Sabtu, 25 Juli 2009

Buku Remaja dan Zina 01










Mencegah Zina Pada Remaja

Dengan Cara Tidak Bersalaman

Antar Non-Muhrim Yang Berbeda Jenis Kelamin




Oleh : Dr. H.M. Nasim Fauzi


A. PENDAHULUAN



I. Latar Belakang Masalah

  
          Abad ke-21 sekarang adalah Abad Informasi. Kalau dahulu informasi hanya dapat diperoleh dalam bentuk tulisan, gambar dan suara yang sukar di akses, maka sekarang informasi sangat mudah diperoleh, baik melalui layar TV berwarna, VCD dan DVD, serta melalui tilpun genggam dan komputer. Harga tilpun tanpa kabel ini telah semakin murah sehingga hampir semua orang memilikinya. Sedang fitur-fitur multimedianya yang semakin canggih memungkinkan kita merekam, melihat gambar dan film, serta mengakses internet di mana saja.

          Kini alat-alat audio visual tadi sudah memasuki rumah tangga muslim, memasuki kamar-kamar kiyahi, nyai dan putra-putrinya. Alat-alat ini selain dapat dipakai untuk melihat berita dan hiburan juga sangat mudah dipakai untuk menonton gambar dan adegan porno. Kalau melihat adegan-adegan porno dapat dikategorikan zina mata (zina kecil), perbuatan ini sudah mewabah termasuk di kalangan santri, sangat sukar dicegah, dengan segala akibatnya yang mencemaskan, di antaranya merebaknya perzinaan di kalangan remaja bahkan sampai terjadi kehamilan di luar nikah (HLN).
          Maka perlu dicari cara yang mudah dan efektif untuk menghilangkan atau mengurangi pengaruh negatifnya.
          Di dalam makalah ini penulis mengajukan teori bahwa membiasakan diri untuk tidak berjabat-tangan di antara para non muhrim yang berbeda jenis kelamin dapat dipakai sebagai alat pencegah zina dimaksud.

II. Definisi-definisi, dalil-dalil dan komentar.
  
1. Berjabatan tangan (dalam bahasa Arab = mushofahah) adalah seorang menempelkan telapak tangannya pada telapak tangan temannya yang membuat kedua telapak tangan tersebut saling berhadapan. Ketika dua orang bertemu, selain saling menempelkan kedua telapak tangan juga saling berpandang-pandangan.
2. Muhrim (mahrom atau muhrom) adalah laki-laki muslim yang terhalang atau tidak boleh kawin dengan perempuan yang merupakan muharromah.
  
3. Muharromah (muharromat) adalah perempuan yang harom dinikahi oleh laki-laki yang menjadi muhrimnya. Dalam hal ini ada 10 macam (Q.S An-Nisa' / 4:22 - 24)
4:22
  
22. Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu (1), terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).

4:23
23. Diharomkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu (2); anak-anakmu yang perempuan (3); saudara-saudaramu yang perempuan (4); saudara-saudara bapakmu yang perempuan (5); saudara-saudara ibumu yang perempuan (6); anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki (7); anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan (8); ibu-ibumu yang menyusukan kamu (9); saudara perempuan sepersusuan (10).
  
4. Perempuan asing : sebutan bagi perempuan non muhrim di dalam kitab-kitab fekih yaitu perempuan yang boleh dinikahi.
    
5. Zina adalah persetubuhan atau hubungan kelamin yang dilakukan tanpa melalui akad pernikahan yang sah menurut syariat Islam.
          Menurut ulama mazhab Hanafi, zina adalah hubungan seksual (hubungan badan) yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang wanita secara sadar, yang disertai oleh nafsu seksual dan di antara mereka tidak/ belum ada ikatan perkawinan secara sah atau ikatan perkawinan syubhat (perkawinan yang diragukan keabsahannya, seperti nikah tanpa wali), atau tidak ada hubungan kepemilikan antara keduanya (hubungan tuan dengan hambanya, -pada zaman pertengahan, waktu masih berlaku sistem perbudakan, pen.-).
          Di dalam agama Islam perbuatan zina harus dijauhi oleh umat manusia dan sekaligus dipandang sebagai tindakan kejahatan berat (dosa besar) yang diancam dengan hukuman yang berat pula. Hukuman ini berlaku bila para pelakunya berada di dalam negara yang menganut hukum Islam. Bila hukuman ini tidak dilakukan di dunia, maka pelakunya akan dihukum jauh lebih berat di akhirot nanti (masuk neraka), kecuali bila para pelakunya bertaubat nasukha, yaitu setelah bertaubat tidak mengulangi lagi perbuatannya yang jahat itu.

