Kamis, 02 Oktober 2008

Khitan Bayi



Khitan Sewaktu Bayi,
Siapa Takut!



Oleh : Dr. H.M. Nasim Fauzi




A. Pendahuluan

1. Tinjauan Umum
Bagi kita, khitan atau sunat bukan merupakan hal yang asing lagi, karena kita semua telah melaksanakannya, biasanya sewaktu masih SD (sekitar umur 10 th.).
Khitan pada bayi tidak lazim. Dilakukan di RS. bila mengalami gangguan kencing.


Gambar sebelah kiri atas gangguan kencing phimosis

 Di Indonesia Khitan sudah menjadi tradisi. Bersama dengan kelahiran, perkawinan dan kematian, Khitan merupakan peristiwa yang penting dalam kehidupan. Di beberapa desa di Jember, terdapat perayaan "kemanten sunat", dimana serombongan anak yang dikhitan dinaikkan kuda dengan dihias layaknya pengantin, diiringi tetabuhan dan diarak di jalan besar.




2. Tinjauan Khusus
Kata "sunat", terambil dari perkataan sunnatur Rosul, yang berarti segala perbuatan Rosulullah s.a.w. yang perlu kita contoh, sebagaimana sabda Allah swt. :
"Sungguh telah ada dalam diri Rosululloh suri tauladan yang baik bagimu". QS. 33:21.
--------------------------------------------------------------
Hadis 1: "Nabi saw. mengkhitankan Hasan dan Husain (cucu beliau) pada hari ke-7 dari lahirnya (HR Al Hakim dan Baihaqi dari Aisyah) dan Baihaqi sendiri meriwayatkan dari Hadis Jabir.
--------------------------------------------------------------
Sedang kata khitan berasal dari bahasa Arab, dari kata kerja khotana, yang berarti memotong.
Khitan adalah cara pengislaman dengan membuang kulit yang membungkus kepala kulup. Ketentuan ini berlaku bagi laki-laki dan perempuan; terutama bagi laki-laki, merupakan kewajiban untuk masuk Islam, karena kemaluan dianggap mengandung najis yang berpengaruh terhadap keabsahan salat.

Khitan telah berlaku sejak nabi-nabi yang terdahulu. Di Indonesia khitan juga sering disebut sunat, potong kulup; ada pula yang menyebut dengan menyelamkan atau mengislamkan.

3. Pengalaman Khitan Penulis
Sebagaimana keluarga Muslim lainnya, penulis menjalani khitan pada usia sekolah dasar. Peristiwa ini di"selameti", dimana pada zaman sekarang disebut "walimah khitan". Di kampung penulis di Kidul Pasar (selatan pasar Tanjung Jember), tidak ada anak yang dikhitan sampai usia dewasa karena malu diolok-olok sebagai "Cina".
Penulis kawin pada tahun 1969. Pada tahun 1970 penulis membaca buku karangan Dr. Med Ahmad Ramali berjudul "Peraturan2 untuk Memelihara Kesehatan dalam Hukum Sjara' Islam" dimana disebutkan Hadis No. 1 di atas (Nabi saw. mengkhitankan kedua cucunya semasih bayi). Selain itu juga diutarakan data-data kesehatan yang menunjukkan kebaikan khitan semasih bayi. Maka penulis tergerak untuk melaksanakannya pada anak-cucu laki-laki penulis sebagai berikut:
i. Anak laki-laki I lahir di Surabaya tahun 1970, penulis khitankan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada umur 7 hari.
ii. Anak laki-laki ke-2 lahir di Jember tahun 1984, dikhitankan di RSI Surabaya pada umur 40 hari.
iii. Cucu laki-laki I lahir di Jakarta tahun 1997, penulis khitankan di Jember pada umur 3 bulan.
iv. Cucu laki-laki ke-2 lahir di Jember tahun 2002, penulis khitankan di Jember pada umur 1 bulan.
v. Cucu laki-laki ke-3 lahir di Jember pada tahun 2005, penulis khitankan di Jember pada umur 3 hari (terjadi phimosis).
vi. Cucu laki-laki ke-4 lahir di Jember pada tahun 2008, penulis khitankan di Jember pada umur 4 hari juga karena terjadi phimosis.
Tidak ada kesulitan dalam pelaksanaannya, rata-rata sembuh kurang dari seminggu. Sedang selamatannya dilakukan bersamaan dengan pemberian nama (tasmiyah) dan aqiqoh sehingga tidak merepotkan.

