Diedit tgl. 19 Juni 2016
BERBUAT BAIK
PADA SEMUA ORANG
Oleh : Dr. H.M. Nasim Fauzi
|
|
================================================================
1. Berbuat baiklah pada semua orang.
2. Jangan mengharap orang-orang yang kita selalu
berbuat baik pada mereka itu, berbuat
baik juga pada kita.
3. Bila demikian, kita akan selalu kecewa.
4. Balaslah kejelekan dengan
kebaikan.
=================================================================
Pendahuluan
Bangsa Indonesia
sekarang sedang berada dalam krisis. Dimulai dari krisis moneter dengan
anjloknya nilai rupiah yang segera menimbulkan krisis ekonomi, kemudian
menimbulkan krisis politik (jatuhnya Orde baru). Selanjutnya terjadi kerusuhan
massal dimana-mana, kerusakan lingkungan yang parah serta meningkatnya krisis
akhlak akibat tidak adanya keteladanan yang baik dari para pemimpin (uswatun
hasanah).
Makalah ini
bermaksud memberi sumbangan kecil di bidang akhlaqul-karimah (budi pekerti yang
mulia).
I.
Berbuat Baik pada Semua Orang.
Penilaian Baik-buruk Suatu
Perbuatan
Penilaian
baik/buruk suatu perbuatan termasuk dalam kajian Etika/Sopan Santun/ Akhlak.
Suatu perbuatan
dinilai sebagai baik atau buruk dapat dilihat dari:
a. Adat istiadat suku bangsa
b. Opini masyarakat
c. Hati nurani
d. Fikiran/akal/ratio dan filsafat Barat khususnya hedonisme.
e. Agama
Dengan
semaraknya media audio visual modern (koran, majalah dan TV) adat istiadat
mulai luntur digantikan oleh budaya dunia modern yang sangat dipengaruhi oleh
budaya barat. Budaya barat terutama berdasarkan filsafat kebahagiaan
(hedonisme). Opini masyarakat sangat dipengaruhi oleh tayangan media.
Filsafat Kebahagiaan
(hedonisme)
Filsafat ini dipelopori oleh ahli
filsafat Yunani, Epicurus (341-270). Perbuatan manusia dapat dikatakan baik
bila ia mendatangkan kebahagiaan, nikmat/kelezatan. Kenikmatan disini meliputi
nikmat jasmani dan nikmat rohani. Nikmat rohani dinilai lebih mulia daripada
nikmat jasmani. Kebahagiaan dapat dirasakan oleh diri sendiri (egoistic
hedonism) atau kebahagian bersama (universal hedonism). Kebahagiaan bersama
harus menjadi pokok pandangan setiap orang. Suatu perbuatan bernilai keutamaan
bila menghasilkan kebahagiaan kepada manusia, meskipun menghasilkan kepedihan
kepada sebagian kecil orang, termasuk diri sendiri.
Filsafat hedonisme ini bersifat relatif menurut tempat dan waktu.
Perbuatan yang membahagiakan masyarakat tertentu mungkin saja dapat merugikan
bangsa lain.
Penilaian baik-buruk menurut
hati-nurani
Apakah hati-nurani itu ?
Menurut Sidi Gazalba alat etika disebut hati-nurani, atau suara
hati, ada pula disebut orang hati-sanubari atau dalam bahasa Melayu disebut
hati kecil. Hati-nuranilah yang menyalahkan atau membenarkan tindakan kita.
Apabila kita melakukan tindakan jahat, timbul sesal dalam hati. Terjadilah
dialog dalam diri. "Kenapa engkau lakukan itu? Pantaskah engkau kerjakan
demikian?" dsb. Budi kita mencari-cari alasan untuk membela diri.
Hati-nurani itu menuntut, menyalahkan kita. Sebaliknya, kalau kita melakukan
tindakan baik timbul kepuasan dalam hati. Tidak ada pertengkaran antara hati
dan budi.
Ada kalanya
hati-nurani memberi petunjuk akan peristiwa yang akan terjadi. Ini adalah hati-nurani
yang memberi petunjuk (index).
Sering pula hati-nurani berdialog dengan diri kita yang menyesalkan
tindakan yang salah. Ini adalah hati-nurani yang mengadili (judex).
Terhadap tindakan jahat yang dialami, sering hati berkehendak
membalas. Ini adalah hati-nurani membalas kejahatan (vindex).
Teori-teori hati nurani
Masalah tentang hati-nurani dapat dijawab oleh tiga teori dan ajaran
Islam.
1. Hati-nurani itu adalah asli. Adanya bersama-sama dengan adanya
jiwa. Dengan demikian ia merupakan bakat atau pcmbawaan.
2. Hati-nurani bukan bakat atau pembawaan, tapi didapatkan dari
luar, sehingga boleh dijadikan baik atau tidak.
3. Teori ketiga merupakan sintesa antara yang pertama dan kedua. Hati-nurani
sudah ada semenjak manusia lahir, tapi berkembang menurut pcngaruh dari luar
(lingkungan, pendidikan dan pengalaman).
Gerak hati
Islam mengajarkan tentang gerak hati. Malaikat atas suruhan Tuhan
menggerakkan hati kepada yang baik, sebaliknya setan membisikkan kepada yang
jahat. Akal menampung kedua gerak itu dan memberi keputusannya. Kalau
diterimanya gerak hati yang berasal dari malaikat, lahirlah laku perbuatan yang
baik. Sebaliknya kalau bisikan setan yang diterimanya, timbullah laku perbuatan
yang jahat. Maka perlulah akal itu diisi dengan ilmu melalui budi dan dengan
agama melalui hati, sehingga dengan penerangan ilmu dan agama, akal tidak sesat
jalan dalam memberikan putusannya.
Kesimpulan
masalah hati nurani:
Masalah hati-nurani rumit sekali. Mula-mula ia objektif, sesudah itu
dipengaruhi oleh faktor-faktor luar, bercampur dengan pemikiran, sehingga ia
disamakan orang dengan pemikiran. Hati-nurani individu amat dipengaruhi oleh
hati-nurani kolektif (masyarakat). Batasnya amat tidak pasti, nisbi dan sukar
menentukannya.
Berbuat Baik pada Semua Orang Menurut Agama
Islam
Berbuat baik
pada semua orang termasuk akhlaqul karimah. Rasululah Saw. bersabda :
"Mu'min yang paling sempurna imannya adalah yang baik akhlaqnya".
(HR. Abu Dawud).
Berbuat baik sesuai tuntunan agama tidak selalu berbuah kesenangan
di dunia, tetapi pasti akan mendapatkan kebahagian di akhirat.
Uraian berikut
penulis kutip dari buku Akhlaq Islam, karangan K.H. Abdullah Salim.
Akhlak kepada Sesama Manusia
Akhlaq atau berbuat baik pada sesama manusia di antaranya sebagai
berikut :
1. Menghormati perasaan manusia lain
Rasulullah Saw.
bersabda: "Tidak termasuk muslim apabila bersikap penohok, pela'nat,
sikap kejam dan pencaci" (HR. Tirmidzi).
2.
Memperlihatkan sikap bermuka manis
Memperlihatkan sikap bermuka manis, mencintai
saudara sesama muslim sebagaimana mencintai dirinya sendiri, menyenangi apa
yang menjadi kesenangannya dalam kebaikan.
Rasulullah Saw. bersabda: "Tidak dikatakan seorang muslim,
sehingga dia menyenangi apa yang disenangi oleh saudaranya, sebagaimana dia
menyenangi apa yang disenanginya" (HR. Bukhari, Muslim).
3.
Pandai berterima kasih
Rasulullah Saw. bersabda : "Tidak dapat bersyukur kepada
Allah orang yang tidak pernah berterima kasih atas kebaikan orang lain"
(HR. Abu Dawud dan Ahmad)
4. Memenuhi janji
Janji adalah amanah yang wajib dipenuhi, baik janji untuk bertemu,
janji membayar hutang, maupun janji mengembalikan pinjaman.
Alloh Swt. berfirman:
"Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat."
(QS. An-Nahl [16:] 91).
5. Tidak boleh mengejek
Alloh Swt. berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS.
Al-Hujurot [49]:11).
6. Jangan mencari-cari kesalahan
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. " (QS.
Al-Hujurot [ : [4912).
7. Jangan menawar sesuatu yang sedang ditawar
orang lain
Dalam hadits riwayat Ibnu 'Umar dijelaskan: "Janganlah kamu
menjual atau menawarkan sesuatu yang. sedang ditawarkan oleh saudaramu".
(HR. Bukhori).
Akhlak terhadap Sesama Muslim
1. Menghubungkan Tali Persaudaraan.
Dalam hadits Rasulullah Saw. bersabda sebagai berikut: "Sesungguhnya
semua hamba Allah itu bersaudara". (HR. Abu Dawud).
Sifat bersaudara harus saling mencintai dan saling mengunjungi.
Rasulullah Saw. bersabda: "Tidak beriman seseorang dan kamu sehingga
cinta kepada saudaranya, sebagaimana cinta pada dirinya sendiri". (HR.
Bukhori, Muslim, Tirmidzi dan Nasa'i).
Tidak memutus tali persaudaraan.
Allah Swt. berfirman:
"Dan orang-orang yang memutuskan sesuatu (persaudaraan) yang
diperintahkan Allah agar selalu dihubungkan, dan mereka yang membuat kerusakan
atas bumi, mereka mendapatkan la'nat Allah dan mereka akan mendapatkan tempat
tinggal yang sangat menyusahkan". (QS. Ar-Ro'd [13]: 25).
2. Saling Tolong menolong.
Perintah tentang tolong
menolong sesama ummat muslim di sebut dalam Al-Qur'an:
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٲنِۚ
"Saling tolong
menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa, dan jangan kamu tolong menolong
berbuat dosa dan permusuhan". (QS. Al-Maidah [5] : 2).
"Seorang muslim
adalah saudara muslim lainnya, karena itu
ia tidak menganiaya saudaranya, tidak merendahkan derajatnya dan tidak menganggapnya
sepele dan hina". (HR. Dawud)
3.
Membina Persatuan.
Kewajiban adanya suatu ikatan yang terpadu
dalam suatu jamaah, digariskan Allah Swt. dalam Al Qur-an
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
"Dan
berpegang teguhlah kamu dengan tali Allah dan janganlah kamu bercerai
berai". (QS. Ali 'Imron [3] : 103)
4. Waspada dan menjaga keselamatan bersama.
"kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al
'Ashr [103] : 3).
5.
Berlomba mencapai kebaikan.
Perintah tentang keharusan berlomba untuk
kebaikan dinyatakan Allah di dalam Al-Qur 'an:
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
"Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.". (QS.Al-Baqoroh [2] : 148).
Dari perintah berlomba dalam kebaikan ini,
tersirat suatu larangan iri dan dengki terhadap kemajuan bagi pribadi-pribadi
ummat muslimin. Rasulullah Saw. bersabda:
"Tidak
boleh iri, kecuali terhadap dua hal: Pertama terhadap seorang yang diberi ilmu,
kemudian dengan ilmunya itu ia banyak beramal demi kebaikan ummat. Kedua, iri
terhadap orang kaya, yang dengan kekayaannya yang banyak itu dihabiskannya
untuk perjuangan membela kebenaran (agama). (HR. Bukhori dan Ahmad).
6.
Bersikap adil.
Perhatikan petunjuk Ilahi dalam
Al-Qur'an:
"Berilah maaf dan anjurkanlah
orang untuk berbuat adil dan hindarilah pergaulan dengan orang-orang bodoh
(kecuali untuk mendidik mereka)". (QS. Al-A'roof [7] : 199).
7.
Tidak boleh mencela dan menghina.
Dari Abu Hurairah Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
"Jangan kamu saling
mendengki, saling membenci, saling mencari kesalahan yang lain, saling
mengumpat dan jangan pula saling menipu. Tetapi jadilah kamu hamba-hamba Allah
penuh persaudaraan." (HR. Bukhori dan Muslim).
8.
Tidak boleh menuduh dengan tuduhan fasiq atau kafir.
Rosulullah Saw. bersabda:
"Janganlah seseorang
itu melontarkan kata fasiq dan kafir, kecuali kepada orang yang murtad. Apabila
kata itu tidak benar, maka akan kembali kepada yang mengatakan" (HR.
