Kamis, 13 Maret 2014

Tafsir Analisa Surat An-Nisa Ayat 2 dan 3.


Diedit tgl. 20-05-2016


ANALISA KALIMAT

SURAT AN-NISAAYAT 2 dan 3



Oleh : Dr. H.M. Nasim Fauzi


I. Pendahuluan

Surat An Nisa’ ayat 2 dan 3 ini sangat terkenal dan paling banyak dibahas di dunia Islam, karena menyangkut masalah yang sangat sensitif yaitu poligami. Dua ayat ini terdiri dari empat kalimat yang saling berhubungan sehingga menimbulkan keruwetan yang bisa menimbulkan salah tafsir. 
          Masalah poligami telah penulis bahas secara panjang lebar dalam tiga seri tulisan berjudul : "Mengapa wanita pada umumnya anti poligami ?" Mungkin tiga makalah ini terlalu panjang sehingga para pembacanya segan membacanya sampai tuntas.  
          Maka dalam makalah ini penulis membuat makalah yang jauh lebih pendek sehingga mudah dibaca dan difahami.

Surat An-Nisa Ayat 2 dan 3  
         
            
          Dan berikanlah kepada anak-anak yatim harta mereka dan janganlah kamu tukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka dengan hartamu. Sesungguhnya itu adalah dosa yang besar.
      
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (qisth = seimbang) terhadap anak-anak yatim, maka kawinilah apa yang baik di antara wanita-wanita itu bagi kamu: dua, tiga atau empat orang. Kemudian jika kamu takut takkan dapat berlaku adil ('adl = jujur) maka hendaklah seorang saja atau hamba sahaya yang menjadi milikmu.
      
Yang demikian itu lebih dekat tidak berbuat aniaya.

Keterangan penulis Tafsir kata adil lihat makalah Tafsir kata adil adalah jujur 1 dan 2 di Blog ini juga. .:
  
Asbabun Nuzul
Hadis 01 : A’isyah r.a. berkata: “Ada gadis yatim di bawah asuhan walinya. Ia berserikat dengan walinya dalam masalah hartanya, walinya itu tertarik kepada harta dan kecantikan gadis tersebut. Akhirnya ia bermaksud untuk menikahinya, tanpa memberikan mahar yang layak.” (HR. Bukhori)
Hadis 02 : Dari Urwah ibn Zubair, bahwa beliau bertanya tentang ayat ini, yang oleh Aisyah dijawab, Ayat ini turun berkaitan dengan perempuan yatim yang dipelihara oleh walinya, tetapi kemudian harta dan kecantikan perempuan yatim itu menarik hati si wali. Tetapi si wali itu ternyata tidak berlaku adil, dia tidak mau memberi maskawin sebagaimana yang diberikan suami kepada isterinya yang setara. Ayat ini mencegah mereka berbuat demikian dan memerintahkan mereka untuk menikahi perempuan lain. (HR. Bukhori dan Muslim).
Hadis 03 : Dari ‘Aisyah “Sesungguhnya seorang laki-laki yang memiliki tanggungan wanita yatim, lalu dinikahinya, sedangkan wanita itu memiliki sebatang pohon kurma yang berbuah. Laki-laki itu menahannya sedangkan wanita itu tidak mendapatkan sesuatu pun dari laki-laki itu, maka turunlah ayat ini. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil.” Aku mengira ia mengatakan: “Ia bersekutu dalam pohon kurma dan hartanya.” (HR. Bukhori).