4. Distribusi Khitan di Dunia
Khitan atau sunat pada anak laki-laki amat umum terdapat, bukan saja pada bangsa-bangsa yang belum maju peradabannya, melainkan juga pada bangsa-bangsa yang sudah amat maju di berbagai-bagai negeri dan di sepanjang masa, tidak pandang bangsa dan agama. Ritus ini terdapat pada bangsa Semit purba dan baru, pada berbagai-bagai bangsa Amerika dan Afrika, di Melanesia, Polinesia, Australia, di Indonesia. Hanya pada bangsa-bangsa Indo Jerman dan Mongol dan pada bangsa Fin (kecuali yang sudah dipengaruhi agama Islam) tiada terdapat kebiasaan ini, tidak saja pada dewasa sekarang, melainkan pun juga di jaman purbakala. Juga pada penganut Hindu-Buddhist dan Confucius tradisi khitan tidak dikenal, sedang pada penganut Kristen hanya dilakukan di Ethiopia.


5. Khitan pada Bangsa Barat Modern non Yahudi
Sejak abad ke 19 banyak bangsa yang berbahasa Inggris melaksanakan khitan demi alasan kesehatan. Dalam praktek medis, khitan pada bayi laki-laki dilakukan untuk kebersihan diri. Sekarang ini diperkirakan 85% laki-laki Amerika Utara telah dikhitan. Sedang pada bangsa non Yahudi di Eropa, Skandinavia dan Amerika Selatan sedikit.


B. Alasan-alasan Dilakukannya Khitan.

Ada 3 alasan utama dilakukannya khitan ini, yaitu : alasan umum, alasan keagamaan dan alasan kesehatan (kultural, naqal dan aqal).


I. Alasan Khitan Secara Kultural
Adanya tradisi khitan pada bangsa-bangsa yang belum maju peradabannya di atas yaitu bangsa semit Purba, Amerika (Indian), Afrika, Melanesia, Polinesia, dan Australia (aborigin) mendorong para antropolog memikirkan penyebabnya.
Pada bangsa-bangsa itu khitan dilakukan pada usia antara 12 dan 21 tahun yaitu menjelang proses perkawinan. Maka alasan dilakukannya khitan itu tentunya ada pada kehidupan perkawinan, yaitu hubungan seksual. Pada orang yang tidak dikhitan, glans penis selalu tertutup oleh praeputium yang menjadikannya sangat peka terhadap sentuhan, sehingga pada copulatio sering terjadi ejaculatio dini. Hal ini berakibat tidak puasnya kedua fihak, lebih-lebih pihak perempuan yang lebih lambat pemanasannya. Maka Merker (Die Masai, Berlin, 1910 ed. 2), Friederik, dan Fehlinger membuat teori bahwa khitan itu melambatkan ejaculatio seminis, selain itu praeputium juga menjadi halangan sewaktu copulatio.


II. Alasan Khitan Dari Segi Keagamaan (Naqal).

1. Khitan di dalam agama Islam.
Agama Islam dibagi atas Akidah atau Keimanan, Syariat atau Hukum Islam dan Hakikat atau Ichsan.


Hadits 2 : Umar mengisahkan, suatu hari tatkala ia dan para sahabat duduk bersama Rosululloh saw. tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang mengenakan pakaian sangat putih, rambutnya hitam legam dan tidak ada bekas melakukan perjalanan. Lalu lelaki itu duduk tepat di hadapan Nabi saw. Ia rapatkan kedua lututnya pada kedua lutut beliau dan kedua tangannya bertumpu di atas lututnya.
"Ya Muhammad," ucap lelaki itu. "Beritahukan kepadaku tentang agama Islam." Muhammad Rosululloh saw. bersabda: "Islam itu adalah kesaksiannya bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Alloh dan Muhammad adalah Rosul-Nya. Lalu engkau tegakkan sholat, engkau bayar zakat, engkau puasa pada bulan Romadhon, dan engkau haji ke Baitulloh jika kamu mampu." "Benarkah engkau," komentar lelaki itu.
Para sahabat tampak heran, lelaki itu yang bertanya dan ia juga yang membenarkannya.
"Beritahukan kepadaku tentang Iman," pinta lelaki itu lagi. Muhammad Rosululloh saw. bersabda: "Iman itu adalah engkau beriman kepada Alloh, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rosul-Nya, dan hari kiamat. Engkau juga beriman kepada qodar yang baik dan yang buruknya." "Benarlah engkau," komentar lelaki itu lagi.
"Beritahukan kepadaku tentang Ichsan." Muhammad Rosululloh saw. bersabda: Engkau sembah Alloh seakan-akan engkau melihat-Nya. Sebab sekalipun engkau tidak dapat melihat-Nya, Dia pasti melihatmu."
"Beritahukanlah kepadaku tentang hari kiamat." "Orang yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya," jawab Rosulullloh saw. "Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya." Muhammad Rosululloh saw. bersabda: "Tanda-tandanya hamba wanita melahirkan majikannya. Lalu orang-orang miskin dan pengembala kambing berlomba-lomba dalam pembangunan gedung."
Setelah lelaki itu pergi, Rosululloh saw. bertanya, "Hai Umar, tahukan engkau siapa lelaki yang bertanya tadi?" "Hanya Alloh dan Rosul-Nya yang paling mengetahui." Muhammad Rosululloh saw. bersabda: "Sesungguhnya dia itu Jibril. Dia hendak mengajarkan agama kalian." (H.R. Muslim).

