus membayar zakat panennya. Jawab kiyahi
tadi adalah = jawaban KH. A. Mustofa Bisri tadi.
Karena kondisi petani-petani di Indonesia
mirip seperti 2 kasus tadi maka sebagian besar petani tidak membayar zakat
panen, dengan akibat diturunkannya bala’ di tanah air kita yang mengenai
seluruh penduduk baik yang bersalah ataupun yang tidak.
2. Contoh
Kasus Menanam Padi.
Kita mengambil contoh peristiwa petani
yang menanam padi. Mula-mula tanah yang akan ditanami padi itu dibajak baik
menggunakan bajak yang ditarik sapi atau menggunakan traktor. Sementara itu
disiapkan pembibitan padi di suatu petak khusus. Kemudian tanahnya diairi.
Setelah cukup pertumbuhannya lalu bibit itu ditanam di sawah. Biasanya pada
penanaman padi modern dilakukan memupukan dan pembasmian serangga. Juga
dilakukan pembuangan tanaman pesaing yaitu rumput. Dalam waktu kira-kira 3
bulan padi itu berbunga lalu berbuah, beberapa waktu kemudian menjadi masak.
Akhirnya siaplah padi itu dipanen.
Untuk mengelola padi di sawah diperlukan
3 M, yaitu man, money dan material.
Man atau manusia yaitu tenaga buruh tani
yang ditugaskan untuk membajak, menyemai, menanam padi, memupuk, menyemprotkan
anti hama dan lain-lain, akhirnya memanen.
Money atau uang dipakai untuk menyewa
sawah, membeli bibit, membayar air, dan membayar pekerja dan buruh tani. Semua
beaya ini disebut ongkos tanam.
Material adalah lahannya sendiri, bibit,
air, pupuk, obat anti hama dan alat-alat pertanian.
Maka secara akuntansi uang yang
diperlukan untuk proses itu disebut modal. Uang yang dikeluarkan untuk
prosesnya disebut ongkos. Setelah dikeluarkan zakatnya di sawah, kemudian sisa
hasil panennya dijual. Uang hasil penjualan padi dikurangi modal itulah
keuntungan yang diperoleh pengusaha
pertanian tersebut.
Bila semua petani tidak lupa untuk
mengeluarkan zakat pertaniannya, maka sesuai dengan janji Alloh s.w.t. pada
Al-A’rof [7] :96, serta sesuai dengan contoh kasus di Iran di atas maka semua
hama oleh Alloh s.w.t. dilarang masuk ke dalam lahan pertanian tersebut maka
tidak diperlukan lagi obat anti hama, sehingga hasil pertaniannya akan berlipat
ganda.
3. Siapakah
Yang Menumbuhkan Padi ?
Untuk bisa menjawab pertanyaan ini kita
harus menggunakan ilmu tumbuh-tumbuhan. Bila sebutir padi ditanam di tanah yang
basah segera akan tumbuh kecambah. Selanjutnya tumbuhlah daunnya yang berwarna
hijau itu. Warna hijau itu adalah berasal dari khlorofil. Di dalam khlorofil
inilah terjadi fotosintesis yaitu air yang berasal dari tanah yang diisap oleh
akar di reaksikan dengan CO2yang berasal dari udara dengan bantuan
tenaga matahari dirubah menjadi gula dan oksigen. Selanjutnya glukosa ini
menjadi bahan baku dalam pembuatan senyawa organik lainnya dan sebagai bahan
baku enerji.
Tanaman itu tumbuh karena adanya proses
fotosintesa yang memerlukan (i) air, (ii.) udara dan (iii.) cahaya matahari.
Ketiganya diciptakan atau dikerjakan oleh Alloh s.w.t. Jadi yang menumbuhkan
tanaman itu adalah Alloh s.w.t. Pekerjaan ini adalah yang terpenting. Maka
wajarlah bila Alloh s.w.t. berhak dibayar untuk menumbuhkan tanaman. Hak Alloh
itu berupa zakat panenan.
-----------------------------------------------------------------------
Maka sebenarnya zakat panenan adalah ongkos Alloh s.w.t.
karena telah menumbuhkan tanaman.
-----------------------------------------------------------------------
Meskipun seorang petani mempunyai hutang,
dia tetap harus membayar ongkos buruh tani, demikian juga ongkos Alloh s.w.t. tetap
harus dibayar dalam bentuk zakat panenan.
Maka:
-------------------------------------------------------------------
3. Petani yang berhutang tetap harus
membayar zakat panenan bila jumlahnya telah mencapai nishob.
-------------------------------------------------------------------
Adapun pendapat 5 madzhab tentang hal ini
adalah sebagai berikut :
Imamiyah dan Syafi'i:
Hutang tidak menjadi syarat untuk bebas zakat. Maka, barangsiapa yang mempunyai
hutang, ia wajib mengeluarkan zakat, walaupun hutang tersebut sekadar cukup
sampai jatuhnya nishob bahkan Imamiyah berpendapat: Kalau ada seseorang yang
meminjam harta benda yang wajib dizakati dan mencapai nishob, serta berada di tangannya selama
satu tahun, maka harta hitungan itu wajib dizakati.
Hambali:
Hutang itu mencegah zakat. Maka barangsiapa yang mempunyai hutang, dan dia
mempunyai harta maka dia harus membayar hutangnya terlebih dahulu. Kalau sisa
hartanya mencapai nishob zakat, maka dia harus
menzakatinya. Tapi kalau tidak, dia tidak wajib menzakatinva.
Maliki:
Hutang itu hanya mencegah zakat bagi emas dan perak, tetapi tidak untuk
biji-bijian, binatang ternak, dan barang tambang. Maka, barangsiapa yang
mempunyai hutang, dan dia mempunyai harta yang berupa emas dan perak yang sudah
mencapai nishob, dia harus membayar hutangnya
terlebih dahulu, baru kemudian mengeluarkan zakatnya. Tapi kalau dia mempunyai
hutang, dan harta miliknya selain dari emas dan perak serta sudah mencapai nishob, maka dia tetap wajib menzakatinya.
