Kamis, 29 Agustus 2019

Al Quran Bukan Bahasa Arab

 

Al-Quran Bukan Bahasa Arab
Oleh : Muhajir Isnaeni
Dosen ABAIndonesia” LPI, Cikini, Jakarta
 

20 Februari 2014 pukul 07.23

Satu judul yang berani menantang arus, dimana selama ini sejak Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia pada khususnya dan Dunia pada umumnya telah menetapkan bahwa bahasa Al-Qur’an adalah bahasa Arab.

Alasan menetapkan bahwa Al-Qur’an adalah berbahasa Arab ini di antara lain berdasarkan tafsir ataupun terjemahan Al-Qur’an pada banyak buku-buku tafsir yang menerjemahkan misalnya : Tafsir Departemen Agama yang menterjemahkan surat Yusuf ayat 2 demikian :

INNAA ANZALNAAHU QUR;AANAN ‘ARABIYYAN LA’ALLAKUM TA’QILUUN.

Yang diterjemahkan oleh DEPAG sebagai berikut :

”Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.”

Semua buku-buku tafsir di Indonesia sebagian besar menerjemahkan Qur’aanan Arabiyyan atau Lisaanan Arabiyyan menjadi berarti Al-Qur’an berbahasa Arab.

Itulah sebabnya orang Indonesia sangat menghormati orang Arab yang dapat berbicara bahasa Arab sehingga dianggapnya semua orang Arab mengerti Al-Qur’an.

Tidak salah juga ketika dalam satu drama Bajaj Bajuri dikisahkan ada orang Arab yang berbicara dengan Said tentang percakapan biasa lalu diaminkan oleh jamaah yang hadir pada saat itu, sehingga mengundang rasa geli melihat drama tersebut..dan itulah gambaran sebagian besar masyarakat Indonesia tentang Bahasa Arab yang dianggap sama dengan bahasa Al-Qur’an.

Ada pula satu peristiwa ketika seorang ibu menemui kertas Koran dengan tulisan Arab, maka kertas tersebut diangkatnya dan disimpannya baik-baik seperti menemui potongan sebuah surat dalam Al-Qur’an, yang memang kalau potongan surat Al-Qur’an harus dimuliakan dengan dianggkat dan kalau sudah tidak terpakai lagi bisa dibakar agar tidak jatuh ke tong sampah.

Oleh karena Al-Qur’an sudah dianggap bahasa Arab, maka syarat mutlak untuk bisa menerjemahkan Al-Qur’an menurut M.Hasbi Ash Shiddieqy dalam bukunya Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir halaman 192 – 193, harus menguasai ilmu-ilmu sebagai berikut :

1. Lughat Arabiyyah
Dengan ilmu ini diketahui syarah kata-kata tunggal. Kata Mujtahid :”Orang yang tidak mengetahui seluruh bahasa Arab, tidak boleh baginya menafsirkan Al-Qur’an.

2. Undang-undang bahasa Arab.
Yaitu undang-undang/aturan-aturannya, baik mengenai kata-kata tunggalnya, maupun mengenai takrib-takribnya. Tegasnya mengetahui Ilmu Tashrif dan Ilmu Nahwu.

3. Ilmu Ma’ani, Bayan dan Badi’.
Dengan Ilmu Ma’ani diketahui khasiat-khasyiat susunan pembicaraan dan jurusan memberi pengertian. Dengan Ilmu bayan, dikatahui khasyiat-kasyiat susunan perkataan yang berlain-lainan. Dengan Ilmu Badi’, diketahui jalan-jalan keindahan pembicaraan.

4. Dapat menentukan yang Mubham, dapat menjelaskan yang Mujmal dan dapat mengetahui sebab Nuzul dan nasakh.
Penjelasan-penjelasan ini diambil dari hadits.

5. Mengetahui Ijmal, Tabyin, umum, khusus, itlaq, taqyid, petunjuk suruhan, petunjuk larangan dan yang seperti ini diambil dari ushul fiqhih.

6. Ilmu Kalam

7. Ilmu Qira’at.
Dengan Ilmu qira’at dapat diketahui bagaimana kita menyebut kalimat-kalimat Al-Qur’an dan dengan dialah dapat kita tarjihkan sebagian kemuhtamilan atas sebahagiannya.

Adapun penafsiran yang dikatakan penafsiran dengan pikiran yang dilarang oleh hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, At-Turmudzi dan An Nasa-iy, maka jika hadits itu dipandang benar, ialah : menafsirkan Al Qur’an dengan tidak memperdulikan Sunnah, atsar dan qaedah-qaedah yang sudah ditetapkan . Inilah tafsir yang dilarang. Jelasnya menafsirkan Al-Qur’an dengan hawa nafsu.

Demikianlah tanggapan manusia tentang Al-Qur’an ini berbahasa Arab sudah tidak dapat dibantah lagi. Bagaimana sebenarnya..sehingga judul tulisan ini sampai berani mengatakan Al-Qur’an bukan bahasa Arab ?
Peristilahan.

Istilah Lisaanan ‘Arabiyyan dan Qur’anan Arabiyyan tentu sangat berbeda dengan perkataan Lisanan Araban atau Qur’aanan “Araban.
Perbedaannya adalah ada doble huruf ya yang ditambahkan kepada kata-kata Arabun menjadi Arabiyyun yang dalam Nahu-Sharaf istilahnya disebut sebagai Ya nishbah atau Ya pembangsaan.

Kaedahnya dalam bahasa sebagai berikut : Apabila pada sebuah kata benda (isim) ada terdapat huruf ya yang bertasjid maka memberi makna pada kata itu adalah sebangsa atau serumpun dan sebagainya.
Contoh : Muhammad menjadi Muhammadiyyaah artinya Pengikut Muhammad atau Serumpun Muhammad. Makah menjadi Makiyyun artinya Penduduk Mekah Arabun menjadi Arabiyyun artinya Bangsa Arab.
Jikalau ada dua perkataan dimana berlaku hukum na’at man’ut atau kata sifat maka kata Lisanan menjadi yang disifati sedangkan Arabiyyan menjadi yang memberi sifat kepada Lisanan. Sehingga Lisanan Arabiyyan menjadi berarti Bahasa yang serumpun/sebangsa dengan bahasa Arab.
Begitu juga dengan Qur’aanan arabiyyan menjadi berarti bahasa Al-Qu’an yang serumpun dengan bahasa Arab.
Ini adalah bila ditinjau dari sudut bentuk kata. Akan tetapi harus didukung oleh sejarah.

AL-QUR’AN SATU BAHASA

Masalah Al-qur’an satu bahasa adalah persoalan yang oleh surat yusuf ayat 2, surat Ra’ad ayat 37, surat Thaha ayat 113, surat Syu’ara ayat 7, surat Zukhruf ayat 2 dan surat Ahqaf ayat 12 menyatakan:
QS 12-2: qur’anan ‘arabiyyan, atau QS 46-12: lisaanul ‘arabiyyan dan QS 14-4: bilisaani qaumihi. Setiap pelajaran Nahwu-Sharaf, tata bahasa arab, tentu hafal di luar kepala akan rumusan: nisbahu syai’in ilaa syai’in falaisa lahumaa sawaaun, artinya: ya nisbah (double huruf ya pada akhir satu perkataan) ialah membangsakan/merumpunkan dua sesuatu menjadi serumpun/sekeluarga tetapi kedua nya tidak sama.