a. Dasar Iman dari Khitan
Hadits 3 : Abu Malik Al Asy'ary ra. memberitahukan, Muhammad Rosululloh saw. telah bersabda: "Membersihkan diri adalah sebagian dari iman." (HR. Muslim)

Hadits 4 : Abu Huroiroh ra. mengabarkan, "Lima perkara merupakan bagian dari fitroh (bersih/suci), khitan, mencukur bulu kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak". (HR Bukhori dan Muslim)

b. Dasar Syariat / Hukum Islam dari Khitan
Di Indonesia dan Asia Tenggara hukum Islam berdasarkan atas Madzhab Imam Syafii. Di dalam madzhab Syafii hukum Islam dibentuk berdasarkan atas 4 dasar:
i. Al-Kitab (Al-Qur'an),
ii. As-Sunnah / Hadits,
iii. Al-Ijma' (yang disandarkan pada Al-Kitab dan As-Sunnah), yang dilakukan para ahli yang mungkin dikumpulkan.
iv. Al-Ijtihad (menetapkan sesuatu untuk kebaikan masyarakat dengan kaidah dan 'illat hukum yang umum) dan
v. Al-Qiyas.
Pokok dasar dari tertib ini adalah soal jawab yang terjadi antara Rosul dengan Mu'adz bin Jabal dikala Mu'adz diutus pergi ke Yaman untuk menjadi hakim:
Hadits 5 : Nabi saw. (N) berkata kepada Mu'adz (M): "Dengan apa kamu memutuskan hukum ?", (M): "(1) dengan kitab Allah", (N): "jika kamu tidak dapati?, (M): "(2) dengan sunnah Rosululloh", (N): "jika kamu tidak dapati?, (M): "(3) saya berijtihad dengan pendapatku". Maka berkatalah Nabi: "Segala puji tertentu bagi Allah yang telah mentaufiq utusan pesuruh-Nya kepada yang diridloi oleh pesuruh-Nya".

i. Dasar Al-Qur'an dari Khitan
Walaupun perkara khitan tidak disebut dengan tegas dalam Kitab Suci, bukanlah sudah ternyata dalam Al-Qur'an bahwa sekalian Muslim diwajibkan mengikut agama Nabi Ibrohim 
:
Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrohim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrohim menjadi kesayangan- Nya. (QS. 4: 125)

Hadits 6 : Dari Abu Huroirah, bahwa Nabi saw. bersabda : "Ibrohim Kholilullah berkhitan sesudah mencapai usia 80 tahun, dan berkhitan dengan qodam atau qudum (kampak kecil)." (HR Ahmad, Bukhori dan Muslim, hanya Imam Muslim tidak menyebut 'umur'.)

Bandingkan dengan Hukum Taurat (Kitab Kejadian) yang penulis kutip pada bahasan Agama Yahudi (B, II, 3), dimana Allah memerintahkan Nabi Ibrohim mengkhitan pengikutnya yang laki-laki pada hari ke-8.

ii. Dasar Al-Hadits
Bagi keluarga Muslim, melaksanakan Sunnah Rosul adalah meniru Rosulullah yang mengkhitan kedua cucunya pada umur 7 hari (hadits no. 1), ini tidak berbeda umurnya dengan Agama Yahudi (hari ke-8).
Sedang bagi Muallaf, khitan adalah sebagian syarat bagi orang yang masuk agama Islam.


Hadits 7 : Juraij berkata : Dan aku diberitahu oleh orang lain yang bersama dia (ada orang lain pula), bahwa Nabi saw. bersabda kepada orang lain : Buanglah daripadamu rambut kekafiran, dan berkhitanlah". (HR Ahmad dan Abu Dawud.)

Pada orang yang tidak khitan, di bawah kulup masih terdapat sisa kencing. Untuk sahnya salat, bekas kencing ini harus dibersihkan dengan jalan membuka kulupnya terlebih dahulu (diblitek jw.). Pekerjaan yang merepotkan.