سُوۡرَةُ بنیٓ اسرآئیل / الإسرَاء

وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓ‌ۖ إِنَّهُ ۥ كَانَ فَـٰحِشَةً۬ وَسَآءَ سَبِيلاً۬ (٣٢)


Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isro/ 17:32).
  
          Para ulama membedakan zina ke dalam dua macam : zina muhson dan zina ghoir muhson. Zina muhson ialah zina yang dilakukan oleh orang-orang yang telah berkeluarga (telah pernah menikah) dan juga telah pernah melakukan hubungan seksual selama pernikahannya itu; sedangkan zina ghoir muhson yaitu zina yang dilakukan oleh mereka yang belum pernah menikah (gadis atau perjaka) atau belum pernah bersenggama meskipun telah pernah menikah. Pada sistem hukum Islam hukuman yang dikenakan terhadap para pelaku zina muhson lebih berat daripada ghoir muhson.

سُوۡرَةُ النُّور

ٱلزَّانِيَةُ وَٱلزَّانِى فَٱجۡلِدُواْ كُلَّ وَٲحِدٍ۬ مِّنۡہُمَا مِاْئَةَ جَلۡدَةٍ۬‌ۖ وَلَا تَأۡخُذۡكُم بِہِمَا رَأۡفَةٌ۬ فِى دِينِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِ‌ۖ وَلۡيَشۡہَدۡ عَذَابَہُمَا طَآٮِٕفَةٌ۬ مِّنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ (٢

          Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Alloh dan hari akhirot, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (QS An-Nur/ 24:2)

  
Hadits ke-1: Diriwayatkan oleh Ubadah bin Samit, 'Sesungguhnya Rosululloh saw. bersabda: "Sesungguhnya Alloh telah menentukan hukuman bagi wanita-wanita yang melakukan perzinaan. Apabila perzinaan dilakukan oleh sesama orang yang belum pernah menikah maka hukumannya adalah didera seratus kali dan dibuang selama setahun; sedangkan janda dengan duda maka kepada mereka itu dikenakan hukuman dera seratus kali dan r o j a m (dilempari batu sampai mati, pen.)." ' (HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'i dan Ibnu Majah).
  
Menurut Al-Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah, Alloh Swt. menegaskan pengharoman zina dalam firmannya 
  :
`"Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan lain beserta Alloh dan tidak membunuh jiwa yang diharomkan Alloh (membunuhnya) kecuali dengan alasan yang benar dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa, (yakni) akan dilipatgandakan adzab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam adzab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang yang bertaubat ..." (Al-Furqon: 68-70).

   
          Dalam ayat tersebut Alloh Swt menggandengkan zina dengan syirik dan membunuh orang, dan vonis hukumannya adalah kekal dalam adzab yang berat yang berlipatganda, selama pelakunya tidak menetralisir hal tersebut dengan cara bertaubat, beriman dan beramal solih

6. Dalil-dalil yang mengharomkan berjabat tangan dengan perempuan asing (bukan mahrom).

Hadits ke-2: Dari 'Urwah bin az Zubair, katanya, "Aisyah Ra (isteri Nabi Saw) pernah memberi kabar kepadanya bahwa Rosulullah Saw pernah menguji beberapa orang perempuan yang beriman yang datang ke padanya, dengan firman Alloh Ta'ala:
"Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu dengan Alloh; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik maka terimalah janji setia mereka..." (Al Mumtahanah/ 60: 12).