Dengan demikian maka “qur’aanan ‘arabiyyan” atau “lisaanan ‘arabiyyan” sama dengan “bilisaani qaumihi”, menjadi berarti bahasa Al-Qur’an yang serumpun/sekeluarga dengan bahasa Arab. Artinya Al-Qur’an adalah satu bahasa tersendiri dan bahasa Arab juga satu bahasa tersendiri pula, tetapi di antara keduanya dijalin oleh satu ikatan keluarga atau rumpun pada satu titik tertentu.

Masalah “bilisaani qaumihi” menggambarkan bahasa kaum nabi, khususnya di sini ialah kaum nabi Muhammad SAW, ialah satu bahasa ciptaan Allah untuk mengajarkan ILMUNYA, dimulai kepada nabi Adam seterusnya pusaka mempusakai kepada turunannya kaum masing-masing nabi selanjutnya, hingga nabi Ibrahim dan nabi Ismail mewariskan lagi kepada turunannya yaitu suku Quraisy sebagai Indo Babilon (Indo Samit) sampai dengan nabi Muhammad dengan mana Allah menurunkan Al-Qur’an dengan penegasan “bilisaani qaumihi”.

Adapun bahasa Arab, berpangkal kepada sisa peninggalan kaum ‘Ad dan Tsamud, hasil perubahan dialek dari warisan nabi Saleh dan nabi Hud, yang berpangkal kepada nabi Nuh, berkesudahan menjadi bahasa Arab Hamir atau Himyar, yang sisanya di Indonesia sekarang ini dapat kita saksikan masih hidup dalam kalangan Arab di Tanah Abang dan Krukut
Adapun kenyataan, hasil pertumbukan nabi Ibrahim dan nabi Ismail dengan Arab, mengakibatkan penaklukan Arab sehingga lambat laun lebih-lebih penaklukan alam pikiran oleh Al-Qur’an msR semuanya sehingga hampir-hampir se antero Arab mengambil bahasa Quraisy/bahasa Al-Qur’an menjadi bahasa mereka, tetapi yang demikian bukanlah yang jujur untuk mencap “Al-Qur’an bahasa Arab” atau “bahasa kaum Muhammad adalah bahasa Arab”, seperti terlihat dalam kalangan para ahli tafsir di Indonesia.

Anggapan yang demikian hanyalah agenesis atau perpedoman kepada buku Arab yang dipandang top, antara lain seperti At Thabary karya Ali Ja’far-Muhammad ibn Jarir at Tabari, Tafsir Al-Manar karya Moh. Abduh. Begitulah di dunia Arab bahwa Quran bahasa Arab. Begitu pula pandangan yang berlaku di dunia diluar Islam pada umumnya mereka mengikuti para orientalis antara lain Philip K. Hitty dalam bukunya History of the Arab yang menganggap bahwa bahasa Al-Qur’an adalah bahasa arab dan menjadi salah satu cabang yang termasuk rumpun Indo Samit.

Di dalam satu hadist nabi Muhammad SAW menegaskan hubungan bahasa Arab dan bahasa Quraisy/bahasa Al-Qur’an, demikian: Kecintaanku kepada Arab berdasar tiga alasan, oleh karena saya pribadi serumpun/sekeluarga dengan Arab, bahasa Al-Qur’an serumpun/sekeluarga dengan bahasa Arab dan bahasa para pendukung jannah (hasanah di dunia dan hasanah di akhirat) serumpun dengan bahasa Arab.

Istilah Qur’anan seperti kita sitir di atas, bisa pandang menjadi masdar arti nya “bacaan” = lisaanan = “ucapan”, sehingga dapat ditarik satu definisi: “ Bahasa adalah bacaan atau ucapan untuk menyatakan bentuk kesadaran”

Tinggi rendahnya suatu bahasa tidak ditentukan oleh banyaknya jumlah pemakainya, tetapi tinggi rendahnya suatu bahasa ditentukan oleh tinggi rendahnya bentuk kesadaran yaitu nilai-nilai dasar hidup yang tergantung di dalamnya. Seperti misalnya tingginya bahasa Al-Qur’an msR oleh karena dia mengandung nilai-nilai dasar Nur dan dzulumat msR, atau dzulumat msS dan atau aduk-adukan Nur-dzulumat msS.

Sebaliknya bahasa Inggris, Perancis, Jerman, Belanda bahkan bahasa Latin dan Hebrew sekalipun, oleh karena nilai atau prinsip dasarnya tidak menentukan Nur atau dzulumat dan atau aduk-adukan Nur-dzulumat msS, maka dia itu tergolong bahasa monyet, bahasa bagong dan abdi syetan (surat Al-Maidah ayat 60)

Untuk mencegah salah paham oleh karena resikonya sangat besar, maka bahasa Al-Qur’an msR ini kita namakan bahasa Al-qur’an  atau bahasa Nur, dan bahasa yang lain adalah satu perubahan dialek dari bahasa Nur seperti yang akan dijelaskan pada uraian selanjutnya. 

GOLONGAN BAHASA AL-QURAN

Kita mulai membahas dengan pertanyaan "Alquran bahasa apa??"
Apa alasan kalau Al Quran bahasa Arab??---->>Tulisan!!
Kalau alasan karena tulisan, contoh:
DIE              : Mati (Bahasa inggris)
                    : Orang ke tiga tunggal (Bahasa Indonesia/Jakarta Betawi)
BITING       : Menggigit (Bahasa inggris)
                    : Kayu kecil yang dihaluskan/lidi (Bahasa Indonesia)
SANGU        : Nasi (Bahasa Jawa Barat)
: Ongkos (Bahasa Jawa Tengah)

Bisa tidak menjadi alasan untuk menyatakan alquran berbahasa Arab??
(12;2) إِنّا أَنزَلنٰهُ قُرءٰنًا عَرَبِيًّا
Persoalan حَرْفُ نِسْبَةٍ 
Huruf  "YA" yang bertasdid diakhir kata benda ialah "Nisbah".
Apa itu nisbah??   نِسْبَةٌ شَيْءٍ اِلىٰ شَيْءٍ وَلَيْسَ لَهُمَا سَوَاءٌ 
"Pembangsaan/Perumpunan sesuatu kepada sesuatu sementara kedua duanya tidak sama".
Contoh: Orang asing menjadi bangsa indonesia ------>> dibangsakan/dirumpunkan 

SILSILAH
 
Al Quran telah membagi menjadi dua line mengenai kehidupan manusia seumumnya, asal muasal lahirnya bangsa Arab dan bahasa yang dibawa oleh kedua line tersebut.semua terkandung di dalam gambar dan ayat ayat dibawah ini: 

LINE PERTAMA
وَاذكُروا إِذ جَعَلَكُم خُلَفاءَ مِن بَعدِ قَومِ نوحٍ  
Yaitu sadarilah oleh kalian suatu ketika dikala Dia (Allah) menjadikan kalian sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh(7;69)

وَاذكُروا إِذ جَعَلَكُم خُلَفاءَ مِن بَعدِ عادٍ وَبَوَّأَكُم فِى الأَرضِ 
Yaitu sadarilah oleh kalian suatu ketika dikala Dia (Allah) dengan penurunan ilmu menurut sunnah rasulNya menjadikan kalian pengganti-pengganti sesudah kaum 'Aad dan memberikan tempat bagi kalian kekuasaan dipermukaan bumi.(7;74)