Hadits 8 : Ibnu Abbas ra. mengemukakan, Rosululloh saw. bersabda : Ikatan Islam dan undang-undang agama itu ada tiga. Di atasnyalah didirikan Islam. Barangsiapa meninggalkan salah satu di antaranya, maka ia kafir dan halal darahnya. (Ketiganya) yaitu mengakui Tiada Tuhan selain Alloh, mengerjakan sholat fardhu, dan puasa pada bulan romadhon." (HR. Abu Ya'la dengan isnad hasan).

Hadits 9 : Ibnu 'Umar ra. menyampaikan, Rosululloh saw. bersabda. "Tidak diterima sholat seseorang tanpa bersuci, dan tidak diterima sedekah yang berasal dari kejahatan." (HR. Muslim).

Hadits 10 : Abu Huroiroh ra. menyatakan, Muhammad Rosululloh saw. bersabda: "Alloh tidak menerima sholat orang yang berhadats (antara lain kencing pen.), sehingga ia berwudlu". (HR Bukhori, Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi)

Hadits 11 : Bersumber dari Anas bin Malik, ia berkata: "Apabila nabi saw. keluar ke tanah lapang untuk mendatangi hajatnya (berak dan kencing), aku datang padanya dengan membawa air. Nabi mencuci kemaluannya dengan air itu". (HR Bukhori)

iii. Dasar Ijma' Ulama
Ulama sepakat, orang yang mengkhitankan anaknya berarti telah menjalankan sunnah Rasul s.a.w. dan pengkhitanan anak perempuan - hukum- nya mubah [Mr 157]. Ensiklopedi Ijmak, penerjemah : KH. A. Sahal Machudz dan KH. Mustofa Bisri.

iv. Dasar Ijtihad
1). Ulama madzhab Imam Syafii
Sepanjang kata Asy-Syafi'i khitan itu wajib (mustahaq) bagi Muslim, maupun Muslimat. Selanjutnya wajib bagi Muslim, membuang semua kulup (ghulfah) yang menutupi kepala zakar (hasyfah = glans penis), sehingga kepala zakar terbuka sama sekali.
An Nawawi berkata : Dan kalau kita berpendapat dengan menggunakan dasar yang shahih (lihat Hadits no. 1), maka dianjurkan khitan pada hari ke-7 dari kelahiran anak. (Khulasah Nailul Authar - Kitab kumpulan hadits-hadits hukum).
Nawawi adalah seorang ulama besar madzhab Syafii, ahli hukum Islam ternama dan ahli hadits dipercaya. Nama lengkapnya ialah Yahya ibnu Syaraf ibnu Muri ibnu Hasan ibnu Husein ibnu Muhammad ibnu Jum'ah ibnu Hizam, Abu Zakaria an-Nawawi ad-Dimasyqi. Wafat pada 676 H. Karangannya antara lain Riyadh ash- Sholichin, al-Arba'in an-Nawawi, Syarh Shohih Muslim, al-Muhazzab dll.

2). Pendapat 5 Madzhab tentang Khitan.
Menurut madzhab Imam Syafii berkhitan wajib hukumnya. Begini juga pendapat Malik (madzhab Imam Maliki) dan Ahmad (madzhab Imam Hambali) serta Madzhab Syii. Kata Abu Hanifah (madzhab Imam Hanafi) : Sunnah hukumnya. Menurut pendapat Ahmad dalam riwayat yang lain, bahwa berkhitan buat lelaki suatu sunnah dan buat wanita suatu makromah saja.


c. Pelaksanaan Khitan pada Masyarakat Muslim
Meskipun di dalam madzhab Syafii khitan wajib hukumnya bahkan -berdasarkan hadits Aisyah di atas- Imam Nawawi mengatakan sebaiknya khitan dilakukan pada umur 7 hari, tetapi dalam prakteknya -seperti yang dijalani penulis sendiri- khitan dilakukan pada usia sekitar 10 tahun. Mungkin karena hadits 1 ini tidak dikenal. Khitan pada usia ini dilakukan sebagai persiapan untuk menjalani kewajiban sholat.
Yang diketengahkan para ulama di dalam ceramah-ceramah khitan adalah hadis ke 7 (yaitu Nabi Ibrohim berkhitan pada umur 80 tahun).


