Selasa, 31 Oktober 2017

Buku Menyingkap Tabir Ayat Mutasyabihat Seri Ke-15

 
BERTAQWALAH
(Takut Kepada Alloh Swt.)
JANGAN MENCURI
Oleh : Dr. H.M. Nasim Fauzi 


Definisi dan pengertian 
Had jamaknya hudûd adalah hukuman-hukuman kejahatan yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk mencegah terjerumusnya seseorang kepada kejahatan yang sama dan menghapus dosa pelakunya.
Jarimah berasal dari Bahasa Arob yang berarti perbuatan dosa dan atau tindak pidana. Dalam terminologi hukum Islam, jarimah diartikan sebagai perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ dan ditentukan hukumannya oleh Tuhan, baik dalam bentuk yang sudah jelas (had), maupun sanksi-sanksi yang belum jelas ketentuannya (ta’zir).  
Pencurian menurut Muhammad Syaltut adalah mengambil harta orng lain secara sembunyi-sembunyi yang dilakukan oleh orang yang tak dipercaya untuk menjaga barang tersebut.  
Ta’zir adalah hukuman yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap Hak Alloh dan hak hamba yang tak ditentukan Al Qur-an dan Al-Hadis. Hukuman tidak berlaku bagi seseorang yang mencuri benda, namun nilainya tidak terlalu tinggi. Misalnya menemukan benda di jalan atau mengambil buah di pohon di tepi jalan, maka ia wajib mengembalikan benda tersebut atau dipenjara. 
Prisonisasi adalah proses penyerapan tatacara kehidupan penjara oleh setiap penghuninya. Proses penyerapan itu dilakukan dengan proses belajar sewaktu berinteraksi antar sesama narapidana. Proses penyerapan ini mengarah pada cara-cara kehidupan yang tidak baik.
Komentar penulis 
     Masalah hukum ta’zir dengan dimasukkan penjara tidak pernah dijalankan pada zaman Nabi Muhammad Saw. Maka hukumannya dapat disamakan dengan zina bikr yaitu dicambuk. 
Besarnya masalah pencurian dI Indonesia 
 
     Angka kriminalitas (kejahatan) dari tahun ke tahun terus meningkat dan jenisnya beragam. Berbagai laporan menyebutkan, meningkatnya tindak kriminal disebabkan oleh berbagai persoalan seperti ekonomi, sosial, konflik dan rendahnya kesadaran hukum. Pada tahun 2013 dalam 1 menit 32 detik terjadi satu kali tindak kejahatan di Indonesia.           
     Menurut numbeo.com dari indeks kejahatan pada tahun 2015, Indonesia berada pada peringkat ke-68 dari 147 negara. Negara Isle of Man berada pada peringkat ke 1 negara dengan tingkat kejahatan rendah dengan safety index 84,80 % dan crime index 15.10 %. Singapura di peringkat 2 negara dengan tingkat kejahatan rendah dengan safety index 89.41 % dan crime index 19.59 %. 
     Dari ratusan ribu kejahatan yang terjadi setiap tahunnya (periode 2011-2013), Polri mengkategorikan 11 jenis kejahatan khusus yang menonjol, yakni (i) pencurian dengan pemberatan, (ii) pencurian kendaraan bermotor (curanmor), penganiayaan berat, narkoba, perjudian, (iii) pencurian dengan kekerasan, pemerasan, (iv), pencurian kayu, penggunaan senjata api dan bahan peledak, penyelundupan dan (v) korupsi.
     Kejahatan yang terus mengalami peningkatan adalah pencurian kendaraan bermotor dan pencurian dengan kekerasan. Sedangkan pencurian dengan pemberatan dan perjudian mengalami penurunan.setiap tahunnya. 
     Terjadinya kejahatan pencurian kendaraan bermotor dan pencurian dengan kekerasan yang menonjol dan terus meningkat adalah akibat dari kesulitan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kesulitan ekonomi akibat tidak punya pekerjaan.atau pendapatan tak mencukupi untuk kehidupan sehari-hari. Pasti ada korelasi antara tingkat kejahatan dengan tingkat ekonomi masyarakat. Karena itu meningkatkan ekonomi masyarakat dan menciptakan lapangan pekerjaan akan berdampak pada penurunan tingkat kriminalitas.khususnya kejahatan pencurian. 
Mengapa ada segolongan masyarakat yang melakukan pencurian 
     Sebab-sebabnya adalah 
1. Adanya niat 
     Jika niat sudah kuat, apa pun bisa dilakukan, rintangan apapun akan tetap dihadapi. 
2. Adanya kesempatan 
    Seseorang pada awalnya tidak ada niatan untuk mencuri, namun dengan adanya peluang atau kesempatan maka dapat timbul niatan untuk mencuri. 
3. Faktor ekonomi  
    Para pencuri melakukan pencurian biasanya dengan dalih untuk mencari penghasilan guna menyambung hidup mereka. 
4. Kurangnya rasa taqwa (takut kepada Alloh Swt.) 
     Ini adalah sebab utama dari pencurian. Orang yang kuat rasa taqwanya (takut kepada Alloh Swt.) pasti tidak akan melakukan pencurian walaupun ada kesempatan dan kekurangan dalam ekonomi. Bahkan niatan untuk mencuri pun tidak ada dalam benaknya. 
5. Kurang beramal sholeh. Tidak pernah bersedekah. 
6. Hukuman di Indonesia terlalu ringan. Sehingga tidak menimbulkan efek jera. Bahkan di penjara bisa terjadi interaksi antar penjahat (proses prisonisasi). Lain halnya dengan Hukum Islam yang bisa menimbulkan efek jera.