Bukhari dan Ahmad).
9.
Tidak boleh bermarahan
Sabda Rosulullah Saw.: "Tidak halal bagi seorang
muslim mendiamkan saudaranya (sesama muslim) lebih dari tiga hari" (HR.
Bukhori, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Muatho dan Ahmad).
10. Memenuhi janji
Alloh Swt. berfirman:
وَأَوۡفُواْ بِٱلۡعَهۡدِۖ إِنَّ ٱلۡعَهۡدَ كَانَ مَسۡـُٔولاً۬
"Penuhilah janji, karena
sesungguhnya janji itu akan dipertanggung-jawabkan"
(QS. Al-Israa' [17] : 34).
Rosulullah Saw. bersabda:
"Empat sifat yang bila melekat
semuanya pada seseorang di antara kamu, maka ia adalah munafiq, dan bila salah
satu atau sebagian dari sifat itu melekat pada dirinya, berarti melekat pada
dirinya sebagian dari sifat munafiq tersebut, sampai ia dapat membebaskan diri
dari pada sifat tersebut".
Perincian 4 sifat itu adalah:
1. Jika diberi kepercayaan, dikhianatinya;
2. Jika berbicara, selalu dibumbui kebohongan;
3. Jika berjanji atau membuat perjanjian, selalu berbuat curang;
4. Jika berbantahan, berbuat keji (tidak bersikap jantan). (HR.
Bukhari dan Muslim).
11. Saling memberi salam
"Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.". (QS. An-Nisa' [4] : 86).
Dari Abu Huroiroh Ra., berkata Rosulullah Saw.: "Yang
berkendaraan lebih dulu mengucapkan salam kepada yang berjalan kaki; yang
berjalan kaki lebih dulu mengucapkan salam kepada yang duduk; dan rombongan
yang sedikit lebih dulu mengucapkan salam kepada rombongan yang lebih banyak,
orang muda lebih dulu mengucapkan salam kepada yang lebih tua" (HR.
Bukhori).
12. Menjawab bersin
Apabila seseorang bersin didekat saudara sesama muslim dan ia
mengucapkan kata "Alhamdulillah", maka jawablah dengan memberikan
do'a kepada yang bersin tersebut dengan ucapan: "Yarhamukalloh"
(Semoga Allah memberi rohmat/kesembuhan atas kamu). Yang bersin menjawab:
"Yaghfirullohu li walaka" (Semoga Allah mengampuniku dan
mengampunimu). "Yahdikumullohu wa yuslih balakum" (Semoga Alloh
memberi petunjuk kepadamu dan membuat baik hatimu) (HR. Bukhari).
13.
Melayat mereka yang sakit
Hadits Rosulullah Saw. sebagai berikut: "Kewajiban muslim
atas muslim lainnya ada lima:
1. membalas salam,
2. mengunjungi muslim yang sakit,
3. mengiringi (menyelenggarakan) jenazahnya,
4. memenuhi undangannya, dan
5. mendo'akan mereka yang bersin" (HR.
Bukhori dan Muslim).
14.
Menyelenggarakan pemakaman jenazah
Apabila ada saudara muslim yang meninggal dunia, maka kewajiban
saudaranya yang hidup ialah menyelenggarakan pemakamannya, yaitu: memandikan, mengkafankan, menshalatkan,
mengantarkannya kekubur dan memakamkannya. Semua hal tersebut merupakan
kewajiban kifayah, suatu kewajiban yang bisa diwakili oleh seseorang, dan bila
mengurus jenazah itu telah terselenggara, maka kewajiban yang lainnya gugur;
tapi bila tidak ada seorang pun yang mau melakukannya, maka semuanya menanggung
dosa.
15.
Bebaskan diri dari suatu sumpah
"Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).". (QS. Al-Maidah [5] : 89).
Pembebasan diri dari sumpah tersebut,
adalah dengan memilih salah satu dan cara-cara berikut ini :
a. Memberi makan 10 (sepuluh) orang miskin, sesuai dengan ukuran
diri dan keluarga yang bersumpah.
b. Memberi pakaian kepada 10 (sepuluh) orang miskin;
c. Membebaskan seorang budak sahaya;
d. Puasa selama tiga hari berturut-turut.
16. Tidak bersikap iri dan dengki
Sesuai dengan
hadits Rasulullah Saw.: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu,
sampai ia merasa senang dengan kesenangan yang didapat oleh saudaranya, sesuai
dengan harapannya hal itu terjadi pada dirinya". (HR. Bukhari dan Muslim).
17.
Melindungi keselamatan jiwa dan harta
Nabi Muhammad SAW. bersabda : "Yang disebutkan seorang
mu'min, ialah mereka yang mampu memberikan keamanan bagi mu'min lainnya baik
keamanan diri, maupun keamanan harta" (HR. Ahmad, Tirmidzi,
Al-Hakim).
18.
Tidak boleh bersikap sombong
Dengan sikap sombong, orang tidak
mungkin mengadakan komunikasi secara wajar dan proporsional, sehingga informasi
yang didapatnya selalu salah dan akan mempersukar dirinya sendiri, seperti
sikap iblis terhadap Nabi Adam As. yang menyebabkan ia dila'nat Allah. Karena
informasi asal kejadian manusia, yang dianggap iblis sangat kurang baik,
dibandingkan dengan asal kejadian diri iblis.
Perhatikan peringatan Luqman di dalam
Al-Qur'an terhadap anaknya:
“Janganlah engkau palingkan mukamu dari manusia dan
janganlah engkau berjalan di muka bumi dengan sikap sombong, dan sesungguhnya
Alloh tidak mencintai tiap pribadi yang congkak dan sombong”. (QS. Luqman
[31]:18).
Sabda Nabi Muhammad Saw. :
"Janganlah dipaksa seseorang untuk bangun dari tempat duduknya di suatu majelis,
agar kamu dapat duduk di tempatnya, tetapi hendaknya kamu saling memberi
keluasan dan kelapangan (saling memberi tempat)" (HR. Bukhori dan Muslim).
19.
Fitnah dan pengkhianatan adalah sikap tercela
"Mereka yang menyiksa seorang laki-laki
atau perempuan mu'min untuk kesalahan yang tidak pernah dibuatnya, sesungguhnya
orang tersebut memikul suatu dusta besar dan dosa yang nyata" (QS. Al-Ahzab
[33] : 58).
"Siapa saja yang berbuat kesalahan
atau dosa, lalu menyatakan dirinya bersih dan melemparkan tuduhan kepada orang
sebagai pelakunya, sesungguhnya orang tersebut memikul besar dan dosa nyata"
(QS. An-Nisa' [4] : 112).
"Sesungguhnya mereka yang menyukai
tersiarnya suatu keburukan (aib) dari orang-orang beriman, bagi mereka itu azab
di dunia dan di akhirot. Dan Alloh mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui. (QS. An-Nur [24] :19).
20.
Bersifat pemaaf
Sabda Allah sebagai berikut :
وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
"Hendaklah memberi maaf dan jangan
mendendam bukankah kamu suka bahwa Alloh juga memberi ampunan kepada kamu"
(An-Nur [24] : 22).
فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ
"Siapa saja yang mendapat keampunan dari saudaranya mengenai
suatu (telah diberi maaf oleh fihak keluarga yang dirugikan), maka hendaknya ia
balas pemberian maaf itu dengan sebaik-baiknya, dan menunaikan kewajiban ganti
ruginya dengan cara yang paling baik" (QS. Al-Baqarah [2] : 178).
Berbuat Baik Menurut Quraisy
Shihab
Dalam tafsir Surat Al-Ashr, Quraisy Shihab
menafsirkan "amilush-sholihat" (mengamalkan pekerjaan-pekerjaan yang
baik) dengan "tidak berbuat
kerusakan".
Yang dimaksud dengan berbuat kerusakan adalah
:
1. Pengrusakan
tumbuhan, generasi manusia dan keharmonisan lingkungan, seperti yang
diisyaratkan oleh QS Al-Baqarah [2: 205.
Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan
2. Keengganan menerima
kebenaran (QS Alu 'Imran [3}: 63).
Kemudian jika mereka berpaling (dari kebenaran), maka sesunguhnya Allah Maha Mengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan.
3. Perampokan,
pembunuhan, dan gangguan keamanan (QS Al-Ma'idah [5] : 32).
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.
4. Pengurangan
takaran, timbangan, dan hak-hak manusia (QS Hud [11] : 85).
Dan Syu'aib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.
5. Usaha memecah-belah
kesatuan (QS Al-Anfal [8] : 73).
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
6. Berfoya-foya dan
bermewah-mewah (QS Al-Furqon [25] : 67).
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.
7. Pemborosan = 6.
8. Makar dan penipuan (QS
Ali Imron [3] : 54).
Orang-orang kafir itu membuat makar / tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.
9. Pengorbanan nilai-nilai
agama (QS Ghafir [40] : 26).
Dan berkata Fir'aun (kepada pembesar-pembesarnya): "Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi".
10.
Kesewenang-wenangan (QS Hud [11] : 50-56).
Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir'aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.
Tidak
Berfoya-foya, Bermewah-mewah dan Boros
Sebagaimana uraian Quraisy Shihab pada nomor 6
dan 7 di atas, perbuatan-perbuatan ini termasuk berbuat kerusakan. Alloh Swt.
telah berjanji akan memenuhi rizki (makanan, minuman dan kesehatan) semua
makhluk di bumi sesuai firman-Nya :
"Dan tidak ada suatu binatang melata
( hidup) pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia
mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya
tertulis dalam kitab yang nyata (Loh-mahfuz). (QS Huud 11 : 6).
Sumber daya alam yang diciptakan Allah hanya
bisa mendukung gaya hidup yang wajar/ sederhana. Dengan maraknya gaya hidup barat di
seluruh dunia yang cenderung mewah dan boros, telah terjadi kerusakan
lingkungan hidup yang parah di mana-mana. Maka, agar bisa mencegah dan
memperbaiki kerusakan lingkungan, kita harus merubah gaya hidup ke arah
kewajaran/ sederhana, termasuk di dalam masalah ibadah (misalnya tidak
berhajji/umroh berkali-kali, uangnya dialihkan untuk menolong yang menderita
kekurangan).
II. Jangan mengharap
orang-orang yang kita selalu berbuat baik pada mereka itu, berbuat baik juga
pada kita.
Dalam kalimat di atas
terkandung sifat ikhlas.
Uraian di bawah kami kutip dari buku
Ikhlas karangan Dr. Yusuf Qardlawi
Pengertian
Ikhlas
Ikhlas ialah menyengajakan perbuatan semata-mata mencari keridhaan
Allah dan memurnikan perbuatan dari segala bentuk kesenangan duniawi. Dengan
demikian, perbuatan seseorang benar-benar tidak dicampuri oleh keinginan yang
bersifat sementara, seperti keinginan terhadap kemewahan, kedudukan, harta,
popularitas, simpati orang lain, pemuasan hawa nafsu, dan penyakit lainnya.
"Katakanlah!
Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb
alam semesta. Tiada Sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan
kepadaku...." (QS. Al-An'am [6] : 162-163)
Tanda-tanda Keikhlasan
Tanda-tanda
keikhlasan ini sangat banyak. Ia dapat dilihat dari kehidupan, perilaku, dan
persepsi seseorang, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.
Berikut ini kami kemukakan beberapa tanda tersebut.
1. Takut akan popularitas
2. Mengakui kekurangan diri
3. Cenderung menyembunyikan amal kebajikan
4. Menyamakan tugas seorang jenderal dengan tugas seorang prajurit
5. Mengutamakan keridhaan Alloh daripada keridhoan manusia
6. Cinta dan marah karena Allah
7. Sabar terhadap lamanya perjuangan
8. Merasa gembira jika kawannya memiliki kelebihan
Dasar Diterimanya Amal
Perbuatan
Suatu amal saleh akan diterima Alloh jika ia memenuhi dua rukun.
Pertama, amal perbuatan itu harus didasari keikhlasan dan niat yang murni.
Kedua, amal perbuatan itu harus sesuai dengan sunnah Nabi saw. dan syariat
Islam.
Buah
Sikap Ikhlas
Sifat ikhlas dapat membuahkan hasil yang baik dan
positif pada diri seseorang, di antaranya:
1.