Hanafi: Kalau hutang tersebut menjadi hak Allah yang harus
dilakukan oleh seseorang, dan tidak ada manusia yang menuntutnya, seperti haji
dan kafaroh-kafaroh, maka ia tidak dapat mencegah
zakat. Tapi kalau hutang tersebut untuk manusia, atau untuk Allah, dan dia
mempunyai tuntutan (tanggung jawab) seperti zakat sebelumnya yang dituntut oleh
seorang Imam, maka ia tidak wajib mengeluarkan zakat dari semua jenis hartanya,
kecuali zakat tanam-tanaman dan buah-buahan.
4. Komentar penulis :
Dari pendapat 5 madzhab ini ternyata yang
sesuai dengan pendapat K.H. Bisri Mustofa hanyalah pendapat Imam Hambali,
sedang 4 madzhab yang lain sesuai dengan pendapat penulis.
VII. Zakat
Fitrah.
Wajib mengeluarkan zakat
fitroh dengan 3 syarat:
1. beragama
Islam;
2. terbenam matahari
akhir bulan Romadhon;
3. ada kelebihan dari makanan pokok untuk
dirinya dan keluarganya pada hari raya itu. Wajib bagi orang yang demikian itu menzakati
dirinya, dan orang-orang yang menjadi kewajibannya menafkahi, dari orang-orang
Islam, secupak dari makanan pokok negerinya.
Ukuran secupak itu ialah 5 1/3 kati Iraq (2
1/2 kg).
Hadith 09: Sabda Nabi Muhammad saw.: "Rosulullah saw telah
mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadan kepada manusia, secupak dari kurma
atau secupak dari sya'ir atas setiap orang merdeka, hamba laki-laki atau
perempuan dari umat Islam. (H.R. Syaikhan).
VIII. Zakat
Emas dan Perak
Terutama Untuk Fi Sabilillah
Hadits 10 : “Dari Abu Musa al-Asy’ary, bahwa
Rosululloh saw pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang berperang karena
keberaniannya dan yang berperang karena sakit hati, atau berperang karena ingin
mendapat pujian saja, manakah di antara mereka itu yang berperang di jalan
Alloh ? Rosululloh menjawab,
“Orang yang berperang untuk meninggikan kalimat Alloh maka berperangnya itu fi
sabilillah.”(Riwayat
al-Bukhori dan Muslim).
34. Hai orang-orang yang beriman,
Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib
Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya
pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan
mendapat) siksa yang pedih,
35. Pada hari
dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi
mereka, Lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka:
"Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (At-Taubah.' 34-35).
Hadits 11. : “Tidak ada seorang pun yang
mempunyai emas dan perak yang dia tidak berikan zakatnya, melainkan pada hari
kiamat dijadikan hartanya itu beberapa keping api neraka. Setelah dipanaskan,
digosoklah lambungnya, dahinya, belakangnya dengan kepingan itu, setiap kali
dingin, dipanaskan kembalipada suatu hari yang lamanya 50 ribu tahun, sehingga
Alloh menyelesaikan urusan
hamba-Nya.” (Al-Mughni
2:596).
Hadits 12. Dari 'Ali bin Abi Tholib, telah berkata
Rosulullah s.a.w.: "Apabila engkau mempunyai perak dua ratus dirham dan
telah cukup satu tahun, maka zakatnya lima dirham, dan tidak wajib atasmu zakat
emas, hingga engkau mempunyai dua puluh dinar. Apabila engkau mempunyai dua
puluh dinar dan telah cukup satu tahun, maka wajib zakat padanya setengah dinar". (Riwajat
Abu Daud).
Hadits 13. Dan pada perak, (zakatnya) 1/4 nya dari
sepersepuluh (2,5%).Tetapi apabila harta itu hanya 190 (dirham), maka tidak
wajib dizakati apa pun, kecuali
jika pemiliknya menghendaki (bersedekah tathawwu')." (HR. Ahmad, Nasa'iy dan Bukhari. Dan
Bukhari memisah-misahkannya pada sepuluh tempat. Daruquthniy meriwayatkan
demikian pula).
A. Pahala Infak
(Zakat) Fi Sabilillah adalah 700 kali lipat.
(261) Perumpamaan
orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang
menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Alloh
melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Alloh Mahaluas, Maha Mengetahui.
(262) Orang yang menginfakkan hartanya di
jalan Alloh, kemudian tidak mengiringi apa yang dia infakkan itu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), mereka memperoleh pahala
di sisi Tuhan mereka. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak
bersedih hati.
(263) Perkataan yang baik dan pemberian
maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. (Q.S. Al-Baqoroh [2] :261).
B. Arti Kata
Fi Sabilillah.
1. Dalam Kitab
Lima madzhab.
Orang yang berada di jalan
Alloh adalah menurut empat
mazhab: Orang-orang yang berperang secara suka rela untuk membela Islam.
Imamiyah: Orang-orang yang berada di jalan Alloh secara umum, baik
orang yang berperang, orang-orang yang mengurus masjid-masjid, orang-orang yang
berdinas di rumah sakit dan sekolah-sekolah, dan semua bentuk kegiatan
kemaslahatan umum.
2. Menurut Sayid
Sabiq dalam “Fiqhus Sunnah”.
FI
SABILILLAH. Sabilillah,
ialah jalan yang menyampaikan kepada keridhaan Allah, baik berupa ilmu, maupun
amal.
Dan jumhur ulama berpendapat bahwa yang
dimaksud dengannya ialah berperang dan bahwa jatah sabilillah itu diberikan
kepada tentara sukarelawan yang tidak mendapatkan gaji dari Pemerintah. Maka
orang-orang inilah yang berhak beroleh zakat, biar mereka kaya ataupun miskin.
Dan telah disebutkan di muka hadits Rasulullah saw., yang artinya: "Tidak
halal zakat bagi orang kaya, kecuali bagi lima orang: yang berperang pada jalan
Allah,..." sampai seterusnya.
Mengenai ibadah haji tidaklah termasuk
dalam sabilillah yang berhak diberi zakat, karena ia diwajibkan hanyalah atas
orang yang mampu, dan tidak atas lainnya.