وَإِلىٰ ثَمودَ أَخاهُم صٰلِحًا
"Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka, Saleh. (7;73)

وَلَقَد ضَلَّ قَبلَهُم أَكثَرُ الأَوَّلينَ 
Yaitu sesungguhnya telah sesat sebelum mereka (Quraisy) sebagian besar dari orang-orang yang dahulu, (37;71)
وَلَقَد أَرسَلنا فيهِم مُنذِرينَ 
Yaitu sesungguhnya telah Kami utus para pemberi peringatan (rasul-rasul) di kalangan mereka. (37;72) 
فَانظُر كَيفَ كانَ عٰقِبَةُ المُنذَرينَ
Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu. (37;73)

Ayat ayat di atas cukup membuktikan bahwa setelah zaman kejayaan nabi Nuh dan semua para nabi seumumnya adalah umat pembangkang terhadap ajaran Allah (termasuk bahasanya) yang akhirnya dilenyapkan Allah dari muka bumi, seperti yang digambarkan ayat di atas adalah kaum Ad dan Tsamud. Sejarah mencatat bahwa keturunan dari sisa sisa kaum Ad dan Tsamud yang dibinasakan Allah adalah:

1. Bangsa Arab Al arabah.
Bangsa Arab Al arabah disebut juga bangsa Arab Al baa’idah (mengapa disebut albaa'idah??). Karena bangsa tersebut adalah bangsa yang dibinasakan.
Mereka adalah bangsa Arab yang pertama/mula-mula sekali atau penduduk asli/pribumi (Bahasa apa yang dipakai? dari mana belajarnya??). Bangsa tersebut adalah keturunan dari Iram bin Syam bin Nuh, yang melahirkan sembilan bangsa di antaranya adalah: Ad, Tsamud, Amim, Amil, Thasam, Jadis, Imliq, Jurhum dan Wabar. Kesemuanya adalah umat yang tertua setelah kaum nabi Nuh yang tinggal di negeri Babilon. Dari Babilon mereka berpindah ke jazirah Arab setelah terdesak oleh keturunan Haam (apakah mereka tidak membawa idea (ilmu), budaya, beserta bahasanya??).

Kemudian mereka menetap di jazirah Arab dan membangun beberapa kerajaan dan benteng-benteng sampai kepada mereka dikalahkan oleh bangsa Arab keturunan Ja`rib bin Qahthan. Keturunan Ja`rib ini juga bertempat tinggal di `Arab yang berpusat di negeri Jamamah. Inilah Arab asli beserta bahasanya hasil aduk-adukan ajaran Allah (berikut bahasanya) yang haq dari Allah kepada para RasulNya menjadi bathil. 

2. Bangsa Arab Al Aaribah.
Bangsa Arab Al Aaribah disebut juga Arab Al Muta`arribah. Mereka adalah bangsa Arab yang kedua yaitu keturunan dari Jurhum bin Qahthan. Mereka berdiam di tanah Hijaz dan mereka itupun terkenal juga dengan sebutan Arab Aljamaniyah, karena tumpah darah mereka adalah tanah Jaman. Bangsa Arab Al`Aaribah ini yang telah menaklukkan Bangsa Arab Al`Arabaa` (Bangsa Arab pribumi yang telah dijelaskan di point sebelumnya).

Sampai disini juga adalah line yang dilintasi oleh para pembangkang Ajaran Allah beserta Bahasanya, yaitu hasil dari pergeseran/pemutar balikan yang Haq menjadi Bathil.
الأَعرابُ أَشَدُّ كُفرًا وَنِفاقًا وَأَجدَرُ أَلّا يَعلَموا حُدودَ ما أَنزَلَ اللَّهُ عَلىٰ رَسولِهِ
Orang-orang Arab seumumnya itu, lebih sangat kekafiran dan kemunafikannya, dan lebih wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya.(9;97)
Sebaliknya perhatikanlah Ayat ayat berikut ini:

LINE KEDUA
إِلّا عِبادَ اللَّهِ المُخلَصينَ  
Kecuali hamba-hamba Allah yang dibersihkan (murni dari kekotoran kekufuran).(37;74)

 وَإِنَّ مِن شيعَتِهِ لَإِبرٰهيمَ 
Yaitu sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh). (37;83)
(Bahasanya pun adalah ciptaan dari Allah yang diturunkan kepada Nabi Nuh)

أَفَمَن يَخلُقُ كَمَن لا يَخلُقُ ۗ أَفَلا تَذَكَّرونَ  
Maka apakah (Allah) yang mencipta itu sama dengan siapa yang tidak dapat mencipta (apa-apa)? Maka apakah kalian tidak menjadi sadar?.(16;17)

Prinsipnya adalah tidak sama antara pencipta dengan yang bukan pencipta. Manusia bukan pencipta sesuatu tetapi dengan satu pilihan ilmu yang didapat, hanya mengaplikasikan menjadi setiap pandangan dan sikap hidupnya kepada berbagai sesuatu yang dihadapinya. Sedangkan Ilmu datang dari Allah (termasuk bahasa) kepada setiap RasulNya, ada pengikut yang berbuat patuh dan ada yang menjadi pelaku kufur.

Perhatikan Rumpun bangsa di dunia beserta bahasanya:

A. Indo Eropa,dari Babilon ke arah utara.
B. Indo Arya, dari Babilon ke arah selatan.
C. Mongolia, dari Babilon ke arah timur.
D. Indo Semit, dari Babilon ke arah barat
-> Line Syam, contoh: bahasa `Arab hamir dan bahasa Qubhti.
-> Line Yahudi, contoh: bahasa Hebrew dan bahasa latin.
-> Line Arab hamid: kelanjutan Al Aaribah dari Aad, Tsamud, Jurhum, dsb.
-> Line Ibrahim melalui Ismail: bahasa Quraisy.
Dari line Ibrahim (line kedua) ini muncullah: 

3. Bangsa Arab Al musta’rabah.
Bangsa Arab Almusta’rabah ialah pendatang (dalam hal ini ialah Ibrahim beserta keturunannya yang bahasanya adalah warisan dari Nuh yang dari Allah) yang dirumpunkan/dibangsakan/diikut sertakan sebagai bangsa Arab (keturunan Al Aarabah dan Al Aaribah yang telah dijelaskan di point 1 dan 2). Mereka itulah (Almusta’rabah) yang kemudian dikenal dengan sebutan bangsa Arab Ismailiyah, yang kemudian menurunkan berbagai suku Adnan; dan dari  suku Adnan (Quraisy, Hudzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim, dan Yaman). Yaitu suku Quraisy lahirlah pribadi Muhammad SAW (Jadi termasuk Muhammad bin Abdullah pun adalah yang dirumpunkan /ditetapkan sebagai bangsa Arab, lagi-lagi termasuk Bahasa di dalamnya)
Buktinya adalah pernyataan Rasul sendiri :
اُحِبُّ الْعَرَبَ عَلىٰ ثَلاَثٍ 
Saya mencintai Arab karena tiga alasan:

لِاَنِّ عَرَبِيّاً 
Saya (Muhammad) seorang bangsa Arab.
وَالْقُرْاٰنِ عَرَبِيّاً 
Bahasa Al Quran serumpun dengan bahasa Arab. 
وَلِسَانِل الْجَنَّةِعَرَبِيّاً 
Bahasa pelaku kehidupan jannah serumpun dengan bahasa Arab.