Sumber Ketenangan Jiwa
Ikhlas mampu melahirkan ketenangan jiwa dan
ketenteraman hati sehingga dada menjadi lapang. Sebab, hatinya terpadu dalam
rangka mencari keridhaan Allah. Allah Swt. mengumpamakan seorang mukmin yang
benar-benar mengesakan Allah sebagai seorang hamba sahaya yang hanya memiliki
seorang majikan.
Firman Alloh:
"Allah membuat
perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleb beberapa orang
yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak yang menjadi milik
penuh dari seorang laki-laki (saja). Adakah kedua budak itu sama halnya? Segala
puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui." (QS. Az-Zumar [39] : 29)
2. Sumber Kekuatan Jiwa
Sesungguhnya, orang yang rakus terhadap harta, kedudukan, pangkat,
dan jabatan adalah orang yang sangat lemah. Apalagi jika ia tidak berhasil
mencapai keinginannya di dunia. Ia benar-benar tidak berkutik jika harta yang
diharapkannya sirna. Seorang yang benar-benar ikhlas karena Allah tidak akan
terbujuk oleh iming-iming menggiurkan. Ia juga tidak akan mundur karena tekanan
dan ancaman. Ia tidak mungkin menjadi orang yang hina dina karena sangat rakus
dan tidak akan berpaling karena dihantui perasaan cemas.
3. Memperpanjang
Amal Kebajikan
Orang yang hanya mencari perhatian orang atau
memenuhi keinginan perut dan nafsu seksual tidak akan bertahan lama dalam
bekerja. Jika apa yang diharapkannya tidak tercapai, ia berputus asa lalu
menghentikan pekerjaannya. Begitu pula, seseorang yang bekerja semata-mata
untuk mencari popularitas atau mendapatkan kedudukan, akan bermalas-malasan
jika apa yang diinginkannya tidak tercapai.
Hal itu berbeda dengan seorang yang berbuat
semata-mata karena Alloh. Ia tidak mengenal malas, tidak loyo, dan tidak akan
bersikap santai. Ia melakukan semua pekerjaannya didasarkan kepada Allah, Zat
Alloh akan tetap kekal selama-lamanya meskipun manusia binasa, demikian pula
jika sekalipun semua makhluk-Nya hancur berantakan.
Firman-Nya:
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ ۚ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
"...Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.
Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan." (QS. Al-Qoshosh [28]: 88)
Orang-orang saleh berkata, "Semua pekerjaan yang
dilakukan karena Allah akan kekal dan sinambung. Namun, pekerjaan yang
dikerjakan bukan karena Allah akan segera musnah."
4.
Mengalihkan Sesuatu yang Mubah dan Biasa Menjadi Ibadah
Disebutkan dalam suatu hadits bahwa Nabi saw. berkata
kepada Sa'ad,
"Sesungguhnya
apa saja yang kamu sedekahkan, asalkan kamu landasi niat mencari keridhaan
Allah, maka kamu akan memperoleh pahala dari-Nya, sampai-sampai sesuap makanan
yang kamu berikan kepada istrimu."
5. Tetap Mendapat Pahala Meskipun Amal Tidak
Dilaksanakan atau Diselesaikan
Diriwayatkan oleh Nasa'i dengan
sanad sahih dari Abud Darda secara marfu' bahwa beliau berkata,
"Barang siapa mendatangi tempat tidurnya dengan niat akan
bangun sholat malam tetapi ia tertidur sampai datangnya subuh maka dituliskan
baginya pahala atas apa yang diniatkannya, sedangkan tidurnya dinilai sedekah
dari Tuhannya."
Tambahan penulis :
6. Menangkal
Godaan Iblis.
Setelah
Iblis diusir dari surga karena membangkang dari perintah Allah untuk sujud
kepada Adam As, Iblis meminta dan telah diberi waktu sampai hari kiamat untuk
menggoda manusia agar masuk neraka bersama dengannya. Iblis berkata:
"Ya
Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan
menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku
akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di
antara mereka". (QS. Al-Hijr [15] : 39-40)
III. Bila demikian, kita akan selalu
kecewa.
Kita sering berbuat baik baik pada orang lain
dengan pamrih, ingin dibalas dengan perbuatan baik pula. Merawat dan
membesarkan anak, kita ingin anak membalas budi kita. Memberi sesuatu pada
orang tua, saudara, tetangga dan kawan kita ingin mendapat balasan. Bersikap
ramah terhadap orang lain, kita ingin orang itu ramah juga pada kita.
Karena dunia ini tidak sempurna seringkali
harapan kita ini tidak terjadi, sehingga kita kecewa.
Kekecewaaan dapat menimbulkan
kemarahan
Timbulnya kemarahan kepada orang lain ada 6 tahap:
Tahap
pertama : Saya
menginginkan sesuatu."
Kita semua
memiliki berjuta-juta keinginan dan harapan. Saya menginginkan kasih sayang,
kekayaan, perlakuan yang adil, dihargai, keselamatan, dan saya juga ingin pergi
ke bulan, menjadi raja, memiliki semua yang ada di dunia, serta hidup
selama-lamanya. Keinginan manusia sama luasnya dengan khayalan. Keinginan
adalah sumber segala penemuan, amal, pengetahuan, dan seni.
Tahap
ke-dua : "Saya
tidak memperoleh apa yang saya inginkan dan saya merasa kecewa."
Suatu keinginan tidak terpenuhi dan tentu saja banyak keinginan yang
mengalami nasib sama. Dari semua keinginan yang
kita miliki hanya sebagian kecil yang terpenuhi. Keadaan ini juga
merupakan penyesalan yang tidak dapat dihindari yang harus ditanggung oleh
manusia.
Seorang yang bijaksana mengerti bahwa kehidupan ini tidak akan
memberikan semua yang ia inginkan. Oleh karena itu, ia puas dengan yang telah
ia peroleh, baik melalui kerja keras ataupun nasib baik. Ia menerima segala
yang tidak terpenuhi, walau ia telah berusaha sebaik-baiknya. Ia merasa kecewa
tetapi tidak marah.
Tahap ke-tiga : "Kalau aku tidak mendapatkan apa yang
saya inginkan, maka keadaan jadi sangat tidak menyenangkan."
Secara singkat,
yang anda katakan pada diri sendiri dapat berupa : (a) Saya ingin apa yang
saya kehendaki tercapai, tidak enak rasanya kalau tidak mencapai segala yang
saya inginkan; (b) orang lain yang membuat saya frustasi adalah jahat dan patut
mendapat hukuman.
Tahap ke-empat : "Anda tidak boleh membuat saya kecewa! Saya harus memperoleh apa
yang saya inginkan."
Nah, sekarang
anda meminta diri sendiri menjadi marah. Anda menginginkan sesuatu dan tidak
memperolehnya.
Tahap ke-lima : "Anda jahat karena telah membuat
saya kecewa"
Kita sekarang sampai pada bagian yang berbahaya dari rangkaian ini.
Sampai sekarang anda hanya merasa marah, tetapi tidak perlu harus membenci atau
membalas dendam pada orang lain. Tetapi dengan tahap kelima ini, anda telah
membuat salah satu penilaian (dari beberapa penilaian lain yang mungkin anda
lakukan) yang paling merugikan tentang orang lain. Anda telah mengatakan bahwa
seseorang jahat karena ia telah membuat anda kecewa. Anda juga beranggapan
bahwa kalau orang itu jahat, maka ia juga berhati busuk, tidak berguna, dan
bahwa dirinya dan perilakunya adalah sama jahatnya.
Ada tiga alasan
mengapa seseorang berperilaku buruk tanpa dapat dipersalahkan, yaitu: karena
kebodohan, ketidaktahuan, dan gangguan emosi.
Kalau anda sudah mencapai tahap kelima ("anda jahat karena
telah mengecewakan saya") anda tentu merasa marah. Walaupun demikian, itu
tidak berarti anda secara otomatis akan menyakiti orang lain. Bila anda merasa
seakan-akan hendak membunuh seseorang tidak berarti anda akan benar-benar
membunuhnya. Untuk melakukan hal tersebut anda harus ke tahap selanjutnya.
Tahap ke-enam : "Orang jahat harus dihukum."
Dengan tahap ini anda sampai di suatu titik yang tidak memungkinkan
anda kembali lagi. Anda tidak akan berhenti jika anda belum menyakiti orang
lain. Tindakan anda tersebut tidak bertujuan untuk memberinya pelajaran, tetapi
karena orang itu tidak pantas untuk menerima apa pun selain rasa sakit dan
kutukan.
Kalau kita menghadapi persoalan ini secara realistis maka kita akan
sependapat bahwa kita akan memperoleh lebih banyak lebah dengan menggunakan
madu daripada cuka. Tetapi apakah cara itu cukup berhasil? Tentu saja! Hanya
orang-orang tidak normal tetap tidak mempan senyuman, kesopanan, serta perilaku
bersahabat. Jika orang yang berurusan dengan anda benar-benar normal, anda
boleh yakin bahwa perilakunya akan banyak berubah semakin baik ketika anda
tidak lagi memperlakukannya dengan perasaan jijik, melainkan lebih manis serta
penuh kasih sayang.
IV.
Balaslah kejelekan dengan kebaikan.
Bila kita selalu membalas setiap kejelekan orang kepada kita dengan
kejelekan yang sepadan atau bahkan lebih jelek lagi, maka perselisihan tidak
akan pernah usai. Meskipun Allah Swt. mengizinkan kita membalas perbuatan jelek
sebagaimana firman Allah berikut:
"Sedang
balasan bagi suatu kejahatan adalah satu kejahatan yang sebanding dengannya,
tetapi siapa saja yang memberi maaf dan memperbaiki keadaan, maka ganjarannya
(adalah) atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada
orang-orang yang zhalim" (QS. Asy-Syura [42] :
40).
10 Cara Menangkal Kedengkian Orang Pada Kita
Ibnul-Qoyyim
al-Jauziyah dalam bukunya: Tafsir Surah Al-Falaq dan An-Nas menguraikan 10 cara
tersebut sebagai berikut :
1. Berlindung kepada Allah, dari
kejahatan orang yang dengki.
2. Bertakwa kepada Alloh, yaitu
melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangannya.
3. Bersabar menghadapi musuh, tidak mau
membunuhnya dan tidak pernah mengeluh dalam menghadapi gangguan musuh.
4. Bertawakakkal kepada Alloh. Barangsiapa
bertawakkal kepada Alloh, niscaya Alloh akan mencukupi.
5. Mengosongkan hati dari memikirkannya.
6. Menghadapkan diri kepada Alloh,
ikhlas kepadanya, dan selalu mencari
cinta dan ridlo-Nya.
7. Bertobat kepada Alloh, dari dosa-dosa
yang pernah dilakukan, karena dosa-dosa tersebut membuat musuh dapat menguasai
kita.
"Dan apa saja musibah yang menimpamu,
adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu senndiri." (QS. Asy-Syura [42] :
30)
8. Bersedekah dan beramal
saleh. Keduanya sangat besar manfaatnya untuk
menolak bencana dan kejahatan orang-orang yang dengki.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
9. Memadamkan kedengkian
pendengki dan kejahatan penganiaya dengan cara berbuat baik kepadanya.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Misalnya, memberi nasihat dan bersikap lemah lembut, dan perbuatan
baik lainnya kepadanya. Cara ini merupakan cara yang paling berat. Tidak ada
yang dapat melakukannya, kecuali orang yang mendapat taufiq dari Alloh.
Perhatikan firman Alloh :
"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan.
Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang
antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang
sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianu-gerahkan melainkan kepada
orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang
yang mempunyai keberuntungan yang besar. (Q.S.
Fushshilat [41] : 34)
10. Ikhlas dalam mengesakan Allah,
yang merupakan Zat Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.
V. Akhlak Khusus
Menghormati
Ibu dan Bapak
Wajib hukumnya
menghormati kedua orang tua, yaitu berbakti, menta'ati perintahnya dan berbuat
baik kepada ayah dan ibu mereka itu.
Di antara cara-cara
menghormati ibu dan bapak sebagai berikut:
1.