Dalam tafsir Al-Manar terdapat:
"Jatah ini boleh diberikan untuk mengamankan jalan haji, menyempurnakan
perbekalan air, bahan-bahan pangan dan syarat-syarat kesehatan bagi jamaah,
yakni bila tidak dijumpai golongan-golongan yang berhak lainnya." Juga dalam tafsir tersebut: "Fi
sabilillah mencakup semua kepentingan umum bagi agama, yang menjadi dasar
tegaknya agama dan negara. Yang pertama dan yang mesti didahulukan ialah
persiapan perang dengan membeli senjata dan perbekalan tentara, alat-alat
angkutan dan alat-alat perang. Tetapi alat-alat perang dan tentara itu, harus
dikembalikan ke Baitulmal, jika ia merupakan barang yang tahan lama seperti
senjata, kuda dan lain-lain, karena itu tidaklah dimiliki seseorang buat
selama-lamanya dengan melihat sifat yang menentukan corak peperangan tersebut,
tetapi hendaklah digunakan fi sabilillah; dan dengan hilangnya sifat sabilillah
itu, maka barang-barang tersebut harus tetap tinggal utuh. Berbeda halnya
dengan orang miskin, amil, gharim, muallaf dan ibnu sabil, maka mereka ini
tidak perlu mengembalikan yang mereka terima, walau sifat ketika mereka
menerima itu sudah tidak ditemukan lagi.
Dan termasuk dalam umumnya sabilillah itu
mendirikan rumah-rumah sakit tentara, begitu pun kepentingan-kepentingan umum
lainnya, seperti membuat dan meratakan jalan, memasang rel-rel kereta untuk
keperluan tentara, di antaranya pula membuat kapal-kapal perang, helikopter dan
pesawat-pesawat terbang militer, benteng-benteng dan parit-parit perlindungan.
Dan yang lebih penting menafkahkannya fi
sabiliilah di masa kita sekarang ini, ialah menyiapkan penyebar-penyebar agama
Islam dan mengirim mereka ke negeri-negeri non-Islam yang diatur oleh
organisasi-organisasi yang teratur yang membekali mereka dengan dana-dana yang
cukup, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang kafir dalam menyebarkan
agama mereka. Termasuk juga di dalamnya membiayai sekolah-sekolah yang
mengajarkan pengetahuan-pengetahuan agama dan lainnya yang diperlukan untuk
kepentingan masyarakat. Dalam hal ini hendaklah diberi bagian guru-guru mereka
tersebut selama mereka memenuhi kewajiban-kewajiban mereka yang telah
ditetapkan, yakni selama mereka tidak mempunyai mata pencaharian lain. Dan
orang alim yang mampu, tidaklah diberi bagian dengan ilmunya itu, walau ilmu
itu diajarkannya kepada manusia."
Sekian.
3. Menurut penulis
Infak fi sabilillah
bertujuan untuk meninggikan
kalimat Alloh dengan pahala 700
kali lipat. Bila tidak ada perang jihad maka perbuatan yang bertujuan
meninggikan kalimat Alloh adalah amal yang bertujuan menciptakan masyarakat
Islam yaitu :
- Mendirikan
sekolah-sekolah dan belajar agama Islam
- Mendirikan
masjid dan memakmurkan masjid
- Berdakwah
dan melaksanakan pengajian-pengajan agama Islam
- Istighosah
dll.
IX. ZAKAT PERNIAGAAN
Hadits
14 : Bukhari dan Muslim meriwayatkan dan Abu
Hurairah, dan Nabi saw. sabdanya: "Barang siapa yang diberi Allah harta
tetapi tidak mengeluarkan zakatnya, harta itu akan dirupakan pada hari kiamat
sebagai seekor ular jantan yang amat berbisa, dengan kedua matanya yang dilindungi
warna hitam kelam, lalu dikalungkan ke lehernya. Maka ular itu akan memegang rahangnya
dan mengatakan kepadanya: Saya ini adalah simpananmu, harta kekayaanmu!"
Kemudian Rasulullah saw membaca ayat
yang artinya: "Janganlah orang-orang yang kikir mengenai karunia yang
diberikan Allah kepada mereka menyangka ....... "dan seterusnya.
A. Dikutip
dari Fiqh Lima Madzhab.
Yang dinamakan harta dagangan adalah
harta yang dimiliki dengan ditukar dengan tujuan untuk memperoleh laba dan
harta yang dimilikinya harus merupakan hasil usahanya sendiri. Kalau harta yang
dimilikinya itu merupakan harta warisan, maka ulama mazhab secara sepakat tidak
menamakannya harta dagangan.
Zakat harta dagangan adalah wajib menurut
empat mazhab, tetapi menurut
Imamiyah adalah sunnah.
Zakat yang dikeluarkan itu adalah dari
nilai barang-barang yang diperdagangkan. Jumlah yang dikeluarkan sebanyak
seperempat puluh.
Semua mazhab sepakat bahwa syaratnya harus mencapai satu tahun.
Untuk
menghitungkannya pertama-pertama harta tersebut diniatkan untuk berdagang.
Apabila telah mencapai
satu tahun penuh dan memperoleh untung maka ia wajib dizakati.
Imamiyah: menyaratkan adanya modal dari awal
tahun sampai akhir tahun. Maka kalau di pertengahan tahun modal tersebut
berkurang, maka ia tidak wajib dizakati. Apabila nilai
modal tersebut berkurang, maka hitungan tahun mulai dari awal lagi.
Syafi'i dan Hambali:
Perkiraan untuk dinamakan akhir tahun itu bukan dari awal, pertengahan dan
akhir tahun itu bukan dan awal, pertengahan dan akhir tahun. Maka kalau ia
(seseorang) tidak memiliki modal yang mencapai nishab pada awal tahun, juga pada
pertengahannya, tetapi pada akhir tahun sudah mencapai nishab, maka wajib dizakati.
Hanafi: Yang dianggap atau yang dihitung dalam satu tahun, bukan
hanya di pertengahan saja. Maka barangsiapa memiliki harta perdagangan yang
telah mencapai nishob pada awal tahun, kemudian pada
pertengahan tahun berkurang, tapi pada akhir tahun sempurna atau mencapai nishob
maka ia wajib dizakati. Tetapi kalau pada awal ataupun akhir tahun berkurang
maka ia tidak wajib dizakati.
Disyaratkan
juga bahwa harga atau nilai barang-barang dagangan tersebut harus mencapai nishob.
B. Menurut
Sayid Sabiq dalam “Fiqhus Sunnah”.