Pencurian Menurut Islam

Disadur dari mysaepul
Jarimah Pencurian
Unsur- unsur Pencurian
     Pertama, pengambilan dilakukan secara sembunyi-sembunyi
     Kedua, yang dicuri itu berupa barang yang bergerak (bisa dipindah-pindahkan), tersimpan oleh pemiliknya pada tempat yang layak dan dianggap sebagai sesuatu yang berharga. Ada batasan (kadar) yang menyebabkan jatuhnya had.
     Ketiga, harta yang dicuri adalah sesuatu yang berharga, setidaknya menurut pemiliknya, bukan atas pandangan si pencuri. Disimpan di tempat  yang aman.
     Keempat, harta yang diambil adalah harta orang lain secara murni dan orang yang mengambil tidak mempunyai hak kepemilikan sedikit pun terhadap harta tersebut. Umpamanya, harta  bersama. Kalau dia mengambil sebagian- walaupun dinilai melewati nishob- tidak dianggap sebagai jarimah pencurian. Maka dia tidak dikenai hukuman had potong tangan. Termasuk orang lain, apabila harta itu milik anaknya atau bapaknya.
     Kelima, seperti pada jarimah-jarimah lain, terdapatnya unsur kesengajaan untuk memiliki barang tersebut atau ada itikad jahat pelakunya. Bila harta itu terbawa tanpa sengaja, sekalipun dalam jumlah besar dan mencapai nishob, tidak dianggap sebagai jarimah pencurian, tetapi sebagai kelalaian dan hukumannya hanya peringatan.
Sanksi Hukuman
  Dihukum mencuri apabila memenuhi syarat-syarat, yaitu syarat pada diri si pencuri, pada barang yang dicuri dan perbuatan mencuri itu sendiri. Para fuqoha sepakat hukumannya adalah potong tangan, karena merupakan tindak kejahatan.
     Allah berfirman “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Alloh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al-Ma’idah [5] 38).
     Hukum potong tangan tidak dapat diganti dengan yang lebih ringan, dan tidak boleh ditunda. Di pihak lain fukaha berselisih pendapat tentang penggabungan dalam penggantian harta dengan hukuman potong tangan.
Dasar hukum
     Jarimah tentang pencurian diatur dalam QS Al-Maidah [5]: 38 yang mengajarkan ”Pencuri laki-laki dan perempuan hendaklah kamu potong tangan mereka sebagai balasan atas perbuatan mereka dan merupakan hukuman pengajaran dari Alloh Yang Maha Kuasa dan Bijaksana.
     Dan hadis Nabi pun mengajarkan bahwa “Batas pemotongan tangan adalah pada pergelangan tangan dan pada tangan kanan.”
Hukuman
     Mengenai hukuman pencurian para ulama berbeda pendapat.
     Menurut Imam Malik dan Imam Syafi’I bahwa “Pada pencurian pertama yang di potong adalah tangan kanan, pada pencurian yang kedua kaki kiri, yang ketiga tangan kiri dan pada pencurian yang keempat kaki kanan. Jika pencuri masih melakukan pencurian maka yang kelima kalinya dihukum penjara sampai ia bertaubat”
     Menurut Imam Abu Hanifah, pada pencurian pertama dipotong tangan kanannya, pencurian ke-2 di potong kaki kirinya dan yang ke-3 di penjara sampai bertobat.
Syarat hukuman potong tangan adalah :