Berbicara dengan kata-kata yang baik
Firman Alloh
:
"Dan telah diundangkan (ditetapkan sebagai
peraturan) oleh Tuhan, agar tidak melakukan ibadah (sesembahan dan persembahan)
kecuali kepada Allah". Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tuamu;
Mungkin di dalam perawatanmu itu mereka menjadi uzur karena tuanya, baik salah
satu maupun keduanya dari orang tua tersebut; Janganlah engkau nyatakan
"Uh" (ungkapan tidak senang); Dan jangan engkau membentak mereka; Dan
hendaklah engkau katakan kepada kedua orang tuamu kata-kata yang mulia".
(Isra [17] : 23).
2.
Lindungi dan do'akan
Firman Alloh
:
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.". (QS. Isra [17] : 24).
3. Hormat dengan sikap terima
kasih
Alloh Swt. berfirman sebagai berikut:
"Dan Kami washiyatkan
(wajibkan) ta'at kepada ibu bapaknya; Ibunya telah mengandung di dalam keadaan
lemah dan penderitaan yang berat; Masa putus susunya adalah dua tahun; Karni
perintah : hendaklah engkau bersyukur kepada-Ku dan ibu bapakmu; Kepada-Kulah
tempat engkau kembali" (QS. Luqman [31] : 14).
4. Menghubungkan Silaturrohmi
Rasululloh Saw. bersabda:
"Sesungguhnya
sebaik-baik kebaikan adalah menghubungkan (memelihara) tali silaturrohmi yang
pernah dijalin oleh kedua orang tuanya" (HR. Muslim).
5.
Menunaikan wasiat kecuali yang ma'siat
Alloh Swt. berfirman:
"Diwajibkan atas kamu
apabila seseorang dari pada kamu hampir mati, jika ia ada meninggalkan harta
(hendaklah ia) bikin wasiat .......... " (QS. Al-Baqarah [2] : 180).
6. Durhaka pada orang tua
adalah dosa besar
Rosulullah Saw. bersabda sebagai berikut:
"Maukah kamu aku
beritahukan tentang dosa besar dari dosa-dosa besar yang lainnya? Mereka
menjawab: tentu mau Ya Rosulullah! Jawab Rosulullah (yaitu) : mempersekutukan
Alloh dan durhaka kepada kedua orang tua!
7. Membantu Ibu dan Bapak
Pada suatu ketika Rosulullah Saw. ditanya oleh seorang sahabat : Siapakah manusia yang paling berhak untuk dibantu?
Rasulullah menjawab: "Ibumu". Orang tersebut bertanya lagi:
"Kemudian siapa lagi?" Rosulullah Saw. menjawab: "Ibumu".
Orang tadi bertanya ketiga kalinya: "Kemudian siapa lagi?" Rosulullah
menjawab: "Ibumu". Bertanya yang keempat kalinya : "Kemudian
siapa lagi" Dijawab oleh Rosulullah Saw. : "Bapakmu!" (HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Ahmad).
Ahlak Terhadap Anak
Hak-hak anak
atau kewajiban orang tua terhadap anak tersebut, antara lain sebagai berikut:
1. Memberi nama yang
baik,
2. Menyembelih 'aqiqah
pada sa'at akan mencukur rambut.
Nabi Muhammad Saw. bersabda sebagai berikut: "Bayi yang lahir disembelihkan untuknya sebagai
aqiqah pada hari ke tujuh" (HR.
Tirmidzi, Abu Dawud, Nasa'i, Ibnu majah, Daramy, dan Ahmad).
3. Mengkhitan anak laki-laki dan perempuan
Rosulullah Saw. bersabda
"Lima masalah yang tergolong kebersihan yaitu:
1. Berkhitan,
2. Mencukur rambut yanq terlindung (kemaluan).
3. Mencabut
bulu ketiak
4. Memotong kuku;
5. Menggunting kumis . (HR. Bukhari dan
Muslim).
4.
Memberi pendidikan dan pengajaran
Rosulullah Saw.
bersabda sebagai berikut: Bergaullah dengan
anak-anakmu dan bimbinglah kepada ahlak yang mulia". (HR. Muslim).
5. Mencarikan
jodoh dan mengawinkannya
Mencarikan jodoh untuk anak adalah karena Sunnah Nabi Muhammad Saw.
sebagai berikut: "Nikah adalah sunnahku
(perjalanan hidupku); siapa saja yang tidak melakukan sunnahku, dia tidak
termasuk golonganku". (Hadits Syarif).
6.
Memberikan perlakuan yang baik terhadap anak-anak
Rosulullah Saw. bersabda sebagai berikut: "Persamakan di antara anak-anak kamu dalam pemberian, dan
seandainya aku boleh memberikan kelebihan kepada salah satu di antara mereka,
pasti akan aku berikan kepada anak perempuan". (HR. Ahmad
dan Tirmidzi).
Kewajiban
Suami Terhadap Isteri
Setiap laki-laki (suami) harus memperhatikan
hak-hak wanita (isteri) dengan adil dan baik, sesuai dengan ajaran Syari'at
Islam. Alloh Swt. berfirman:
ٱلرِّجَالُ قَوَّٲمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٍ۬ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٲلِهِمۡۚ
"Laki-laki itu
bertanggungjawab atas perempuan-perempuan, lantaran Allah telah lebihkan mereka
(atas perempuan-perempuan itu) dan dengan sebab kewajiban memberikan nafkah
dari harta-hartanya" (QS. An-Nisa' [4] : 34).
Dengan kelebihan yang diberikan Allah kepada
laki-laki tersebut, maka laki-laki (sebagai suami) mempunyai
kewajiban-kewajiban terhadap isteri sesuai dengan ajaran Islam, sebagai
berikut:
01. Bergaul terhadap isteri dengan baik
02. Suami harus memimpin istri
03. Suami wajib memberi nafkah
04. Suami mendidik istri. Seorang suami berkewajiban untuk memberi
pendidikan agama dan akhlaq kepada istri.
05. Suami melindungi rahasia istri
06. Suami harus memberikan kesempatan kepada istrinya
bersilaturrahmi kepada keluarga atau saudara-saudaranya, dan sebaliknya pada
keluarga suaminya.
07. Suami harus memanggil
istrinya dengan kata-kata yang mengandung kasih sayang, atau memanggil namanya
jangan memanggil "hai".
08. Apabila berbicara dengan istri, gunakanlah bahasa yang dapat
menggembirakan istri, jangan dengan kata-kata yang menyinggung perasaan istri.
09. Apabila akan pergi ke
kantor atau pulang dari tempat pekerjaan, suami harus memperlihatkan wajah yang
gembira dan tersenyum ketika bertemu dengan istrinya.
10 Apabila suami akan melakukan perjalanan ke luar rumah atau ke
luar kota, senantiasa harus ingat kepada istrinya, agar tidak melakukan
pengkhianatan kepada istrinya.
11. Setiap suami harus memiliki sikap sabar dan berwibawa, bila
bertemu dengan istri yang terdapat
kekurangarmya atau istri yang cemburu dan sering membentak suaminya. Berusaha
menasihatinya dan memberikan pengertian yang luas.
12. Suami harus berusaha
membantu istri untuk menciptakan kesejahteraan dan kedamaian keluarga.
13. Suami harus mampu mencari
penyelesaian yang baik dan mengandung hikmah kebijaksanaan, apabila terjadi
perbedaan-perbedaan di dalam kehidupan rumah tangga.
14. Suami harus bersikap
hormat kepada orang tuanya dan memperlihatkan akhlaq yang baik kepada keluarga
istrinya.
15. Suami harus selalu tampil
memikul tanggung jawab atas istrinya, anak-anaknya dan seluruh anggota keluarga
di rumah tangganya ke dalam dan ke luar.
Kewajiban
Isteri Terhadap Suami
Seorang istri harus mempunyai
sifat-sifat dan akhlak terhadap suaminya sebagai berikut:
01. Menjaga kehormatan diri
02. Ta'at pada suami
03. Tidak boleh keluar rumah tanpa izin suami
04 Tidak boleh seorang istri
menerima tamu orang yang tidak disenangi oleh suaminya.
05. Seorang istri tidak boleh melawan suaminya, baik dengan
kata-kata kasar membentak, maupun dengan sikap sombong.
06. Tidak boleh membanggakan sesuatu tentang diri dan keluarganya di
hadapan suami, baik kekayaan, keturunan ataupun kecantikannya.
07. Tidak boleh menilai dan menganggap bodoh terhadap suaminya.
08. Tidak boleh menuduh kesalahan atau mendakwa suaminya, tanpa
bukti-bukti dan saksi-saksi.
09. Tidak boleh menjelek-jelekkan keluarga suami.
10. Tidak boleh menunjukkan pertentangan di hadapan anak-anak.
11. Agar perempuan (istri) itu menjaga 'iddahnya, bila dithalak atau
ditinggal mati oleh suaminya, demi kesucian ikatan perkawinannya.
12. Apabila melepas suami pergi ke kantor, lepaslah suami dengan
sikap kasih, dan apabila menerima suami pulang bekerja, sambutlah kedatangannya
dengan muka manis, pakaian bersih dan berhias.
13. Setiap wanita (istri) harus dapat mempersiapkan keperluan makan,
minum dan pakaian suaminya.
14. Seorang istri harus pandai mengatur dan mengerjakan tugas-tugas
rumah tangganya.
15. Seorang istri harus dapat bertindak sebagai ibu untuk mengasuh
dan mengajar anaknya, agar anak-anaknya berakhlak yang baik.
Akhlak Terhadap Tetangga
Setiap ummat Islam harus mengetahui bahwa tetangganya mempunyai hak.
Kewajiban setiap muslimin dan muslimah terhadap tetangganya itu diatur di dalam
Al-Qur'an maupun Al-Hadits. Di dalam Al-Qur'an, Alloh Swt. merangkaikan
kewajiban berbuat baik itu dalam rangkaian kewajiban beribadah kepada Alloh Swt.
Alloh Swt. berfirman:
1. Dan berbaktilah kepada Alloh Swt.,
2. jangan
mempersekutukan Dia dengan apapun jua;
3. dan terhadap kedua ibu bapak berbuat baiklah,
4. demikian juga kepada keluarga yang dekat,
5. anak yatim,
6. orang miskin,
7. tetangga
yang dekat,
8. tetangga jauh,
9. teman seiring,
10. orang-orang dalam perjalanan dan
11. orang-orang yang menjadi hamba sahayamu,
ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang
congkak dan sombong, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan". (QS. An-Nisa' [4] : 36).
Di antara
akhlak bertetangga yang diatur oleh Al-Qur'an maupun Al-Hadits, sebagai
berikut:
1. Tidak boleh
menyiksa atau menyakiti
2. Tidak boleh melampaui hak-hak milik
3. Tidak boleh menyebarkan rahasia tetangga
4. Tidak boleh membuat gaduh
5. Selalu memberi nasihat
6. Saling tukar hadiah atau
pemberian
7. Hak utama tetangga:
apabila kita akan melakukan sesuatu, mintalah pertimbangan mereka.
Apabila akan menjual sesuatu tawarkanlah kepada tetangga.
Secara singkat masalah bertetangga, diatur dalam sebuah hadits,
sebagai berikut: Rasulullah Saw. bersabda: "Apakah hak bertetangga?"
Kemudian Rasulullah Saw. menjelaskan:
1. Apabila seseorang minta tolong kepada kamu, maka tolonglah, dia.
2. Apabila dia memerlukan pinjaman (utang), pinjamilah dia.
3. Apabila dia memerlukan sesuatu, berilah dia.
4. Apabila dia sakit, kunjungilah dia.
5. Apabila dia mendapatkan kebahagiaan, ucapkanlah selamat
kepadanya.
6. Apabila dia mendapat musibah, hiburlah dia.
7. Apabila dia wafat, antarkanlah jenazahnya (ke kubur).
8. Jangan membuat bangunan yang terlalu tinggi, sehingga menghalangi
angin ke rumah tetangga, kecuali idzinnya.
9. Janganlah kamu sakiti tetangga dengan bau masakan kecuali kamu
memberi kepada tetangga sebagian dari masakan tersebut.
10. Apabila membeli buah-buahan, berilah dia, dan apabila dia tidak
kamu beri, maka bawalah masuk ke rumahmu dengan sembunyi-sembunyi. Jangan
sampai anakmu membawanya keluar sehingga menyakiti anak tetanggamu" (HR.