Sebagian besar ulama dan sohabat dan
tabi'in begitu pun para fuqoha di belakang mereka berpendapat, tentang wajibnya
zakat pada barang-barang perniagaan. Berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Abu
Daud dan Baihaqi.
Hadits
15 : dari Samurah bin Jundub: "Wa ba'du, sesungguhnya Nabi
saw menyuruh kami mengeluarkan zakat dari barang-barang yang kami sediakan
untuk perdagangan."
Hadits
16 : Dan diriwayatkan oleh Daruquthni dan
Baihaqi dari Abu Dzar, bahwa Nabi saw. bersabda: Wajib zakat pada: unta, kambing,
sapi dan barang-barang rumah tangga!".
Hadits
17 : Syafi'i, Ahmad, Abu Ubeid, Daruquthni,
Baihaqi dan Abdur Razzak meriwayatkan dari Abu Amar bin Ahmad yang diterimanya
dan bapaknya katanya: "Saya menjual kulit dan alat-alat dari kulit,
tiba-tiba lewat Umar bin Khatthab r.a., maka katanya: 'Keluarkan zakat hartamu
'Ya Amirulmukminin', ujarku, 'Ini hanya kulit'! Jawabnya: 'Taksirlah berapa harganya.
Lalu keluarkan zakat.
Berkata pengarang buku Al-Mughni: "Kisah seperti
ini amat terkenal dan tidak ada yang membantah. Maka itu merupakan ijma'."
Sementara itu golongan Zhohiriyah mengatakan:
"Tidak wajib zakat pada harta perniagaan.
Berkata Ibnu Rusyd: "Yang menjadi
sebab pertikaian mereka, ialah mengenai diwajibkannya zakat dengan qiyas,
begitu pun berselisihnya pendapat mereka tentang sah-tidaknya hadits Samurah
dan Abu Dzar."
Mengenai qiyas yang menjadi pegangan
jumhur, ialah bahwa barang yang disediakan buat perniagaan itu merupakan harta
yang dimaksudkannya supaya berkembang. Maka ia serupa dengan ketiga jenis yang
disepakati wajib zakatnya, yakni tanaman, ternak dan emas perak."
Dan di dalam Al-Manar tercantum: "Jumhur ulama
Islam menyatakan wajibnya zakat barang-barang perniagaan. Tetapi tidak dijumpai
keterangan tegas dari Kitab Suci maupun Sunnah Nabi, hanya mengenai itu ada
riwayat yang saling menguatkan dengan pertimbangan yang bersandar kepada nash,
yaitu bahwa barang-barang perniagaan yang diperedarkan untuk mendapatkan
keuntungan, merupakan mata uang yang tidak ada bedanya dengan uang mas dan
perak yang merupakan harga atau nilainya. Kecuali bahwa nisab itu berubah dan
bolak-balik di antara harga yaitu uang, dan yang dihargai yaitu barang.
Dan yang menjadi pokok pertimbangan dalam
masalah ini, ialah bahwa Allah Ta'ala telah mewajibkan zakat pada harta-harta
orang kaya untuk membantu fakir miskin dan orang-orang yang sama nasibnya
dengan mereka serta menggalang kepentingan umum. Sedang faedahnya bagi golongan
yang kaya itu ialah membersihkan diri dari penyakit bakhil dan menghiasinya
dengan rasa santun terhadap orang yang malang dan golongan-golongan yang berhak
lainnya, serta membantu bangsa dan negara dalam menanggulangi semua kepentingan
masyarakat. Terhadap fakir miskin dan lainnya, zakat akan merupakan uluran
tangan yang akan menolong mereka menghadapi cobaan masa, di samping bahwa ia
dapat membendung jalan ke arah bencana, bertumpuknya kekayaan dan terbatasnya
pada beberapa gelintir manusia, yakni yang dimaksud oleh Allah Ta'ala dengan
firman-Nya, tentang hikmah pembagian harta rampasan:
'Agar peredarannya tidak terbatas di
kalangan orang-orang kaya di antaramu saja." (Q.S Al-Hasyar: 7).
Maka apakah masuk akal, bahwa para
saudagar yang sebagian besar kekayaan bangsa boleh dikata berada di tangan
mereka, akan berada di luar dan tidak termasuk dalam seluruh maksud dan tujuan
agama ini?".
X. Zakat
Profesi.
Istilah Zakat Profesi belum dikenal di
zaman Rosululloh SAW bahkan hingga masa berikutnya selama ratusan tahun. Bahkan
kitab-kitab Fiqih yang menjadi rujukan umat ini pun tidak mencantumkan
pembahasan bab zakat profesi di dalamnya. Harus diingat bahwa meski di zaman
Rosululloh SAW telah ada beragam profesi, namun kondisinya berbeda dengan zaman
sekarang dari segi penghasilan. Di zaman itu penghasilan yang cukup besar dan
dapat membuat seseorang menjadi kaya berbeda dengan zaman sekarang. Di
antaranya adalah berdagang, bertani, dan berternak.
Sebaliknya, di zaman sekarang ini
berdagang tidak otomatis membuat pelakunya menjadi kaya, sebagaimana juga
bertani dan berternak. Bahkan umumnya petani dan peternak di negeri kita ini
termasuk kelompok orang miskin yang hidupnya masih kekurangan. Sebaliknya,
profesi-profesi tertentu yang dahulu sudah ada, tapi dari sisi pendapatan saat
itu tidaklah merupakan kerja yang mendatangkan materi besar. Di zaman sekarang
ini justru profesi-profesi inilah yang mendatangkan sejumlah besar harta dalam
waktu yang singkat. Seperti Dokter Spesialis, Arsitek, Komputer Programer,
Pengacara, dan sebagainya. Nilainya bisa ratusan kali lipat dari petani dan
peternak miskin di desa-desa.
Perubahan Sosial inilah yang mendasari
ijtihad para ulama hari ini untuk melihat kembali cara pandang kita dalam
menentukan : siapakah orang kaya dan siapakah orang miskin ? Intinya zakat itu
adalah mengumpulkan harta orang kaya untuk diberikan pada orang miskin. Di
zaman dahulu, orang kaya identik dengan Pedagang, Petani, dan Peternak.