Adapun asal muasal mereka (Almusta’rabah) itu ialah dari keturunan Nabi Ismail putera Nabi Ibrahim. Dan sejarah telah mencatat bahwa beliau (Ibrahim) adalah bukan dari Bangsa Arab (Karena beliau kata Allah adalah golongan dari Nuh, bahasa yang dibawapun dari Nuh yang dari Allah. Apakah Ibrahim menciptakan bahasa sendiri?? Apakah Allah mengajarkan Nuh tidak beserta Bahasanya??)

Seorang ulama bernama syekh Khudari Bek dalam bukunya yang berjudul Tarikhul Umami Al islamiyah. Cetakan kedua halaman 63 dan 64 tahun 1926, mengajukan tuduhan sejarah bahwa di sekitar tahun 2500 S.M datanglah satu imigrasi dari Babilonia yang dipimpin oleh nabi Ibrahim dan menaklukkan jurhum kedua serta menguasai daerah yang sekarang dinamakan Hijaz. Lebih jauh lagi Syekh Khudari Bek menuduh Ibrahim dan nabi Ismail adalah berkebangsaan Yahudi (Na`udzubillahi minasysyaythanirrajiim) dan mengambil bahasa Arab Hamir atau Himyar, setelah diaduk dengan berbagai perkataan Yahudi, Suryani, Qubhti, Persi, Hindu, Barbar,dsb. Kemudian dinyatakan menjadi bahasa Arab Hijaz atau bahasa Quraisy.
Dalam kaitan bahwa nabi Muhammad SAW berasal dari suku Quraisy, maka turunnya Al Quran dianggaplah menjadi otomatis bahwa Al Quran berbahasa Arab.
Malah lebih jauh lagi imam Assayuthy dalam bukunya "the perfection in quran' sciences" yang didukung oleh Hasby Ashshiddiq, menganggap lebih dari dua ratus perkataan asing telah masuk ke dalam Alquran.
Selanjutnya Imam Assayuthy menyatakan "Bahwa kitab kita yang bernama Al Quran adalah sumber dan pemancar berbagai cabang Ilmu... dan dari padanya Para ahli nahwu sharaf membentuk berbagai rumusan Tata bahasa. Dan menurut yang demikianlah diukur salah benarnya setiap ucapan. Sampai disini kita bertanya, Nahwu sharaf kah yang menentukan Alquran atau sebaliknya, Alquran yang harus menentukan Nahwu sharaf dan lain lain sebagainya?? Pihak lain juga tidak mau kalah. Philip K. Hitti dalam bukunya yang berjudul "History of the Arab, cetakan pertama, halaman 241-242 London 1937. Menukas bahwa Nahwu sharaf lambat laun dalam perkembangan adalah pengaruh dari tata bahasa Yunani melalui bahasa Persi. (Na`udzubillahimin zalik) 

Tuduhan terhadap Ibrahim ini dijawab oleh Allah:
ما كانَ إِبرٰهيمُ يَهودِيًّا وَلا نَصرانِيًّا وَلٰكِن كانَ حَنيفًا مُسلِمًا وَما كانَ مِنَ المُشرِكينَ 
"Ibrahim bukanlah berkebangsaan Yahudi dan bukan (pula) berkebangsaan Nasrani, akan tetapi dia adalah yang lurus lagi yang hidup dengan Islam yaitu bukanlah dia termasuk golongan dari para pelaku dualisme."(3;67)
وَوَصّىٰ بِها إِبرٰهۦمُ بَنيهِ وَيَعقوبُ يٰبَنِىَّ إِنَّ اللَّهَ اصطَفىٰ لَكُمُ الدّينَ فَلا تَموتُنَّ إِلّا وَأَنتُم مُسلِمونَ
"Dan Ibrahim telah mewasiatkan dengan yang demikian (suhuf ula) kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub: "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah mengalternatifkan din ini (Islam) bagi kalian. Maka janganlah kalian menghabiskan hidup kecuali kalian adalah menjadi yang hidup dengan islam. (2;132)
إِنَّهُ لَقَولُ رَسولٍ كَريمٍ 
40) Sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah benar-benar wahyu (termasuk bahasanya) menjadi bentuk bahasa percakapan Rasul pembina kehidupan mulia,
وَما هُوَ بِقَولِ شاعِرٍ ۚ قَليلًا ما تُؤمِنونَ 
41) Yaitu yang demikian (Al-Quran berikut bahasanya) bukanlah bahasa penyair/penyanyi/pelantun lagu. Sedikit sekali kalian beriman kepadanya.
وَلا بِقَولِ كاهِنٍ ۚ قَليلًا ما تَذَكَّرونَ 
42) Selanjutnya bukan pula bahasa tukang tenung/dukun (yang tidak pernah jelas memerlukan juru tafsir manapun). Sedikit sekali kalian menjadi sadar perihal yang demikian.
 تَنزيلٌ مِن رَبِّ العٰلَمينَ 
43) yang demikian adalah wahyu (termasuk bahasanya) turunnya dari pembimbing semesta alam.
إِنَّ هٰذا لَفِى الصُّحُفِ الأولىٰ 
Sesungguhnya (Al-Quran) ini (berikut bahasanya) benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu,  (87;18)
صُحُفِ إِبرٰهيمَ وَموسىٰ 
(yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa.  (87;19)
Dari rangkaian keterangan di atas ini dapat kita ketahui bahwa nabi Ibrahim dan Ismail mewariskan kepada Adnaniyyun, terutama suku Quraisy yaitu satu ajaran berikut bahasanya dengan pembuktian praktek sunnah RasulNya yang sama dengan Al-Quran. Bahasa Al-Quran adalah bahasa tersendiri dari Allah yang digunakan oleh para nabi dan rasulnya guna menyampaikan risalahNya kepada kaumnya, kemudian dirumpunkan/ditetapkan oleh Arab sebagai bahasa Arab karena banyak kesamaan dari tata bahasa juga dialeknya, hal ini bukan berarti memaksakan bahwa Al-Quran adalah berbahasa Arab. Memang sesuai dengan rancangan Allah bahwa Rasul selalu diutus kepada bangsa yang memang sudah sedemikian aduk-adukan seperti di Mekkah pada waktu itu. Bahasa Arab yang dipakai sudah barang tentu dari turunan kaum Ad dan Tsamud yang secara bersamaan turun Al-Quran dengan Bahasa yang dirumpunkan oleh Arab sebagai bahasa Arab. Lagi-lagi hal ini bukan berarti memaksakan bahwa Al-Quran adalah berbahasa Arab.