Ibnu Majah).
Akhlaq Bersahabat
Bersahabat atau berkawan merupakan ni'mat Alloh yang diberikan-Nya
kepada ummat Islam di dunia ini. Bersahabat akan menjadi suatu keni'matan,
apabila didasari atas tujuan karena Alloh, dan akan menjadi kebahagiaan apabila
diatur dengan akhlaq atau kaidah-norma yang datangnya dari Alloh Swt. dan Rosul-Nya.
Alloh Swt. berfirman:
وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ كُنتُمۡ أَعۡدَآءً۬ فَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِكُمۡ فَأَصۡبَحۡتُم بِنِعۡمَتِهِۦۤ إِخۡوَٲنً۬ا
"Dan ingatlah ni'mat Alloh atas kamu, tatkala
kamu bermusuh-musuhan, kemudian Alloh jadikan hati-hati kamu lunak, kemudian
atas keni'mat- an-Nya kamu menjadi bersahabat" (QS. Ali Imran [3} : 103).
Norma atau
akhlaq bersahabat dalam Islam ditentukan oleh Al-Qur'an dan Al-Hadits, di
antaranya sebagai berikut:
1.
Rendah hati dan tidak sombong
Rasulullah
Saw. bersabda: "Sesungguhnya Allah
Swt. mewahyukan kepadaku, agar kamu semua selalu tawadhu' (bersifat rendah
diri), tidak perlu seseorang berlaku kejam dan sombong kepada yang lain" (HR. Abu Dawud).
2.
Saling kasih-mengasihi
3.
Memberi perhatian terhadap keadaan sohabat
Perhatian
seorang sohabat kepada sohabat yang lain dilaksanakan dengan:
a. Saling
menanyakan keadaan atau saling berkirim salam dan berita.
b. Saling
kunjung-mengunjungi.
Rosulullah Saw. apabila kehilangan
salah seorang sahabatnya atau tidak pernah muncul sampai tiga hari selalu
menanyakan keadaannya, bahkan dikunjunginya, terutama kalau dalam keadaan
sakit.
4. Selalu membantu keperluan sahabat
Rosulullah Saw. bersabda:
"Siapa saja yang
meringankan keperluan sohabatnya dalam urusan dunia, maka dia akan mendapat
keringanan atas keperluannya di akhirot" (HR. Bukhari dan Muslim).
5. Menjaga kawan dari gangguan orang lain.
Rosulullah Saw. bersabda:
"Jangan kamu membiarkan
orang yang memukul orang lain dengan zholim. Sesungguhnya la'nat Alloh akan
turun terhadap orang yang menyaksikan perbuatan itu, dengan tidak berusaha
mencegahnya" (HR. Thobroni).
6. Memberi nasihat dan kritik
Orang yang mendiamkan sohabatnya berbuat salah, atau bahkan hanya
suka memuji, berarti menjerumuskan kawan sendiri ke dalam api neraka.
7.
Mendamaikan bila berselisih
Alloh Swt. berfirman:
وَإِن طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا
"Apabila terdapat dua
orang atau kelompok sesama kaum mu'minin saling bermusuhan, maka damaikanlah
antara kedua orang yang bermusuhan tersebut" (QS. Al-Hujurat [49] :
9).
8.
Do'akan dengan kebaikan
Dalam sebuah hadits Rosulullah Saw.
dijelaskan:
"Dari Abu
Darda', bahwa Rosulullah Saw. pernah bersabda: Do'a seorang muslim untuk
sahabatnya yang jauh akan segera dikabulkan" (HR. Muslim).
VI. Penutup
Demikian makalah kami tentang masalah berbuat
baik pada manusia.
Baiklah kami tutup dengan mengutip pedoman
AA. Gym yaitu 3 M :
Mulailah dari diri kita sendiri,
Mulailah dari hal-hal yang kecil (dalam hal
ini : berbuat baik pada manusia),
Mulailah sekarang juga.
\\\
Wallahu muwaffiq ila aqwamith-thoriq.
Jember, 9 September 2006
Dr. H.M. Nasim Fauzi
Jl. Gajah Mada 118
Tlp. 481127 Jember
Daftar
Kepustakaan
1. Drs. Asmaran As., M.A., PENGANTAR STUDI AKHLAK,
PT RajaGrafindo Utama, Jakarta, 1994
2. Drs. Sidi Gazalba, SISTEMATIKA FILSAFAT,
Bulan Bintang, Jakarta, 1973.
3. K.H. Abdullah Salim, AKHLAQ ISLAM, Membina
Rumah Tangga dan Masyarakat, Media Da'wah, Jakarta, 1994.
4. M. Quraisy Shihab, TAFSIR Al-Qur'an Al-Karim,
Tafsir atas Surat-surat Pendek, Pustaka Hidayah, Bandung, 1997.
5. Dr. Paul Hauck, TENANGKAN DIRI, Arcan, Jakarta, 1974.
6. Dr. Yusuf Qardlawi, IKHLAS, Sumber Kekuatan Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 1996.
7. Imam Ibnu Al-Qoyyim
al-Jauziyah, TAFSIR SURAH MUAWWADZATAIN, Akbar, Jakarta, 2002.
Kelemahan Ras Adam
(Homo sapiens sapiens)
Menurut Al-Quran
(Akhlaq Tak Terpuji)
Oleh : Ir. Agus Haryo Sudarmojo *
Dari delapan kelemahan
utama ras Adam, ternyata sifat bohong adalah kelemahan manusia yang sangat
berbahaya. Sifat inilah yang merupakan dosa awal makhluk, seperti yang
dilakukan oleh iblis ketika membangkang perintah Allah untuk bersu|ud kepada
Adam.
Sebagaimana kita
ketahui bahwa Nabi Adam a.s. yang merupakan bagian dari makhluk Homo sapiens
sapiens, mempunyai kelebihan dari makhluk serupa yang telah hadir di planet
Bumi, seperti telah dijelaskan dalam subbab sebelumnya, yaitu:
1. Sebagai khalifah-Nya di bumi,
2. Sebagai makhluk semisamawi
(langit)-duniawi (bumi) yang di dalam dirinya ditanamkan sifat mengakui Tuhan
dan keesaan-Nya,
3. Memiliki kebebasan (free will),
4. Tepercaya (amanah),
5. Memiliki rasa tanggung jawab,
6. Mempunyai bekal kecenderungan ke
arah kebaikan dan kejahatan,
7. Dan sebagainya.
Pada poin 6 di atas,
ras Adam a.s. disebut mempunyai bekal kecenderungan menjadi baik dan buruk. Hal
itulah justru yang membuat ras Adam mempunyai kelemahan, yang selanjutnya bila
mereka tidak meminta perlindungan dan memohon petunjuk kepada Sang Khaliknya
maka akan menjadi sebuah keburukan karena merupakan lahan yang sangat subur
bagi setan untuk mencapai tujuannya.
Berikut adalah
kelemahan-kelemahan makhluk Homo sapiens sapiens yang telah menguasai Planet
Bumi sejak 140.000-120.000 tahun lalu.
1. Pelupa
Sifat pelupa manusia
ternyata dapat menjadi manfaat sekaligus dapat menjadi mudarat bagi
kehidupannya. Bila kita lihat dari segi manfaatnya lupa adalah anugerah buat
kita, coba bayangkan seandainya kita tidak mempunyai sifat lupa maka akan
bertumpuk dalam memori otak kita pengalaman-pengalaman pahit yang telah terjadi
atau lalui sehingga dapat membuat kita menjadi tertekan kemudian tidak bisa
tidur, bahkan yang ekstrem dapat membuat kita gila. Hal tersebut dapat juga
menghambat kenyamanan pribadi dan hubungan persahabatan antarsesama manusia.
Sebaliknya, sifat lupa
dapat menjadi kemudaratan bila tidak dimanfaatkan oleh manusia sesuai dengan tuntunan
llahi sehingga dapat menjadi lahan yang subur bagi setan untuk melakukan
aktivitasnya. Bukankah Al-Quran mengabadikan sifat lupa manusia generasi
pertama ketika Adam a.s. dan Siti Hawa harus ke-luar dari kebun/taman yang
indah ("Surga"), seperti bunyi ayat di bawah ini.
وَلَقَدْ عَهِدْنَا إِلَىٰ آدَمَ مِن قَبْلُ فَنَسِيَ وَلَمْ
نَجِدْ لَهُ عَزْمًا
Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu,
maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang
kuat (QS Tha Ha
[20]: 115)
Ayat tersebut, di samping menjelaskan faktor
lupa, juga mengisyaratkan penyebabnya, yaitu "Kami tidak dapati padanya
kemauan yang kuat". Artinya tekad untuk mengingat secara terus-menerus
terhadap musuh Allah Swt. sempat terabaikan oleh Adam a.s. dengan kata lain
bahwa kebulatan tekad untuk terus mengingat perintah Allah Swt. itu adalah
benteng bagi manusia.
_________________
1. Perintah Allah ini tersebut dalam
QS Al-Baqarah (2): 35. dalam menghadapi setan dalam memanfaatkan sifat pelupa
sebagai kelemahan manusia.
Karena sifat pelupa
manusia itulah, Allah Swt. pernah berpesan kepada Nabi Muhammad Saw.:
إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ ۚ وَاذْكُر رَّبَّكَ إِذَا
نَسِيتَ وَقُلْ عَسَىٰ أَن يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَٰذَا رَشَدًا
24. Kecuali
(dengan menyebut): "Insya Allah" [879]. dan ingatlah kepada Tuhanmu
jika kamu lupa dan Katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku
petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini". (Q.S.
Al-Kahfi [18] : 24).
[879] menurut
riwayat, ada beberapa orang Quraisy bertanya kepada nabi Muhammad s.a.w.
tentang roh, kisah ashhabul kahfi (penghuni gua) dan kisah Dzulqarnain lalu
beliau menjawab, datanglah besok pagi kepadaku agar Aku ceritakan. Dan beliau
tidak mengucapkan Insya Allah (artinya jika Allah menghendaki). Tapi kiranya
sampai besok harinya wahyu terlambat datang untuk menceritakan hal-hal tersebut
dan Nabi tidak dapat menjawabnya. Maka turunlah Surat Al-Kahfi ayat 23-24 di
atas, sebagai pelajaran kepada Nabi; Allah mengingatkan pula bilamana nabi lupa
menyebut Insya Allah haruslah segera menyebutkannya kemudian.
Pemanfaatan sifat
pelupa manusia oleh setan, diabadikan dalam surah dan ayat di bawah ini.
اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنسَاهُمْ ذِكْرَ
اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ ۚ أَلَا إِنَّ
حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Setan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa
mengingat Allah; mereka itulah golongan setan. Ketahuilah bahwa sesungguhnya
golongan setan itulah golongan yang merugi. (QS Al-Mujadilah [58]: 19)
Demikianlah, setan
pada akhirnya memanfaatkan sifat lupa untuk menundukkan manusia.
2. Iri Hati
Sifat ini merupakan
sifat yang sangat disenangi oleh setan, dengan kata lain iri hati adalah pintu
gerbang masuknya pengaruh setan yang paling luas dan merupakan rumah idamabbya
untuk bersemayam dalam tubuh manusia. .
Pembunuhan pertama
dari makhluk Homo sapiens sapiens (ras Adam a.s.) pertama di Planet Bumi ini menurut
Al-Quran dilakukan oleh putra dari Nabi Adam a.s. yang bernama Qabil terhadap
putra yang lain, yaitu Habil. Faktor penyebab terjadinya pembunuhan tersebut
adalah iri hati yang mendalam dari Qabil terhadap Habil. Hal ini diabadikan
dalam firman Allah Swt. di bawah ini.
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ
قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ
الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ ۖ قَالَ إِنَّمَا
يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan
Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka
diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari
yang lain (Qabil), la berkata (Qabil), "Aku pasti membunuhmu!" Berkata
Habil, "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang
bertakwa." (QS
Al-Ma'idah [5]: 27)
Begitu pula contoh
keturunan ras Adam a.s. yang lainnya, yang teraniaya oleh keturunan lainnya
(saudara-saudaranya) karena faktor iri hati, akibat bisikan nafsu mereka yang
diembuskan oleh setan sehingga menyebabkan Nabi Yusuf a.s. dijerumuskan ke
dalam sebuah sumur tua. Seperti bunyi ayat di bawah ini.