          Maka di antara mereka yang sepakat dengan syarat ini, Rosulullah Saw berkata kepadanya, "Benar-benar telah aku bai'at kamu." "Demi Alloh, "kata Aisyah, "tangan beliau tidak menyentuh tangan seorang perempuan pun dalam pembaiatan itu. Beliau hanya membaiat mereka dengan perkataannya: "Benar-benar telah aku baiat kamu atas hal itu." (HR. Bukhori)

Hadis ke-3: Dari Aisyah Ra. (isteri Nabi Saw.). Dia berkata, "Tidak pernah tangan Rosulullah menyentuh tangan seorang perempuan kecuali yang beliau miliki (yang dinikahi/isterinya)." (HR. Bukhori).

Hadis ke-4: Dari 'Abdulloh bin 'Amr bin al 'Ash Ra, katanya, "Rosulullah Saw tidak pernah berjabat tangan dengan perempuan dalam pembaiatan." (HR. Ahmad)

Hadis ke-5: Dari Muhammad bin al Munkadir dan Umaimah binti Duqoiq
oh. Dia berkata, "Saya pernah datang kepada Rosulullah Saw bersama beberapa orang perempuan untuk berjanji setia (baiat) atas Islam. Maka mereka semua berkata, "Wahai utusan Allah, kami berjanji setia, bahwasanya kami tidak akan mempersekutukan sesuatupun dengan Alloh. Kami tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak kami, tidak akan berbuat dusta yang kami ada-adakan antara tangan dan kaki kami, dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik." Kemudian Rasululloh Saw bertanya, "Bagaimana kalian semua mampu (dengan semua itu)?" Maka mereka semua menyahut, hanya Alloh dan Rasul-Nya lah yang paling mengasihi kami daripada diri kami sendiri. Marilah kami (mulai) berjanji setia kepadamu, wahai utusan Allah." Rosulullah Saw menjawab, "Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan perempuan. Ucapanku kepada seratus perempuan seperti ucapanku kepada seorang perempuan." (HR. Imam Malik, An Nasaai, At Tirmidzi, lbnu Majah, Ahmad dan Al Humaidi)

          Dalam hadits berikut tertera pula tentang siksa yang amat pedih bagi orang yang menyentuh perempuan yang bukan muhrimnya.


Hadis ke-6: Dari Ma'qil bin Yasaar Ra, katanya, "Rosululah Saw telah bersabda: "Sungguh, jika dicerca kepala salah seorang dari kalian dengan alat jahit dari besi adalah masih lebih baik baginya daripada menyentuh perempuan yang tidak halal baginya (bukan mahromnya)." (HR. At Thobroni dan Al Baihaqi)

Hadits ke-7 : Rosululloh Saw.: "Tidak pernah aku menyentuh tangan perempuan (asing)." (HR. At Thobaroni)

Hadits ke-8 : Abu Asyad Al Anshori Ra meriwayatkan bahwa dia pernah mendengar Rosululloh Saw bersabda ketika beliau ke luar dari masjid dan melihat para lelaki bercampur dengan perempuan di jalan. Beliau bersabda kepada perempuan-perempuan itu, "Ke belakanglah kalian, karena sesungguhnya tengah jalan itu bukanlah untuk kalian. Karena itu, hendaklah kalian berjalan di pinggir jalan." Pada saat itu sampai ada seorang perempuan yang menempel di dinding sehingga bajunya lengket dengan dinding itu. (HR. Abu Dawud dan Al Baihaqi).


7. Hukum Berjabat Tangan Dengan Perempuan Bukan Mahrom (perempuan asing) Menurut Empat Mazhab.
  
i. Mazhab Hanafi : Dalam kitab Ad Durru'l Mukhtar, Ath Thohawi berkata "Tidak dihalalkan menyentuh wajah dan kedua telapak tangan gadis (asing) meskipun aman dari syahwat, karena hal ini lebih dari biadab.
  
          Adapun terhadap perempuan tua ('ajuz) yang sudah tidak lagi bersyahwat, maka tidak apa-apa berjabat tangan dengannya jika memang aman (dari syahwat) .


ii. Mazhab Maliki :
Al Qodhi Abu Bakar Ibnu'l 'Arobi berkata, "Nabi Saw telah berjabat tangan dengan para lelaki dalam suatu bai'at untuk memperkuat betapa pentingnya akad dengan ucapan dan perbuatan ini. Maka para perempuan bertanya tentang hal itu. Lalu Rosulullah Saw bersabda kepada mereka, "Ucapanku kepada seorang perempuan seperti ucapanku kepada seratus perempuan." Beliau mengatakan itu tanpa berjabat tangan karena telah diisyaratkan kepada kita dalam syariat Islam tentang haromnya menyentuh perempuan, kecuali yang semahrom."