Perhatikan kembali sejarah munculnya bangsa Arab di atas, itu menunjukkan bahwa bahasa yang dipakai oleh Arab adalah pergeseran dari haq ke bathil mengambil dari bahasa yang dipakai nabi Nuh yang dari Allah, sedangkan Bahasa yang dipakai nabi Nuh pun sama dengan yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW.
Jadi jelas bahasa yang diturunkan Allah kepada para rasulNya memang sudah digunakan sebelum bangsa Arab muncul (Sesuatu yang dianggap baru sementara sebelumnya sudah ada maka sesuatu yang dianggap baru itu mengikuti/menjiplak dari yang sebelumnya). Oleh karena seperti yang dikatakan surat Taubah ayat 97 di atas maka terjadilah pergeseran ajaran Haq kepada Bathil (termasuk bahasanya). Dengan demikian, itulah yang menjadi penyebab kenapa Allah mengutus para rasulnya tidak lain dan tidak bukan sebagai pelurus yang memberi peringatan sekaligus kabar gembira.
Jauh setelah pemahaman ini dan hingga sekarang umat islam sendiri masih membekukan diri dengan pendapat bahwa "Al-Quran berbahasa Arab", akibatnya bermunculan mulut-mulut gatal yang menyatakan Al-Quran buatan manusia/Muhammad...senjata makan tuan, karena otomatis yang demikian memberi kesan bahwa bahasa Arab datang lebih dulu dari pada Bahasa Al-Quran maka Bahasa Al-Quran nyontek dari Bahasa Arab.

Perhatikan juga kandungan bahasa apa yang dipakai oleh para nabi,rasul dan umat terdahulu di bawah ini:
 قالَ فَمَن رَبُّكُما يٰموسىٰ 
"Berkata Firaun: ""Maka siapakah Rabbmu berdua, hai Musa?"(20;49).
 قالَ لَهُم موسىٰ وَيلَكُم لا تَفتَروا عَلَى اللَّهِ كَذِبًا فَيُسحِتَكُم بِعَذابٍ ۖ وَقَد خابَ مَنِ افتَرىٰ 
"Berkata Musa kepada mereka: ""Celakalah kalian, janganlah kalian mengada-adakan kedustaan terhadap Allah, maka Dia membinasakan kalian dengan siksa". Dan sesungguhnya telah merugi orang yang mengada-adakan kedustaan." (20;61)
وَمِنهُم مَن يَقولُ رَبَّنا ءاتِنا فِى الدُّنيا حَسَنَةً وَفِى الءاخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنا عَذابَ النّارِ 
"Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (2;201)

 قالَ أَنظِرنى إِلىٰ يَومِ يُبعَثونَ 
"Iblis menjawab: "Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan".(7;14)
قالا رَبَّنا ظَلَمنا أَنفُسَنا وَإِن لَم تَغفِر لَنا وَتَرحَمنا لَنَكونَنَّ مِنَ الخٰسِرينَ 
"Keduanya berkata: ""Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak memperbaiki hidup kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi".(7;23). 

GOLONGAN BAHASA

Para ahli sejarah dan bahasa memperkirakan semua bahasa di dunia sekarang ini berpangkal ke lembah Babilon (Erfat dan Tigris), dari sini pecah menjadi 4 rumpun besar dan menyebar ke seluruh dunia. Ke utara membentuk bahasa Eropa, ke timur laut membentuk rumpun bahasa Mongol (cina, jepang, Taiwan, dsb), ke barat membentuk bahasa indo samite dan ke selatan membentuk bahasa indo arya.

Semua sumber bahasa di dunia ini berasal dari bahasa yang diajarkan Allah kepda nabi Adam sebagai bahasa wahyu, kemudian terpecah" jadi banyak ragamnya...termasuk bahasa Arab, jadi bahasa Arab adalah sempalan" (tawala) dari bahasa wahyu/Al-Qur'an. Jadi tidak layak jika bahasa Arab mendikte bahasa Al-Qur'an

QS Yunus ayat 19. Manusia dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih. Kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu, pastilah telah diberi keputusan di antara mereka, tentang apa yang mereka perselisihkan itu.

Jika dahulu manusia hanyalah satu ummat, otomatis bahasa pun satu bukan? Karena adanya perselisihan” ribuan tahun yang menjadikan bahasa menjadi ribuan bahasa juga, seperti halnya ribuan ahli” tafsir Al-Qur’an yg masing” berbeda” di dalam menafsirkan kandungan maknanya…. adalah para ahli tafsir. Sayangnya, mereka yang dikenal sebagai ahli tafsir justru kebanyakan tidak peka terhadap simbolisme Al-Qurãn, sehingga banyak pesan Al-Qurãn akhirnya tinggal lestari dalam pelukan kegelapan. Terkubur di lubang ketidaktahuan.

Sedangkan bahasa Al-Qur’an ini adalah bahasa yang diciptakan oleh Allah untuk menyatakan kesadaranNYA, yaitu untuk mengajar ILMUNYA. Di mana perubahan dialek dari NUR ke berbagai dialek yang lain adalah akibat pergeseran IMAN menjadi kufur.

Tetapi tepatnya dipakai dialek NUR belum berarti bahwa kesadarannya itu tetap NUR dan atau tidak bergeser kedalam kekufuran, seperti Quraisy jahiliyah yang tetap berdialek NUR. Untuk mudahnya, guna melukiskan yang demikian terlampir sketsa gambar.

Demikianlah masalah golongan bahasa al-qur’an. Persoalan selanjutnya adalah persoalan bentuk bahasa Al-qur’an...BERSAMBUNG
--------------------------------------------

Asal-Usul Bangsa Arab

Para ulama ahli tarich telah sepakat bahwa bangsa Arab itu terdiri atas tiga bagian yakni : 1. Bangsa Arab Al-‘Arabah 2. Bangsa Arab Al-‘Aribah dan yang ke 3 Bangsa Arab Al-Musta’rabah.

Uraian singkat adalah sebagai berikut :

1. Bangsa Arab Al-‘Arabah disebut juga Arab Al-Baa’idah. Mereka itu Bangsa Arab yang pertama sekali atau yang asli. Mereka adalah keturunan dari Iram bin Sam bin Nuh. Mereka terdiri dari 9 bangsa yaitu 1. “Aad 2 Tsamud, 3 Amim 4 Amiel 5 Thasam 6 Jadies 7 Imlieq 8 Jurhum ulaa 9 Wabaar.
Bangsa Arab Al-Baidah ini adalah bangsa Arab yang tertua, yaitu sisa dari Bangsa Ad dan Tsamud yang tinggal di Babylon, oleh karena kufur mereka telah dihancurkan negerinya oleh Allah. Kemudian mereka pindah ke Jazirah Arab setelah terdesak dari keturunan Haam.

2. Bangsa Arab Al-Aribah disebut pula Bangsa Arab Al-Muta’arribah. Mereka itu adalah bangsa Arab yang kedua dari keturunan Jurhum bin Qathan putra Aibir atau Aibar. Tempat tinggal mereka adalah Yaman sehingga mereka disebut juga dengan Arab Al-Yamaniyah. Menurut seorang ahli tarich, Aibar atau Aibir itu nama dari Nabi Hud. Mereka berdiam ditanah Hijaz.
Pada masa itu semua qabilah di tanah Yaman seluruhnya ada dibawah perintah kerajaan Thababi’ah. Sedangkan Thababi’ah itu adalah anak laki-laki dari Saba juga. Mereka bangsa Arab Al-Aaribah ini sangat kuat sehingga menaklukkan semua qabilah-qabilah lain termasuk bangsa Arab Al-Ba’idah yang telah tinggal di daerah hijaz. Pada tahun 120 sebelum Masehi kerajaan Yaman dilanda banjir besar sehingga kerajaan Yaman pecah menjadi tiga kerajaan.

