Diedit tanggal 19 Juni 2016
Mengapa
Wanita Pada Umumnya
Anti Poligami ?
Oleh : Dr. H.M. Nasim Fauzi
..... Lanjutan dari makalah sebelumnya
15. Muslimat NU Berubah Menjadi Anti Poligami
Setelah lulus Fakultas Kedokteran Unair dan pulang ke
Jember penulis melihat bahwa famili-famili perempuan penulis yang umumnya
termasuk Muslimat dan Fatayat N.U. pandangannya tidak seperti orang tuanya dulu
yang tidak anti poligami, tetapi sekarang berubah menjadi anti poligami. Sedang
kitab-kitab yang dipakai sebagai dasar hukum bukan lagi kitab-kitab hukum Islam
berdasar mazhab Imam Syafii namun menggunakan kitab tafsir Al Qur-an yang
dikarang oleh ulama modern di antaranya : Tafsir Al-Manar karangan Rosyid Ridho dan
Tafsir Al-Maroghi karangan Ahmad Mustofa Al-Maroghi.
Wacana ini sangat jauh
melenceng dari faham Islam Tradisional NU, karena dapat diartikan bahwa Nabi
Muhammad dan para sohabat besar yaitu Umar bin Khottob, Ali bin Abi Tholib
(sepupu/menantu Nabi), Muawiyah bin Abi Sufyan, dan Muaz bin Jabal telah melakukan
kekerasan pada perempuan lantaran menjalankan poligami. Na'udzu billah min
dzalik.
Syaikh M. Rosyid Ridha
Muktamar NU ke-31 diselenggarakan di Surakarta.
Konsumsi muktamar tersebut diserahkan pada "Ayam Bakar Wong Solo"
milik Puspo Wardoyo, presiden Masyarakat Poligami Indonesia. Hal ini diprotes
oleh Ny. Nuriyah A. Rahman Wahid dan Muslimat NU sambil mengatakan bahwa
poligami adalah suatu bentuk kekerasan pada perempuan.
16. Kitab Kuning Hukum Islam Dianggap Tidak Adil
Karena Bias Gender / Bernuansa Patriarki
Seharusnya anggota Muslimat dan Fatayat NU yang
termasuk Jamaah NU yang berpaham tradisional tetap menganut faham mazhab Imam
Syafii, dan menggunakan kitab kuning hukum Islam. Pada faham itu hukum poligami
sudah final yaitu halal. Kemudian kitab tafsir yang dipegang adalah tafsir
Al-Qur’an kitab kuning antara lain : Tafsir Jalalain atau Tafsir Ibnu Katsir.
Rupa-rupanya mereka terpengaruh oleh Feminis Islam luar negeri antara lain :
Fatima Mernisi (Maroko), Amina Wadud Muhsin (Malaysia), Riffat Hasan (Pakistan)
dan Asghar Ali Enginer (India).
Sedang tokoh-tokoh feminis di Indonesia adalah :
Masdar F. Masudi, Mansour Fakih, Wardah Hafidz, Nurul Agustina, Ratna Megawangi
dan Siti Ruhaini Nurhayatin.
Tokoh Islam lainnya yang perduli perempuan adalah :
Quroish Shihab, Nurcholis Majid, Jalaluddin Rahmat dan Nasaruddin Umar.
Mereka tidak suka kitab hukum Islam tradisional karena
dianggap bernuansa patriarki / bias gender sehingga dianggap tidak adil. Maka
mereka beralih kepada Kitab Tafsir modern atau Tafsir kitab putih.
16. Usaha Gerakan Feminis di Indonesia
Tujuan utama gerakan feminisme adalah untuk mengikis
ketidak-adilan perlakuan terhadap perempuan dalam struktur sosial serta
memperjuangkan kesetaraan jender.
Pertama : Memberdayaan perempuan melalui jalur
Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI, jalur pusat studi wanita di
Perguruan Tinggi, dan jalur pelatihan, seminar dan konsultasi.
Kedua : Melalui
buku-buku.
Ketiga :
Melalui kajian historis yang mendukung faham kesetaraan gender.
Keempat : Dekonstruksi tafsir Al-Quran yang bias
gender, serta mengkritisi hadis yang misoginis (membenci perempuan).
II. Permasalahan
Mengapa Wanita Pada Umumnya Anti Poligami?
1. Karena secara naluri para wanita tidak mau dimadu.
2. Terpengaruh oleh pendapat feminis bahwa kitab-kitab
tradisional bernuansi patriarkhi / bias gender.
3. Karena Terpengaruh Kitab-kitab Tafsir Modern
Angka 1 dan 2 telah diterangkan di atas. Tinggal angka
3 yang akan dijadikan permasalahan :
III. Analisa Masalah
Mengapa
Kitab-kitab tafsir modern menimbulkan dampak anti poligami, sebaliknya
Kitab-kitab tafsir klasik (Kitab kuning) tidak demikian ?
A. Pembuatan hipotesis
Untuk menjawab pertanyaan di atas, terlebih dahulu
penulis membuat hipotesis, kemudian kebenaran hipotesis itu akan diuji dalam
pembahasan masalah.
Hipotesis penulis adalah :
=============================================================
1. Kitab-kitab
Tafsir Modern itu telah menjadi sarana bagi Virus fikiran untuk merusak hukum
Islam,
2. di antaranya adalah hukum
Islam tentang perkawinan yang sudah baku.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dalam kalimat di atas ada dua (2) kalimat kunci :
1. Virus fikiran
2. Merusak hukum Islam yang sudah baku
keduanya akan dibahas dalam uraian berikutnya:
==========================================================================
B. Ayat-ayat Al Qur-an yang
akan dibahas tafsirnya
Adapun ayat-ayat yang akan dibahas tafsirnya adalah: Surat An-Nisa’
ayat-ayat 2 - 6 dan 129 sebagai berikut:
4:2. Dan berikanlah kepada
anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik
dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu.
Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang
besar.
4:3. Dan jika kamu takut tidak
akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu
mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu
adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
4:4. Berikanlah maskawin (mahar)
kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.
Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan
senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang
sedap lagi baik akibatnya.
4:5. Dan janganlah kamu serahkan
kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam
kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka
belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka
kata-kata yang baik.
4:6. Dan ujilah anak yatim itu
sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka
telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka
harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas
kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka
dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia
menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa miskin, maka
bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu
menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi
(tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas
persaksian itu).
4:129. Dan kamu sekali-kali tidak
akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin
berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu
cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu
mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
C. Kitab-kitab Tafsir Al
Qur-an yang akan dikaji
Adapun
Kitab-kitab Tafsir Al Qur-an yang akan dikaji terbagi atas dua (2) golongan
besar.
1. Tafsir Al Qur-an klasik atau Tafsir Kitab Kuning
a. Tafsir Jalalain
Tafsir Jalalain dikarang oleh Jalaluddin Muhammad ibn
Ahmad ibn Muhammad ibn Ibrohim Al Mahally (1389-1459) yang mengarang bagian
pertamanya dan ditamatkan oleh Jalaluddin Abdurrahman ibn Abi Bakar ibn
Muhammad As Sayuthi (1445-1505).
b. Tafsir Ibnu Katsir
Tafsir Qur-anul Adzim, dikarang oleh murid Ibnu
Taimiyah, Ibnu Katsir (1302-1373) yang bermadzhab Syafi'i. Nama lengkapnya
adalah Imamul Jalil Al-Hafizh Imaduddin Abu Fida' Ismail bin Umar Ibnu Katsir
bin Dhou'ul Bashory Ad-Dimsyiki.
2. Tafsir Al Qur-an modern atau Tafsir Kitab putih.
a. Tafsir Al-Maroghi
Al-Syaikh Mustofa Al-Maroghi disebut sebagal murid
Muhamad Abduh yang terbesar di kalangan orang-orang Al-Azhar. Atas usaha
gurunya pada mulanya diangkat menjadi Kepala Hakim Agama di Sudan dan kemudian
menjadi Syaikh Al-Azhar (1928 - 1930). Sewaktu memimpin Al-Azhar ia berusaha
meneruskan usaha guru untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan di Universitas
tersebut. Peraturan untuk itu telah dikeluarkan di tahun 1930, tetapi ia
mendapat tantangan keras dari kalangan-kalangan yang anti pembaharuan. Akhirnya
ia terpaksa melepaskan jabatan tertinggi Al-Azhar yang dipegangnya itu.
b. Tafsir Al-Misbah
karangan Dr. Quroisy Shihab
Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab lahir di Rappang
(Sulawesi Selatan) pada 16 Februari 1944. Ia seorang cendekiawan muslim dalam
ilmu-ilmu Al Qur’an dan pernah menjabat Menteri Agama pada Kabinet Pembangunan
VII (1998)
.
Ia berasal dari keluarga keturunan Arab yang
terpelajar. Ayahnya, Prof. Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama dan guru
besar dalam bidang tafsir. Abdurrahman Shihab dipandang sebagai salah seorang
ulama, pengusaha, dan politikus yang memiliki reputasi baik di kalangan
masyarakat Sulawesi Selatan.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Makassar
(dulu Ujung Pandang), Quraish melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang,
sambil “nyantri” di Pondok Pesantren Darul-Hadits Al-Faqihiyyah.
Melihat bakat bahasa arab yang dimilikinya, dan
ketekunannya untuk mendalami studi keislaman, Quraish beserta adiknya (Alwi
Shihab) dikirim oleh ayahnya ke Al-Azhar Cairo. Mereka berangkat ke Kairo pada
1958, saat usianya baru 14 tahun, dan diterima di kelas dua I’dadiyah Al Azhar
(setingkat SMP/Tsanawiyah di Indonesia).
Pada 1967, dia meraih gelar Lc (S-1) pada Fakultas
Ushuluddin JurusanTafsir dan Hadis Universitas Al-Azhar. Kemudian dia
melanjutkan pendidikannya di fakultas yang sama, dan pada 1969 meraih gelar MA
untuk spesialisasi bidang Tafsir Al-Quran dengan tesis berjudul “al-I’jaz
at-Tasryri’i Al-Qur’an Al-Karim (Kemukjizatan Al-Qur’an Al-Karim dari Segi
Hukum)”.
Sekembalinya ke Makassar, Quraish Shihab dipercaya
untuk menjabat Wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada IAIN
Alauddin. Ia juga terpilih sebagai Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Wilayah
VII Indonesia Bagian Timur).