     1. Pencurinya telah baligh, berakal sehat dan ikhtiyar (bersungguh-sungguh). Dengan demikian anak-anak di bawah umur tidak memenuhi syarat hukuman potong tangan, tetapi walinya dapat dituntut untuk mengganti harga harta yang dicuri anak tersebut. Di bawah perwaliannya si-anak dapat diberi pelajaran seperlunya. Juga orang gila, demikian juga orang dewasa sehat akal yang melakukan pencurian atas dasar desakan ataupun daya paksa. Kholifah Umar bin Khoththob pernah tidak melaksanakan hukuman potong tangan terhadap pencuri unta pada saat terjadi wabah kelaparan (paceklik) karena dirasakan adanya unsur keterpaksaan. Pencuri yang demikian itu hanya dapat diberi hukuman ta’zir, atau dapat dibebaskan sama sekali, bergantung pada pertimbangan hakim.

     Dapat ditambahkan bahwa keadaan memaksa ini dapat terjadi juga dalam masyarakat yang jurang pemisah antara dua golongan itu amat dalam. Di satu pihak terdapat orang kaya yang membelanjakan hartanya secara mewah. Di lain pihak terdapat kaum miskin yang untuk memperoleh pekerjaan saja amatlah susah.
     2. Pencuri benar-benar mengambil harta orang yang tidak ada syubhat milik bagi orang tersebut.
     Dengan demikian, jika seorang anggota suatu perseroan dagang mencuri harta milik perseorannya, ia tidak dijatuhi hukuman potong tangan karena ia adalah orang yang ikut memiliki harta perseroan yang dicurinya. Tetapi tidak berarti si-pencuri tersebut bebas dari ancaman pidana sama sekali. Karena si-pencuri tersebut terkena pidana ta’zir.
     3. Pencuri mengambil harta dari tempat simpanan yang semestinya, sesuai dengan harta yang dicuri.
     Dengan demikian, orang yang mencuri buah di pohon yang tidak dipagar tidak memenuhi syarat hukuman potong tangan. Orang yang mencuri sepeda di halaman rumah pada malam hari juga tidak dapat dijatuhi hukuman potong tangan. Tapi si-pencuri tersebut terkena pidana ta’zir
     Lain halnya bila ada pencuri sapi di kandang di luar rumah memenuhi syarat dijatuhi hukuman potong tangan. Sebab sapi memang tidak pernah dikandangkan di dalam rumah.
     4. Harta yang dicuri memenuhi nishob.
     Terjadi perbedaan di antara ulama. Hal tersebut disebabkan keumuman ayat 83 surat Al-Ma’idah [5].