3. Bangsa Arab Al-Musta’rabah ialah bangsa Arab yang diwarganegarakan menjadi bangsa Arab dari kedatangan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ke kota Mekah bersama dengan pasukannya. Mereka inilah yang kemudian terkenal dengan sebutan Bangsa Arab Ismailiyyah, yang menurunkan Adnan dan dari suku Adnaniyyun ini kemudian menurunkan Nabi Muhammad SAW.

Adapun asal mula mereka itu ialah dari keturunan Nabi Ismail putra Nabi Ibrahim, dan sebagaimana yang telah diuraikan oleh para ahli sejarah bahwa Nabi Ibrahim itu bukan orang Arab tapi dari negeri Kan’an pindah ke negeri Mekah pusat tanah Hijaz.

Semua bangsa Arab baik yang keturunan dari Arab Al-Ba’idah atau Arab asli, maupun keturunan Arab Al-Muta’arribah serta bangsa Arab Ismailiyyah semuanya berbahasa Arab setelah terjadi asimilasi antara bahasa Arabiyyan yang dibawah oleh Nabi Ismail dengan bahasa Arab yang masih dipakai oleh orang-orang Arab Yamaniyyah.

Dengan bahasa Arab seperti itulah mereka berkomunikasi satu terhadap lainnya sampai pada suatu saat, Allah membangkitkan Nabi Muahmmad SAW dengan membawa Al-Qur’an.

Sejarah Bangsa Arab ketika mendengar Al-Qur’an pertama kali.

Dikisahkan oleh ahli sejarah, bahwa ketika Nabi Muhammad mengadakan da’wah kepada bangsanya, maka bermacam-macam rintangan datang menimpa beliau, mulai dari penghinaan, cercaan, ejekan, tipu daya dan semua rintangan lainnya, pendek kata mulai dari rintangan kasar sampai rintangan yang halus yang dilakukan oleh kaum Quraisy kepada Nabi Muhammad.

Pada suatu waktu, kaum Quraisy mengadakan pertemuan dengan prinsip mereka bahwa “Semut mati karena manisan”, yaitu mereka akan menunjuk seorang wakil guna menemui Nabi Muhammad pada waktu itu. Mereka sadar benar bahwa Muhammad bin Abdillah adalah seorang yang tidak mudah dikalahkan dalam berdebat, maka mereka akan memilih seorang yang ahli dalam urusan ini.

Rapat itu dilangsungkan di gedung Kebangsaan (Daarun Nadwah) dan dihadiri oleh pemuka-pemuka kaum Quraisy. Tujuan rapat sudah jelas akan memilih seorang yang mempunyai kedudukan sama dengan kedudukan Muahmmad bin Abdillah, seorang yang pandai, masih muda dan kuat seperti Nabi Muhammad, dengan maksud agar bisa memperdayakan Nabi Muammad SAW.

Setelah berdebat panjang lebar, maka dengan suara bulat ditetapkanlah orang yang akan mewakili bangsa Quraisy adalah Utbah bin Rabi’ah. Karena Utbah bin Rabi’ah sesuai jika berhadapan muka dengan Muhammad bin Abdillah untuk berunding dengan dia. Keputusan itu diterima dengan riang gembira disertai kesombongan Utbah bin Rabi’ah karena ia meresa bahwa dirinyalah yang mempunyai sifat-sifat yang dikehendaki oleh mereka.

Pertemuan pertama antara Utbah dengan Nabi.

Pada waktu yang telah ditentukan oleh Utbah sendiri, maka dia datang kerumah Abu Thalib. Sesudah ia bertemu dengan Abu Thalib (Pamanda Nabi) Utbah lalu meminta supaya memanggil Muhammad. Abu Thalib mengabulkan permintaan itu dan segera Abu Thalib memerintahkan seseorang memanggil kemanakannya itu. Setelah menerima panggilan pamannya itu maka Nabi pun bergegas datang ke rumah pamannya. Nabi sama sekali tidak menyangka bawa dirinya sedang ditunggu oleh Utbah bin Rabi’ah. Oleh karena itu maka Nabi sedikit kaget ketika melihat Utbah ada di rumah pamannya itu, lalu Nabi duduk berhadapan dengan Utbah.

Utbah mulai berbicara lebih dahulu :

“Hai anak laki-laki saudaraku ! Engkau sesungguhnya dari golongan kami, dan engkau sebenarnya telah mengetahui keadan kita, bahwa kita bangsa Quraisy ini adalah sebaik-baik dan semulia-mulia bangsa Arab didalam pergaulan dan masyarkat, sekarang engkau datang kepada bangsamu dengan membawa suatu perkara besar ! Engkau datang kepada bangsamu dengan membawa suatu perobahan yang amat besar ! Tidakkah engkau merasa bahwa kedatanganmu itu memecah-belah bangsamu yang telah berabad-abad bersatu, dan engkau telah mencerai-beraikan persaudaraan bangsamu yang telah lama bersepakat, dan engkau telah membodoh-bodohkan ‘ulama-‘ulama-mu, mencaci maki apa-apa yang telah lama dipuja-puja orang tuamu, engkau merendahkan apa-apa yang telah lama dimuliakan oleh nenek moyangmu dan bangsamu, engkau cela agama yang telah beratus tahun dipeluk oleh bangsamu dan para leluhurmu, engkau sesat-sesatkan pujangga-pujangamu yang telah lewat. Kini bangsamu telah berpecah-belah dan ber-golongan-golongan, disebabkan oleh perbuatanmu.

Kejadian demikian itu, kini telah tersiar di negara-negara lain. Oleh karena itu kami sangat kuatir, manakala nanti bangsamu kedatangan musuh dari luar, dapatkah kita melawan dan mempertahankan kedudukan kita? Sudah tentu tidak akan dapat, bukan? Sebab perpecahan diantara bangsamu itu kini telah menjadi-jadi, tentu akan menyebabkan kelemahan pada bangsamu sendiri.
Oleh karena itu kedatanganku hari ini kepadamu atas nama bangsamu seluruhnya, dan hendak mengajukan kepadamu hal-hal yang amat sangat penting. Tetapi aku meminta kepadamu, bahwa sesudah aku mengatakan kepadamu, agar supaya kamu pikirkan dengan tenang dan kamu perhatikan dengan benar., janganlah kamu tolak dengan serta merta ! Agar supaya engkau dapat menerima salah satu dari hal-hal yang akan aku katakan. Adapun tujuan kami tiada lain melainkan supaya bangsamu yang mulia ini dapat bersatu kembali, seia sekata dan kembali berdamai seperti yang sudah-sudah.

Selama Utbah berbicara Nabi hanya berdiam diri saja sambil mendengarkan dengan tenang. Maka sesudah itu Nabi menjawab : “Katakanlah olehmu kepadaku, segala sesuatu yang hendak engkau katakan, hai Abul Walid ! Aku akan mendengarnya”.