Pada 1980, Quraish Shihab kembali ke Kairo dan
melanjutkan pendidikannya di almamaternya yang lama, Universitas Al-Azhar. Ia
hanya memerlukan waktu dua tahun untuk meraih gelar doktor dalam bidang
ilmu-ilmu Al-Quran. Dengan disertasi berjudul ‘Nazhm Al-Durar li Al-Biqa’iy,
Tahqiq wa Dirasah (Suatu Kajian dan Analisa terhadap Keotentikan Kitab Nazm
ad-Durar Karya al-Biqa’i), ia berhasil meraih gelar doktor dengan yudisium
Summa Cum Laude disertai penghargaan tingkat I (mumtat ma’a martabat al-syaraf
al-‘ula).
Sekembalinya ke Indonesia, sejak 1984, Quraish Shihab
ditugaskan di Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Pasca-Sarjana IAIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta. Di sini ia aktif mengajar bidang Tafsir dan Ulum
Al-Quran di Program S1, S2 dan S3 sampai tahun 1998.
Quraish Shihab bahkan dipercaya menduduki jabatan
sebagai Rektor IAIN Jakarta selama dua periode (1992-1996 dan 1997-1998).
Setelah itu ia dipercaya menduduki jabatan sebagai Menteri Agama selama kurang
lebih dua bulan di awal tahun 1998, hingga kemudian ia diangkat sebagai Duta
Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk negara Republik
Arab Mesir merangkap Republik Djibouti yang berkedudukan di Kairo.
Ia juga dipercaya untuk menduduki berbagai jabatan
lain, antara lain: Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, anggota Lajnah
Pentashih Al-Quran Departemen Agama, dan anggota Badan Pertimbangan Pendidikan
Nasional. Dia juga banyak terlibat dalam beberapa organisasi profesional,
antara lain: Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu Syari’ah, Pengurus Konsorsium
Ilmu-ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia (ICMI).
Aktivitas lainnya yang ia lakukan adalah sebagai Dewan
Redaksi Studia Islamika: Indonesian Journal for Islamic Studies, Ulumul Qur
‘an, Mimbar Ulama, dan Refleksi Jurnal Kajian Agama dan Filsafat.
Di sela-sela segala kesibukannya itu, ia juga terlibat
dalam berbagai kegiatan ilmiah di dalam maupun luar negeri.
Di samping kegiatan tersebut di atas, M. Quraish
Shihab juga dikenal sebagai penulis dan penceramah yang handal, termasuk di
media televisi. Ia diterima oleh semua lapisan masyarakat karena mampu
menyampaikan pendapat dan gagasan dengan bahasa yang sederhana, dengan tetap
lugas, rasional, serta moderat.
Quraish Shihab memang bukan satu-satunya pakar
Al-Qur’an di Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan dan menyampaikan
pesan-pesan Al-Qur’an dalam konteks kekinian dan masa post modern membuatnya
lebih dikenal dan lebih unggul daripada pakar Al-Qur’an lainnya.
Dalam hal penafsiran, ia cenderung menekankan
pentingnya penggunaan metode tafsir maudu’i (tematik), yaitu penafsiran dengan
cara menghimpun sejumlah ayat Al-Qur’an yang tersebar dalam berbagai surah yang
membahas masalah yang sama, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari
ayat-ayat tersebut dan selanjutnya menarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap
masalah yang menjadi pokok bahasan.
Menurutnya, dengan metode ini dapat diungkapkan
pendapat-pendapat Al-Qur’an tentang berbagai masalah kehidupan, sekaligus dapat
dijadikan bukti bahwa ayat Al-Qur’an sejalan dengan perkembangan iptek dan
kemajuan peradaban masyarakat.
Quraish Shihab banyak menekankan perlunya memahami
wahyu Ilahi secara kontekstual dan tidak semata-mata terpaku pada makna
tekstual agar pesan-pesan yang terkandung di dalamnya dapat difungsikan dalam
kehidupan nyata. Ia juga banyak memotivasi mahasiswanya, khususnya di tingkat
pasca sarjana, agar berani menafsirkan Al-Qur’an, tetapi dengan tetap berpegang ketat pada kaidah-kaidah tafsir
yang sudah dipandang baku.
Menurutnya, penafsiran terhadap Al-Qur’an tidak akan
pernah berakhir. Dari masa ke masa selalu saja muncul penafsiran baru sejalan
dengan perkembangan ilmu dan tuntutan kemajuan. Meski begitu ia tetap
mengingatkan perlunya sikap teliti dan ekstra hati-hati dalam menafsirkan
Al-Qur’an sehingga seseorang tidak mudah mengklaim suatu pendapat sebagai
pendapat Al-Qur’an.
Bahkan, menurutnya adalah satu dosa besar bila
seseorang mamaksakan pendapatnya atas nama Al-Qur’an. Dr. M. Quraisy Shihab,
seorang pakar Tafsir Al-Qur'an lulusan Universitas Al-Azhar di Cairo, Mesir.
Pendidikan di Al-Azhar ditempuhnya sejak Tsanawiyah (1958), S1 jurusan
Ushuluddin dan Tafsir (1967), MA jurusan Tafsir (1969) dan doktor dalam
ilmu-ilmu Al-Qur'an dengan predikat Summa cum laude dengan penghargaan tingkat
I pada tahun 1982.
c. Tafsir Al-Azhar Karangan
Buya HAMKA
HAMKA (1908-1981), adalah akronim kepada nama sebenar
Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah. Beliau adalah seorang ulama, aktivis
politik dan penulis Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara. Beliau
lahir pada 17 Februari 1908 di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat,
Indonesia. Ayahnya ialah Syeikh Abdul Karim bin Amrullah atau dikenali sebagai
Haji Rasul, seorang pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya
dari Makkah pada tahun 1906.
HAMKA mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar
Maninjau sehingga Darjah Dua. Ketika usia HAMKA mencapai 10 tahun, ayahnya
telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ HAMKA mempelajari
agama dan mendalami bahasa Arab. HAMKA juga pernah mengikuti pengajaran agama
di surau dan masjid yang
diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid,
Sutan Mansur, R.M. Surjoparonto dan Ki Bagus Hadikusumo.
Hamka adalah seorang otodidiak dalam berbagai bidang
ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik
Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat
menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki
Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal.
Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan
Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean
Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan
bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS
Tjokroaminoto, Raden Mas Surjoparonoto, Haji Fachrudin, Ar Sutan Mansur dan Ki
Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato
yang handal.
Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya
kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir
al-Azhar (yang ditulis semasa dalam penjara) dan antara novel-novelnya yang
mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastera diÿMalaysiaÿdan Singapura
termasuklah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Kaabah dan
Merantau ke Deli.
Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat
nasional dan antara-bangsa seperti anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa,
Universitas al-Azhar, 1958; Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan
Malaysia, 1974; dan gelaran Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno daripada
pemerintah Indonesia.
d. Tafsir An-Nuur Karangan Teungku M. Hasbi
ash-Shiddieqy
Teungku Mumammad Hasbi Ash-Shiddieqy (Lahir di
Lhokseumawe, 10 Maret 1904. Wafat di Jakarta, 9 Desember 1975). Seorang ulama
Indonesia, ahli ilmu fiqh dan usul fiqh, tafsir, hadis dan ilmu kalam.
Menurut silsilah, Hasbi ash-Shiddieqy adalah keturunan
Abu Bakar ash-Shiddieq (573-13 H/634 M), kholifah pertama. Ia sebagai generasi
ke-37 dari kholifah tersebut melekatkan gelar ash-Shiddieqy di belakang
namanya.
Pendidikan agamanya diawali di dayah (pesantren)
ayahnya: Teungku Qadhi Chik Maharaja Mangkubumi Husein ibn Muhamad Su'ud.
Kemudian selama 20 tahun ia mengunjungi berbagai dayah dari satu kota ke kota
lain. Pengetahuan bahasa Arobnya diperoleh dari Syekh Muhammad ibn Salim
al-Kalali, seorang ulama berkebangsaan Arob. Pada tahun 1926, ia berangkat ke
Surabaya dan melanjutkan pendidikan di Madrosah al-Irsyad, sebuah organisasi keagamaan
yang didirikan oleh Syekh Ahmad Soorkati (1974-1943), ulama yang berasal dari
Sudan yang mempunyai pemikiran modern ketika itu. Di sini ia mengambil
pelajaran takhassus (spesialisasi) dalam bidang pendidikan dan bahasa.
Pendidikan ini dilaluinya selama 2 tahun. Al-Irsyad dan Ahmad Soorkati inilah
yang ikut berperan dalam membentuk pemikirannya yang modern sehingga setelah
kembali ke Aceh beliau langsung bergabung dalam keanggotaan organisasi
Muhammadiyah.
Pada zaman demokrasi liberal ia terlibat secara aktif
mewakili Partai Masyumi (Mejelis Syuro Muslimin Indonesia) dalam perdebatan
ideologi di Konstituante. Pada tahun 1951 ia menetap di Yogyakarta dan
mengkonsentrasikan diri dalam bidang pendidikan. Pada tahun 1960 ia diangkat
menjadi dekan Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Jabatan ini
dipegangnya hingga tahun 1972.
Kedalaman pengetahuan keislamannya dan pengakuan
ketokohannya sebagai ulama terlihat dari beberapa gelar doktor (honoris causa)
yang diterimanya, seperti dari Universitas Islam Bandung pada 23 maret 1975 dan
dari IAIN Kalijaga pada 29 Oktober 1975. Sebelumnya, pada tahun 1960, ia
diangkat sebagai guru besar dalam bidang ilmu hadis pada IAIN Sunan Kalijaga.
Hasbi ash-Shiddieqy adalah ulama yang produktif
menuliskan ide pemikiran keislamannya. Karya tulisnya mencakup berbagai
disiplin ilmu keislaman. Menurut catatan, buku yang ditulisnya berjumlah 73
judul (142 jilid). Sebagian besar karyanya adalah tentang fiqh 936 judul.
Bidang-bidang lainnya adalah hadis (8 judul), tafsir (6 judul), tauhid ilmu
kalam, (5 judul). Sedangkan selebihnya adalah tema-tema yang bersifat umum.
e. Al-Qur’an dan Tafsirnya
Departemen Agama RI
Kitab tafsir ini dibuat oleh tujuh belas (17) orang
Tim ahli berikut:
1. Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar
2. Drs. H. Fadhal AR Bafadal, M Sc.
3. Dr. Ahsin Sakho Muhammad, M.A.
4. Prof. K.H. Mustafa Yaqub, M.A.
5. Drs. H. Muhammad Shohib, M.A.
6. Prof. Dr. H. Rif’at
Syauqi Nawawi, M.A.