Hadits 12 : 'Amir bin Syu'aib, mendengar dari ayahnya yang mendapat cerita dari kakek- nya, bahwa Muhammad Rosululloh saw. bersabda: "Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan sholat ketika berusia 7 tahun. Dan pukullah mereka karena meninggalkan sholat bila berumur 10 tahun. Juga pisah- kanlah tempat tidur mereka (yang lelaki dan yang perempuan)". (HR Abu Dawud)

Di daerah-daerah yang kurang kuat keislamannya khitan dilakukan pada usia menjelang dewasa seperti yang disebutkan oleh Dr. A. Ramali berikut:
Di daerah-daerah yang penduduknya tidak umum beragama Islam umur anak-anak yang disunat adalah antara 12 dan 21 tahun. Orang Dayak di Dayak Hulu di Kalimantan Selatan menyunatkan anaknya antara umur 14 dan 18 tahun, di Maumere di Pulau Flores sudah berumur antara 18 dan 21 tahun maka baru disunat, Di Timor Tengah antara umur 12 dan 15 tahun, sedang di Pulau Sumba antara umur 12 dan 17 tahun.

d. Khitan Pada Wanita /Muslimah
Sunat pada anak-anak perempuan tidak seumum pada anak laki-laki.
Di daerah kepulauan Indonesia sunat anak-anak perempuan adalah kebiasaan yang masuk bersama-sama agama Islam, yang meneruskan kebiasaan bangsa Arab yang sudah lazim di jaman jahiliyah. Sebelum itu sunat perempuan disini tidak dikenal.
Sunat anak-anak perempuan, chafdh bahasa Arabnya, yaitu hanyalah mengangkatkan bazhr saja, yaitu menurut beberapa lexicograaf Arab praeputium clitoridis (kulup kelentit).
An-Nawawi mengatakan : Tentang yang wajib bagi Muslimat ialah sedikit saja disayat kulit bagian atas dari vulva.
Perkataan sedikit saja di atas ini penting karena pelaksanaan sunat pada anak-anak perempuan pada kaum pengembara bangsa Semit, Hamit dan Hamitoid di Asia Barat Daya dan Afrika Timur, pada beberapa bangsa Negro di Afrika Timur dan Afrika Selatan, dilakukan terlalu banyak sehingga sangat menyakiti wanita.
Dr. A. Ramali mengutip pendapat Dr. Th. H. van de Velde, dokter untuk wanita yang terkenal, mensyaratkan setegas-tegasnya pada perempuan yang tidak bersunat, supaya selalu dan dengan sesempurnanya mencuci kulup clitoris dan lebih-lebih lagi sulcus coronarius. Sebabnya ialah karena pada perempuan lebih banyak keluar smegma praeputii itu dari pada laki-laki dan kalau zat lemak itu terkumpul, baunya yang normal menjadi bertambah keras, maka datanglah perasaan yang memadamkan sama sekali cinta berahi laki-laki.
Inilah gunanya khitan pada bayi perempuan.

Maka yang dibuang pada khitan itu cukup kulup kelentit saja (mirip pada laki-laki), tidak usah membuang kelentit itu sendiri, atau labia minora. Pemotongannya bisa menggunakan gunting yang tajam secara steril.
Meskipun hukum khitan pada perempuan di dalam madzhab Syafii adalah wajib, namun bila tidak ada petugas terlatih yang mampu melaksanakannya maka kita bisa menggunakan Ijma' Ulama (lihat B, II, 1, b, iii) yang menghukuminya mubah. Berbeda dengan laki-laki, pada perempuan clitoris dan preputium ini tidak dilewati oleh kencing, sehingga tidak mengandung najis.

3. Khitan di dalam agama Yahudi.
Di dalam tradisi agama Yahudi, khitan bayi laki-laki merupakan bagian dari perjanjian Abraham dengan Allah.


Kitab Kejadian
17:10 Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat;
17:11 haruslah dikerat kulit khatanmu dan itulah akan menjadi tanda perjanjian antara Aku dan kamu.
17:12 Anak yang berumur delapan hari haruslah disunat, yakni setiap laki-laki di antara kamu, turun-temurun: baik yang lahir di rumahmu, maupun yang dibeli dengan uang dari salah seorang asing, tetapi tidak termasuk keturunanmu.
17:13 Orang yang lahir di rumahmu dan orang yang engkau beli dengan uang harus disunat; maka dalam dagingmulah perjan- jian-Ku itu menjadi perjanjian yang kekal.
17:14 Dan orang yang tidak disunat, yakni laki-laki yang tidak dikerat kulit khatannya, maka orang itu harus dilenyapkan dari antara orang-orang sebangsanya: ia telah mengingkari perjanjian-Ku."


Menurut hukum Leviticus (kitab Hukum dalam Perjanjian Lama), setiap bayi laki-laki Yahudi harus dikhitan pada hari ke-8 setelah lahir, dengan ancaman hukuman berupa pengasingan dari pergaulan jemaat Israel. Orang-orang Yahudi memiliki mohel, seorang yang mahir ilmu bedah berdasar agama dalam penyelenggaraan upacara khitan. Setelah upacara doa yang disebut Bris Milah, sang mohel mengkhitan bayi tersebut dan memberinya nama serta memberkatinya.