Hadis 04 : Dari ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdulloh, telah menceritakan kepada kami Ibrohim bin Sa’ad dari Sholih bin Kaisan dari Ibnu Syihab, ia berkata: ’Urwah bin az-Zubair mengabarkan kepadaku bahwa ia bertanya kepada Siti ‘Aisyah r.a. tentang firman Alloh swt. “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yatim bilamana kamu mengawininya,“ beliau menjawab: “Wahai anak saudariku, anak yatim perempuan yang dimaksud adalah wanita yatim yang berada pada pemeliharaan walinya yang bergabung dalam hartanya.” Sedangkan ia menyukai harta dan kecantikannya. Lalu, walinya ingin mengawininya tanpa berbuat adil dalam maharnya, hingga memberikan mahar yang sama dengan mahar yang diberikan orang lain. Maka, mereka dilarang untuk menikahinya kecuali mereka dapat berbuat adil kepada wanita-wanita tersebut dan memberikan mahar yang terbaik untuk mereka. Dan mereka diperintahkan untuk menikahi wanita-wanita yang mereka sukai selain mereka. (HR. Bukhori)
.
II.         Permasalahan


Kita telah melihat bahwa ayat-ayat 2-3 Surat An-Nisa ini ruwet. Maka agar tidak kelihatan ruwet kita buatkan lajur dan kolom sehingga menjadi lebih sistematis dan hubungan satu kalimat dengan kalimat lainnya mudah terlihat.


QS. An-Nisa’ [4] : 2
QS. An-Nisa’ [4] : 3
Kalimat A
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.
Kalimat B1
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (qisth =seimbang) terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya),
KalimatC1
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil ('adl = jujur)(bila mengawini wanita-wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat)
Kalimat B2
maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
Kalimat C2
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Permasalahan :
Menerangkan tentang kalimat manakah (A, B atau C), kalimat D itu ?
Kalimat D
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

III. Pemecahan Masalah

Kemungkinan 1 : Kalimat D (Yang demikian itu dst.) menerangkan tentang Kalimat C sebagai berikut:


QS. An-Nisa’ [4] : 2
QS. An-Nisa’ [4] : 3
Kalimat A
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.
Kalimat B1
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (qisth =seimbang) terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya),
KalimatC1
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil ('adl = jujur)(bila mengawini wanita-wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat)
Kalimat B2
maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
Kalimat C2
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Kalimat D
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.


Kesimpulan : Mengawini seorang wanita saja, atau budak-budak yang dimiliki (Kalimat C2), adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya (Kalimat D)
Lebih lengkapnya adalah :

Kemudian karena takut tidak berbuat adil (bila mengawini wanita-wanita lain yang disenangi, dua, tiga atau empat), (Kalimat C1)  sehingga mengawini seorang saja, atau budak-budak yang dimiliki, adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.(Kalimat D)

          Ini berarti perkawinan monogami adalah yang paling baik karena lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya, sedang perkawinan poligami sering menimbulkan ketidakadilan dan percekcokan.

Komentar penulis

Tafsir Al Qur-an dengan menganalisa kalimat secara yang demikian ini dipakai oleh semua penafsir Al Qur-an modern yaitu :




        1. Tafsir Al-Maroghi karangan Al-Syaikh Mustofa Al-Maroghi
        2. Tafsir Al-Misbah karangan Prof M. Dr. Quroisy Shihab MA

3. Tafsir Al-Azhar Karangan Buya HAMKA

        4. Tafsir An-Nuur Karangan Prof. Teungku M. Hasbi Ash-Shiddieqy
        5. Al-Qur’an dan Tafsirnya Departemen Agama

Kelemahan tafsir ini adalah :

 1. Kalimat C1 ini sebenarnya adalah kalimat lanjutan, karena dimulai dengan kata sandang “kemudian” (fa). Kalimat pokoknya adalah kalimat B1, yang dimulai dengan kata sandang “dan” (wa). Di dalam bahasa Arob kalimat pokok biasanya dimulai dengan kata sandang "dan" (wa) atau tanpa kata sandang. Maka sebenarnya Kalimat B dan Kalimat C adalah merupakan satu kesatuan yang tidak boleh dipisah-pisah. Maka, Kalimat D (Yang demikian itu dst.) seharusnya menerangkan tentang Kalimat B + Kalimat C seperti Kemungkinan 2.