7. Prof. Dr. H. Salman harun
8. Dr. Hj. Faizah Ali Sibromalisi
9. Dr. H. Muslih Abdul Karim
10. Dr. H. Ali Audah
11. Dr. H. Muhammad Hisyam
12. Prof. Dr. Prof. Dr. Hj. Huzaimah T. Yanggo, M.A.
13. Prof. Dr. H.M. Salim Umar, M.A.
14. Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, M.A.
15. Drs. H. Sibli Sandjaja, LML
16. Drs. H. Mazmur Sya’roni
17. Drs. H.M. Syatibi AH.
IV. Pembahasan Masalah
Tafsir
Al Qur-an yang baik harus sistematis, akurat dan obyektif.
A. Sistematika Tafsir Al Qur-an menurut Dr. Ahmad Syurbasyi
Menurut Dr. Ahmad Syurbasyi dalam bukunya “Sejarah
Perkembangan Al-Qur’an Al-Karim”, syarat-syarat untuk penafsiran Al Qur-an
yang baik secara singkat adalah :
1. Memenuhi kaidah bahasa Arob Al Qur-an yang baik.
Bahasa Arob Al Qur-an adalah bahasa Arob saat diturunkannya Al Qur-an yaitu
bahasa Arob kuno.
2. Dalam menafsirkan ayat-ayat tentang sifat-sifat
Alloh swt. dan tentang keimanan harus memenuhi kaidah ilmu Ushuluddin.
3. Bila menafsirkan ayat-ayat yang akan dijadikan
dasar pembuatan hukum Islam harus memenuhi kaidah ilmu Ushul Fiqh.
4. Agar tafsir Al Qur-an itu tepat dalam maksud dan
tujuannya, harus dikaji dulu Asbabun Nuzulnya. Asbabun nuzul adalah sebab-sebab
atau latar belakang turunnya ayat-ayat Al Qur-an.
5. Agar bisa menggolongkan suatu ayat apakah bersifat
umum yaitu berupa garis besar (mujmal), atau bersifat samar-samar (mubham).
Ayat-ayat yang mujmal dan mubham itu hendaknya dilengkapi dengan hadits Nabi
Muhammad saw. Yang isinya berupa perincian ayat yang mujmal dan menerangkan
ayat yang mubham.
6. Ayat-ayat yang membahas masalah sains dan teknologi
memerlukan spesialisasi keilmuan yang berkaitan.
Tambahan dari penulis :
Selain istilah ayat yang bersifat umum yaitu berupa garis-garis besar
(mujmal) dan ayat yang samar-samar (mubham) dalam angka 5 di atas, juga ada
istilah ayat muhkamat dan mutasyabihat sesuai yang diuraikan Allah dalam QS.
Ali Imron ayat 7 berikut:
Artinya : “Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al
Qur’an) kepada Muhammad. Di antara isi)nya ada ayat-ayat muhkamat, itulah Umm
Al Qur’an (yang dikembalikan dan disesuaikan pemaknaan ayat-ayat al Qur’an
dengannya) dan yang lain ayat-ayat mutasyabihat. Adapun orang-orang yang yang
dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang
mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya sesuai
dengan hawa nafsunya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan
Allah serta orang-orang yang mendalam ilmunya mengatakan : “Kami beriman kepada
ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami”. Dan tidak
dapat mengambil pelajaran darinya kecuali orang-orang yang berakal” (Q.S.
Ali Imran : 7)
Ayat-ayat Muhkamat : ayat yang dari sisi kebahasaan
memiliki satu makna saja dan tidak memungkinkan untuk ditakwil ke makna lain.
Atau ayat yang diketahui dengan jelas makna dan maksudnya.
Ayat-ayat Mutasyabihat : ayat yang belum jelas
maknanya. Atau yang memiliki banyak kemungkinan makna dan pemahaman sehingga
perlu direnungkan agar diperoleh pemaknaan yang tepat yang sesuai dengan
ayat-ayat muhkamat.
B. Tafsir bi al-Ma’tsur sebagai tafsir Al
Qur-an yang ideal.
Menurut Dr. Thameem Ushama, yang dimaksud dengan Tafsir bi al-Ma’tsur
adalah :
a. tafsir yang merujuk pada penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, atau
b. penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Hadits atau
c. penafsiran Al-Qur’an dengan penuturan para sohabat.
a. tafsir yang merujuk pada penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, atau
b. penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Hadits atau
c. penafsiran Al-Qur’an dengan penuturan para sohabat.
Metode ini merupakan tafsir yang nilainya tertinggi yang tidak dapat dibandingkan dengan sumber
lain, karena:
i. Para sohabat itu menyaksikan turunnya wahyu, maka
penafsiran merekalah yang layak untuk dijadikan sumber.
ii. Di
samping itu mereka langsung dididik oleh Rosululloh Saw. sendiri.
C. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan masalah Tafsir Surat
An-Nisa’ ayat 2-6 dan 129 adalah sebagai berikut:
1. Asbabun Nuzul Surat An-Nisa’ ayat 2-6
2. Tafsir kitab Kuning terhadap S. An-Nisa’ ayat 2-6.
3. Kesimpulan penulis akan tafsir kitab kuning
terhadap S. An-Nisa’ ayat 2-6.
4. Tafsir kitab Putih terhadap Surat An-Nisa’ ayat
2-6. Intinya adalah (kesalahan) tafsir terhadap ayat : Dzalika
adnaa allaa ta’uuluu dan tafsir tentang istilah adil.
5.
Perbandingan antara Tafsir Kitab Kuning dan Tafsir Kitab Putih tentang
ayat-ayat Poligami.
6. Komentar penulis akan tafsir kitab putih terhadap
Surat An-Nisa’ ayat 2-6.
7. Mengapa tafsir kitab putih melenceng sampai sejauh
itu ? Akibat pengaruh Virus fikiran dalam pemikiran islam modern.
8. Fenomena Jamaluddin al-Afghoni.
1. Asbabun Nuzul Surat
An-Nisa’ ayat 2-6
Hadis 01 : Imam al-Bukhori meriwayatkan bahwa A’isyah r.a. berkata: “Ada gadis
yatim di bawah asuhan walinya. Ia berserikat dengan walinya dalam masalah
hartanya, walinya itu tertarik kepada harta dan kecantikan gadis tersebut.
Akhirnya ia bermaksud untuk menikahinya, tanpa memberikan mahar yang layak.”
Maka turunlah ayat ini. (Al-Qur’an dan Tafsirnya Depag RI).
Hadis 02 : Al-Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Urwah ibn Zubair, bahwa beliau
bertanya tentang ayat ini, yang oleh Aisyah dijawab, ayat ini turun berkaitan dengan
perempuan yatim yang dipelihara oleh walinya, tetapi kemudian harta dan
kecantikan perempuan yatim itu menarik hati si wali. Tetapi si wali itu
ternyata tidak berlaku adil, dia tidak mau memberi maskawin sebagaimana yang
diberikan suami kepada isterinya yang setara. Ayat ini mencegah mereka berbuat
demikian dan memerintahkan mereka untuk menikahi perempuan lain. (Tafsir
Al-Qur-an An-Nuur Hasbi)
Maka topik daripada Surat An-Nisaa ayat 2-6 adalah :
-----------------------------------------------------------------------------------------------
perintah untuk berbuat adil terhadap anak yatim perempuan.
------------------------------------------------------------------------------------------------
2. Tafsir kitab Kuning terhadap S. An-Nisa’ ayat
2-6.
a. Tafsir Jalalain
Surat An-Nisaa ayat 2
(Dan berikanlah kepada
anak-anak yatim) yaitu anak-anak yang tidak berbapak
(harta mereka)
jika sudah balig
(dan janganlah kamu tukar
yang baik dengan yang buruk) artinya yang halal dengan yang haram,
dan janganlah kamu ambil harta yang baik dari anak yatim itu lalu kamu ganti
dengan hartamu yang jelek
(dan jangan kamu makan
harta mereka) yang telah dicampur-aduk
(dengan hartamu.
Sesungguhnya itu) maksudnya memakan yang demikian itu
(adalah dosa)
atau kesalahan
(yang besar).
Surat An-Nisaa ayat 3
(Dan jika kamu takut tidak
akan dapat berlaku adil (tuqsithu, nf) terhadap
anak-anak yatim) sehingga sulit bagi kamu untuk menghadapi mereka,
lalu kamu takut pula takkan dapat berlaku adil di antara wanita-wanita yang
kamu kawini
(maka kawinilah)
(apa) dengan arti siapa
(yang baik di antara
wanita-wanita itu bagi kamu: dua, tiga atau empat orang) boleh dua,
tiga atau empat tetapi tidak boleh lebih dari itu.
(Kemudian jika kamu takut
takkan dapat berlaku adil (ta’dilu 1, nf.) di antara mereka dalam
giliran dan pembagian nafkah
(maka hendaklah seorang
saja) yang kamu kawini
(atau)
hendaklah kamu batasi pada
(hamba sahaya yang menjadi
milikmu) karena mereka tidak mempunyai hak-hak bagaimana istri-istri
lainnya.
(Yang demikian itu (dzalika, nf.) maksudnya
mengawini sampai empat orang istri atau seorang istri saja, atau mengambil
hamba sahaya
(lebih dekat)
kepada
(tidak berbuat aniaya
(ta’ulu, nf.) atau berlaku zalim.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Surat An-Nisaa ayat 4
(berikanlah kepada
wanita-wanita itu maskawin mereka) jamak dari sodaqoh
(sebagai pemberian)
karena ketulusan dan kesucian hati
(Kemudian jika mereka
menyerahkan kepadamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati)
nafsa merupakan tamyiz yang asalnya menjadi fa’il artinya -hati mereka senang
untuk menyerahkan sebagian dari maskawin itu kepadamu, lalu mereka berikan-
(maka makanlah dengan enak)
atau sedap
(lagi baik)
akibatnya, sehingga tidak membawa bencana di akhirot kelak. Ayat ini diturunkan
kepada orang yang tidak menyukainya.
Surat An-Nisaa ayat 5.
(Dan janganlah kamu
serahkan) wahai para wali
(kepada orang-orang yang
bebal) artinya orang-orang yang boros dari kalangan laki-laki,
wanita dan anak-anak
(harta kamu)
maksudnya harta mereka yang berada dalam tanganmu
(yang dijadikan Alloh
sebagai penunjang hidupmu); qiyama masdar dari qoma artinya penopang
hidup dan pembela kepentinganmu, karena akan mereka habiskan bukan pada
tempatnya. Menurut satu qiroat dibaca qoyyima jamak dari qimah artinya alat
untuk menilai harga benda-benda
(hanya berilah mereka
belanja darpadanya) maksudnya beri makanlah mereka daripadanya
(dan pakaian dan
ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik) misalnya janjikan jika
mereka telah dewasa, maka harta mereka itu akan diberikan semuanya kepada
mereka
Surat An-Nisaa ayat 6.