iii. Mazhab Syafi'i :
          An Nawawi berkata dalam syarohnya terhadap kitab shohih Muslim sebagai ta'liq atas hadits Aisyah Ra yang terdahulu. Katanya, "Di dalam hadits tersebut diterangkan bahwa bai'at perempuan adalah dengan ucapan tanpa mengambil telapak tangannya. Di dalamnya tersirat pula makna bahwa bai'at laki-laki adalah dengan mengambil telapak tangan disertai ucapan.
          Dari hadits itu kita dapat mengambil faedah, boleh mendengarkan ucapan perempuan asing (bukan mahrom) ketika ada keperluan karena memang sesungguhnya suara bukanlah aurot.
Selain juga tidak boleh menyentuh kulitnya jika bukan karena keadaan dorurot (seperti untuk pengobatan, operasi, perbekaman, pencabutan gigi, dll bila tidak ada seorang perempuan pun yang bisa mengerjakannya. Dalam keadaan darurat seperti ini lelaki asing/bukan mahrom boleh melakukannya).

iv. Mazhab Hambali : Asy Syekh Syamsu'd Din Abu 'Abdillah bin Muflihat Muqoddasi al Hanbali berkata, "Maka perempuan berjabat tangan dengan sesama perempuan, dan lelaki berjabat tangan dengan sesama lelaki dan perempuan tua. Tetapi bila perempuan tua itu masih iseng (suka keluyuran dll) maka diharomkan bagi lelaki untuk berjabat tangan dengannya.

8. Nabi Saw. pernah disentuh oleh perempuan non muhrim dalam hadis-hadis berikut.

Hadis ke-9 : Dari Anas r.a. (pelayan Nabi Saw.) dikatakan bahwa Ummu Sulaim menggelar tikar (dari kulit) untuk Nabi saw., kemudian beliau tidur (siang) di atasnya. Anas berkata: “Ketika Nabi saw. tidur, Ummu Sulaim mengambil keringat dari rambut beliau, lalu mengumpulkannya dalam suatu bejana, kemudian mengumpulkannya ke dalam wewangian ….” (HR Bukhari dan Muslim)

Hadis ke-10 : Sementara itu, dalam riwayat Muslim disebutkan: “Saat tidur, beliau banyak mengeluarkan keringat. Ummu Sulaim lalu mengumpulkan keringat tersebut dan mencampurkannya dengan minyak wangi, kemudian memasukkannya ke dalam botol-botol kecil. Kemudian Nabi saw. bertanya: ‘Wahai Ummu Sulaim, apa ini?’ Ummu Sulaim menjawab: ‘Keringatmu, aku mencampurnya dengan minyak wangiku.’” (Shohih Muslim).


9. Komentar Syekh Al-Albani dan Kejadian Padanannya di Indonesia
  
Syekh Al Albaani (ulama ahli hadits kelahiran Albania, Balkan, Eropa Timur), menandaskan, "Di dalam hadits tersebut ada balasan siksa yang pedih bagi orang yang menyentuh perempuan yang bukan mahromnya. Di dalam hadits itu tersirat dalil tentang haromnya berjabat tangan dengan perempuan asing (bukan mahromnya) sebab hal itu tidak diragukan lagi mencakup apa yang disebut dengan menyentuh. Sungguh sangat disesalkan, justru hal ini banyak terjadi pada diri kaum muslimin pada masa sekarang ini, malah sebagian ulama melakukannya. Jika mereka mengingkar hal ini dalam hati, niscaya dapat hilang secara berangsur angsur. Namun sayangnya mereka menghalalkannya dengan berbagai cara dan penafsiran-penafsiran (yang mereka kehendaki)."