Tapi di zaman sekarang ini, orang kaya
adalah para profesional yang bergaji besar. Zaman berubah namun prinsip zakat
tidak berubah. Yang berubah adalah realitas di masyarakat. Tapi intinya orang
kaya menyisihkan uangnya untuk orang miskin. Dan itu adalah intisari Zakat.
Dengan demikian, zakat profesi merupakan ijtihad pada ulama di masa kini yang
nampaknya berangkat dari ijtihad yang cukup memiliki alasan dan dasar yang juga
cukup kuat. Akan tetapi tidak semua ulama sepakat dengan hal tersebut.
Menanggapi persoalan zakat profesi ini,
pendapat ulama terbagi menjadi dua :
A. Pendapat dan Dalil Penentang Zakat Profesi.
Mereka mendasarkan pandangan bahwa
masalah zakat sepenuhnya masalah 'ubudiyah. Sehingga segala macam bentuk aturan
dan ketentuannya hanya boleh dilakukan kalau ada petunjuk yang jelas dan tegas
atau contoh langsung dari Rosululloh SAW. Bila tidak ada,
maka tidak perlu membuat-buat aturan baru.
Di zaman Rosululloh SAW dan Salafus
Sholeh sudah ada profesi-profesi tertentu yang mendapatkan nafkah dalam bentuk
gaji atau honor. Namun tidak ada keterangan sama sekali tentang adanya
ketentuan zakat gaji atau profesi. Bagaimana mungkin sekarang ini ada
dibuat-buat zakat profesi.
Hadith 18 : Rosulullah
SAW bersabda: “Barang siapa
mengerjakan suatu perbuatan yang belum pernah kami perintahkan, maka ia
tertolak”;(HR. Muslim).
Hadith 19 :Rosululloh SAW juga bersabda: “Jauhilah bid’ah, karena bid’ah sesat
dan kesesatan ada di neraka”; (HR.
Turmudzi).
Di antara mereka yang
berada dalam pandangan seperti ini adalah
(i.) Fuqoha kalangan Zohiri seperti Ibnu
Hazm dan lainnya dan juga
(ii.) Jumhur Ulama, kecuali Mazhab
Hanafiyah yang memberikan keluasaan dalam kriteria harta yang wajib dizakati.
(iii.) Umumnya Ulama Hijaz seperti Syaikh
Abdulloh bin Baz, Syaikh Muhammad bin Sholih Utsaimin, dan lainnya tidak
menyetujui zakat profesi. Bahkan Syaikh Dr. Wahbah Az-Zuhaily pun menolak
keberadaan zakat profesi sebab zakat itu tidak pernah dibahas oleh para ulama
salaf sebelum ini. Umumnya Kitab Fiqih Klasik memang tidak mencantumkan adanya
zakat profesi.
B. Pendapat dan Dalil Pendukung Zakat Profesi
Pendapat ini dikemukakan
oleh
(i.) Syaikh Abdur Rohman Hasan,
(ii.) Syaikh Muhammad Abu Zahroh,
(iii.) Syaikh Abdul Wahab Kholaf dan
(iv.) Syaikh Yusuf Qorodhowi.
Mereka berpendapat bahwa
semua penghasilan melalui kegiatan profesi dokter, konsultan, seniman,
akunting, notaris, dan sebagainya, apabila telah mencapai nishob, maka wajib
dikenakan zakatnya.
(v.) Para Peserta Muktamar Internasional
Pertama tentang zakat di Kuwait pada 29 Rajab 1404 H / 30 April 1984 M juga
sepakat tentang wajibnya zakat profesi bila mencapai nishob, meskipun mereka
berbeda pendapat dalam cara mengeluarkannya.
C. Komentar
penulis :
Penulis termasuk dalam kelompok yang
tidak menyetujui zakat profesi karena dalil-dalil yang dipakai tidak sesuai
dengan systematika pembentukan hukum Islam seperti yang tertulis pada bab III.
Zakat profesi yang ditarik pada zaman
pemerintahan Islam setelah Nabi Muhammad s.a.w. sangat mirip dengan pajak profesi
dalam Negara nasional modern.
Di dalam internet ada satu makalah
tulisan Abu Aufa yang sangat baik tentang zakat profesi ini, sebagai berikut :
D. Zakat Profesi,
Adakah…??
8 Februari 2007
CATATAN ATAS ZAKAT PROFESI
Dikutip dari Assunnah Mailing List yang diposting oleh akh Said Mirza
Istilah Zakat Profesi
Istilah zakat profesi adalah baru,
sebelumnya tidak pernah ada seorang ulamapun yang mengungkapkan dari dahulu
hingga saat ini, kecuali Syaikh Yusuf Qorodhowy menuliskan masalah ini dalam
kitab Zakat-nya, kemudian di taklid (diikuti tanpa mengkaji kembali kepada nash
yang syar’i) oleh para pendukungnya, termasuk di Indonesia ini.)
Menurut kaidah pencetus zakat profesi
bahwa orang yang menerima gaji dan lain-lain dikenakan zakat sebesar 2,5% tanpa
menunggu haul (berputar selama setahun) dan tanpa nishob (jumlah minimum yang
dikenakan zakat).
Mereka mengkiyaskan dengan zakat
biji-bijian (pertanian). Zakat biji-bijian dikeluarkan pada saat setelah panen.
Di samping mereka mengqiyaskan dengan akal bahwa kenapa hanya petani-petani
yang dikeluarkan zakatnya sedangkan para dokter, eksekutif, karyawan yang
gajinya hanya dalam beberapa bulan sudah melebihi nishob, tidak diambil
zakatnya.
Simulasi cara perhitungan menurut kaidah
Zakat profesi seperti di bawah ini :
Cara I (tidak memperhitungkan pengeluaran bulanan)
Gaji sebulan =
Rp 2.000.000
Gaji setahun =
Rp 24.000.000
1 gram emas = Rp 100.000
Nishob = Rp 85 gram
Harga nishob = Rp 8.500.000
Zakat Anda = 2,5%
x Rp 24.000.000 = Rp 600.000,-
Cara II (memperhitungkan pengeluaran bulanan)
Gaji sebulan =
Rp 2.000.000
Gaji setahun =
Rp 24.000.000
Pengeluaran
bulanan = Rp 1.000.000
Pengeluaran
setahun = Rp 12.000.000
Sisa pengeluaran
setahun = Rp 24.000.000 - 12.000.000 = Rp 12.000.000
1 gram emas = Rp 100.000
Nishob = Rp 85 gram
Harga nishob = Rp 8.500.000
Zakat Anda = 2,5%
x Rp 12.000.000 = Rp 300.000,-
Sedangkan kaidah umum syar’i sejak dahulu
menurut para ‘ulama berdasarkan hadits Rosululloh s.a.w. adalah wajibnya zakat
uang (yang dibuat dari logam berharga) dan sejenisnya baik yang didapatkan dari
warisan, hadiah, kontrakan atau gaji, atau lainnya, harus memenuhi dua
kriteria, yaitu :
1. batas minimal
nishob dan
2. harus menjalani haul (putaran satu tahun).