     Hadits 01 bersabda Nabi Muhamad Saw.: “Tidaklah dipotong tangan pencuri, kecuali pada satu dinar atau sepuluh dirham.” (H.R. Bukhori dan Muslim)
     Di samping itu, ada yang mengatakan (seperti Ibnu Rusyid) batasan tersebut adalah empat dinar,   
     Dinar Emas: (1/2) Dinar = Rp. 1.155.000, 1 Dinar = Rp. 2.310.000, Dinarayn = Rp. 4.620.000,- 
     Dirham Perak: Daniq (1/6) Dirham = Rp. 11.600, Nisfu (1/2) Dirham = Rp. 35.000, 1 Dirham = Rp. 70. 000, Dirhamayn (2 Dirham) = Rp. 140.000, Khamsa (5 Dirham) = Rp. 350.000. 1 Dinar Emas = 33 Dirham perak
     Hadits 02, melalui perawi Aisyah: “Janganlah dipotong tangan pencuri, kecuali pada empat dinar atau lebih.” (HR. Bukhori dan Muslim).
     Pencurian harta yang tidak mencapai nishob hanya dapat dijatuhi hukuman ta’zir.

Jarimah Hirobah (perampokan)
Pengertian
     Menurut Imam Syafi’i, hirobah adalah keluar untuk mengambil harta, atau membunuh atau menakut-nakuti dengan cara kekerasan dengan berpegang kepada kekuatan dan jauh dari pertolongan atau bantuan. Sedangkan menurut ulama Hanafiah hirobah adalah keluar untuk mengambil harta dengan jalan kekerasan yaitu menakut-nakuti orang yang lewat di jalan, atau  membunuh orang.
     Perbedaan yang mendasar antara pencurian dan  perampokan terletak pada cara pengambilan harta, yakni dalam pencurian secara diam-diam sedangkan dalam perampokan secara terang-terangan dan kekerasan.
Teknis operasional perampokan
     Ada beberapa kemungkinan, yaitu :
1. Seorang pergi dengan niat untuk mengambil harta secara terang-terangan dan mengadakan intimidasi, namun ia tidak jadi mengambil harta dan tidak membunuh.
2. Seorang berangkat dengan niat untuk mengambil harta dengan terang-terangan dan kemudian mengambil harta termaksud tapi tidak membunuh.
3. Seorang berangkat dengan niat merampok, kemudian membunuh tapi tidak mengambil harta korban.
4. Seorang berangkat untuk merampok lalu ia mengambil harta dan membunuh pemiliknya.
     Keempat kemungkinan di atas semuanya termasuk perampokan selama yang bersangkutan berniat untuk mengambil harta dengan terang-terangan.
     Dasar hukum hirobah adalah firman Allah “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Alloh dan RosulNya, membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara bersilang atau di buang dari negeri (kediamannya). Yang demikian itu sebagai suatu penghinaan bagi mereka di dunia dan di akhirot yang besar”. (QS Al-Maidah [5]: 33)
    