  
          Penyesalan Syekh Al-Albani terhadap sebagian ulama di Timur Tengah ini juga terjadi di Indonesia, yaitu sebagian ulama tidak menolak untuk bersalaman dengan para wanita yang bukan muhrimnya. Salah satu alasannya adalah tidak mau menyinggung perasaan para wanita non muhrim yang telah mengulurkan tangan mereka untuk bersalaman. Dosa menyinggung perasaan mereka dianggap lebih besar daripada dosa bersalaman. Seharusnya sebagai ulama yang mewarisi kenabian Muhammad Saw. dan menjadi contoh yang baik bagi ummat (uswatun hasanah) tidak melakukan hal itu seperti yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw.

         
           Contoh yang baik adalah yang dilakukan oleh almarhum K.H. Abdul Hamid Pasuruan, Jawa Timur. Beliau menyambut uluran tangan para wanita yang telah mengulurkan tangan untuk bersalaman, dengan posisi telapak tangan beliau berada di dalam jubah. Selain menghindarkan persentuhan langsung telapak tangan beliau dengan telapak tangan mereka, juga agar wudlu beliau tidak batal. Di dalam aturan Madzhab Imam Syafii yang dianut oleh mayoritas muslim di Asia Tenggara, sentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan non muhrim bisa membatalkan wudlu (termasuk persentuhan dengan isteri sendiri).

10. Soal Jawab masalah Berjabat tangan dengan selain Mahrom di Bahtsul Masail Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan.



a. Deskripsi masalah Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat kita, bahwa jika hari raya tiba, sehabis solat 'id, orang-orang pergi ke rumah-rumah sanak famili dan tetangga dengan bersalaman. Anehnya, kadang mereka tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan, tua dan muda, mahrom dan yang bukan mahrom.
b. Pertanyaan
Bagaimana hukum berjabat tangan dengan perempuan tua atau muda yang bukan mahromnya, mengingat hal demikian sudah menjadi tradisi yang mengakar kuat di masyarakat?  
Penanya : Nur Qomar (PPS, H-17)c. 

Jawaban
Sebenarnya, berjabat tangan dengan perempuan tua atau muda yang tidak ada ikatan mahrom hukumnya sama saja, yaitu harom. Sementara dalih sudah menjadi tradisi tidak bisa dibenarkan, sebab adat (tradisi) yang bertentangan dengan syaro' tidak bisa diikuti. hanya saja, ada ulama yang mengatakan bahwa berjabat tangan dengan wanita yang sudah tua renta (ghoiru musytahad) hukumnya makruh.

d. Rujukan
# I'anat al-Tholibin, juz 1 hlm. 97-98
# Al-Syarqowi, juz 2 hlm. 450
# Mughni al-Muhtaj, juz 4 hlm. 188


11. Soal Jawab Masalah Berjabatan Tangan antara Laki-laki dan Perempuan Non Muhrim di Dalam Ba'tsul Masail al-Diniyyah N.U.


n-u-lambang

Bahtsul Masa'il al-Diniyyah adalah salah satu forum diskusi keagamaan dalam organisasi Nahdlotul Ulama (NU) untuk merespons dan memberikan solusi atas problematika aktual yang muncul dalam kehidupan masyarakat. Diskusi ini dilakukan secara berjenjang dari Kabupaten, Propinsi dan Muktamar Nasional. Hasil diskusi tersebut lalu dibukukan (Ahkamul Fuqoha') agar dapat diketahui umum.
Dalam solusi masalah jabat tangan antar non muslim yang berbeda jenis kelamin tertulis sebagai berikut:


308. Berjabatan Tangan antara Laki-laki dan Perempuan Tanpa Tutup Ketika Baiat.
Su'al: Adakah pendapat yang memperbolehkan guru thoriqot lelaki berjabat tangan tanpa tutup dengan murid-murid perempuan lain ketika berbaiat ?

Jawab : Tidak seorangpun ulama yang memperbolehkan kecuali kalau muridnya itu muhrimnya sendiri.
Keterangan, dalam kitab I'anatut Tholibin III/261 dan Tafsir Ibnu Katsir IV/352 : Sekiranya harom melihatnya, maka harom pula memegangnya, karena dalam memegang itu lebih merasakan kenikmatan.
Dalam menafsirkan ayat: "Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman ... (al-Mumtahanah/60 : 12) Imam Bukhori meriwayatkan dari A'isyah r.a. (= hadits nomor 2 di atas). "Bahwa Rosulullah Saw bersabda kepada perempuan mu'minah yang berbai'at kepada Rosululloh Saw.: "Qod baaya'tuki" (Aku bai'at engkau), hanya dengan ucapan saja. Demi Alloh Swt., tangannya tidak pernah menyentuh tangan perempuan tersebut.
Ibnu Jauzi berkata, bahwa jumlah perempuan ketika itu empat ratus lima puluh tujuh (457). Rosululloh dalam membai'at mereka hanya mempergunakan ucapan saja.