(Dan hendaklah kamu uji
anak-anak yatim itu) sebelum mereka baligh yakni mengenai keagamaan
dan tingkah laku mereka
(hingga setelah mereka
sampai umur untuk kawin) artinya telah mampu untuk itu dengan
melihat keadaan dan usia, menurut Syafii 15 tahun penuh
(maka jika menurut
pendapatmu) atau penglihatanmu
(mereka telah cerdas)
artinya pandai menjaga agama dan harta mereka
(maka serahkanlah kepada
mereka itu harta-harta mereka, dan janganlah kamu memakannya) – hai
para wali
(secara berlebihan)
tanpa hak, ini menjadi hal
(dan dengan tergesa-gesa)
untuk membelanjakannya, karena khawatir
(mereka dewasa)
hingga harta itu harus diserahkan kepada yang berhak
(Dan barangsiapa)
di antara para wali
(yang mampu, maka
hendaklah ia menahan diri) dari mengambil dan memakan harta anak
yatim itu
(sedangkan siapa yang
miskin, maka bolehlah ia makan) harta itu
(secara sepatutnya)
artinya sekadar upah jerih payahnya
(Kemudian apabila kamu
menyerahkan kepada mereka) maksudnya kepada anak-anak yatim
(harta mereka, maka
hendaklah kamu persaksikan terhadap mereka) yakni bahwa mereka telah
menerimanya dan tenggung jawabmu telah selesai. Maksudnya ialah siapa tahu
kalau-kalau terjadi persengketaan nanti, maka kamu dapat mempergunakan para
saksi itu. Maka perintah ini tujuannya ialh untuk memberi petunjuk.
(Dan cukuplah Alloh),
ba merupakan tambahan
(sebagai pengawas)
yang mengawasi perbuatan-perbauatan hamba-Nya dan memberi mereka ganjaran.
Surat An-Nisaa ayat 129
(Dan kamu sekali-kali
takkan dapat berlaku adil (ta’dilu 2, nf.) artinya bersikap sama
tanpa berat sebelah
(di antara istri-istrimu)
dalam kasih sayang
(walaupun kamu amat
menginginkan) demikian
(sebab itu janganlah kamu
terlalu cenderung) kepada wanita yang kamu kasihi itu, baik dalam
soal giliran maupun dalam soal pembagian nafkah
(sehingga kamu tinggalkan)
wanita yang tidak kamu cintai
(seperti bergantung),
janda bukan bersuami pun tidak.
(Dan jika kamu mengadakan
perjanjian) yakni dengan berlaku adil dalam mengatur giliran
(dan menjaga diri)
dari berbuat kecurangan
(maka sesungguhnya Alloh
maha pengampun) terhadap kecenderungan yang terdapat dalam hatimu
(lagi Maha Penyayang)
kepadamu dalam masalah tersebut.
b. Tafsir Ibnu Katsir
Surat An-Nisaa ayat 2
Ibnu katsir menafsirkan ayat ini lebih lengkap dibanding Jalalain,
disertai dengan pendapat para shohabat. Maka Tafsir ini termasuk dalam Tafsir
bil ma’tsur yaitu tafsir yang merujuk pada penafsiran Al-Qur’an dengan
Al-Qur’an, atau dengan Al-Hadits atau dengan penuturan para sohabat.
Surat An-Nisaa ayat 3
Firman-Nya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu
mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi;
dua, tiga atau empat." Artinya apabila di bawah pemeliharaan salah
seorang kamu terdapat wanita yatim dan ia merasa takut tidak dapat memberikan
mahar sebanding, maka carilah wanita lainnya. Karena mereka cukup banyak, dan
Alloh tidak akan memberikan kesempatan padanya.
Hadis 03 : Al-Bukhori meriwayatkan dari ‘Aisyah “Sesungguhnya
seorang laki-laki yang memiliki tanggungan wanita yatim, lalu dinikahinya,
sedangkan wanita itu memiliki sebatang pohon kurma yang berbuah. Laki-laki itu
menahannya sedangkan wanita itu tidak mendapatkan sesuatu pun dari laki-laki
itu, maka turunlah ayat ini.
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil.”
Aku mengira ia mengatakan: “Ia bersekutu dalam pohon kurma dan hartanya.”
Hadis 04 : Al-Bukhori meriwayatkan: “Telah menceritakan kepada
kami ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdulloh, telah menceritakan kepada kami Ibrohim bin
Sa’ad dari Sholih bin Kaisan dari Ibnu Syihab, ia berkata: ’Urwah bin az-Zubair
mengabarkan kepadaku bahwa ia bertanya kepada Siti ‘Aisyah r.a. tentang firman
Alloh swt. “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
perempuan yatim bilamana kamu mengawininya,“ beliau menjawab: “Wahai anak
saudariku, anak yatim perempuan yang dimaksud adalah wanita yatim yang berada
pada pemeliharaan walinya yang bergabung dalam hartanya.”
Sedangkan ia menyukai harta dan kecantikannya. Lalu,
walinya ingin mengawininya tanpa berbuat adil dalam maharnya, hingga memberikan
mahar yang sama dengan mahar yang diberikan orang lain. Maka, mereka dilarang
untuk menikahinya kecuali mereka dapat berbuat adilo kepada wanita-wanita
tersebut dan memberikan mahar yang terbaik untuk mereka. Dan mereka
diperintahkan untuk menikahi wanita-wanita yang mereka sukai selain mereka.
Hadis 05 : Urwah berkata: “’Aisyah berkata: “Sesungguhnya para
sohabat meminta fatwa kepada Rosululloh saw. setelah ayat ini, maka Alloh
menurunkan firman-Nya: “Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang para
wanita’. (QS. An-Nisa’ : 127). ‘Aisyah berkata : “Firman Alloh di dalam
ayat yang lain”. “Sedangkan kamu ingin menikahi mereka”. (QS. An-Nisa’ :
127). (Karena) kebencian salah seorang kalian kepada wanita yatim, jika mereka
memiliki sedikit harta dan kurang cantik, maka mereka dilarang untuk menikahi
wanita yang disenangi karena harta dan kecantikannya kecuali dengan berbuat
adil. Hal itu dikarenakan kebencian mereka kepada wanita-wanita itu jika
sedikit harta dan kurang cantik.”
Firman Alloh swt. : “Dua, tiga, atau empat.”
Artinya nikahilah oleh kalian wanita-wanita yang kalian sukai selain mereka.
Jika kalian suka silakan
dua, jika suka silakan tiga, dan jika suka silakan empat.
Hadits 06 : Imam asy-Syafi'i berkata: "Sunnah Rosulullah
Saw. yang memberikan penjelasan dari Alloh Swt. menunjukkan bahwa tidak
diperbolehkan bagi seseorang selain Rosulullah Saw. untuk menghimpun lebih dari
empat wanita."
Pendapat yang dikemukakan oleh asy-Syafi'i ini telah
disepakati oleh para ulama kecuali pendapat dari sebagian penganut Syi'ah yang menyatakan
bolehnya menggabung wanita lebih dari empat orang hingga sembilan orang.
Sebagian ulama berpendapat, tanpa batas.
Hadits 07
: Sesungguhnya al-Bukhori memu'allaqkannya (tanpa menyebutkan sanadnya), telah
kami riwayatkan dari Anas bahwa Rosulullah Saw. kawin dengan 15 orang wanita.
Di antara mereka yang telah digauli adalah 13 orang dan yang dihimpun beliau
adalah 11 orang. Sedangkan di saat wafat, beliau meninggalkan 9 orang isteri.
Menurut para ulama, hal ini merupakan
kekhususan-kekhususan beliau, bukan untuk ummatnya, berdasarkan hadits-hadits
yang menunjukkan pembatasan 4 isteri yang akan kami sebutkan berikut ini.
Hadits 08 : Di antaranya: Imam Ahmad meriwayatkan dari Salim,
dari ayahnya bahwa Ghoilan bin Salamah ats-Tsaqofi masuk Islam, saat itu ia
memiliki 10 orang isteri. Maka, Nabi Saw. bersabda: "Pilihlah 4 orang di
antara rnereka."
Begitu pula yang diriwayatkan oleh asy-Syafi'i,
at-Tirmidzi, Ibnu Majah, ad-Daruquthni, al-Baihaqi dan yang lainnya. Dan itu
pula yang diriwayatkan oleh Malik dari az-Zuhri secara mursal. Abu Zur'ah
berkata: "Inilah yang lebih shohih."
Firman-Nya: "Dan jika kamu takut tidak akan
dapat berlaku adil (ta’dilu 1, nf.) maka kawinilah seorang saja atau
budak-budak yang kamu miliki. "Artinya, jika kamu takut memiliki
banyak isteri dan tidak mampu berbuat adil kepada mereka, sebagaimana firman
Allah Swt. : "Dan tidak akan pernah kamu mampu berbuat adil
(ta’dilu 2, nf.) di antara isteri-isterimu, walaupun kamu sangat
menginginkannya." (QS. An-Nisaa': 129).
Barang siapa yang takut berbuat demikian, maka
cukuplah satu isteri saja atau budak-budak wanita. Karena, tidak wajib
pembagian giliran pada mereka (budak-budak wanita), akan tetapi hal tersebut
dianjurkan, maka barang siapa yang melakukan, hal itu baik dan barangsiapa yang
tidak melakukan, maka tidaklah mengapa.
Firman-Nya: "Yang
demikian itu (dzalika, nf.) adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya." Yang shohih, artinya adalah janganlah kalian berbuat
aniaya. (Dalam bahasa Arab) dikatakan (aniaya dalam hukum) apabila ia
menyimpang dan zholim.
===============================================================
Hadits 09 : dalam Shohihnya Diriwayatkan dari 'Aisyah dari Nabi
Saw.:"Yang demikian itu (dzalika, nf.) adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya (ta’ulu, nf.)," beliau bersabda: "Janganlah kalian
berbuat aniaya." (HR. Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardawaih dan Ibnu Hibban).
Ibnu Abi Hatim berkata: "Ayahku (Abi Hatim)
berkata : “Ini adalah kesalahan."' Yang benar adalah ucapan itu dari
'Aisyah secara mauquf (bukan dari Nabi saw.)”.
Surat An-Nisaa ayat 5 dan 6
Sebagaimana pada ayat 3, Ibnu katsir menafsirkan ayat ini lebih lengkap
dibanding Jalalain, disertai dengan pendapat para shohabat.