Utbah bin Rabi’ah lalu berkata : “Saya akan bertanya lebih dahulu kepadamu Muhammad, sebelum saya mengatakan hal-hal penting tersebut keopadamu.
Kata Utbah : “Apakah engkau lebih baik dari pada ayahmu Abdullah dan adakah engkau lebih baik pula dari kakekmu yang terhormat Abdul Muthalib ?”
Nabi SAW dikala itu diam saja, tidak menjawab sepatah katapun. Utbah lalu melanjutkan pembicaraannya :

“Oh anak laki-laki saudaraku ! Kalau engkau menganggap bahwa engkau lebih baik dari pada orang-orang tuamu dan nenek moyangmu dahulu, maka katakanlah hal itu kepadaku. Aku hendak mendengarnya. Dan jika engkau menganggap bahwa orang-orang tuamu dan nenek moyangmu itu lebih baik dari pada kamu, pada hal mereka itu dengan sungguh-sungguh menyembah dan memuliakan Tuhan-Tuhan yang engkau hinakan sekarang ini, maka cobalah hal itu engkau katakan kepadaku Muhammad ! Nabi SAW masih tetap diam !

Lalu Utbah melanjutkan lagi pembicaraannya :
”Sekarang bagaimanakah Muhammad, apa yang menjadi kehendakmu dengan mengadakan agama baru itu? Saya mau tahu, Muhammad !

Jikalau dengan mengadakan agama baru itu, engkau mempunyai hajat ingin memilki harta benda, kami kaum bangsawan Quraisy sanggup mengumpulkan harta benda buat kamu, sehingga nanti kamu menjadi seorang yang kaya diantara kami;

jikalau kamu menghendaki dengan agama barumu itu kemuliaan dan ketinggian derajat, maka kami sanggup menetapkan engkau menjadi seorang yang paling mulai dan paling tinggi derajatnya diantara kami, dan kamilah yang akan memuliakanmu;

jikalau kamu ingin menjadi raja, maka kami sanggup mengangkat kamu menjadi raja kami, yang memegang kekuasaan diantara kami, yang memerintah kami, dan kami semuanya tidak akan berani memutuskan sesuatu perkara melainkan dengan izinmu atau dari keputusanmu;

jikalau engkau menghendaki wanita-wanita yang paling cantik, sedangkan kamu tidak mempunyai kekuatan untuk mencukupi kjeperluan mereka maka kami sanggup menyediakan wanita bangsa Quraisy yang paling cantik diantara wanita Quraisy lainnya, dan pilihlah sepuluh orang atau berapa saja yang kamu mau dan kamilah yang akan mencukupkan keperluan mereka masing-masing, dan engkau tidak usah memikirkan keperluan mereka itu;
jikalau kamu menderita penyakit, maka kami sanggup mencari obatnya dengan harta benda kami sampai kamu menjadi sehat kembali meskipun harta benda kami menjadi habis asalkan engkau sehat kembali tidak apalah bagi kami;

dan jikalau kamu menginginkan hal-hal lain selain hal-hal itu, maka coba katakanlah kepadaku, asal engkau mau menghentikan perbuatan-perbuatanmu seperti yang sudah-sudah. ! Coba kamu katakan kepadaku, pilihlah salah satu dari hal-hal yang telah aku katakana ini, mana yang kamu inginkan katakanlah kepadaku”

Selama Utbah berbicara itu, Nabi SAW diam sambil mendengarkan ! Kemudian beliau berkata : “Sudahkah selesai hal-hal yang engkau katakan kepadaku ?”
Utbah menjawab : “Yah saya selesaikan sekian dulu”
Nabi berkata : “Oh begitu, ! baiklah sekarang saya minta kamu mendengarkan perkataanku, sebagai jawaban kepadamu. Maukah kamu mendengarkannya?”
Utbah menjawab :” Baiklah, katakanlah kepadaku sekarang juga”

Nabi SAW lalau membaca ayat-ayat dari Al-Qur’an surat Fushilat ayat 1 sampai dengan ayat 14 yang baru diturunkan Allah beberapa hari yang lalu :

BISMILLAAHIR RAHMAAN NIRRRAHIIM
HAA MIIM
TANZIILUN MINAR RAHMAANIR RAHIIM
KITAABUN FUSHSHILAT AAYAATUHU QUR’AANAN ARABIYYAN LIQAUMINY YA’LAMUUN

Dan seterusnya sampai dengan ayat 14 (lihat saja di Mushaf Al-Qur’an)

Baru sampai sekian Nabi membaca ayat-ayat Al-Qur’an maka dengan segera Utbah menegur dan berkata : “Cukuplah Muhammad, cukup sekian dulu Muhammad, cukuplah sekian saja ! Apakah kamu dapat menjawab dan berkata dengan yang lain selain itu”
Nabi SAW menjawab :”Tidak !”

Utbah lalu diam tidak dapat berkata lebih lanjut, semua yang hendak dikatakan telah hilang musnah dengan sendirinya, segala rencana yang yhendak dikemukakan untuk memperdayakan Nabi lenyap dengan tidak disangka-sangka, bahkan hatinya menjadi tertarik dengan mendengarkan apa yang dibacakan oleh Nabi.
Oleh sebab itu, dengan segera ia lalu pulang ke rumahnya dengan mengandung satu perasaan yang sebelumnya tidak disangka-sangka akan memilikinya, sehingga ia tidak tahu, apa lagi yang akan dikatakan kepada Muhammad. Memang bukan main kata-kata yang diucapkan Muhammad itu. Selama hidupku aku belum pernah mendengar kata-kata yang semacam itu. Memang sungguh sedaplah rasanya angkaian kata-kata yang diucapkan oleh Muhammad itu.

Laporan Uthbah.

Setiba Utbah dirumahnya dengan mengandung perasaan yang mengganggu tadi, maka dengan hati yang sangat pedih, beberapa hari lamanya ia tinggal saja di rumahnya, tidak berani keluar dari rumah menunjukkkan mukanya kepada mereka yang mengutusnya.

Oleh sebab itu mereka (para pemuka musyriqin Quraisy) itu lalu datang ke rumahnya, untuk menanyakan kepadanya tentang hasil yang diperolehnya sebagai seorang utusan yang terhormat. Pada waktu itu Utbah sangat berdebar-debar hatinya, sangat pucat raut mukanya. Akibat rasa takut kepada mereka. Sekalipun begitu namun terpaksa ia melaporkan apa yang sudah dikerjakannya sebagai seorang utusan yang amat dipercaya, dia menguraikan tentang hal ihwal ketika bertemu dengan Nabi SAW, dan menerangkan jalannya percakapan antara dia dan Nabi SAW, serta ucapan Nabi sebagai jawaban atas pembicaraannya.

Utbah terpaksa melaporkan kepada mereka, karena dikala itu seorang diantara mereka ada yang mendesaknya dengan cara mengejeknya; katanya kepada mereka : ”Sesungguhnya Utbah telah datang dari pertemuannya dengan Muhammad, tetapi kedatangannya kepadamu sekarang ini dengan roman muka yang lain dari roman muka ketika ia pergi kepada Muhammad”

Kemudian mereka berkata kepada Utbah :”Apakah yang ada di belakang kamu, wahai Abal-Walid?”
Disinilah Utbah lalu terpaksa melaporkan kepada mereka.

Kata Utbah :
“Demi Allah, aku sudah menyampaikan kepada Muhammad semua yang diserahkan kepadaku. Sedikitpun aku tidak tinggalkan apa yang kamu katakan kepadaku, untuk kukemukakan kepada Muhammad, bahkan aku menambah beberapa keterangan yang sangat jitu dan penting pula”.