Bila tidak mencapai batas minimal nishob
dan tidak menjalani haul maka tidak diwajibkan atasnya zakat berdasarkan dalil
berikut :
Hadith 20 : [a] Sabda
Rosululloh s.a.w. : Kamu tidak mempunyai kewajiban zakat sehingga kamu
memiliki 20 dinar dan harta itu telah menjalani satu putaran haul” [Shohih Hadits Riwayat Abu Dawud].
20
dinar adalah 85 gram emas, karena satu dinar adalah 4 1/4 gram dan nishob uang
dihitung dengan nilai nishob emas.
Hadith 21 : [b] Sabda
Rosululloh s.a.w. : Dan tidak ada kewajiban zakat di dalam harta sehingga
mengalami putaran haul” [Shohih
Riwayat Abu Daud].
Hadith 22 : [c] Dari
Ibnu Umar (ucapan Ibnu Umar atas sabda Rosululloh s.a.w.). : Barangsiapa mendapatkan harta maka tidak wajib
atasnya zakat sehingga menjalani putaran haul” [Shohih dengan syawahidnya, Riwayat
Tirmidzi].
Kemudian penetapan zakat tanpa haul dan
nishob hanya ada pada rikaz (harta karun), sedangkan penetapan zakat tanpa haul
hanya ada pada tumbuh-tumbuhan (biji-bijian dan buah-buahan) namun ini tetap
dengan nishob.
Jadi penetapan zakat profesi
(penghasilan) tanpa nishob dan tanpa haul merupakan tindakan yang tidak
berlandaskan dalil, qiyas yang shohih dan bertentangan dengan tujuan-tujuan
syari’at, juga bertentangan dengan nama zakat itu sendiri yang berarti
berkembang. [Lihat Taudhihul Al Ahkam 3/33-36, Subulusssalam 2/256-259,
Bulughul Marom Takhrij Abu Qutaibah Nadhr Muhammad Al-Faryabi 1/276/279]
Singkatnya simulasi cara perhitungan
menurut kaidah yang syar’i adalah penghasilan kita digunakan untuk kebutuhan
kita, kemudian sisa penghasilan itu kita simpan/miliki yang jumlahnya telah
mencapai nishob emas yakni 85 gram emas dan telah berlalu selama satu tahun
(haul), berarti harta tersebut terkena zakat dan wajib dikeluarkan zakat
sebesar 2,5% dari harta tersebut. Sedangkan jika penghasilan kita kadang
tersisa atau kadang pula tidak, maka untuk membersihkan harta Anda adalah
dengan berinfaq, yang mana infaq ini tidak mempunyai batasan atau ketentuannya.
Contoh
perhitungan yang benar :
Gaji sebulan = Rp 2.000.000
Gaji setahun =
Rp 24.000.000
Sisa pengeluaran setahun setelah dikurangi pengeluaran = Rp
5.000.000
Nishob 85 gram emas = Rp 8.500.000
Maka Anda tidak terkena kewajiban zakat, karena harta di akhir
tahun belum mencapai nishob emas 85 gram tersebut.
Atau
Gaji sebulan = Rp 5.000.000
Gaji setahun = Rp 60.000.000
Sisa pengeluaran
setahun = Rp 10.000.000
Nishob 85 gram
emas = Rp 8.500.000
Maka Anda terkena kewajiban zakat, karena
harta di akhir tahun telah mencapai nishob emas 85 gram tersebut. Kemudian
tunggu harta kita yang tersisa sebesar Rp 10.000.000,- tersebut hingga berlalu
1 tahun. Kemudian baru dikeluarkan zakat tersebut sebesar 2.5 % x Rp
10.000.000,- = Rp 250.000,- pada tahun berikutnya.
Zakat Profesi Bertentangan dengan
Zakat Maal (Harta)
Oleh karena itu ditinjau
dari dalil yang syar’i maka istilah zakat profesi bertentangan dengan apa yang
pernah dicontohkan oleh Rosululloh sholallohu ‘alaihi wassallam, dimana antara
lain adalah :
1. Penolakan Syaikh Yusuf
Qaradhawi akan adanya haul. Haul yaitu bahwa zakat itu dikeluarkan apabila
harta telah berlalu (kita miliki -pen) selama 1 tahun. Padahal telah datang
sejumlah hadits yang menerangkan tentang haul. Namun hadits-hadits ini
dilemahkan menurut pandangan Syaikh Yusuf Qaradhawi dengan alasan-alasan yang
lemah (tidak kuat alasan pendho’ifannya). Karena hadits itu memiliki beberapa
jalan dan syawahid.
Oleh karena penolakan ini, maka menurut pendapat Syaikh Yusuf Qaradhawi,
apabila seseorang menerima gaji (rejeki) melebihi nisab (batasan) zakat, maka
wajib dikeluarkan zakatnya.
2. Dari penolakan haul ini (karena
dianggap bahwa tidak ada haul), maka Syaikh Yusuf Qaradhawi mengkiyaskan dengan
zakat biji-bijian. Zakat biji-bijian dikeluarkan pada saat setelah panen.
Hal ini merupakan pengqiyasan yang salah.
Karena qiyas dilakukan karena beberapa sebab salah satunya apabila tidak ada
dalil yang menerangkan hukumnya. Padahal (sebagaimana yang telah disampaikan
secara singkat), terdapat sejumlah hadits dan atsar para shohabat (dalil-dalil)
yang menjelaskan mengenai haul.