Surat An-Nisaa ayat 129
Firman-Nya : “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat
berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin
berbuat demikian,” Yaitu, wahai manusia, kalian tidak akan sanggup bersikap
adil pada isteri-isteri kalian dari berbagai segi, karena sekali pun pembagian
malam demi malam dapat terjadi, akan tetapi tetap saja ada perbedaan pada rasa
cinta, syahwat dan jima’, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abbas,
‘Ubaidilah al-Salmani, Mujahid, al-Hasan al-Basri, dan adh-Dhahhak bin Muhazim.
Ibnu Abi Hatim mengatakan dari Ibnu Abi Mulaikah, ia
berkata: “Ayat ini : “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di
antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian,”
turun pada ‘Aisyah, yaitu bahwa Nabi saw. sangat mencintainya, melebihi
isteri-isterinya yang lain. Sebagaimana dalam hadits :
Hadits 10 : yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ahlus Sunan
dari ‘Aisyah, ia berkata : “Rosululloh membagi giliran di antara
isteri-isterinya dengan adil, lalu beliau berkata : “Ya Alloh inilah pembaianku
yang aku mampu, maka janganlah Engkau cela aku pada pada apa yang Engkau miliki
dan tidak aku miliki.” Yaitu hati (Lafadz hadith ini adalah berdasarkan riwayat
dari Abu Dawud dan isnadnya shohih, akan tetap at-Tirmidzi berkata : “Hadits
ini diriwayatkan pula oleh Hammad bin Zaid dan yang lainnya dari Ayyub dari Abu
Qilabah secara mursal dan ini lebih shohih.”
Selanjutnya adalah seperti Tafsir Jalalain.
3. Kesimpulan penulis akan tafsir kitab kuning
terhadap Surat An-Nisa’ ayat 2-6.
Karena permasalahannya adalah mengapa pada tafsir kitab
putih bertendensi anti poligami, sedang pada tafsir kitab kuning tidak
demikian, maka penulis mengkaji hyal-hal yang berbeda antara kedua macam kitab
tafsir itu.
a. Pertama-tama QS. An-Nisa 2-6 itu membahas terutama
tentang masalah perintah untuk bertindak adil terhadap anak yatim perempuan,
yang penulis sebut sebagai induk kalimat. Sedang masalah poligami bukan
merupakan pembahasan utama, ini penulis sebut sebagai anak kalimat..
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
# Induk kalimat :
* Berbuat
adil pada anak yatim
Memberikan
hartanya, tidak menukar dan mencampur.
4:2. Dan
berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka,
jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta
mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan
memakan) itu, adalah dosa yang besar.
Tidak
memberikan hartanya pada yang belum sempurna akalnya, memberi belanja dn
pakaian dan berkata yang baik
4:5. Dan
janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka
yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.
Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah
kepada mereka kata-kata yang baik.
Mengawinkan
bila sudah cukup umur dan menyerahkan hartanya.
4:6. Dan
ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika
menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka
serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak
yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya)
sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu,
maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan
barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut.
Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu
adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah
Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).
Bila kamu
hendak mengawininya (anak yatim itu) maka:
1. Selain
menyerahkan hartanya
2. Berikanlah mas kawinnya
4:4. Berikanlah
maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu
sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah)
pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.
* Tidak
berbuat adil pada anak yatim, yaitu mengawininya, tetapi:
1. Tidak menyerahkan
hartanya
2. Tidak memberikan mas kawinnya.
4:127.
Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: "Allah
memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al
Qur'an (juga memfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu tidak
memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin
mengawini mereka dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh
kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja
yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya".
4:3. Dan
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yatim (bilamana kamu mengawininya), (yaitu
tidak memberikan hartanya dan mas kawinnya).
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
# Anak
kalimat :
maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
Dengan
adil yaitu : dalam giliran waktu bermalam, nafkah dan tempat tinggal.
Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
(dalam
hal waktu bermalam, nafkah dan tempat tinggal),
maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kembali ke # induk kalimat
Dzalika = yang demikian itu (yaitu tidak mengawini anak yatim perempuan itu tanpa
memberi mas kawin yang layak dan mengambil hartanya,
kemudian kawin dengan perempuan lain 2,3,4,1 atau budak = anak kalimat)
adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Yaitu berbuat adil terhadap
anak yatim itu
Perbedaan antara tafsir kitab kuning dengan tafsir kitab putih adalah :
Kata dzalika yang
pada tafsir kitab kuning termasuk induk kalimat, di
dalam tafsir kitab putih dimasukkan sebagai anak kalimat.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
# Anak
kalimat :
maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
Dengan
adil yaitu : dalam giliran waktu bermalam, nafkah dan tempat tinggal.
Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
(dalam
hal waktu bermalam, nafkah dan tempat tinggal),
maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Dzalika = yang demikian itu (yaitu mengawini seorang (isteri) saja, atau
budak-budak yang kamu miliki) adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
b. Bila QS. An-Nisa
ayat 2-6 bukan ayat-ayat tentang perkawinan tetapi ayat-ayat tentang perintah
untuk berbuat adil pada anak yatim perempuan, manakah ayat tentang
perkawinan itu ?
Ayat itu
adalah QS. An-Nuur [24] : 32.
Ayat ini sebenarnya
merupakan ayat poligami terselubung.
Surat An-Nur [24]:32
: Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian [1035] di antara kamu, dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan
mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui.
1035] Maksudnya:
hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita-wanita yang tidak bersuami,
dibantu agar mereka dapat kawin.
Seorang laki-laki
yang sendirian bisa berupa seorang jejaka atau duda yang bisa mengawini seorang
wanita yang sendirian juga yaitu seorang gadis atau janda.
Seorang wanita yang
sendirian bisa berupa seorang gadis atau seorang janda. Bagi keduanya, bisa
kawin dengan seorang laki-laki yang sendirian juga yaitu seorang jejaka atau
seorang duda.
Tetapi bila keduanya
tidak bisa menemukan laki-laki yang masih lajang yang bisa dikawini, tidak
menutup kemungkinan bagi keduanya untuk kawin dengan seorang laki-laki yang
sudah beristeri / poligami. Hal inilah yang penulis maksud sebagai ayat
poligami terselubung.
Sedang orang miskin
yang masih sendirian (laki-laki atau perempuan) kemudian kawin, Alloh Swt.
berjanji akan memampukannya dengan karunia-Nya. Bisa jadi ada seorang laki-laki
miskin yang yang sudah mempunyai seorang isteri, akan (menambah istrinya
dengan) mengawini seorang wanita yang masih lajang baik perawan atau janda,
maka ayat ini adalah janji Alloh Swt. akan menjadikan-Nya mampu dengan karunia-Nya.
Jadi ayat ini sejalan dengan hadis di atas.
4. Tafsir kitab Putih terhadap Surat An-Nisa’
ayat 2-6. Intinya adalah (kesalahan) tafsir terhadap ayat : Dzalika adnaa allaa ta’uuluu dan tafsir tentang
istilah adil.
a. Tafsir Al-Maroghi
Dzalika Adna an la Ta'ulu : Hal itu (memilih seorang isteri
atau mengambil gundik) lebih aman bagimu untuk tidak menyimpang dari berbuat
zolim. Memilih seorang istri atau mengambil gundik lebih menghindari perbuatan
zina dan aniaya.
Jadi, yang
dimaksud dengan "dzalika" dalam
Al-Maroghi adalah: memilih seorang isteri atau mengambil gundik.
Kesimpulannya,
bahwa menjauhi perbuatan zalim adalah dasar disyari'atkannya hukum perkawinan.
Dalam hal ini terkandung pengertian yang menunjukkan persyaratan adil dan wajib
melaksanakannya, dan berbuat adil memang sulit diwujudkan, sebagaimana
diungkapkan oleh firman-Nya:
"Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian" (An-Nisa', 4 : 129).
"Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian" (An-Nisa', 4 : 129).
b. Tafsir Al-Misbah karangan Dr.
Quroisy Shihab
Dzalika, yang demikian itu,
yakni menikahi selain anak yatim yang mengakibatkan ketidakadilan, dan
mencukupkan satu orang istri adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya,
yakni lebih mengantarkan kamu kepada keadilan atau kepada tidak memiliki banyak
anak yang harus kamu tanggung biaya hidup mereka.
Jadi, yang dimaksud dengan "dzalika" dalam Al-Misbah adalah: menikahi selain
anak yatim yakni beristeri satu.
'Dan kamu sekali-kali
tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat
ingin berbuat demikian, karena itu jangantah kamu terlalu cenderung sehingga
kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan
bertakwa maka sesungguhnya Alloh Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang"
Setelah menganjurkan ihsan kepada
pasangan, atau paling tidak berlaku adil, dijelaskannya di sini betapa keadilan
harus ditegakkan, walaupun bukan keadilan mutlak, apalagi dalam kasus-kasus
poligami. Poligami sering kali menjadikan suami berlaku tidak adil; di sisi
lain kerelaan wanita untuk dimadu dapat juga merupakan bentuk perdamaian demi
memelihara pernikahan. Nah, kepada suami, setelah dalam
berbagai tempat diingatkan agar berlaku adil, lebih-lebih jika
berpoligami, melalui ayat ini para suami diberi semacam kelonggaran sehingga
keadilan yang dituntut bukanlah keadilan mutlak. Ayat ini menegaskan bahwa
kamu, wahai para suami, sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil, yakni tidak
dapat mewujudkan dalam hati kamu, secara terus-menerus keadilan dalam hal cinta
di antara istri-istri kamu walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena
cinta di luar kemampuan manusia untuk mengaturnya. Karena itu, berlaku adillah
sekuat kemampuan kamu, yakni dalam hal-hal yang bersifat material dan kalaupun
hatimu lebih mencintai salah seorang atas yang lain, aturlah sedapat mungkin
perasaan kamu sehingga janganlah kamu terlalu cenderung kepada istri yang kamu
cintai dan mendemontrasikan serta menumpahkan semua cintamu kepadanya sehingga
kamu biarkan istrimu yang lain terkatung-katung tidak merasa diperlakukan
sebagai istri dan tidak juga dicerai sehingga bebas untuk menikah atau
melakukan apa yang dikehendakinya. Dan jika kamu setiap saat dan bersinambung
mengadakan perbaikan dengan menegakkan keadilan yang diperintahkan Alloh dan
bertakwa, yakni menghindari aneka kecurangan serta memelihara diri dari segala
dampak buruk, maka Allah akan mengampuni pelanggaran-pelanggaran kecil yang
kamu lakukan karena sesungguhnya Alloh selalu Maha Pengampun Lagi Maha
Penyayang.
Ayat ini sering dijadikan alasan oleh
sementara orang yang tidak mengerti bahwa Islam tidak merestui poligami karena
kalau izin berpoligami bersyarat dengan berlaku adil berdasarkan firman-Nya:
Jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya" (QS.