4. Khitan Dalam Agama Kristen
Khitan adalah hukum Taurat, sedangkan Yesus datang tidak untuk merubahnya sehingga pengikut Yesus seharusnya melaksanakannya:


Kitab Injil Matius
5:17 "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.
5:18 Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu noktah atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.
5:19 Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.
Paulus seorang Pendeta Besar Kristen -tidak pernah bertemu Yesus, tetapi mengaku telah mendapat ilham dari Roh Kudus dan Yesus- telah menghapus hukum Taurat tentang khitan ini. Di dalam agama Kristen, Kisah dan Surat-surat yang ditulis oleh Paulus di dalam Perjanjian baru lebih ditaati daripada Perjanjian Lama.


Perjanjian Baru, Kisah Rasul-rasul
15:28 Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami (Paulus pen.), supaya kepada kamu jangan ditanggungkan lebih banyak beban dari pada yang perlu ini: (tidak usah sunat, cukup menjalankan perintah di bawah ini saja, pen.)
15:29 kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan. Jikalau kamu memelihara diri dari hal-hal ini, kamu berbuat baik. Sekianlah, selamat.


Surat Kiriman (dari Paulus pen.) Kepada Titus
1:10 Karena sudah banyak orang hidup tidak tertib, terutama di antara mereka yang berpegang pada hukum sunat. Dengan omongan yang sia-sia mereka menyesatkan pikiran.
1:11 Orang-orang semacam itu harus ditutup mulutnya, karena mereka mengacau banyak keluarga dengan mengajarkan yang tidak-tidak untuk mendapat untung yang memalukan.


III. Khitan Berdasarkan Alasan Kesehatan (Aqal).

1. Anatomi Alat Kelamin Luar Laki-laki.
Alat kelamin luar laki-laki terdiri dari batang zakar dan kepala zakar (glans penis) yang ditutupi oleh kulup (preputium), serta scrotum. Struktur kulit ini sama dengan kulit bagian tubuh yang lain, sedang bagian dalam kulup terdiri dari selaput lendir yang mengeluarkan getah (smegma) Air kencing yang keluar melalui lubang kencing di ujung kepala zakar selalu melalui bagian dalam kulup ini dan meninggalkan sisanya di situ.

2. Akibat dari Timbunan Smegma


Pada laki-laki yang tidak disunat atau sunatnya tidak sempurna sehingga masih tersisa kulup, smegma ini menumpuk dan berpotensi merangsang permukaan kepala zakar dan bisa menimbulkan kanker kepala zakar. Untuk mencegahnya maka harus dilakukan khitan pada bayi. Atau kulup tersebut secara teratur dibuka dan sisa smegma dicuci dengan air sabun. Dan bagi orang yang melaksanakan shalat setiap habis kencing kulup ini harus dibuka dan dicuci dengan air sekaligus membersihkan smegmanya juga.

3. Carcinoma Penis


Data tentang frekwensi carcinoma penis yang dikumpulkan oleh Dr. A Ramali dari beberapa sumber adalah sebagai berikut :
a. 0 % pada orang Yahudi yang bersunat (sejak masih bayi pen.)
b. 0-1,5 % pada Muslim India
c. 0,5-2 % pada orang Eropah-Kristen
d. 3,5-9 % pada orang Jawa Islam
e. 19-53 % pada orang Hindu, Tionghoa dan Annam.
Tidak adanya carcinoma penis pada orang Yahudi adalah manfaat dari khitan sejak bayi (umur 7 hari).
Tingginya angka carcinoma penis pada orang Jawa Islam adalah akibat khitan yang tidak dilakukan sewaktu bayi, dan tidak sempurnanya khitan itu (masih ter- sisa kulup zakar) yang dapat dilihat dari penelitian preputium hasil khitan yang dilakukan oleh Kreel dan Louwerse pada 186 orang kelasi kapal yang beragama Islam yang ber- sunat; hanya pada 75 orang (40,4 %) di antara mereka itu didapati circumcisio totalis (sempurna). Pada 9 orang (4,8%) didapat praeputium itu masih menutup kepala zakar (jelek). Sedang pada 102 orang (54,8%) tidak panjang lagi dan tergulung dalam sulcus coronarius, menjadikan kepala zakar terbuka.
Dalam hal praeputiumnya sempit, pastilah mereka ini berpraedispositio (rentan) untuk carcinoma penis.