B. MASALAH ZINA di INDONESIA
  
          Di Indonesia perbuatan zina bukan merupakan tindak kejahatan karena Negara RI tidak menganut hukum Islam melainkan KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana). KUHP negara RI adalah sisa produk Negara Kolonial Belanda yang sebelumnya diambil dari Code Penal negara Perancis pada zaman Kaisar Napoleon Bonaparte. Hukum Napoleon ini dijiwai oleh semboyan Revolusi Perancis : liberte’, egalite’ et fraternite, atau kebebasan, persamaan dan persaudaraan (kebebasan individu yang kebablasen, pen.).

  KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
        
Di dalam KUHP yang berlaku di Indonesia -yang sampai sekarang belum direvisi itu-, seorang yang berzina akan berurusan dengan hukum bila diadukan oleh pasangan perkawinannya (termasuk delik pengaduan).
          Berikut adalah kutipan KUHP yang dimaksud
:
Pasal 284
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
l. a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;
2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;
b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.
  
(2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.
  
(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
  
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.
  
(5) Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.

1. Di Indonesia Zina Adalah Suatu Masalah Yang Sangat Besar.

          Besarnya masalah zina di Indonesia dapat dilihat dari hasil Survey Keperawanan di Yogyakarta selama 3 tahun (1999-2002) yang dilaksanakan oleh Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora (LSCK PUSBIH) terhadap 1660 mahasiswi menunjukkan hampir 97,05 persen mereka sudah hilang keperawanannya saat kuliah.
          Sedang di situs Compas.Com diperoleh data tentang hasil survei yang dilakukan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar di Indonesia tahun 2007 menunjukkan, sebanyak 97 persen dari responden pernah menonton film porno, sebanyak 93,7 persen pernah ciuman, petting dan oral sex, serta 62,7 persen remaja yang duduk di bangku sekolah menengah pertama pernah berhubungan intim, dan 21,2 persen siswi sekolah menengah umum pernah menggugurkan kandungan.
          Di kampung penulis sendiri pada awal bulan Romadon tahun 2001 pernah terjadi peristiwa yang sempat mengguncangkan masyarakat, yaitu seorang "gadis" dari kalangan "santri" melahirkan seorang bayi akibat hubungan di luar nikah (hasil dari zina).
          Penulis teringat akan sebuah makalah hasil penelitian Dr. H. Muhammad Thohir, Sp. Ps. (adik ipar penulis), terhadap kehamilan remaja di luar nikah di Surabaya tahun 1988. Ternyata tidak ada perbedaan yang bermakna antara keluarga "santri" dan non santri. Dr. Muhammad mengajukan istilah bahwa mungkin santri di sini adalah yang "encer", bukan yang "kental".
          Menurut penulis yang dimaksud dengan santri (yang "kental") adalah seorang yang pernah mondok/ "nyantri" dan melaksanakan tradisi pesantren di kalangan keluarganya dan masyarakat yang dipengaruhinya. Di antara tradisi pesantren itu adalah menjalankan sistem mahrom, yaitu tidak bersalaman/ berjabat tangan di antara non muhrim yang berbeda jenis kelaminnya.

C. PENYELESAIAN MASALAH


          Teori yang dapat dikembangkan di sini adalah dengan kembali ke tradisi/sistem mahrom bisa dicegah adanya zina dan kehamilan di luar nikah (HLN = Hamil Luar Nikah). Dalam kenyataannya kebanyakan para santri sudah tidak lagi menjalankan tradisi tidak bersalaman di antara non muhrim yang berbeda jenis. Maka akibatnya kedudukan para santri ini sama saja dengan non santri, yang berakibat sama pula, yaitu kasus HLN (hamil luar nikah) akibat zina di antara kaum santri dan non santri sama-sama banyaknya.