An-Nisa’ [3] : 4), sedang di sini dinyatakannya bahwa kamu sekali-kali tidak
akan dapat berlaku adil di antara istri-istri kamu walaupun kamu sangat ingin
berbuat demikian, maka hasilnya -kata mereka- adalah bahwa poligami tidak
mungkin direstui. Pendapat ini tidak dapat diterima, bukan saja karena Nabi
saw. dan sekian banyak sahabat beliau melakukan poligami, tetapi juga karena
ayat ini tidak berhenti di tempat para penganut pendapat
ini berhenti, tetapi berlanjut dengan menyatakan karena itu janganlah kamu
terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai).
Penggalan ayat ini menunjukkan “kebolehan poligami walau keadilan mutlak tidak dapat diwujudkan” (asterik (“) berasal dari penuis. nf).
Penggalan ayat ini menunjukkan “kebolehan poligami walau keadilan mutlak tidak dapat diwujudkan” (asterik (“) berasal dari penuis. nf).
Seperti terbaca di atas, keadilan yang
tidak dapat diwujudkan itu adalah dalam hal cinta. Bahkan, cinta atau suka pun
dapat dibagi. Suka yang lahir atas dorongan perasaan dan suka yang lahir atas
dorongan akal. Obat yang pahit tidak disukai oleh siapa pun. Ini berdasarkan
perasaan setiap orang, tetapi obat yang sama akan disukai, dicari, dan diminum
karena akal si sakit mendorongnya menyukai obat itu walau ia pahit. Demikian
suka atau cinta dapat berbeda. Yang tidak mungkin dapat diwujudkan di sini
adalah keadilan dalam cinta atau suka berdasarkan perasaan, sedang suka yang
berdasarkan akal dapat diusahakan manusia, yakni memperlakukan istri dengan
baik, membiasakan din dengan kekurangan-kekurangannya, memandang semua aspek
yang ada padanya, bukan hanya aspek keburukannya.
c. Tafsir Al-Azhar Karangan Buya
HAMKA
Selanjutnya
berfirmanlah Tuhan: "Dzalika, adnaa anlaa
ta’uuluu, yang demikian itulah yang lebih memungkinkan kamu terhindar dari berlaku
sewenang-wenang."(Ujung ayat 3)." Dengan ujung ayat ini kita mendapat
kejelasan, bahwasanya yang lebih aman dan terlepas dari ketakutan tidak akan
adil hanyalah beristeri satu. Kalau kita beristeri satu saja, lebih hampirlah
kita kepada ketenteraman.
Jadi, yang dimaksud dengan "dzalika" menurut HAMKA adalah: beristeri satu.
Tidak akan bising dan pusing oleh
mempertanggungkan beberapa perempuan yang membawa kehendak mereka
sendiri-sendiri. Padahal masing-masing meminta supaya dia diladeni, minta
supaya dia diperhatikan. Dan minta pula disamakan. Soal itu sajalah yang akan
memusingkan kepala setiap hari. Lebih-lebih kalau masing-masing diberi pula
anugerah banyak anak oleh Allah. Kalau diri kaya mungkin semua anak itu dapat
diasuh dengan baik, tetapi kalau awak miskin, takut kalau-kalau semua anak itu
tidak akan sempurna pendidikannya. Lebih memusingkan lagi kalau tiap-tiap anak
menurut yang ditanamkan oleh ibunya. Sehingga anak yang datang dari satu ayah
menjadi bermusuhan karena berlain ibu mereka, karena ibu mereka memang
bermusuhan.
Kita artikan An-la ta'ulu, dengan
"agar kamu terhindar dari kesewenang-wenangan." Sewenang-wenang,
artinya sudah bertindak menurut kehendak sendiri saja, tidak peduli lagi, masa
bodoh. Ini lebih celaka!
d. Tafsir An-Nuur Karangan
Teungku M. Hasbi ash-Shiddieqy
Dzalika adnaa
allaa ta’uuluu = Beristeri satu lebih dekat bagimu untuk tidak
berlaku curang. Mencukupkan diri beristeri satu dengan perempuan merdeka
atau mencukupkan diri dengan budak-budak yang dimiliki lebih dekat kepada
perilaku tidak curang. Beristeri banyak sesungguhnya tidak diperbolehkan,
kecuali dalam keadaan dorurot, dan sangat kecil kemudorotannya.
Jadi, yang dimaksud dengan "dzalika" menurut Tk. Hasbi adalah: beristeri
satu.
Ayat ini memberi pengertian bahwa kebolehan
beristeri banyak disertai syarat dapat berlaku adil. Sedangkan berlaku adil
merupakan satu hal yang sangat sulit dicapai. (QS 4: 128)
Adil yang dimaksud di sini adalah: kecondongan
hati. Kalau demikian halnya, memastikan adanya adil merupakan satu hal yang
sulit diwujudkan. Tidak mungkin kecintaan seseorang kepada isteri-isterinya
bisa berlaku sama.
Oleh karena itu, kebolehan beristeri
banyak tidak bisa diberlakukan sembarangan. Diperbolehkan secara dorurot bagi
orang yang percaya benar akan mampu berlaku adil dan terpelihara dari perbuatan
curang.
e. Al-Qur’an dan Tafsirnya
Departemen Agama RI
Memang benar, rumah tangga yang baik
dan harmonis dapat diwujudkan oleh pernikahan monogami. Adanya poligami dalam
rumah tangga dapat menimbulkan banyak hal yang dapat mengganggu ketenteraman
rumah tangga.
5. Perbandingan
antara Tafsir Kitab Kuning dan Tafsir Kitab Putih tentang ayat-ayat Poligami.
a.
Masa dikarangnya.
Tafsir Kitab Kuning ditulis sebelum
masuknya penjajah Eropa ke Timur Tengah, sedang Tafsir Kitab Putih ditulis
setelah masuknya pengaruh Barat ke Timur Tengah dan Indonesia. Berikut
faham-faham Barat yang bertentangan dengan islam.
b. Sistematikanya.
Sistematika
Tafsir Kitab Kuning cukup baik,
(i.)
dilengkapi dengan hadis-hadis tafsir serta pendapat para ulama yang sesuai.
(ii.) Sehingga Tafsir Ibnu Katsir
dimasukkan sebagai Tafsir Bil Ma’tsur yang nilainya tertinggi.
Sedang
Tafsir Kitab Putih
(i.)
sangat kurang menyertakan hadis tafsir yang sesuai.
(ii.) Sedang pendapat ulama yang dikutip
hanyalah yang mendukung pendapat mereka.
(iii.) Dasar yang dipakai terutama
adalah fikiran / logika yang disalahkan oleh Nabi saw. pada hadits berikut:
Hadis 11: Dari Haban bin Hilal dari Suhail bin
Abi Hazam dari Abu Imron Al-Juwainy dari Jundub, dari Rosululloh saw. yang
bersabda : “Barang siapa yang berbicara tentang Al Qur-an menurut pendapatnya
(logika) sendiri, sekalipun ia benar, maka ia telah melakukan kekeliruan. (HR.
Abas bin A. Azim Al-Ambary).
6. Komentar penulis akan tafsir kitab putih terhadap
Surat An-Nisa’ ayat 2-6.
a. Kelima Kitab Tafsir modern yang penulis kutip di
atas yaitu : (i.) Tafsir Al-Maroghi, (ii.) Tafsir Al-Misbah, (iii.) Tafsir
Al-Azhar, (iv) Tafsir An-Nuur dan (v.) Tafsir Depag RI, tendensinya adalah
menganggap bahwa poligami sebaiknya dihindari karena menimbulkan banyak
mudhorot.
b. Tafsir Al Qur-an Kitab putih telah meninggalkan
hasil ijtihad para imam mazhab yang empat (lima dengan mazhab syiah) yaitu:
i. Imam Abu Hanifah
ii. Imam Malik ibn Anas.
iii. Imam Asy-Syafi'i.
iv. Imam Ahmad ibn Hanbal.
v. Mazhab Imam Syi’ah.
Padahal ke-5 nya diciptakan dengan dasar ushul fiqh
yang baik.
Ini adalah akibat dari pengaruh jargon kaum pembaharu
di Timur Tengah yaitu meninggalkan taqlid terhadap imam mazhab, langsung
kembali kepada Al Qur-an dan Al-Hadits.
Maka para pengguna dan pengikut tafsir modern ini
telah meninggalkan 5 mazhab yang lama masuk ke mazhab yang baru yaitu "mazhab
tafsir modern" yang sistematika ushul fiqhnya kurang baik.
c. Juga meninggalkan syariat Nabi-nabi sebelum Nabi
Muhammad yang menghalalkan poligami.
Dalam agama Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhamad
saw. terdapat ajaran tentang enam (6) rukun iman di antaranya adalah (i.)
percaya terhadap ke-25 Nabi-nabi, tidak boleh membeda-bedakannya satu dengan
yang lain, serta (ii.) percaya kepada kitab-kitab suci Alloh yaitu Taurot,
Zabur, Injil dan Al Quran.
Dalam kitab-kitab tersebut dianut tentang
dihalalkannya poligami.
Pertama-tama adalah Nabi Ibrohim yang beristerikan
Saroh dan Hajar yang sangat terkenal riwayatnya. Serta isteri ke-3 Ketura dalam
Tawarikh 1:32 yang tidak terkenal.
Yakub dalam Kejadian 29:15-30:24 dengan 2 orang isteri
yang merdeka dan 2 orang budak.
Nabi Musa as. selain isteri pertama Zipora, lalu kawin
lagi dengan seorang perempuan negro.
Di dalam 2 Samuel 5:13, Raja Daud membuat kontrak
perkawinan dengan banyak wanita merdeka dan beberapa orang budak wanita.
Raja Sulaiman as. juga adalah contoh seorang raja yang
mempunyai sangat banyak isteri, baik wanita merdeka atau budak.
Meneruskan ajaran
agama langit sebelumnya, agama Islam juga menghalalkan poligami.
d. Akibat kesalahan dalam menafsirkan kata dzalika pada QS. An-Nisa ayat 4 berakibat timbulnya anggapan bahwa perkawinan monogami lebih
baik daripada poligami.