4. Pengaruh Khitan Terhadap Penyakit lainnya.
1-10 % anak laki-laki mengalami penyempitan lubang kulup (phimosis) akibat smegma atau radang. Radang ini bisa menjalar kedalam saluran kencing selanjutnya ke ginjal. Khitan pada bayi adalah terapi terbaik untuk penyakit ini.
Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan kelamin yaitu gonorrhoe, syphilis, herpes, papilloma virus, chlamidia 2-5 x lebih sering terjadi pada laki-laki yang tidak disunat. Menurut penyelidikan, papilloma virus inilah yang berpotensi menimbulkan kanker pada laki- laki dan juga wanita pasangannya yaitu kanker mulut rahim yang merupakan kanker no. 1 di Indonesia !.


Virus HIV yang menimbulkan AIDS yang mematikan dan sampai sekarang tidak ada obatnya itu, 8x lebih sering terjadi pada laki-laki yang tidak disunat.

5. Teknik Khitan







Menurut Dr. A. Ramali teknik khitan yang baik adalah sebagai berikut:
Waktu memegang glans penis hendaklah diperiksa apa kepala zakar itu mudah disurut-balikkan dalam praeputium itu. Jika tidak, jadi kalau bagian dalam praeputium melekat pada glans penis, maka baru dipergunakan besi duga (sonde); dengan tangan kiri dibukakan mulut praeputium, lalu dimasukkan besi duga di sebelah atas glans penis, sampai ke belakang sulcus coronarius. Maka sonde itu digerakkan dengan hati-hati pada bawahnya praeputium, hingga tercapai frenulum pada kedua belah sisinya; ataupun kulup itu dikelipitkan
ke belakang sehingga bagian dalam jadi keluar. Setelah kulup itu dan juga selaput lendir glans dibersihkan, dan sesudah diadakan desinfeksi yang biasa, begitupun setelah diadakan anaesthesi lokal sekeliling pada pangkal penis dengan novocain-adrenalin (1-2%), maka dimasukkanlah sonde beralur, dorsal di baris tengahnya, di antara glans dan praeputium, disorongkan sampai ke dalam sulcus coronarius. Jika sudah diyakini bahwa hanya kedua lapisan kulit kulup (lamina externa et interna) saja yang terletak di atas sonde itu, maka disorongkan gunting lurus, kakinya yang berbonjol di dalam alur sonde tadi itu lalu dengan sekali gunting dibelah kedua lapisan praeputium itu di tengah-tengahnya, sampai ke tempat sulcus coronarius. Dengan jepit Kocher kulup yang sudah dibelah itu dikuakkan, dan sesudah itu dipotong seluruh praeputium itu a vue, dari frenulum berkeliling sepanjang glans dengan meninggalkan dari lapisan kulit sebelah dalam secukupnya (3-5 mm dari sulcus coronarius pen.) untuk memudahkan jahitnya. (Jangan memotong frenulum terlalu banyak karena akan mudah terjadi perdarahan, pen.). Setelah amputatio praeputii maka pinggir- pinggir luka pada lapisan dalam dan lapisan luar praeputium dipertemukan dengan jahit benang sutera halus yang disimpulkan (atau benang 3/0 yang dapat diserap, pen.). Untuk melindungi jahitan itu diikatkan sepotong gasa di atas simpul jahitan ataupun ditaruh pembalut tutup lepas, baik dengan boorzalf steril, ataupun dengan perubalsemzalf.

6. Khitan Pada Bayi
Pada neonatus tidak dibutuhkan anestesia karena syaraf pada preputium belum tumbuh. Pada mulut bayi bisa ditaruh kasa yang diberi air gula agar bayi tenang. Pembiusan umum diperlukan bagi anak-anak yang lebih besar. Tetapi jika ada kontraindikasi, sirkumsisi dapat dikerjakan dengan infiltrasi obat anestesi lokal mengelilingi pangkal penis (blok cincin). Adrenalin tidak boleh dipakai.
Di Amerika Serikat khitan pada bayi jauh lebih sering dikerjakan daripada di Indonesia sehingga perlengkapannya lebih memadai. Malahan Miller, Snyder dan Hovsepian menganjurkan khitan segera setelah lahir di RS. Dari 30.000 khitan bayi baru lahir selama 11 tahun ternyata betul murahnya, nyaman, aman, cepat sembuh disertai pengawasan yang ketat bersama dengan ibunya yang melahirkan di RS.