Bukankah Nabi Musa juga melakukan hal yang
melampaui batas karena ingin pembuktian akan keberadaan Allah Swt., ia pernah
memohon untuk dapat melihat Allah di Bumi, seperti yang dijelaskan dalam
firman-Nya di bawah ini:
وَلَمَّا جَاءَ مُوسَىٰ لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ
قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنظُرْ إِلَيْكَ ۚ قَالَ لَن تَرَانِي
وَلَٰكِنِ انظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي ۚ فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا
وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقًا ۚ فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ
إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ
Engkau sekali-sekali tidak sanggup melihat-Ku, tetapi
lihatlah ke gunung itu, maka jika ia tetap di tempatnya (seperti sediakala)
niscaya kamu dapat melihat-Ku.' Tatkala Tuhannya menampakkan diri pada gunung
itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan, maka
setelah Musa sadar kembali, dia berkata, "Mahasuci Engkau, aku bertaubat
kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.' (QS Al-A'raf [7]: 143)
Begitu pula dengan Nabi Muhammad Saw.,
beliau ingin agar seluruh manusia beriman sampai-sampai Allah
"kasihan" kepadanya:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ
يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Sesungguhnya kamu tidak akan
dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi
petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya dan Allah lebih mengetahui
orang-orang yang mau menerima petunjuk. (QS Al-Qashash [28]: 56)
Contoh sifat tamak
seperti di atas, masih dapat digolongkan sifat keingintahuan yang
menggebu-gebu, artinya masih mengandung hal yang positif, belum mewakili sifat
tamak yang negatif.
Seperti Sayidina Ali
katakan: "Ada dua jenis manusia tamak yang tidak akan pernah merasa puas:
pemburu ilmu dan pemburu harta."
Karena ketamakannya,
kedua jenis manusia ini selalu ingin dan selalu berusaha untuk terus menambah
apa yang telah mereka raih. Tentu terpuji seorang Muslim yang tamak terhadap
ilmu. Muslim seperti ini senantiasa menginginkan derajat yang tinggi di sisi
Allah melalui pencariannya terhadap ilmu. la sangat sadar akan firman Allah
Swt.:
فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَّفْسَكَ عَلَىٰ آثَارِهِمْ إِن لَّمْ
يُؤْمِنُوا بِهَٰذَا الْحَدِيثِ أَسَفًا
Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena
bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada
keterangan ini (Al-Quran). (QS Al-Kahfi [18]: 6)
Keinginan Rasul Saw.
yang demikian menggebu mengundang banyak ayat Al-Quran yang mengingatkan beliau
hanya bertugas untuk menyampaikan ajaran, bukan menjadikan mereka beriman.
3. Tamak
Tamak adalah keinginan yang menggebu untuk
memperoleh sesuatu secara tidak wajar. Sehingga harus diakui bahwa keinginan
menggebu untuk meraih sesuatu yang disukai merupakan sifat manusia sehingga
sifat tamak memang sulit untuk dihilangkan.
Coba kita perhatikan kembali, tentang
kisah bapak dan ibu ras Homo sapiens sapiens : Adam dan Hawa, bukankah dia
"terusir" dari taman (Jannah) karena keinginannya mereka untuk hidup
kekal di dalamnya sehingga Iblis memanfaatkan hal itu:
فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَا آدَمُ هَلْ
أَدُلُّكَ عَلَىٰ شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَّا يَبْلَىٰ
Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya dengan
berkata, "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan
kerajaan yang tidak akan binasa?" (QS Tha Ha [20]: 120)
___________________________________
3 Pohon itu dinamakan Syajaratulkhuldi (pohon kekekalan) karena menurut
setan, orang yang memakan buahnya akan kekal, tidak akan mati, pohon yang
dilarang Allah mendekatinya tidak dapat dipastikan, sebab Al-Quran dan hadis
tidak menerangkannya. Ada yang menamakan pohon khuldi sebagaimana tersebut
dalam Surah Tha Ha ayat 120, tetapi itu adalah nama yang diberikan setan.
Itulah yang membuat Adam teperdaya dan lupa
karena sejak semula Allah telah menetapkan bahwa manusia ditugaskan untuk
menjadi Khalifah di Planet Bumi, bukan hidup kekal tanpa melalui kehidupan
duniawi. Tetapi Adam lupa diri akibat keinginan yang melampui batas itu.
Bukankah Nabi Musa juga melakukan hal yang
melampaui batas karena ingin pembuktian akan keberadaan Allah Swt., ia pernah
memohon untuk dapat melihat Allah di Bumi, seperti yang dijelaskan dalam
firman-Nya di bawah ini:
وَلَمَّا جَاءَ مُوسَىٰ لِمِيقَاتِنَا
وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنظُرْ إِلَيْكَ ۚ قَالَ لَن تَرَانِي وَلَٰكِنِ انظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ
اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي ۚ فَلَمَّا تَجَلَّىٰ
رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقًا ۚ فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا
أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ
143.
Dan tatkala Musa datang untuk
(munajat dengan kami) pada waktu yang Telah kami tentukan dan Tuhan Telah
berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah
(diri Engkau) kepadaku agar Aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan
berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi Lihatlah ke
bukit itu, Maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu
dapat melihat-Ku". tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung
itu[565], dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka
setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, Aku bertaubat
kepada Engkau dan Aku orang yang pertama-tama beriman". (Q.S. Al-A’rof
[7] : 143).
[565] para Mufassirin ada yang mengartikan yang
nampak oleh gunung itu ialah kebesaran dan kekuasaan Allah, dan ada pula yang
menafsirkan bahwa yang nampak itu hanyalah cahaya Allah. Bagaimanapun juga
nampaknya Tuhan itu bukanlah nampak makhluk, hanyalah nampak yang sesuai
sifat-sifat Tuhan yang tidak dapat diukur dengan ukuran manusia.
Begitu pula dengan
Nabi Muhammad Saw., beliau ingin agar seluruh manusia beriman sampai-sampai
Allah "kasihan" kepadanya:
فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَّفْسَكَ عَلَىٰ آثَارِهِمْ إِن لَّمْ
يُؤْمِنُوا بِهَٰذَا الْحَدِيثِ أَسَفًا
Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena
bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada
keterangan ini (Al-Quran). (QS Al-Kahfi [18]: 6)
Keinginan Rasul Saw. yang demikian menggebu
mengundang banyak ayat Al-Quran yang mengingatkan beliau hanya bertugas untuk
menyampaikan ajaran, bukan menjadikan mereka beriman:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ
يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
56. Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi
petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada
orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau
menerima petunjuk. (Q.S. Al-Qoshosh [28] : 56).
Contoh sifat tamak
seperti di atas, masih dapat digolongkan sifat keingintahuan yang
menggebu-gebu, artinya masih mengandung hal yang positif, belum mewakili sifat
tamak yang negatif.
Seperti Sayidina All katakan:
"Ada dua jenis manusia tamak yang tidak akan pernah merasa puas: pemburu
ilmu dan pemburu harta."
Karena ketamakannya,
kedua jenis manusia ini selalu ingin dan selalu berusaha untuk terus menambah
apa yang telah mereka raih. Tentu terpuji seorang Muslim yang tamak terhadap
ilmu. Muslim seperti ini senantiasa menginginkan derajat yang tinggi di sisi
Allah melalui pencariannya terhadap ilmu. la sangat sadar akan firman Allah
Swt:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ
تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ
الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majelis," maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Mujadilah [58]: 11)
Jika
tamak terhadap ilmu masih terpuji, bagaimana dengan tamak terhadap
harta? Tentu sangat hina dan tercela. Ketamakan terhadap harta hanya akan menghasilkan
sifat rakus, laksana serigala yang terus mengejar dan memangsa buruannya,
walaupun harta itu bukan haknya. Secara fitrah, manusia memang sangat mencintai
harta kekayaan dan berhasrat keras mendapatkannya sebanyak mungkin dengan
segala cara.
Allah Swt. berfirman:
قُل لَّوْ أَنتُمْ تَمْلِكُونَ خَزَائِنَ رَحْمَةِ رَبِّي
إِذًا لَّأَمْسَكْتُمْ خَشْيَةَ الْإِنفَاقِ ۚ وَكَانَ الْإِنسَانُ
قَتُورًا
Katakanlah: "Kalau seandainya kamu menguasai
perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu
tahan karena takut membelanjakannya." dan adalah manusia itu sangat kikir. (QS Al-Isra' [17]:100)
Demikian Allah
menggambarkan ketamakan para pencari harta. Kisah tentang Qarun, yang
diabadikan dalam Al-Quran, hanyalah salah satu contohnya. Bagaimana ketamakan
Qarun terhadap harta telah menjadikannya lupa bersyukur kepada Allah, bahkan
kufur terhadap-Nya. Akibatnya, Allah membenamkan Qarun bersama seluruh harta
yang ia bangga-banggakan ke dalam bumi (QS Al-Qashash [28]: 76-81).
Anehnya, 'Qarun-Qarun'
lain terus bermunculan hingga hari ini. Pada sebagian orang (pada sebagian
pejabat dan wakil rakyat, sekadar contoh), sifat 'qarun' demikian menonjol.
Walau rata-rata mereka sudah kaya raya, gaji mereka pun sebagai pejabat/wakil
rakyat sudah sangat tinggi, korupsi tetap mereka jalani; suap tetap mereka
terima; dan cara-cara haram untuk mengeruk kekayaan tetap mereka upayakan.
Bahkan, keinginan
untuk tetap berkuasa melalui Pemilu atau Pilkada terus mereka perjuangkan meski
harus mengeluarkan dana miliaran rupiah sebagai modal pelicinnya. Dengan itu,
mereka berharap, saat mereka menjadi pejabat atau wakil rakyat, mereka tetap
bisa terus menumpuk-numpuk harta kekayaan tanpa peduli halal-haram.
Padahal, sekalipun
seseorang kaya raya, tetap hanya bebe-rapa suap saja makanan yang bisa masuk ke
dalam perutnya. Selebihnya, sebesar dan sebanyak apa pun hartanya, ia tak akan
pernah bisa membawanya saat ia mati dan dimasukkan ke liang lahat. Inilah sifat
tamak yang paling menakutkan.
4. Ketergesaan
Sifat ketergesaan
adalah melakukan aktivitas dengan tanpa perhitungan sebab dan akibatnya
sehingga menyebabkan penyesalan dikemudian hari.
Ketergesaan sangat
berbeda dengan gerak cepat. Ketergesaan sering disebabkan karena seseorang
tidak memikirkan atau kurang memperhitungkan akibat suatu tindakannya sehihgga
dapat menyebabkan seseorang melakukan kewajiban asal jadi bahkan mengantar
seseorang mengambil jalan pintas yang berten-tangan dengan ketentuan hukum.
Rasulullah Saw.
bersabda sebagai berikut.
"Tidak
tergesa-gesa/berpikir matang bersumber dari Allah dan keter-gesa-gesaan
bersumber dari setan."
Berpikir secara matang
dan memperhitungkan dampak sebab dan akibatnya itulah yang dapat membedakan
tingkat kemahiran seseorang sehingga dapat menjadi orang yang luar biasa, bukan
menjadi orang yang biasa-biasa saja, apalagi orang yang ceroboh karena
ketergesaan.
Sering sekali untuk
melangkah kita membutuhkan keberanian, tetapi tahukah Anda apa arti keberanian,
kehati-hatian, dan kecerobohan?
Keberanian bukanlah
melakukan sesuatu yang jelas akibatnya, tetapi keberanian adalah melakukan
sesuatu yang akibatnya belum jelas sehingga mungkin dapat mengorbankan jiwa dan
harta benda.
Karena itu bila hendak
membulatkan tekad, janganlah sekali-kali memberanikan diri, kecuali dalam hal
yang Anda harapkan manfaatnya pada masa datang lebih besar daripada apa yang
Anda korbankan masa kini dan hendaknya harapan itu melebihi kecemasan Anda.