Sehingga terjadi keanehan-keanehan, di antaranya;
i. Poligami dianggap lebih mendekati zina (Al-Maroghi)
dan aniaya (Al-Maroghi dan Al-Misbah) atau curang (An-Nuur),
sewenang-wenang (Al-Azhar) serta tidak adil (An-Nuur).
ii. Poligami menjadikan lebih banyak tanggungan isteri
dan anak-anak. Tetapi memiliki seorang isteri (-yang dilewati- atau yang engkau
miliki, beberapa orang selir, bahkan bisa berpuluh-puluh orang selir ! nf)
tanggungannya lebih sedikit (Al-Azhar)?
iii. Monogami (-yang dilewati- atau kawin dengan
hamba-hamba) lebih tenteram, sedang poligami kacau (Al-Azhar), hanya merupakan
tindakan dorurot (An-Nuur).
iv. Terdapat faham pertentangan kelas antara yang
berpoligami dengan yang bermonogami, mirip ideologi Marxis.
v. Padahal tidak boleh memakai alasan takut banyak
tanggungan (ekonomi) untuk tidak berpoligami, dengan contoh Hadis Nabi Saw.
menyuruh seorang miskin untuk berpoligami sebagai berikut:
Dalam suatu riwayat, ada seorang sohabat Rosululloh
yang datang kepada beliau dan meminta petunjuk bagaimana caranya agar ia menjadi
orang kaya. Rosululloh dengan kapasitasnya sebagai manusia yang mempunyai
hubungan terdekat dengan Alloh, lalu memerintahkan kepada orang tersebut untuk
menikah. Setelah menikah, orang tersebut datang lagi kepada Nabi dan mengatakan
bahwa dirinya belum kaya. kemudian Nabi saw menyuruhnya untuk kawin lagi.
Lagi-lagi, setelah
cukup lama mempunyai dua orang istri, kehidupannya masih terpuruk dalam kubang
kemiskinan. Rosul pun memerintahkan lagi untuk menikah yang ketiga kalinya.
Tanpa banyak tanya, sohabat yang sudah sangat percaya (tsiqoh) kepada Nabi ini
pun memenuhi sarannya. Sampai akhirnya, orang itu menikah untuk yang ke-empat
kalinya. Di sinilah, rohmat dan karunia Allah datang. Istri yang keempat ini
mempunyai keterampilan menenun. Istri pertama, kedua, dan ketiga diajari
bagaimana caranya membuat kain dan pakaian. Sampai pada suatu ketika, sohabat
Nabi tadi menjadi seorang saudagar kaya raya yang mempunyai harta berlimpah.
Begitulah cara Rosululloh mengentaskan kemiskinan!
vi. Gaya tafsir-tafsir Kitab putih menganggap poligami
adalah perbuatan halal yang tercela. Padahal tidak ada perbuatan halal yang
dicela Alloh Swt. kecuali talak.
Hadis 12 : Ibnu Umar Ra. mengabarkan, Rosululloh Saw. bersabda
: "Sesuatu yang halal yang dibenci Alloh adalah talak." (HR. Abu
Dawud dan Hakim).
Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, dalam Nidzom
Ijtima’i fil Islam (Sistem Pergaulan dalam Islam), perbuatan terpuji adalah
semua yang dipuji syariat, sedangkan yang tercela adalah semua yang dicela
syariat. Semua yang dibolehkan syariat adalah terpuji, sedangkan yang dilarang
adalah tercela.
Dalam hal ini kaum muslimin harus diingatkan bahwa
poligami dibolehkan syariat. Jika Al-Qur'an telah menyebut kebolehannya,
berarti perbuatan semacam ini terpuji. Sebaliknya, tindakan melarang poligami
tercela.
e. Meninggalkan ayat muhkamat dan
membahas ayat mutasyabihat secara panjang lebar.
Kalimat “kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki.” yang merupakan ayat yang sangat jelas
artinya (m-u-h-k-a-m-a-t), yang berarti hukum
beristeri dua, tiga atau empat (poligami) diperbolehkan dengan syarat adil, d-i-t-i-n-g-g-a-l-k-a-n -
sedang kalimat
“dzalika adnaa allaa ta’uuluu / yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya” adalah termasuk ayat yang multi tafsir atau tidak jelas
artinya (m-u-t-a-s-y-a-b-i-h-a-t), malah
dibahas secara panjang lebar.
Padahal di dalam QS. 7:7 Alloh swt.
menyebutkan :
Adapun orang-orang yang yang
dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang
mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya sesuai
dengan hawa nafsunya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan
Allah serta orang-orang yang mendalam ilmunya mengatakan : “kami beriman kepada
ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami”. Dan tidak
dapat mengambil pelajaran darinya kecuali orang-orang yang berakal” (Q.S.
Ali Imran : 7)
7. Mengapa tafsir kitab putih melenceng sampai
sejauh itu ?
Akibat pengaruh Virus fikiran dalam pemikiran
Islam modern.
Virus fikiran itu berupa
“Fenomena Jamaluddin Al-Afghoni”.
Dari buku “Devil’s Game”
karangan Robert Dreyfus.
Pada tahun 1885, seorang aktivis Persia-Afghon bertemu
dengan para pejabat intelijen dan kebijakan luar negeri Inggris di London untuk
mengemukakan suatu ide kontroversial. Ide dalam proposal tersebut berisi
tentang apakah Inggris ingin tahu atau berkepentingan untuk mengorganisir
sebuah aliansi Pan-Islamisme yang beranggotakan Mesir, Turki, Persia dan
Afghonistan untuk melawan kaum czarist diktator Rusia?
Pada masa itu muncul sebuah era Permainan Besar, yaitu
pertarungan imperial yang berlangsung lama antara Rusia dan Inggris untuk
memperebutkan kekuasaan di Asia Tengah. Inggris saat itu menjadi
penguasaÿIndia, kemudian Mesir pada tahun 1881. Kekaisaran Turki
Utsmani-mencakup wilayah Irak, Syria, Libanon, Yordania, Israel, Saudi Arabia,
dan negara-negara Teluk-pada waktu itu sedang goyah dan rapuh. Begitu juga
dengan wilayah-wilayah lain kekaisaran Turki sangat potensial untuk dianeksasi,
meskipun akhirnya pelepasan daerah-daerah kekuasaan Turki tersebut menunggu
sampai Perang Dunia I. Perebutan tanah jajahan terbesar dalam sejarah sedang
dilakukan di Afrika dan Asia Barat Daya.
Inggris yang ahli dalam memanipulasi afiliasi suku,
etnik, agama, dan ahli dalam membuat kelompok-kelompok minoritas agar saling
menyerang, tertarik dengan ide untuk membangkitkan spirit revivalisme Islam,
jika spirit tersebut bisa memuluskan tujuan mereka. Rusia dan Prancis juga
memiliki ide yang sama. Namun dalam perkembangannya, Inggris dengan puluhan
juta warga muslim di Timur Tengah dan Asia Selatan yang mendapatkan keuntungan.
Aktivis Persia-Afghon yang mengajukan ide
Pan-Islamisme di bawah kendali Inggris pada tahun 1885 adalahÿJamaluddin
al-Afghoni. Sejak 1870-an sampai 1890-an, Afghoni memperoleh dukungan Inggris.
Dan setidaknya satu kali-yakni pada 1882, menurut sebuah arsip rahasia badan
intelijen pemerintah India-Afghoni secara resmi menawarkan diri untuk pergi ke
Mesir sebagai agen intelijen Inggris.
Afghoni, sang pendiri Pan-Islamisme, adalah kakek
moyang Osama bin Laden, bukan keturunan biologis, tetapi secara ideologis. Bila
kita ingin membuat geneologi biblikal Islamisme sayap kanan, maka akan terbaca
seperti berikut: Afghoni (1838-1897) menurunkan Muhammad Abduh (1849-1905),
seorang aktivis Pan-Islamisme dari Mesir, murid utama serta penyebar ajaran-ajaran
Afghoni. Abduh menurunkan Muhammad Rosyid Ridlo (1865-1935), seorang murid
Abduh dari Syria, berpindah ke Mesir dan membuat majalah al-Manar, untuk
mengkampanyekan ide-ide Abduh dalam mendukung sebuah sistem Republik Islam.
Rosyid Ridlo menurunkan Hassan al-Banna (1906-1949), yang mempelajari Islamisme
dari majalah al-Manar dan mendirikan al-Ikhwan al-Muslimun di Mesir pada 1928.
Banna menurunkan banyak keturunan, antara lain adalah menantunya, Said Romadon,
organisator al-Ikhwan al-Muslimun internasional yang berkantor pusat di Swiss.
Banna juga menurunkan Abul A'la al-Maududi, pendiri Jamaati Islami di Pakistan,
sebuah partai politik Islam pertama yang banyak terilhami oleh karya-karya
Banna. Para pewaris Banna lainnya mendirikan cabang-cabang Ikhwan di setiap
negara Muslim, Eropa, bahkan Amerika Serikat. Seorang keturunan ideologis Banna
lainnya adalah Osama bin Laden, seorang warga Saudi yang terlibat peristiwa
Jihad Afghon-nya Amerika dan pihak yang paling dikambing-hitamkan dari keluarga
genealogi biblikal Islamisme sayap kanan tersebut.
Selama kurun setengah abad, yaitu 1875 hingga 1925,
building block kanan Islam dibangun secara tepat oleh kekuasaan Inggris.
Afghoni membuat pondasi intelektual bagi gerakan Pan-Islamisme dengan patronase
Inggris dan dukungan dari orientalis Inggris terkemuka, E.G. Browne. Abduh,
murid utama Afghoni, dengan bantuan proconsul (pejabat) London untuk Mesir,
Evelyn Baring Lord Cromer, mendirikan gerakan Salafiyyah, sebuah gerakan arus
fundamentalis kanan radikal yang berprinsip "kembali ke dasar" yang
masih eksis hingga kini. Untuk memahami peran Afghoni dan Abduh sesungguhnya,
maka penting untuk melihat peran mereka sebagai eksperimen Inggris dalam usaha
mengorganisasi sebuah gerakan Pan-Islamisme pro Inggris. Afghoni, seorang
sekutu yang bersikap manis dan licin, menjual ide kontroversialnya kepada
kekuasaan-kekuasaan imperial lain, meski pada akhirnya, fundamentalisme mistis
dan semi modern-nya tak mampu naik pada level gerakanÿmassa. Abduh, seorang
murid utama Afghoni, memiliki hubungan lebih erat dengan penguasa Inggris di
Mesir. Dia juga menciptakan landasan bagi al-Ikhwan al-Muslimun yang
mendominasi kanan Islam sepanjang abad dua puluh. Inggris juga mendukung Abduh,
terutama saat mereka meluncurkan dua skema pra Perang Dunia I untuk
memobilisasi semangat Islam. Di Jazirah Arob, Inggris membantu sekelompok orang
Arab ultra-fundamentalis padang pasir pimpinan keluarga Ibnu Saud yang berhasil
menciptakan negara fundamentalis Islam pertama di dunia yaituÿSaudi Arobia.