Atas dasar ini para ulama mensyaratkan pada seorang perampok harus mempunyai kekuatan fisik untuk memaksa. Apabila perampok terdiri dari segerombolan manusia, maka mereka dianggap sebagai perampok selama masing-masing melaksanakan perbuatan langsung atau sebab. Adapun syarat harta yang diambil dalam perampokan sama dengan syarat harta yang diambil dalam pencurian.
Unsur-Unsur Hirobah
     Unsur-unsur hirobah adalah sbb
1. Pengambilannya secara terang-terangan.
2. Barang yang diambil berupa harta.
3. Harta tersebut milik orang lain.
4. Pengambilannya dilakukan dengan cara kekerasan atau dengan membunuh korbannya.
5. Bisa dilakukan di rumah seseorang, tempat keramaian atau mencegat orang yang sedang lewat di jalan.
Pembuktian Perampokan
     Pembuktian perampokan bisa dengan saksi, yaitu dua orang saksi laki-laki dan bisa juga dengan pengakuan.
Sanksi Hirobah
     Sanksi bagi pelaku jarimah hirobah disesuaikan dengan teknis operasionalnya terbagi menjadi empat :
1. Seseorang pergi dengan niat untuk mengambil harta secara terang-terangan dan memaksa, namun ia tidak jadi mengambil harta dan tidak membunuh. Dalam hal ini pelaku hanya menakut-nakuti korban, dan hukumannya pengasingan (an nafyu)
2. Mengambil harta tanpa membunuh. Dalam hal ini menurut Imam Abu Hanifah, Syafii, Imam Ahmad hukumannya adalah potong tangan dan kaki dengan bersilang, yaitu dipotong tangan kanan dan kaki kirinya. Mereka beralasan dengan firman Allah Surat Al Maidah [5] 33.
3. Membunuh tanpa mengambil harta. Menurut Abu Hanifah, Imam Syafii, dan satu riwayat dari Imam Ahmad hukumannya adalah dibunuh (hukuman mati) sebagai hukuman had tanpa disalib. Sementara menurut riwayat yang lain dari Imam Ahmad dan salah satu pendapat Syiah Zaidiah di samping hukuman mati, pelaku juga disalib.
4. Membunuh dan mengambil harta dalam hal ini menurut imam Syafii, Imam Ahmad, Syiah Zaidiah, Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad dari kelompok Imam Hanafiah, hukumannya adalah dibunuh (hukuman mati) dan disalib tanpa dipotong tangan dan kaki.
Hapusnya Hukuman
     Hukuman perampokan dapat dihapus karena sebab-sebab sama seperti kasus pencurian dan karena tobat sebelum ditangkap. Di antara yang dapat menghapus eksekusi itu adalah:
1. Terbukti bahwa dua orang saksi itu dusta
2. Pencuri menarik kembali pengakuannya
3. Mengembalikan harta yang dicuri sebelum ke pengadilan
4. Dimilikinya harta yang dicuri itu dengan sah oleh pencuri sebelum diajukan ke pengadilan.
     Pendapat di atas semua menurut Imam Abu Hanifah, sedangkan menurut Imam Malik, mengembalikan harta yang dicuri itu tidak menyebabkan hapusnya eksekusi, sebab ancaman had itu terwujud ketika terjadinya pengembalian harta.
     Dalam hal pengembalian harta pencurian sebelum disidangkan dan terbuktinya hak milik sah bagi pencuri atas harta sebelumnya ada keputusan hakim, perlu dipertimbangkan lebih lanjut. Konsep syubhat yang berdasarkan hadits :
     Hadits 03, “Hindarkanlah had, bila ada syubhat” (HR Al-Baihaqi )
    
Artinya, alternatif hukuman adalah hukum ta’zir.
     Dasar hukumnya adalah firman Allah Swt. “Kecuali orang-orang yang bertobat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka, maka ketahuilah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Maidah [5]:34).
     Akan tetapi, hukuman yang dapat hapus adalah hukuman yang berkaitan dengan hirobahnya, bukan hukuman yang berkaitan dengan pelanggaran atas hak hamba, seperti pembunuhan dan pengambilan harta.
     Bila perampoknya tobat setelah ditangkap, maka tobatnya tidak dapat menghapuskan hukuman yang berkaitan dengan hak Allah maupun yamg berkaitan dengan hak hamba. Hal ini disebabkan karena:
a. Tobat sebelum ditangkap itu adalah tobat yang ikhlas, yakni muncul dari hati nurani untuk menjadi orang yang benar. Sedangkan tobat setelah ditangkap pada umumnya takut terhadap ancaman hukuman yang akan dikenakan padanya.
b. Tobat sebelum ditangkap muncul karena kecenderungan perampok itu untuk meninggalkan perbuatan yang membawa kerusakan di muka bumi, sedangkan tobat setelah ditangkap prinsip kecendrungan ini tidak tampak karena tak ada kesempatan lagi baginya untuk mengubah atau melestarikan tingkah laku jahatnya.
    