Anda tidak dikatakan
pemberani bila hanya menelusuri jalan yang telah terbentang. Walaupun demikian,
keberanian harus dilakukan dengan perhitungan yang teliti, walaupun hasil yang
diharapkan belum sepenuhnya pasti. Tidak juga dikatakan pemberani bila
melangkah tidak tahu akibatnya, yangterakhir ini disebut bukan pemberani,
tetapi kecerobohan sebagai buah dari ketergesaan.
Hal inilah yang
merupakan anjuran setan yang berusaha sebisanya agar anak cucu keturunan Adam
a.s. selalu dalam ketergesaan sehingga mudah untuk dijerumuskan sesuai dengan
keinginannya.
5. Amarah
Sifat amarah adalah luapan hati akibat
sesuatu yang tidak berkenan, biasanya ketika daya pikir logika tidak sanggup
memecah permasalahan yang dihadapinya. Itulah api yang ada dalam dada manusia,
kobarannya akan menjadi-jadi jika ada yang meniupnya.
Manusia yang terperangkap dalam sifat amarah
ini akan terlihat gemetar, air mukanya berubah, ucapannya tidak teratur, dan
gerak-geriknya tidak menentu. Sifat amarah bila memengaruhi kita secara
terus-menerus merupakan sumber penyakit dalam tu-buh manusia sehingga dapat
menyebabkan seseorang dapat meninggal dunia disebabkan organ-organ tubuhnya
bekerja dengan tidak teratur.
Al-Quran menyatakan kepada musuh-musuh Islam:
هَا أَنتُمْ أُولَاءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلَا يُحِبُّونَكُمْ
وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتَابِ كُلِّهِ وَإِذَا لَقُوكُمْ قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا
خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الْأَنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ ۚ قُلْ مُوتُوا
بِغَيْظِكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
Beginilah kamu, kamu menyukai mereka,
padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman pada kitab-kitab semuanya.
Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata, "Kami beriman," dan
apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur
benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka), "Matilah kalian
disebabkan oleh kemarahan kalian." Sesungguhnya Allah mengetahui segala
isi hati. (QS All 'Imran [3]: 119)
Nabi Muhammad Saw. pernah diingatkan oleh
Allah Swt.
فَالْتَقَمَهُ الْحُوتُ وَهُوَ مُلِيمٌ
فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ
لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ
Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka
kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah,
niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. (QS Al-Shaffat [37]: 142-144)
Itulah sanksi yang diterima Nabi Yunus karena
meninggalkan tugas dakwah atas dorongan amarah kepada kaumnya.
___________________________
4 Sebab Yunus tercela ialah karena dia lari
meninggalkan kaumnya.
Jika seseorang merasa
ada sesuatu yang mengajaknya untuk marah, Al-Quran dan Sunnah mengajarkan agar
memohon perlindungan Allah dari setan karena setanlah yang mengipasi dan
menuangkan bensin untuk menciptakan api di dalam qalbu. Juga dianjurkan untuk
diam bahkan meninggalkan tempat,
Nabi Muhammad Saw.
bersabda sebagai berikut.
"Kalau salah
seorang di antara kamu marah, sedang ketika dia berdiri, hendaklah dia duduk,
kalau amarahnya telah reda (maka syukurlah dan kalau belum) hendaklah dia
berbaring." (HR Abu Dawud dan Ibn Hibban)
Sifat amarah jelas
akan menjadi salah satu pintu gerbang setan untuk menjerumuskan manusia.
6. Pembantah
Sifat membantah adalah
suatu kelakuan yang hanya mementingkan din sendiri sehingga cenderung untuk
menolak sesuatu karena tidak sesuai dengan keinginannya saja walaupun
dihadapkan dengan kebenaran. Kelakuan seperti ini disebut sebagai Pembantah.
Manusia cenderung
untuk memiliki sifat membantah sesuai dengan firman Allah di bawah ini.
خَلَقَ الْإِنسَانَ مِن نُّطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ
مُّبِينٌ
Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia
menjadi pembantah yang nyata. (QS Al-Nahl [16]: 4)
Coba kita telaah
dengan baik siapa makhluk yang sanggup tidak mengakui adanya Tuhan Pencipta
Segala Sesuatu, rasanya hanyalah manusia yang dapat berbuat seperti itu. Bahkan
iblis atau setan pun tidak ada yang ateis, mereka semua percaya dan takut
kepada Allah Swt. Dengan kata lain hanya makhluk manusia (Homo sapiens sapiens)
yang sanggup membantah adanya kekuatan yang Mahadahsyat, yaitu Tuhan Semesta
Alam.
Walaupun demikian,
bila dibandingkan dengan makhluk yang serupa dengannya (Homo Neanderthal,
Erestus, dan sebagainya) hanya makhluk seperti kita jualah yang dapat sadar
akan keberadaan Sang Penciptanya juga.
Di bagian lainnya,
Allah Swt. berfirman sebagai berikut.
وَمِنَ النَّاسِ مَن يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ
وَيَتَّبِعُ كُلَّ شَيْطَانٍ مَّرِيدٍ
كُتِبَ عَلَيْهِ أَنَّهُ مَن تَوَلَّاهُ فَأَنَّهُ يُضِلُّهُ
وَيَهْدِيهِ إِلَىٰ عَذَابِ السَّعِيرِ
Di antara manusia ada orang yang membantah tentang Allah
tanpa ilmu pengetahuan dan mengikuti setiap setan yang sangat jahat Yang tetah
ditetapkan terhadap setan itu adalah barangsiapa yang berkawan dengan dia,
tentu dia akan menyesatkannya dan membawanya ke azab neraka. (QS Al-Hajj [22]: 3-4)
Al-Quran tidak
melarang kita untuk berdiskusi dengan penganut agama lain, walaupun di ujungnya
dapat menimbulkan per-bedaan pendapat, tetapi Al-Quran melarang apabila kita
diskusi yang ujungnya mengakibatkan pertengkaran. Al-Quran juga melarang kita
berdiskusi tanpa disertai pijakan ilmu pengetahuan dan petunjuk lllahi.
وَمِنَ النَّاسِ مَن يُجَادِلُ فِي اللَّهِ
بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلَا هُدًى وَلَا كِتَابٍ مُّنِيرٍ
ثَانِيَ عِطْفِهِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ ۖ لَهُ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ ۖ وَنُذِيقُهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ عَذَابَ الْحَرِيقِ
Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang
Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa Kitab (wahyu) yang
bercahaya [978], Dengan memalingkan lambungnya[979] untuk menyesatkan manusia
dari jalan Allah. ia mendapat kehinaan di dunia dan dihari kiamat kami merasakan
kepadanya azab neraka yang membakar. (Q.S. Al-Hajj [22] : 8-9).
[978] maksud yang bercahaya ialah: yang menjelaskan
antara yang hak dan yang batil.
[979] Maksudnya: menyombongkan diri.
Demikian salah satu sifat kelemahan
manusia ini dan sif at ini pula yang merupakan sarana setan untuk mencapai
tujuannya agar manusia menjadi makhluk pembantah yang nyata kepada Allah,
sekaligus menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara sesamanya.
7. Congkak
Sifat congkak adalah
keyakinan yang berlebihan akibat dari ke-mampuan memiliki harta dan
kedudukan/jabatan atau karena keadaan yang lebih menguntungkan. Sehingga
terlupakan bahwa segala sesuatu terjadi karena Allah semata bukan lainnya.
Sifat ini biasa bersamaan datangnya dengan sifat angkuh dan sombong, yang
muncul karena merasa diri lebih dari orang lain. Al-Quran memperingatkan kita
semua sebagaimana berikut ini.
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لَّا يَجْزِي وَالِدٌ عَن
وَلَدِهِ وَلَا مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَن وَالِدِهِ شَيْئًا ۚ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ ۖ فَلَا
تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِاللَّهِ الْغَرُورُ
33. Hai
manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari
itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat
(pula) menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar,
Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan
(pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah. (Q.S.
Luqman [31] : 33)
Bahkan beberapa sahabat Nabi pernah terkena
bisikan setan pada saat Perang Hunain. Ketika itu, mereka merasa congkak dengan
berkata, "Hari ini kita tidak akan kalah karena jumlah kita banyak."
Ini jelas merupakan bisikan setan karena kekalahan dan kemenangan bukan
ditentukan oleh jumlah personil, tetapi di-tentukan oleh Allah Swt.
لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ ۙ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ ۙ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ
كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِمَا
رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُم مُّدْبِرِينَ
25. Sesungguhnya Allah Telah menolong kamu (hai
para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (Ingatlah) peperangan
Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak Karena banyaknya jumlah (mu), Maka
jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang
luas itu Telah terasa sempit olehmu, Kemudian kamu lari kebelakang dengan
bercerai-berai. (Q.S. At-Taubah [9] : 25)
Manusia hendaknya
memang membersihkan jiwa dari sifat ini karena melalui sifat ini juga merupakan
kesenangan setan dalam upaya memperdaya manusia.
يَا أَيُّهَا الْإِنسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ
6. Hai
manusia, apakah yang Telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap
Tuhanmu yang Maha Pemurah. (Q.S. Al-Infithor [82] : 6).
8. Angkuh/Sombong
Angkuh adalah sifat
keengganan untuk menerima kebenaran se-telah mengetahuinya, serta menutup mata
bila menyangkut hak orang lain. Jiwa manusia diliputi oleh sifat ini, pada saat
ia merasa rhemiliki kelebihan.
Sesungguhnya sifat
inilah yang membuat jin (iblis) menjadi takabur karena kesombongannya merasa
lebih dari makhluk manusia yang telah diciptakan oleh Allah Swt. sehingga
berani menentang perintah Allah Swt. Apabila manusia memperlihatkan sifat ini
maka sesungguhnya ia sudah meniru sifat jin (iblis) yang dapat merendahkan
harkat dan martabat dirinya sendiri.
قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ
أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ
وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ
Allah berfirman, "Apakah yang menghalangimu untuk
bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab Mis, "Saya
lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau
ciptakan dari tanah."
(Q.S. Al-A'raf [7]: 12)
Kedua ayat di atas jelas menunjukkan bahwa
iblis merasa bahwa ia lebih unggul dan mulia dari manusia (Adam) yang hanya terbuat
dari tanah karena menurutnya unsur api lebih hebat dari unsur tanah.
Seandainyapun unsur api lebih hebat dari unsur tanah, bukankah kemuliaan di
sisi Allah Swt. tidak ditentukan oleh kehebatan dari unsurnya, tetapi
ditentukan oleh keseriusan peng-abdian makhluk kepada-Nya, dan sesungguhnya
iblis pun tahu akan hal ini, tetapi dia tetap mengingkarinya.
Bila kita sebagai keturunan makhluk ras Adam
a.s. (Homo sapiens sapiens) tidak mampu menghindar dari sifat angkuh atau
sombong, maka sesungguhnya kita telah dikuasai oleh iblis atau setan.
Keangkuhan paling besar yang dapat dilakukan oleh ras Adam a.s. adalah tidak
menerima kebenaran mutlak kalimat "La llaha ilia Allah" : Tiada tuhan
melainkan Allah. Seperti yang dilakukan oleh iblis ketika pertama kali menunjukkan
sifat kesom-bongannya, yang sesungguhnya dia menolak kebenaran kalimat tauhid
di atas.
Mari kita perhatikan
cerita di bawah ini, tentang tujuh alasan mengapa Iblis membangkang terhadap
perintah Allah Swt. (Shi-hab, 2006). Iblis mengadu dengan mempertanyakan
keadaannya kepada Malaikat.
"Aku mengakui dan
percaya bahwa Allah adalah Tuhanku dan Tuhan seluruh makhluk. Dia Maha
Mengetahui lagi Mahaku-asa, tidak dipertanyakan tentang kodrat dan
kehendak-Nya. Aku berserah diri kepada-Nya. Bila Dia berkehendak (menciptakan
sesuatu), Dia hanya berfirman: Kun fayakun/Jadilah, maka jadilah. Dia
Mahabijaksana, tetapi ada sekian pertanyaan yang tertuju terhadap
kebijaksanaan-Nya:
• Tuhan telah mengetahui sebelum dia
menciptakanku, apa yang aku lakukan. Maka, mengapa Dia menciptakan aku?