Pada saat yang sama, Inggris juga mendukung Hasyimiyyah dari Makkah -keluarga
Arab kedua dengan klaim palsu sebagai keturunan Nabi Muhammad- di mana
anak-anaknya dipasang olehÿLondonÿsebagai raja Irak dan Yordania.
3. Inggris memproduksi dan memasukkan Ulama-ulama
Palsu ke Pusat-pusat Ilmu Islam
Dari buku "Confession
of a British Spy" / "Pengakuan Mata-mata Inggris dalam Menghancurkan
kekuatan Islam":
Langkah
selanjutnya adalah memecah belah Kesultanan Turki Usmaniah menjadi
negara-negara nasional, yaitu Arab Saudi, Turki, Mesir, Irak dan lain-lain
dalam waktu kurang dari satu abad. Mereka membina tokoh-tokoh pembaharu yaitu
Muhammad bin Abdul Wahab, pendiri aliran Wahabi dan Kemal Attaturk pendiri
Republik Turki menggunakan mata-mata Kerajaan Inggris. Mereka menginfiltrasi
Kerajaan Safawi di Iran serta mendirikan Ahmadiyah dan Jamaatul Islamiyah di
India. Mata-mata Inggris yang menyamar sebagai ulama disusupkan ke dalam
pusat-pusat pendidikan Al-Azhar, Istambul, Najaf dan Karbala. (Halaman 46-128).
Tokoh-tokoh pembaharu yang lain yaitu Jamaluddin
Al-Afghoni dan Muhammad Abduh ternyata adalah ketua organisasi bikinan Yahudi,
Masonic Lodge. Kedua tokoh ini mendorong terpisahnya Kerajaan Mesir dari Imamah
Turki Usmaniyah. Presiden Masonic Lodge di Beirut, Hanna Abu Rosyid mengakui
keanggotaan kedua tokoh ini. (Halaman 162-166).
4. Masuknya Virus fikiran
ke dalam Kitab-kitab Tafsir yang berorientasi Al-Azhar
Fenomena Jamaluddin Al-Afghoni serta Ulama-ulama palsu
tersebut menciptakan faham-faham keislaman yang menyimpang -meminjam istilah
Virus komputer- penulis namakan Virus fikiran.
Tujuan Virus fikiran ini adalah untuk
1. memecah belah ummat Islam,
2. merusak moralnya serta
3. memadamkan api semangat jihad melawan Inggris.
Virus fikiran ini dikemas dalam bentuk
- ceramah dan kuliah-kuliah,
- majalah dan buku-buku, serta
- media audio-visual,
kemudian
disebarkan ke dalam masyarakat akademis dan masyarakat umum. Virus fikiran ini
mencemari pikiran para akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat, kemudian menyebar
ke masyarakat Islam di seluruh dunia dalam bentuk Pemikiran dan Gerakan
Pembaharuan Islam.
Dari kelima
Tafsir-tafsir Kitab putih yang telah dibahas tdii, tiga di antaranya yaitu
Syaikh Mustofa Al-Maroghi, Buya HAMKA dan Teungku Hasbi adalah tokoh-tokoh Pemikiran
dan Gerakan pembaharuan, sedang yang lain yaitu Dr. M. Quroisy Shihab adalah
lulusan Al-Azhar, Mesir yang sudah terkontaminasi berat oleh Virus pikiran
tadi. Demikian juga para penulis Tafsir Al Qur-an Depag kebanyakan lulusan dari
Perguruan tinggi di Mesir dan negara-negara Barat.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Adanya pengaruh Virus fikiran dalam bentuk Pemikiran
dan Gerakan Pembaharuan Islam inilah yang menjadikan Tafsir Kitab-kitab putih
tadi berbeda dengan Tafsir Kitab-kitab kuning.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
V. Kesimpulan
1.
Poligami adalah laki-laki yang mempunyai lebih dari seorang isteri.
2.
Wanita pada umumnya anti poligami adalah karena:
a.
Bersifat naluri.
b.
Terpengaruh oleh pendapat feminis yang anti kitab kuning.
c.
Terpengaruh Kitab-kitab Tafsir Modern.
3.
Menurut Lembaga Fatwa tertinggi Mesir, Dar Ifta Al Mishriyah, pelarangan
poligami di Barat berakibat maraknya perzinaan dalam bentuk pelacuran, sex
bebas, tradisi pertukaran pasangan serta perselingkuhan.
4.
Di dalam Islam perzinaan termasuk kejahatan, setingkat dengan syirik dan
membunuh.
5.
Di dalam kitab kuning hukum Islam hukum poligami adalah mubah.
6.
Pada zaman Orde Baru pemikiran Barat yang anti poligami mendominasi.
7.
Aliran Islam modern menggeser pemikiran hukum berdasar mazhab yang tidak anti
poligami ke arah penggunaan hukum Islam berdasar ilmu tafsir Al Qur-an modern
yang anti poligami.
8.
Tafsir Al Qur-an modern dipengaruhi oleh virus pikiran dalam bentuk fenomena
Jamaluddin Al Afghoni, yang berhubungan dengan Penjajah Inggris di Timur
Tengah, yang ingin menguasai Timur Tengah.
9.
Penjajah Inggris juga menciptakan ulama-ulama palsu dan memasukkannya ke
pusat-pusat studi islam.
9.
Al Afghoni menurunkan Muhammad Abduh, Muhammad Rosyid Ridho, Hassan Al-Bana dan
Al-Syaikh Mustofa Al-Maroghi, pengarang Kitab Tafsir Al-Maroghi.
10.
Tafsir Al-Maroghi ini mempengaruhi Tafsir Al Misbah, Tafsir Al Azhar, Tafsir
An-Nuur dan Tafsir Al Qur-an Depag.
11.
Tafsir Al Qur-an Modern dengan berdasar pada logika telah salah menafsirkan
kata “dzalika” pada kalimat dzalika adna alla ta’ulu dengan “monogami
lebih adil dibanding poligami”.
12.
Kalimat kawinlah wanita yang lain 2, 3, 4 atau 1 dan mengawini budak sebagai
ayat muhkamat ditinggal, sedangkan kalimat “dzalika adnaa allaa
ta’uuluu / yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya yang merupakan ayat mutasyabihat dibicarakan secara panjang
lebar.
13. Padahal
hal ini dilarang pada Q.S. Ali Imran [7] : 7. Juga penggunaan logika tanpa
didasari Ayat Al Qur-an, Al Hadits dan pendapat para sohabat dicela.
14.
Maka pada akhirnya yang benar adalah, sebagaimana yang disebutkan di dalam
Kitab Kuning Hukum islam, bahwa poligami hukumnya adalah mubah, sebuah
rukhsah dan bukan tujuan utama. Karena memang di dalam Al-Quran tak ada
perintah secara spesifik untuk berpoligami, kecuali dengan syarat-syarat
yang telah ditetapkan.
Mudah-mudahan dapat diterima oleh khalayak ramai.
Kami yakin tulisan ini tidak sempurna, bagi pembaca
yang menemukan kekurangannya dan kesalahannya sudilah memberitahukan kepada
kami untuk diadakan perbaikan seperlunya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak
terima kasih.
Wal-lloohu-lmuwaffiq ilaa aqwamith thorieq
Jember, 27 Nopember 2009
Dr. H.M. Nasim Fauzi
Jl. Gajah Mada 118
Tilp. 481127 Jember
Kepustakaan
01. Abdul Mustaqim, M.A., Tafsir Feminis vs Tafsir
Patriarki, Sabda Persada, Yoyakarta, 2003.
02. Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir
Al-Maraghi, Penerjemah Bahrun Abubakar, Lc, PT Karya Toha Putra, Semarang,
1993.
03. Al Mihrab, Edisi 15/ Tahun ke-2, Semarang, 2005.
04. Departemen Agama RI, Al-Qur?an dan Tafsirnya,
Jilid 2, Jakarta, 2009.
05. Dr. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin
Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Bogor,
2008.
06. Drs. M. Rifai, Terjamah
Khulasah Kifayatul Akhyar, CV Toha Putra, Semarang, 1982.
07. Drs.
H. Dahlan Tamrin, M.Ag., Filsafat Hukum Islam, UIN Malang Press, Malang, 2007.
08. Dra. Hj. Sri Suhandjati Sukri, Pemahaman Islam dan
Tantangan Keadilan Jender, Gama Media, Yogyakarta, 2002.
09. Dr. Hj. Zaitunah Subhan, Kekerasan Terhadap
Perempuan, Pustaka Pesantren, Yogyakarta, 2006.
10. Drs. Sidi
Gazalba, Sistematika Filsafat Buku II, PT. Bulan Bintang, Jakarta, 1973.
11. Dr. Thameem Ushama, Metodologi Tafsir Al-Qur-an,
Riora Cipta, Jakarta, 2000.
12. Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Pustaka,
Bandung, 1983.
13. Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Penerbit
Sinar Harapan, Jakarta, 1985.
14. Martin van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan
Tarekat, Penerbit Mizan, Bandung, 1995.
15. K.H. A. Muchith Muzadi, NU dan Fikih Kontekstual,
LKPSM NU DIY, Yogyakarta, 1995.
16. K.H A. Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, LKiS,
Yogyakarta, 2004.
17. K.H.Munawar Chalil, Nilai Wanita, Ramadani, Solo,
1984.
18. Louanne Brizendine, The Female Brain, Ufuk Press, Jakarta,
2006.
19. M.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 2, Lentera Hati, Jakarta, 2002.
20.
Muhammad Siddiq Gunnus, Pengakuan Mata-mata Inggris dalam menghancurkan
Kekuatan Islam, disadur oleh Masduki, Al-Ikhlas, Surabaya, 1999.
21.
Prof. Dr. H. A. Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar Juzu’ IV, Yayasan Nurul
Islam, Jakarta, 1981.
22. Prof. Dr. Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam,
Bulan Bintang, Jakarta, 1975.
23. Robert Dreyfuss, Devil’s Game Orchestra Iblis,
SR-Ins Publishing, Yogyakarta, 2007.
24. Syamsul Rijal Hamid, 297 Petuah Rasulullah Saw.
Seputar Hubungan Pria & Wanita, Cahaya Islam, Bogor, 2006.
25. Tashwirul Afkar, NU & Pertarungan Ideologi
Islam, Lakpesdam NU, Jakarta, Edisi No. 21 Tahun 2007.
26. Taufiq Adnan Amal, Neomodernisme Islam Fazlur
Rahman, Penerbit Mizan, Jakarta, 1992.
27. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul
Majid An-Nuur, PT Pustaka Rizqi Putra, Semarang, 2000.