Perampok dianggap telah bertobat bilamana ia datang kepada imam dengan segala keihklasan dan ketaatan sebelum ditangkap.
     Apabila selain merampok ia juga minum khamar dan atau mencuri, maka hukuman kedua tindak pidana yang terakhir ini tak dapat hapus karena tobatnya, demikian juga menurut imam Malik ia beralasan bahwa ayat-ayat yang mengancam pezina dan pencuri itu bersifat umum, yakni baik bertobat atau tidak, dan juga berdasarkan kasus Ma’iz dan Ghamidiyyah yang datang kepada Nabi tapi dijatuhi hukuman. Sehubungan dengan itu Rosulullah Saw bersabda
     Hadith ke-4: “Ia telah bertobat dengan tobat yang sebenar-benarnya dan seandainya tobatnya itu dibagi-bagikan kepada tujuh puluh orang penduduk Madinah, niscaya seluruh penduduk Madinah itu akan mendapatkannya”. (H.R Muslim dari Imron bin Husein).
Hukuman Pencurian
Pencurian adalah orang yang mengambil benda atau barang milik orang lain secara diam-diam untuk dimiliki. Pencurian diancamkan hukuman potong tangan dan kaki, sesuai dengan firman Allah Swt.  
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Alloh. dan Alloh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al-Maidah [5] : 38)
Di kalangan fuqoha sudah sepakat bahwa di dalam pengertian kata-kata “tangan” (yad) termasuk juga kaki. Apabila seseorang melakukan pencurian untuk pertama kalinya, maka tangan kanannya yang dipotong, dan apabila pencurian tersebut diulangi, maka kaki kirinya yang dipotong.
Seseorang yang mencuri ketika meniatkan perbuatannya maka sebenarnya ia menginginkan agar usahanya (kekayaannya) ditambah dengan kekayaan orang lain, dan ia meremehkan usaha-usaha halal. Ia tidak mencukupkan dengan hasil usahanya sendiri, melainkan mengharapkan usaha orang lain, agar dengan demikian ia bertambah daya nafkahnya atau tidak bersusah-susah bekerja atau dapat terjamin hari depannya. Dengan perkataan lain tambahnya usaha atau kekayaan itulah yang menjadi factor pendorong adanya pencurian. Sebagai imbangan dari faktor tersebut Syariat Islam menetapkan hukuman potong tangan (dan kaki) karena terpotongnya tangan dan kaki sebagai alat penyambung kerja yang utama yang mengurangi usaha dan kekayaan, serta mengakibatkan hari depannya terancam.
5. Hukuman Gangguan Keamanan
Terhadap gangguan keamanan (hirabah) dikenakan empat hukuman, yaitu hukuman mati biasa, hukuman mati dengan salib, hukuman dengan potong tangan dan kaki dan pengasingan.
Hukuman Mati 
Hukuman ini dijatuhkan atas pengganggu keamanan (pembegal, penyamun) apabila ia melakukan pembunuhan. Hukuman tersebut hukuman had dan bukan hukuman qisos. Oleh karena itu maka hukuman tersebut tidak boleh dimaafkan. Naluri keinginan hidup sendiri merupakan pendorong bagi pembuat untuk melakukan jarimahnya itu. Kalau ia menyadari bahwa ketika ia membunuh orang lain, sebenarnya ia membunuh dirinya sendiri pula, pada galibnya ia tidak akan meneruskan perbuatannya. Jadi faktor kejiwaan di sini dilawan pula dengan factor kejiwaan agar ia menghindari jarimah.
Hukuman Mati Disalib
Hukuman ini dijatuhkan apabila pengganggu keamanan melakukan pembunuhan serta merampas harta benda. Jadi hukuman tersebut dijatuhkan atas pembunuhan dan pencurian harta bersama-sama. Di mana pembunuhan tersebut merupakan jalan untuk memudahkan pencurian harta. Hukuman tersebut juga merupakan hukuman had yang tidak bisa dimaafkan.