C. Kesimpulan / Penutup

1. Khitan bagi laki-laki Muslim menurut madzhab Syafii wajib hukumnya dan menurut Imam Nawawi sebaik-baiknya dilakukan pada umur 7 hari (bila lahir pada hari Senin maka dikhitannya pada hari Senin berikutnya). Ini dilakukan sesuai dengan sunnah Rosul yang mengkhitankan kedua cucunya pada umur 7 hari.
2. Bagi yang belum khitan, untuk sahnya sholat, setiap kali habis kencing kulup zakar harus dibuka dan disiram dengan air untuk membersihkan sisa air kencing yang ada di bawah kulup.
3. Bagi perempuan Muslimah khitan tidak menjadi persyaratan sahnya sholat karena air kencing tidak melewati bagian dalam kulup kelentit wanita.
4. Manfaat khitan pada wanita adalah untuk mencegah terkumpulnya smegma dibawah kulup kelentit demi keharmonisan perkawinan.
5. Bila ada tenaga terlatih yang bisa memotong kulup kelentit menggunakan gunting tajam secara steril, maka khitan pada bayi wanita bisa dilakukan,
6. Bila tidak ada tenaga tersebut maka khitan pada bayi wanita dilakukan secara minimal.
7. Khitan pada bayi laki-laki yang sempurna (memotong kulup habis sampai pangkalnya) berguna untuk mencegah terjadinya kanker pada kepala zakar, penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan kelamin termasuk AIDS serta mencegah infeksi saluran kencing luar dan dalam.
8. Tidak terdapatnya kanker kepala zakar pada bangsa Yahudi menunjukkan bukti nyata manfaat khitan pada bayi.
9. Penundaan usia khitan akan meningkatkan terjadinya penyakit seperti disebut di atas.
10. Kita tidak perlu takut mengkhitankan bayi laki-laki kita, karena dengan teknik khitan modern khitan pada bayi berlangsung singkat, tidak menyakitkan dan cepat sembuh.
11. Bila ibunya melahirkan di RS dapat dipertimbangkan untuk mengkhitankan bayinya yang baru lahir juga.
Jangan menunda-nunda. Kalau khitan pada bayi laki-laki tidak dilakukan mulai sekarang, kapan lagi ?
Demikianlah makalah kami tentang khitan semasih bayi. Kami yakin makalah ini tidak sempurna. Bila para pembaca menemukan kekurangan atau kesalahan di dalamnya mohon diberitahukan kepada kami untuk diadakan perbaikan seperlunya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih.
Wal 'lloohu 'lmuwaffiq ilaa aqwamith thoriiq.


Jember, 27 Nopember 2008

Dr. H.M. Nasim Fauzi

Jl. Gajah Mada 118
Tlp. 481127 Jember


Daftar Kepustakaan


1. Al Imam Al Bukhari, Shahih Bukhari, Penerjemah Umairul Ahbab Baiquni, Husaini, Bandung, 1417 H.
2. Al Imam Muhammad Asy-Syaukani, Nailul Authar jilid 1, diterjemahkan oleh Drs. dkk. C.V. Asy-Syifa', Semarang, 1994.
3. Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam Ringkas, Penerjemah Ghufron A. Mas'adi, Pt RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002.
4. Departemen Agama R.I., Al-Qur'an Dan Terjemahnya, C.V. Asy-Syifa', Semarang, 1999.
5 Dr. Mahmoud Matraji, Sahih Muslim with Explanation Notes And Brief Biographical, Vol. 1, Dar El Fikr, Beyrouth, Liban, 1993.
6. Dr. Med Ahmad Ramali, Peraturan2 untuk Memelihara Kesehatan dalam Hukum Sjara' Islam, PN. Balai Pustaka, Djakarta, 1968.
7. Dr. Sumiardi Karakata, SpBU, Sirkumsisi, Cet. ke-5, Hipokrates, Jakarta, 1995.
8. Hassan Shadily, Ensiklopedia Indonesia, P.T. Ichtiar Baru-van Hoeve, Jakarta, t.t.
9. J.P. Greenhill, Obstetrics, W.B. Saunders Company, Philadelphia and London, 1957.
10. Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Elektronik, 2.0.0 CD.
11. Microsoft Corp., Encarta Reference Library CD.
2003, Redmond, USA..
12. Prof. Dr. Ahmad Sjalabi, Perbandingan Agama Bahagian Agama Masehi, Djajamurni, Djakarta, 1961
13. Prof. Dr. H. Harun Nasution, Ensiklopedia Islam Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1992.
14. Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, Cet. ke-5, Bulan Bintang, Jakarta, 1975.
15. Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum Islam, Pustaka Islam, Djakarta, 1962.
16. R. Sjamsuhidajat dkk., Buku-Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1998.
17. Sa'di Abu Habieb, Ensiklopedia Ijmak, Penerjemah K.H.A. Sahal Machfudz dkk., Pustaka Firdaus, Jakarta, 1987.
18. Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Hadits, PT Buana Ilmu Populer, Jakarta, 2005.
19. Vija K Sodera MB ChB, MSc, FRCS et al, Ilustrasi Bedah Minor, diterjemahkan oleh
Dr. Agung Wibawanto, SpB, Binarupa Aksara, Jakarta, 1991.