• Jika Dia menciptakan aku sesuai
dengan kehendak-Nya, mengapa Dia membebankan kepadaku tugas-tugas yang
sebenarnya tidak berguna bagi-Nya jika kulakukan, tidak juga Dia merugi bila
kuabaikan?
• Dia telah menugaskan kepadaku aneka
tugas dan telah kupenuhi berdasarkan asas pengetahuan serta ketaatan. Maka
mengapa Dia menugaskan lagi aku bersujud kepada Adam!
• Kalaupun Dia menugaskan kepadaku
secara mutlak dan menugaskan secara khusus untuk bersujud kepada Adam, mengapa
Dia mengutuk aku dan mengusirku dari Taman ("Surga"), padahal aku
tidak melakukan sesuatu kecuali ber-kata: Aku tidak akan sujud kecuali
kepada-Mu?
• Kalaupun Dia menugaskanku secara
mutlak/khusus, dan sebagai akibatnya aku dikutuk dan diusir-Nya dari Taman
("Surga"), mengapa dia memberiku kesempatan untuk menggoda Adam
sehingga dia pun terpaksa keluar dari Taman ("Surga")? Bukankah lebih
baik dia tidak memperkenankan aku menggodanya sehingga Adam dapat dengan tenang
hidup di Taman ("Surga") tanpa terganggu olehku?
• Kalaupun Dia telah mengusir aku
dari Taman ("Surga") dan tercipta permusuhan di antara aku dan Adam,
mengapa pula dia menganugerahkan kepadaku kemampuan untuk menggoda anak
cucunya? Aku dapat melihat mereka, sedangkan mereka tidak dapat melihatku. Aku
dapat memengaruhi mereka dengan bisikan-bisikanku, sedangkan kekuatan dan
kemampuan mereka tidak dapat memengaruhiku. Bukankah membiarkan anak cucu Adam
itu hidup dalam kesucian, seba-gaimana keadaan mereka ketika lahir, lebih baik
buat mereka?
• Kalau semua itu harus terjadi,
mengapa Dia memenuhi per-mohonanku untuk hidup sampai waktu tertentu (kiamat)?
Bukankah lebih baik jika permohonan itu ditolak-Nya sehingga dunia ini diliputi
oleh kebaikan dan keharmonisan?"
Mari kita teruskan
cerita di atas. Setelah mendengar berbagai alasan dan pertanyaan di atas, Allah
Swt. berfirman kepada para malaikat.
Katakan kepada. Iblis,
"Engkau berbohong, tidak tulus ketika berkata bahwa engkau berserah diri
kepada-Ku. Kalau engkau benar dan jujur dalam ucapanmu bahwa Aku adalah Tuhan
seru sekalian alarm, pastilah engkau tidak akan berkata 'mengapa'. Bukankah Aku
Tuhan yang tiada Tuhan selain Aku? Tidak dipertanyakan apa yang Aku lakukan,
sedangkan semua makhluk akan diminta pertanggungjawabannya."
Bila kita
memperhatikan berbagai pertanyaan yang diutara-kan oleh Iblis di atas,
seolah-olah semua pertanyaan itu logis bila kita hanya mengikutinya dengan
logika semata. Mungkin kita pun sebagai makhluk Homo sapiens sapiens, dapat
mengajukan pertanyaan yang sama bila kita hanya selalu mengikuti kekuatan daya
logika kita semata.
Sebaliknya, bila
dipahami secara mendalam makna pertanyaan di atas, kita akan tahu bahwa
sesungguhnya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Iblis di atas muncul
karena didasari sifat angkuh/sombong, mengandung kebohongan dan iri hati yang
berujung pada pembangkangan kepada perintah Allah Swt.
قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ
أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ
وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ
Allah berfirman, "Apakah yang menghalahgimu untuk
bersujud (kepada Adam) di waktu aku menyuruhmu?" Menjawab Iblis "Aku
lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang Dia Engkau
ciptakan dan tanah."
(QS Al-A'raf [7]: 12)
Itulah sifat
angkuh/sombong setan atau Iblis yang dapat di-miliki oleh kita sebagai bagian
dari ras Adam a.s. (Homo sapiens sapiens). Coba kita perhatikan, ketika
diperintah oleh Allah Swt. agar sujud, Iblis tidak langsung menerima dan
mengikuti perintah-Nya, tetapi dia mempertimbangkan apakah akan dia laksanakan
perintah-Nya atau tidak karena kesombongan dirinya. Dia pertim-bangkan apakah
perintah itu sesuai dengan nalarnya atau tidak.
Seandainya Iblis
kemudian melakukan perintah sujud yang telah diperintahkan oleh Tuhan semesta
alam, tetap saja ia tidak menunjukkan penyerahan diri secara mutlak kepada
Allah pada-hal beragama adalah sebuah penyerahan diri secara penuh kepada Allah
Swt.
Agama atau
perintah-perintah Allah tidak diturunkan atau ditetapkan oleh-Nya untuk
dipertimbangkan oleh manusia apakah dikerjakan atau tidak, berdasarkan
kesesuaian dengan nalarnya. Sesungguhnya agama itu berisi perintah dan larangan-Nya
yang ditetapkan untuk dipercaya dan dilaksanakan, baik dipahami maupun tidak.
Memang kita
diperbolehkan setelah menerima dan melaksa-nakan perintah atau larangan-Nya
kemudian membahas, mem-pelajari, dan mencari hikmah serta rahasia perintahnya
untuk kemudian dipahami. Itu bukanlah hal yang terlarang.
Bukankah Allah sering
mengakhiri firman-firman-Nya dengan pertanyaan: "Tidakkah kamu pikirkan?
Tidakkah kamu perguna-kan akalmu? Apakah kamu tidak melihatnya ...?" Semua
kalimat tersebut mengajak kita sebagai keturunan ras Adam a.s. untuk
mempelajari dan mencari hikmah perintah dan larangan-Nya.
Setelah
mempelajarinya, kita menemukan jawaban yang memuaskan. Itulah yang diharapkan,
tetapi bila tidak menemukan jawaban yang memuaskan, sebagai hamba Allah yang
taat kita harus berucap, "Sami'na wa atha'na" yang artinya 'kami
mende-ngar dan menaatinya'.
Oleh sebab itu, bila
kita mengikuti pertanyaan-pertanyaan Iblis yang mungkin secara keseluruhan
benar berdasarkan pertim-bangan logika, maka kita akan tetap dikecam dan
dihukum oleh Allah Swt. karena keengganan untuk taat dan pasrah total kepada
perintah Allah yang menciptakan seluruh isi langit dan bumi ini.
Astaghfirullah...
ampuni kami ya Allah, hampir saja kami tergiring untuk membenarkan pertanyaan
Iblis di atas, hingga kami cenderung untuk menyalahkan Allah Swt. sebagai
pencipta seluruh makhluk yang mempunyai wewenang di atas segala-galanya, dan
mempunyai maksud yang sering tidak dapat kami mengerti karena maksud dan
manfaatnya ada di masa depan yang belum kami lalui.
Itulah sifat
angkuh/sombong yang tercipta sebagai bagian dari kelemahan manusia, ras Adam
a.s. alias makhluk Homo sapiens sapiens. Bila dibiarkan merasuk ke dalam qalbu
kita, sifat tersebut akan menggiring kita kepada keengganan taat dan pasrah
secara total kepada seluruh perintah dan larangan-Nya.
Setelah mengetahui
seluruh kelemahan utama manusia keturunan Adam seperti kita ini, segeralah kita
sadar bahwa betapa rentannya kita terhadap godaan setan atau Iblis yang
terkutuk,
Selanjutnya, dari
kedelapan kelemahan utama manusia ras Adam seperti kita, ternyata sifat sombong
adalah kelemahan manusia yang sangat berbahaya. Seseorang dapat melakukan
kedelapan kelemahan di atas karena satu kelemahan saja, yaitu sifat sombong
tersebut. Sifat inilah yang merupakan dosa awal makhluk, seperti yang dilakukan
oleh Iblis ketika membangkang perintah terhadap Allah untuk bersujud kepada
Adam.
Seseorang dapat
menzalimi orang lain karena sifat sombong. Dan dengan mengagungkan sifat ini,
manusia dapat mudah menjadi iri hati, tamak, congkak, pemarah, pembantah
terhadap Sang Pencipta, dan sebagainya. Suatu negara dapat menyerang nega-ra
lain tanpa alasan atau dengan alasan yang dibuat-buat karena sifat sombong ini
karena terlalu percaya diri. Bahkan seorang mantan Kepala Negara Amerika
seperti George Bush telah dilem-par sepatu oleh seorang wartawan karena
kesombongannya— karena ia tidak merasa sedikit pun bersalah ketika negaranya
menyerang Irak tanpa alasan sehingga menyebabkan ribuan orang mati.
Boleh jadi karena
sifat sombong manusia inilah nantinya Planet Bumi akan hancur. Masing-masing
negara saling luncurkan bom atom nuklir untuk membalas serangan yang ada.
Astagh-firuliah...!
Maka hanyalah
perlindungan Allah Swt. yang dapat menyelamatkan kita dari malapetaka yang
bersumber dari kelemahan kita sendiri. Jika kita tidak berlindung kepada Allah
Swt, kelemahan itu akan dipergunakan oleh Iblis untuk menyukseskan misinya,
yaitu membawa kita bersamanya memasuki kediaman abadi mereka di akhirat, yaitu
Neraka yang menyala-nyala.
Ya Allah,
kuatkanlah kami
dari segala kelemaKan yang ada,
agar dapat mengarungi dunia ini
di bawah petunjuk-Mu
dan selalu mampu menjauhi larangan-Mu.
Ya Khalik,
Engkaulah yang mengilhamkan
sifat kefasikan dan ketakwaan
dalam jiwa kami,
maka bimbinglah kami,
tuntunlah kami,
janganlah tinggalkan kami
dalam kesendirian,
dalam mengarungi kehidupan
sendau gurau di dunia ini,
sambil menunggu kekidupan abadi,
di alam akhirat-Mu.
AGUS HARYO SUDARMOJO lahir dl Jakarta pada 31 Juli 1964, adalah putra keempat darl seorang ayah bernama Agus Sudono (mantan Wakil Ketua DPA Rl). Dia menikah dengan Sri Retno Handayani, seorang arsitek, dan dikaruniai tiga orang anak yang bernama: Bayubening P.S., Bramaseta J., dan Canang Wirabhumi N.
Dia
adalah seorang ahli geologi lulusan Universitas Trisakti, dan seorang
pengusaha di bidang agroindustri. Dia pun pernah menjadi dosen selama
tujuh tahun di Universitasnya.
Dalam perjalanan hidupnya, penulis pernah menggeluti dunla kebatinan ala Kejawen.
Goa, gunung, dan lautan telah dijelajahinya demi mencari kebenaran
sejati di alam dunia ini. Pada 2004, penulis merasa kembali kepada
fitrahnya sebagai manusia yang selalu merasa diawasi oleh-Nya. Di saat
itulah dia mulai "terjebak" dalam kenikmatan menggeluti
informasi-informasi yang tersirat dan tersurat dalam Al-Quran dan hadis
sahih. Dia bertekad untuk terus menyenangi sains dan mencintai Al-Quran.
Dia
bukanlah seorang ahli agama. Selain kegemarannya mengupas makna-makna
yang terkandung dalam Al-Quran dan Al-Hadis, ia juga senang mendekat
pada alam dengan cara bersepeda, berkemah, dan berenang, demi cintanya
kepada Sang Kekasih yang menciptakan alam jagat raya ini.
Penulis
adalah generasi keenam dan seorang pahlawan kemerdekaan nasional yang
sering dijuluki sebagai Pangeran Sambernyowo kemudian dinobatkan menjadi
KGPAA Mangkoenagoro I, yang sebagai
penyebar agama Islam pada abad ke-18. Hal inilah yang menggugah
sanubarinya untuk bersyiar Islam secara modern dalam zamannya, untuk
berbagi ilmu yang telah didapatnya.
Dalam
kesehariannya penulis tetap sebagai seorang ayah yang sederhana, dekat
dengan karyawan dan petani dalam mengembangkan bisnisnya.
Jember, 13 Agustus 2014
Pengutip :
Dr. H.M. Nasim Fauzi
Jalan Gajah Mada 118
Tilpun (0331) 481127 Jember