 
Penjatuhan hukuman tidak beda dengan dasar penjatuhan hukuman mati. Akan tetapi karena harta benda disini menjadi pendorong bagi perbuatan jarimahnya maka hukuman harus diberatkan, sehingga apabila ia meniatkan jarimah-jarimah tersebut beserta hukumannya yang berat, maka ia akan mengurungkan niatnya.
Pemotongan Anggota Badan 
Pemotongan tangan kanan pembuat dan kaki kirinya sekaligus, yakni tangan dan kaki berselang-seling. Penjatuhan hukuman tersebut sama dengan penjatuhan hukuman pencurian. Akan tetapi jarimah ini biasanya dikerjakan di jalan-jalan umum yang jauh dari keramaian, maka pengganggu keamanan pada galibnya yakin akan berhasilnya perbuatan yang dilakukannya dan akan keamanan dirinya. Keadaan demikian itulah yang menjadi penguat faktor kejiwaan yang menjauhkannya. Oleh karena itu hukuman harus diperberat agar kedua faktor tersebut dapat seimbang.
Hukuman gangguan keamanan di sini sama dengan hukuman pencurian dua kali, dan pelipatan disini adalah adil, karena bahaya gangguan keamanan tidak kalah dengan bahayanya pencurian biasa dan karena kesempatan untuk meloloskan diri lebih banyak daripada kesempatan dalam pencurian biasa.
Pengasingan 
Hukuman ini dijatuhkan apabila pengganggu keamanan hanya menakut-nakuti orang yang berlalu lintas, tetapi tidak mengambil harta dan tidak pula membunuh. Boleh jadi perbuatannya ia maksudkan mencari ketenaran nama diri oleh karena itu maka ia harus diasingkan, sebagai salah satu cara untuk mengurangi ketenarannya. Boleh jadi dengan perbuatannya tersebut pengganggu keamanan bermaksud meniadakan keamanan di jalan-jalan umum sebagai bagian dari negeri, dan oleh karena itu maka ia akan dihukum dengan meniadakan keamanan dirinya dari semua bagian negeri. Baik alasan itu tepat atau tidak, namun yang jelas ialah bahwa faktor kejiwaan ditandingi pula dengan faktor kejiwaan yang lain.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_8XPmnhODLSXxKB39qBZHYhfhD83U4mQ5NucV5shMO4HJGEnJdwsTMzBbQWLkjPPYtjBTpWNLizWVw-49s0_wv9kH7c_cbwvC7h2my-KV1Mms3YsYDRw-UavSfgsOPIhe6tXmNH2GRFw/s1600/Hukum.JPG
Hukum Negara / Hukum Positif
Pertanyaan :
     Bisakah Terbebas dari Hukuman Pidana jika hanya mencuri buah?   
     Apakah hukum pidana mengabaikan prinsip materialitas? Karena sering kali kita jumpai pelaku pencurian buah yang dipenjara, apakah tidak diperhatikan materialitas dalam penanganan kasus hukum?
Jawaban :
Intisari:
Apabila seseorang memenuhi unsur-unsur pencurian, maka orang tersebut dapat dikenakan ancaman pidana. Tidak ditentukan objek apa yang menjadi barang curian. Meskipun hanya buah, apabila terpenuhi unsur-unsur pencurian, orang yang mencuri buah dapat dipidana. Akan tetapi perlu dilihat juga me-ngenai harga dari objek yang dicuri. Jika harganya tidak lebih dari Rp 2,5 juta, maka dianggap pencurian ringan.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.                     Perlu
     Perlu kami jelaskan bahwa dalam hukum pidana tidak dikenal prinsip materialitas, melainkan prinsip legalitas, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang selengkapnya berbunyi: Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya.
Prinsip / Asas Legalitas     
     Berdasarkan pendapat seorang ahli hukum, Drs. P.A.F. Lamintang, S.H. dalam bukunya Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia (hal. 142) yang mengutip pendapat Profesor Noyon-Langemeijer, menyatakan sebagai berikut:    
     Ayat pertama dari Pasal 1 KUHP itu menekankan pada asas, bahwa tidak ada suatu perbuatan pun yang terlarang atau diharuskan kecuali hal tersebut telah dinyatakan secara tegas dalam suatu ketentuan undang-undang, hingga hukum yang sifatnya tidak tertulis itu haruslah dikesampingkan, dan tidak ada satu hukuman pun yang dapat dijatuhkan terhadap orang yang telah melanggar suatu larangan atau suatu keharusan, kecuali jika hukuman itu telah diancamkan dalam suatu ketentuan undang-undang yang telah ada terlebih dahulu daripada pelanggarannya itu sendiri.    
     Selain itu, prinsip tersebut juga sejalan dengan adagium yang telah mendapat suatu pengakuan secara tegas dalam berbagai peraturan perundang-undangan, yaitu nullum delictum nulla poena sine lege praevia poenali.    
     Secara bebas, adagium tersebut dapat diartikan menjadi “tidak ada tindak pidana (delik), tidak ada hukuman tanpa (didasari) peraturan yang mendahuluinya”.     
Tindak Pidana Pencurian                            Berda
     Berdasar pada penjelasan tersebut, apabila dikaitkan dengan pertanyaan Anda, kami asumsikan bahwa maksud Anda adalah bagaimana sebuah pencurian buah dapat dipidana. Tindak pidana pencurian diatur dalam Pasal 362 KUHP yang berbunyi:     
     Barang siapa mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya RP 900.      
     Ketentuan tersebut terdiri dari unsur-unsur tindak pidana pencurian. Apabila tindakan seseorang memenuhi unsur-unsur pencurian, maka orang tersebut dapat dikenakan ancaman pidana. Dapat dilihat dalam ketentuan tersebut, tidak ditentukan objek apa yang menjadi barang curian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa meskipun hanya buah, apabila terpenuhi unsur-unsur pencurian, orang yang mencuri buah tetap dapat dikenakan pidana.