Kemudian jikapun benar dapat
diqiyaskan dengan biji-bijian (pertanian), maka kita harus konsekuen dengan
kebiasaan yang umum berlaku dalam masalah panen biji-bijian
a. Dimana hasil
biji-bijian baru dipanen setelah berjalan 2-3 bulan, berarti zakat profesi juga
semestinya dipungut dengan jangka waktu antara 2-3 bulan, tidak setiap bulan !
b. Dimana hasil
biji-bijian akan dikenakan zakat 5 %, maka seharusnya zakat profesi juga harus
dikenakan sebesar 5 %, tidak dipungut 2.5 % !
3. Penolakan dengan
akal (bukan dengan dalil).
Bahwa kenapa hanya petani-petani yang dikeluarkan zakatnya sedangkan para
dokter, eksekutif, karyawan yang gajinya hanya dalam beberapa bulan sudah
melebihi nishob, tidak diambil zakatnya.
Hujjah (alasan) ini tidak ilmiah sama
sekali dan tidak ada artinya. Karena dalam masalah ibadah, kita harus mengikuti
dalil yang jelas dan shohih. Dengan demikian tidak perlu dibantah (karena Alloh
memiliki hikmah tersendiri dari hukum-hukum-Nya). Seperti berfikir dengan akal
bahwa :
“Kenapa warisan untuk wanita lebih
rendah?”
“Mengapa
air seni yang najis hanya disucikan dengan air bersih, sedangkan air mani yang
suci harus disucikan dengan mandi janabah?”
“Mengapa orang yang mencuri harus
dipotong tangannya sebatas lengan, sedangkan orang yang muhson (telah menikah)
harus dirojam bukannya dipotong alat kemaluannya?”,
Dan masih banyak lagi hal yang tidak bisa
hanya mengandalkan akal kita yang terbatas untuk mengkaji hikmah ilmu dan
kemulian Alloh Azza wa Jalla.
Hal
ini, ketika sampai di Indonesia , ada
sebagian orang yang berlebihan dalam menghitungnya. Misalkan 1 bulan gaji = 1
Juta, maka 12 bulan gaji = 12 Juta. Maka ini telah sampai nishob, lalu dihitung
berapa zakat yang harus dikeluarkan.
Hal ini adalah salah
karena tidak ada haul. Selain itu, kita tidak mengetahui masa yang akan datang
kalau dia dipecat, atau rezekinya berubah. Atau kita balik bertanya, mengapa
pertanyaannya hanya petani, apakah jika petani membayar zakat, lantas pekerja
profesi tidak bayar zakat ? Padahal mereka tetap diwajibkan membayar zakat,
dengan ketentuan dan syarat yang berlaku.
4. Syaikh Yusuf Qaradhawi mengemukakan
dalam suatu zaman Umar bin Abdul Aziz bahwa sebagian pegawai diambil gajinya
2,5% sebagai zakat.
Hal
ini merupakan salah paham terhadap dalil atau atsar. Karena yang diambil itu
harta yang diperkirakan sudah mencapai 1 haul. Yakni pegawai yang sudah bekerja
(paling tidak) lebih dari 1 tahun. Lalu agar mempermudah urusan zakatnya, maka
dipotonglah gajinya 2,5%. Jadi tetap mengacu kepada harta yang sudah melampaui
mencapai nishob dan telah haul 1 tahun saja dari gaji pegawai tersebut.
Kemudian jika dilontarkan suatu syubhat :
“Bagaimana bisa mencapai batas nishob jika gaji yang kita peroleh selalu habis
kita belanjakan untuk kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan yang sifatnya
konsumtif seperti barang elektronik dan lain-lain?”
Hukum syar’i tetaplah hukum yang berlaku
sepanjang zaman, yakni zakat harta harus tetap memenuhi syarat nishab. Bila
gaji itu dibelanjakan, dan sisanya tidak memenuhi nishab, maka harta itu belum
wajib dikeluarkan zakatnya sebagaimana hadis:
Hadith 23 : “Kamu tidak memiliki kewajiban zakat sehingga kamu
memiliki 20 dinar dan harta itu telah menjalani satu putaran haul” (Shohih, HR. Abu Dawud).
“Lantas kapan zakatnya bila sisa gaji itu
tidak pernah mencapai nishob?”
Jawabnya: Tidak wajib zakat pada harta yang tidak
cukup nishob. Nasehatnya adalah, bila kita merasa mampu berzakat dengan sisa
uang gaji yang sedikit, maka hendaknya disalurkan dengan bentuk shodaqoh (yang
sunnah).
Alangkah beratnya agama ini bagi orang
lain yang sama kondisi ekonominya dengan kita namun dia memiliki banyak
keperluan yang harus dia belanjakan untuk keluarganya, bila zakat harta itu
tidak memperhitungkan kewajiban nishob.
Biarlah kita yang masih gemar berinfaq
ini, menyalurkannya dengan bentuk shodaqoh yang sunat terhadap harta yang belum
mencapai nishob tersebut. Tapi jangan sekali-kali mengubah hukum dari yang
tidak wajib menjadi wajib, karena ini akan memberatkan kaum muslimin secara
umum. Mungkin bagi kita tidak berat, tapi orang lain ?. Sungguh telah binasa
umat terdahulu karena mereka melampaui batas dalam agama.
Salah satu dari sekian banyak hikmah
adanya syarat nishab adalah agar harta kaum muslimin itu terus berputar dalam
perbelanjaan mereka, dan tidak mengendap dalam jumlah yang besar pada satu atau
beberapa orang. Ini akan akan berdampak jumlah uang beredar akan menjadi
sedikit, kesenjangan semakin meningkat, dan lain-lain.
Bila seseorang itu memiliki harta
dia boleh:
1. membelanjakan
di jalan yang halal untuk keluarganya,
2. atau mengusahakan harta itu dengan
permodalan (misalnya mudhorobah dll)
3. atau mengeluarkan zakat bila telah
terpenuhi syarat-syaratnya
4. atau menabungnya bila belum terpenuhi
syarat-syaratnya, agar kemudian bisa dikeluarkan zakatnya
5 Atau dia shodaqohkan/berinfaq (sunnah
hukumnya)
Oleh karena itu memperhitungkan gaji
semata dalam satu tahun tanpa memperhitungkan bentuk harta yang lainnya adalah
cara yang keliru dalam menghitung zakat maal. Zakat termasuk dalam ibadah, dan
kaidah dalam menjalankan ibadah adalah menjalankan segala perintah yang
dituntunkan Rosululloh S.A.w. Dalam hal ini Rosulullah S.A.w. tidak memberikan
contoh ataupun tuntunan dalam memperhitungkan zakat maal dalam penghasilan
semata.