Mereka berkata :”Ya, habis bagaimana ? Apakah Muhammad memberi jawaban kepadamu ?”

Utbah menjawab :”Ya, dia memberi jawaban kepadaku, tetapi demi Allah, aku tidak mengerti yang diucapkan oleh Muhammad. Sungguh, sedikitpun aku tidak mengerti, melainkan aku mendengar dari padanya, bahwa dia mengancam kamu semua dengan petir, seperti petir yang dipergunakan untuk membinasakan kaum-kaum Ad dan Tsamud”.

Salah seorang dari mereka berkata :”Celakalah engkau hai Utbah ! Mengapa engkau sampai tidak mengerti perkataanya ? Sedang ia berbicara dengan bahasa Arab, dan Engkau berbicara kepadanya dengan bahasa Arab juga bukan?”

Utbah menjawab :”Demi Allah ! Sungguh aku sama sekali tidak dapat mengerti perkataannya, melainkan ia menyebut-nyebutkan kata :”Shaa’iqah” (petir)”
Mereka bertanya :”Mengapa begitu hai Utbah ?”

Utbah menjawab :”Demi Allah ! Selama hidupku belum pernah mendengar perkataan seperti perkataan Muhammad yang diucapkan kepadaku. Karena perkataannya itu akan kuanggap syi’ir, bukan syi’ir karena dia bukan ahli syi’ir; dan akan kuanggap perkataan tukang ramal, ia bukan seorang tukang ramal; dan akan kuanggap perkataan orang gila, ia bukan orang gila. Sungguh perkataannya yang telah kudengar itu akan ada satu urusan penting. Sebab itu aku pada waktu itu tidaklah dapat menjawab perkataannya sepatahpun”.

(Sumber : Kelengkapan tarich Nabi Muhammad saw penerbit Bulan Bintang disusun oleh KH Munawar Chalil halaman 322 – 330)

Dari keterangan sejarah tersebut diatas, tentunya tidak dapat dibantah bahwa Al-Qur’an bukan bahasa Arab tetapi serumpun dengan bahasa Arab, sama-sama berasal dari bahasa yang diajarkan Allah kepada Nabi Adam, kemudian menurun kepada Nabi Nuh, sampai akhirnya bangsa Ad dan Tsamud karena menyimpang dengan permainan Dzulumat menurut Sunnah Syayathin dihancurkan oleh Allah negerinya, dan sisa-sisa dari mereka itu masih berbahasa yang mirip dengan bahasa Al-Qur’an tetapi kesadarannya sudah bukan berkesadaran Nur menurut Sunnah Rasul.

Ada beberapa hal yang memang bahasa Arab mirip dengan bahasa Al-Qur’an seperti sama-sama menggunakan huruf hijaiyyah dari alif sampai dengan ya, sama-sama bila ditulis dari kanan ke kiri kecuali angka-angka, namun perbedaan yang paling prinsipil adalah menganai makna dari kedua bahasa itu.

Bahasa Arab sampai hari ini, terus beradaptasi dengan bahasa-bahasa lain di dunia ini, seperti kita ketahui banyak istilah-istilah teknologi dari barat masuk menjadi bahasa Arab, tetapi bahasa Al-Qur’an semenjak turun sampai dengan kiamat nanti tidak pernah bertambah dengan kata-kata apapun, karena makna dari ayat-ayat Al-Qur’an sudah lengkap sampai dengan akhir zaman.

Bahasa Arab, maknanya tergantung dari kamus atau orang yang berbicara, sedangkan bahasa Al-Qur’an maknanya harus dari Allah menurut Sunnah Rasul-Nya, sehingga membaca Al-Qur’an dengan mengambil pengertian tidak dari sumbernya sama dengan mencampur-adukkan antara yang hak dengan yang bathil.
Seperti kita ketahui sekarang ini ayat Al-Qur’an dari Allah, tapi maknanya dari kamus bahasa Arab, ini sudah menyalahi methodology Nur menurut Sunnah Rasul.

Tata bahasa Arab yang disusun untuk mengukur salah benarnya satu perkataan, ternyata ada yang bertentangan dengan Al-Qur’an misalnya seperti setiap huruf jar maka kata setelah itu harus majrur, misalnya min ba’di, tetapi dalam Al-Qur’an ada kalimat min ba’du, apakah mau menyalahkan Al-Qur’an dengan tata bahasa yang disusun oleh manusia, disini kawan harus mengerti pelajaran tentang Al-Qur’an satu subyek study, sehingga bukan Nahu syarraf sebagai subyek tapi Al-Qur’an itulah sebagai subyek, maka dengan demikian perlu untuk disusun kembali pelajaran Tata Bahasa Al-Qur’an dengan referensi Tata bahasa Arab.

Kita memahami bahwa ada orang yang tidak bisa menerima jikalau kita katakan bahwa bahasa Al-Qur’an adalah bahasa Nur.
Hal ini berhubungan dengan perkataan dalam Al-Qur’an yang berbunyi : “Bilisaani qaumihi” yang berarti dengan bahasa qaumnya. Kaumnya Nabi Muhammad menurut manusia adalah kaum Quraisy, pada hal kaumnya Nabi Muhamad ialah para Nabi semuanya, mulai dari Nabi Adam sampai dengan Nabi Isa ibnu Maryam itulah kaumnya Nabi Muhammad, mereka semua berbahasa dengan bahasa yang sama dengan bahasa Al-Qur’an. Oleh karena semua Nabi-Nabi mempunyai kitab dengan namanya sendiri-sendiri, namun mempunyai persamaan dalam makna dan sudut memandang Nur menurut Sunnah Rasul maka bahasa Al-Qur’an adalah bahasa Nur, bahasa inilah yang akan dipakai di Jannah nanti.

Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad menyatakan :

UHIBBUL ARABA ‘ALAA TSALAATSIN, LIANNII ARABIYYUN, WAL-QURAAN ARABIYYUN, WALISAANAL JANNATI ARABIYYUN

Aku mencintai Arab atas tiga alasan, oleh karena saya pribadi serumpun atau sekuarga dengan Arab, bahasa Al-Qur’an adalah bahasa yang serumpun dengan bahasa Arab, dan bahasa yang dipergunakan di jannah nanti juga bahasa yang serumpun dengan bahasa Arab.

Oleh karena itu maka study ini harus mengkaji lagi Al-Qur’an sebagai satu bahasa, yang menyangkut persoalan tata bahasa Al-Qur’an, Sastra Al-Qur’an, sehingga kawan akan dapat memahami Al-Qur’an bukan hanya dari sisi bahasa tapi juga dari sisi wawasan Al-Qur’an menurut Sunnah Rasul-Nya.

Demikianlah uraian Al-Qur’an bukan bahasa Arab, disajikan sebagai bahan pemikiran umat, agar tidak tertipu dengan bahasa Arab sehari-hari, karena nilai makna dan sastra dari bahasa Al-Qur’an begitu tinggi sehingga banyak ahli bahasa Arab pun mengaguminya.


Jember 29 Agustus 2019

Dikutip oleh :

Dr. H.M. Nasim Fauzi
Jalan Gajah Mada 118
Tilpun (0331) 481127
Jember




Tidak ada komentar:

Posting Komentar