Pencurian Ringan

     Akan tetapi perlu dilihat juga mengenai harga dari objek yang dicuri. Jika harganya tidak lebih dari Rp 2,5 juta, maka dianggap pencurian ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 364 KUHP jo. Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda KUHP (PERMA 2/2012):
Pasal 364 KUHP:
     Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan pasal 363 butir 4, begitu pun perbuatan yang diterangkan dalam pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.
 Pasal 1 PERMA 2/2012:
     Kata-kata "dua ratus lima puluh rupiah" dalam pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
     Terkait dengan pencurian ringan, Konsiderans poin b PERMA 2/2012 menyatakan sebagai berikut:
     Bahwa apabila nilai uang yang ada dalam KUHP tersebut disesuaikan dengan kondisi saat ini maka penanganan perkara tindak pidana ringan seperti pencurian ringan, penipuan ringan, penggelapan ringan dan sejenisnya dapat ditangani secara proporsional mengingat ancaman hukuman paling tinggi yang dapat dijatuhkan hanyalah tiga bulan penjara, dan terhadap tersangka atau terdakwa tidak dapat dikenakan penahanan, serta acara pemeriksaan yang digunakan adalah Acara Pemeriksaan Cepat. Selain itu perkara-perkara tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum Kasasi.
 Pasal 2 ayat (1) PERMA 2/2012 mengatur bahwa:
     Dalam menerima pelimpahan perkara Pencurian, Penipuan, Penggelapan, Penadahan dari Penuntut Umum, Ketua Pengadilan wajib memperhatikan nilai barang atau uang yang menjadi obyek perkara dan memperhatikan Pasal 1 di atas.
      Lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 2 ayat (2) PERMA 2/2012 mengatur:
     Apabila nilai barang atau uang tersebut bernilai tidak lebih dari Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) Ketua Pengadilan segera menetapkan Hakim Tunggal untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut dengan Acara Pemeriksaan Cepat yang diatur dalam Pasal 205-210 KUHAP.
     Dikaitkan dengan pertanyaan Anda, apabila orang tersebut mencuri buah dengan nilai di bawah Rp. 2,5 juta, maka ia termasuk pencurian ringan yang mana tidak dapat dikenakan penahanan serta acara pemeriksaan yang digunakan adalah Acara Pemeriksaan Cepat.
      Demikan jawaban dari kami, semoga ber-manfaat.
Dikutip dari Hukum online.Com
Jember, 20 Oktober 2017
Dr. H.M. Nasim Fauzi
Jalan Gajah Mada 118
Tilpun (0331) 481127
Jember

Tidak ada komentar:

Posting Komentar