1. Model masalah

Usia anak  -4  U s i a / m a s a s u b u r  -4  Usia tua

Sistem mahrom (-)  --4  Zina/ HLN (+)

Sistem mahrom (+)  --4  Zina/ HLN (-)

Rencana perubahan

Sistem mahrom (-)  =4  Sistem Mahrom (+)  =4  Zina/HLN (-)

Keterangan : HLN = Hamil Luar Nikah


2. Konsekwensi Sistem Mahrom

Dalam Ensiklopedia Ijmak / Sa'di Abu Habieb, Damaskus / Terjemah K.H.A. Sahal Machfudz dan H.A. Mustofa Bisri disebutkan konsekwensi diterapkannya sistem mahrom antara lain sebagai berikut:

i. Silaturrohim.
Silaturrohim di antara sesama mahrom hukumnya wajib, dan memutuskan ikatan persaudaraan merupakan maksiat, menurut kesepakatan (Ijmak). [Saroh Muslim 9/448 (dan 'Iyaadl) Nailul Author 6/148]

ii. Bersedekah kepada sanak-kerabat.
Bersedekah kepada sanak kerabat lebih utama daripada kepada orang lain [Al Majmu' 6/20]

iii. Khulwah (menyendirinya) seorang lelaki dengan mahrom-mahromnya.
Kebolehan khulwah (menyendiri) bagi seorang lelaki dengan perempuan mahromnya, dan tidurnya di tempatnya, merupakan kesepakatan (mujma' 'alaih). [Syaroh Muslim 5/261 8/116, 477]

iv. Lelaki memboncengkan mahrom-mahromnya.
Diperbolehkannya lelaki memboncengkan perempuan yang termasuk mahromnya sudah merupakan kesepakatan. [Syaroh Muslim 5/261, 9/5]

v. Menyentuh mahrom pada selain aurot.
Menyentuh mahrom di kepala atau bagian badan lain yang bukan aurot adalah jaiz/ boleh; ini sudah menjadi kesepakatan (mujma' 'alaih). [Syaroh Muslim 8/115]


D. MASALAH MENDEKATI ZINA

          Secara biologis mendekati zina (Surat Al-Isra 23) adalah perbuatan prolog persetubuhan yaitu bersentuhan/termasuk berjabat tangan, Kissing /berciuman, Necking /mencium leher, Petting/ manipulasi payudara yang selanjutnya akan berakhir dengan Intercourse /bersetubuh, disingkat KNPI.
          Pada topik konsekwensi pelaksanaan sistem mahrom angka v di atas disebutkan : Di antara sesama muhrim, kita boleh menyentuh tubuh di luar aurotnya. Dan sebaliknya pada non muhrim yang berlainan jenis, kita tidak boleh menyentuh tubuh di luar aurot (apalagi pada aurotnya !). Termasuk menyentuh di sini adalah berjabat tangan. Jadi, sebagai konsekwensi dari dilaksanakannya sistem mahrom adalah : Kita tidak boleh berjabat tangan sesama non muhrim.
          Yang sering dilupakan adalah kebiasaan berjabat tangan dengan sepupu dan keponakan (putra dari saudara istri/suami) yang berbeda jenis seharusnya tidak boleh dilakukan, karena mereka juga termasuk non muhrim.

1. Model Masalah

Di luar perkawinan

Berjarak jauh =4 Mendekat =4 Bersentuhan
Mendengar ==4 Melihat ==4 Bercakap-cakap ==4 Bersalaman/ jabat tangan ==4 Memegang-megang ==4 K / Kissing /berciuman ==4 N / Necking / mencium leher ==4 P / Petting /meraba payudara /mengisap puting susu ==4 I / Intromission/ bersetubuh / b e r z i n a.

2. Usaha-usaha Lain Yang Bisa Membantu Mengurangi Perzinaan


LSCK PUSBIH di Jogjakarta yang hasil survey keperawanannya penulis kutip di atas mengusulkan sebagai berikut :
i. Standar usia menikah harus mulai diturunkan untuk mengantisipasi kegiatan seks di luar nikah.
ii. Peraturan yang melarang seorang pelajar menikah harus direvisi.
iii. Peraturan, persyaratan dan biaya pernikahan yang ditetapkan oleh pemerintah harus diturunkan.
iv. Departemen Agama harus mengkaji untuk menginstitusikan lembaga nikah siri.