Rosululloh S.A.w. mengajarkan bahwa zakat barang tambang
yang wajib dizakatkan adalah emas dan perak, sedangkan tanaman yang wajib zakat
adalah gandum, sya’ir, kurma, dan zabib, dan tidak ada satupun Riwayat dari
Rosululloh S.A.w. bahwa harta
penghasilan adalah harta wajib zakat. Jadi tidak ada dalil yang menerangkannya.
Hitunglah berapa penghasilan kita dalam satu tahun lantas dikurangi pengeluaran
itulah harta yang tersisa dalam dalam satu tahun, bandingkan dengan nishab emas
85 gram, bila sama atau melebihinya maka wajib zakat, jika tidak maka tidak
perlu zakat, namun dengan bershodaqoh juga dapat membersihkan harta. Wallohu
a’lam.
XI. Pemberian
Harta (Sedekah) di Luar Zakat
SEDEKAH SUNAT
(TATHOWWU')
A. Dikutip
dari tulisan Sayid Sabiq dalam “Fiqhus Sunnah”.
Islam mengajak dan menganjurkan orang
agar suka memberi dengan susunan kata yang memikat hati dan membangkitkan
gairah, menggali makna-makna kebaikan dan kebajikan serta perbuatan mulia.
Firman Alloh
s.w.t. :"Kamu belum lagi
mencapai kebaikan, sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu sukai.
Dan apa juga yang kamu nafkahkan, maka Allah mengetahuinya." (Ali Imran: 92).
Dan firman-Nya lagi:
"Dan nafkahkanlah sebagian dari
harta yang kamu dijadikan Allah sebagai penguasanya! Maka orang-orang yang
beriman di antaramu dan rela mengeluarkan nafkah, disediakan untuk mereka
pahala besar." (Al-Hadid: 7).
Dan telah bersabda
Rosululloh saw.;
Hadith 24 :"Sesungguhnya sedekah itu memadami kemurkaan Allah dan
menolak akibat jelek." (Riwayat
Tirmidzi yang menyatakannya hasan)
Juga diriwayatkan seperti itu bahwa Rosululoh
saw. bersabda:
Hadith 25 :"Sedekah seorang muslim itu akan menambah
panjangnya umur, menolak akibat jelek, dan dilenyapkan Allah dengannya sifat
takabur dan angkuh."
Dan bersabda Rosululloh saw.:
Hadith 26 : Tiada suatu hari pun dimana hamba bangun pagi-paginya
kecuali dua orang malaikat turun ke bumi, lalu salah satu akan berdo’a: ‘Ya
Alloh, berikan gantinya kepada orang yang bersedekah’, sementara yang lain
mendoakan: ‘Ya Alloh, datangkanlah kerusakan kepada orang yang bakhil’!”
XII. KESIMPULAN
Demikianlah makalah
tentang zakat yang hukumnya dihubungkan dengan ancaman siksaan Alloh s.w.t.
baik di dunia dan akhirot bila kita tidak melaksanakannya atau pahala bila kita
melaksanakannya.
Zakat yang penulis bisa
menghubungkannya dengan siksa dan pahala tadi adalah zakat makanan dan zakat
emas dan perak atau yang dikiaskan dengannya yaitu zakat perdagangan.
Alloh s.w.t. menyediakan
pahala 2 kali lipat untuk zakat makanan dan 700 kali lipat untuk fi sabilillah
yaitu zakat emas dan perak dan harta yang dikiaskan dengan keduanya.
Dari obyek zakat yang
ditujunya penulis menyimpulkan bahwa tujuan pelaksanakan zakat makanan dan emas
perak tersebut adalah untuk menjamin kelangsungan hidup manusia dan masyarakat
Islam.
Manusia tanpa asupan
makanan akan mati. Begitu juga masyarakat Islam tanpa harta yang menopangnya
akan runtuh.
Sedang zakat profesi
dalil-dalil yang dipakainya tidak berkaitan langsung dengan siksa dan pahala
Alloh s.w.t. sehingga penulis anggap hukumnya lemah.
Maka sedekah di luar zakat
yang seharusnya kita nafkahkan sehari-hari adalah yang bersifat tatawwuk atau
anjuran saja.
Mudah-mudahan
dapat diterima oleh khalayak ramai.
Kami
yakin tulisan ini tidak sempurna, bagi pembaca yang menemukan kekurangannya dan
kesalahannya sudilah memberitahukan kepada kami untuk diadakan perbaikan
seperlunya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Wal
‘lloohu ‘lmuwaffiq ilaa aqwamith thorieq.
Jember, 30
September 2010
Dr. H.M. Nasim Fauzi
Jl. Gajah Mada 118
Tilpun (0331) 481127
Jember, Jawa Timur.
Kepustakaan :
01. Ali Audah, Konkordansi Qur’an, Penerbit Mizan, Bandung, 1997.
02. Departemen Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya, Lembaga Percetakan Al-Qur’an Depag
RI, Jakarta, 2009.
03. Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, CV Penerbit Diponegoro, Bandung, 2000.
04. Dr.Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Penerbit Mizan, Bandung,1999.
05. H. Moch. Anwar, Fiqih Islam, Tarjamah Matan Taqrib,Penerbit
Alma’arif, Bandung, 1973.
06. Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Madzhab, PT Lentera Basritama, Jakarta,
2004.
07. Muhyidin
Abdusshomad, Fiqh
Tradisionalis, Pustaka Bayan,Malang ,
2004.
08. Prof. Dr. H.
Harun Nasution dkk., Ensiklopedia
Islam Indonesia, Jambatan, Jakarta ,
1992.
09. Sayyid Abdul Husein Dastghib, Catatan Dari Alam Gaib,Pustaka
Hidayah, Bandung, 1990.
10. Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 3, Penerbit Alma’arif, Bandung, 1978.
11. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqi, Pedoman Zakat, PT Pustaka Rizki Putra, Semarang,
1975.
12. Zakat Profesi, adakah_
http://aliph.wordpress.com/author/abuaufa/page/25/