E. KESIMPULAN dan PENUTUP


          Paradigma budaya kita sudah bergeser jauh. Rambu-rambu agama sudah ditinggalkan. Bangsa kita sedang mengalami proses erosi moral yang luar biasa menakutkan.
          Dengan kualitas generasi muda yang bobrok seperti ini, dapat dibayangkan betapa mengerikannya masa depan kita 20 tahun ke depan. (Kedua kesimpulan ini dikutip dari LSCK PUSBIH).
Untuk mengatasi hal itu telah dibahas teori yang dikembangkan penulis yaitu membiasakan untuk tidak bersalaman di antara non muhrim yang berbeda jenis, insya'allah dapat mengurangi perzinaan dan kehamilan di luar nikah yang merebak di kalangan remaja.
          Selain itu penulis mengutip usulan-usulan lainnya yang diharapkan dapat mengurangi erosi moral tadi yaitu :
i. Menurunkan standar usia nikah.
ii. Mengizinkan pelajar dan mahasiswa kawin sambil sekolah.
iii. Menurunkan syarat dan biaya pernikahan.
iv. Menginstitusikan lembaga nikah siri.
          Selanjutnya dicari jalan agar sebagian ulama yang masih mau bersalaman dengan wanita non muhrim kembali kepada contoh yang dilakukan oleh nabi Muhammad Saw. yang mengharamkannya.
          Harapan penulis ialah usaha-usaha ini dapat dilaksanakan segera. Tunggu apa lagi. Semoga berhasil, amin.
          Penulis yakin bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka bilamana pembaca menemukan kejanggalan dan kekeliruan di dalamnya, penulis mengharap masukannya untuk dapatnya dilakukan koreksi.      Untuk itu penulis mengucap banyak terima kasih.
          Wallohu muwaffiq ila aqwamith-thoriq
          Wassalam

Jember, 24 Juli 2009.


Dr. H.M. Nasim Fauzi.
Jl. Gajah Mada 118
Tilpun (0331) 481127
Jember

Kepustakaan :
1. Al-Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah, Jangan Dekati Zina, Darul Haq, Jakarta, 2002.
2. Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, CV Penerbit Diponegoro, Bandung, 2000.
3. Daryanto S.S., Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Penerbit Apollo, Surabaya, 1997.
4. Dr. Abdul Hadi Mutohhar, Pengaruh Mazhab Syafii di Asia Tenggara, Penerbit Aneka Ilmu, Semarang, 2003.
5. Dr. KH. MA. Sahal Mahfudh (pengantar), Ahkamul Fuqoha', Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Munas dan Konbes NU (1926-1999), LTN NU Jatim dan Penerbit Diantama, Surabaya, 2005 (Edisi revisi).
6. Dr. H. Muhammad Thohir, Sp. Ps., Kehamilan Remaja di Luar Nikah di Surabaya tahun 1988, Konsultasi pribadi.
7. http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/03/02/16302969/ 937.persen.anak.indonesia.pernah.ciuman.petting.dan.oral.sex
8. http://www.forums.apakabar.ws/viewtopic.php?f=1;t=307;start=0;sid=8766c7099235935ba71119b6300c1530
9. http://Sentuhan%20sebagai%20Ekspresi%20Cinta%20(Menurut%20Sunnah%20Nabi)%20«%20Pacaran%20Islami.htm
10. http://www.kontras.org/uu_ri_ham/Kitab%20Undang-undang%20Hukum%20Pidana_KUHP.pdf
11.KH. Musyafa' Bisyri, Masalah Keagamaan Edisi 9, Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, 2007
12. Muhammad Ismail, Berjabat tangan dengan Perempuan, Gema Insani Press, Jakarta, 1995.
13. Prof. Dr. H. Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1992.
14. Prof. Dr. M. Quraish Shihab MA., Ensiklopedia Al-Qur'an, Kajian Kosakata, Lentera Hati, Jakarta, Cetakan I, 2007.
15. Sa'di Abu Habieb, Ensiklopedi Ijmak, diterjemahkan oleh K.H.A. Sahal Mahfudz dan H.A. Mustofa Bisri, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1987.