      2. Tidak memperhatikan asbabun nuzul ayat. Sejatinya bahasan utama kedua ayat ini adalah tentang masalah keadilan terhadap anak yatim. Sedang masalah perkawinan hanya merupakan pembahasan sampingan, karena dalam Agama Islam beristeri sampai empat hukumnya sudah final yaitu boleh / mubah.

Sedang ayat tentang perkawinan adalah QS. An-Nuur [24] : 32 

     

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian [1035] di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.

1035] Maksudnya: hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita-wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.

 Seorang laki-laki yang sendirian bisa berupa seorang jejaka atau duda yang bisa mengawini seorang wanita yang sendirian juga yaitu seorang gadis atau janda.
          Seorang wanita yang sendirian bisa berupa seorang gadis atau seorang janda. Bagi keduanya, bisa kawin dengan seorang laki-laki yang sendirian juga yaitu seorang jejaka atau seorang duda.
  


Tetapi bila keduanya tidak bisa menemukan laki-laki yang masih lajang yang bisa dikawini, tidak menutup kemungkinan bagi keduanya untuk kawin dengan seorang laki-laki yang sudah beristeri / poligami.


3. Para ahli tafsir ini telah melupakan sejarah bahwa para Nabi di antaranya, Ibrohim As, Ismail, Ishak, Ya'kub dan banyak lagi lainnya, beristeri lebih dari satu, apalagi Raja Daud dan Sulaiman, isteri mereka berpuluh-puluh.


4. Telah melupakan hadits dan sejarah bahwa Nabi Muhamad Saw diizinkan Alloh Swt beristeri sampai sembilan, para sohabat Nabi Saw, di antaranya Umar bin Khottob Ra, Ali bin Abi Tholib Kw (sepupu dan menantu Nabi), Muawiyah bin Abi Sofyan Ra dan Muaz bin Jabal Ra melakukan poligami.

Hadits 06 : "Sunnah Rosulullah Saw. yang memberikan penjelasan dari Alloh Swt. menunjukkan bahwa tidak diperbolehkan bagi seseorang selain Rosulullah Saw. untuk menghimpun lebih dari empat wanita." (HR. Syafi'i)  


Hadits 07 : Dari Anas bahwa Rosulullah Saw. kawin dengan 15 orang wanita. Di antara mereka yang telah digauli adalah 13 orang dan yang dihimpun beliau adalah 11 orang. Sedangkan di saat wafat, beliau meninggalkan 9 orang isteri. (HR. Bukhori)


Hadits 08 : Dari Salim, dari ayahnya bahwa Ghoilan bin Salamah ats-Tsaqofi masuk Islam, saat itu ia memiliki 10 orang isteri. Maka, Nabi Saw. bersabda: "Pilihlah 4 orang di antara mereka." (HR. Ahmad)


5. Telah meninggalkan hasil ijtihad para imam mazhab yang empat (lima dengan mazhab syiah) yaitu:

a. Imam Abu Hanifah
         b. Imam Malik ibn Anas
         c. Imam Asy-Syafi'i.
         d. Imam Ahmad ibn Hanbal.
         e. Mazhab Imam Syi’ah
    
Kelimanya dengan bukti Al Qur-an dan Hadits Nabi, berpendapat bahwa mengawini perempuan sampai dengan empat hukumnya mubah.
    


6. Dasar yang dipakai terutama adalah fikiran / logika yang disalahkan oleh Nabi saw. pada hadits berikut:

Hadis 09: Dari Haban bin Hilal dari Suhail bin Abi Hazam dari Abu Imron Al-Juwainy dari Jundub, dari Rosululloh saw. yang bersabda : “Barang siapa yang berbicara tentang Al Qur-an menurut pendapatnya (logika) sendiri, sekalipun ia benar, maka ia telah melakukan kekeliruan. (HR. Abas bin A. Azim Al-Ambary).
 7. Menurut Dr. Ahmad Syurbasyi dalam bukunya “Sejarah Perkembangan Al-Qur’an Al-Karim”, syarat-syarat untuk penafsiran Al Qur-an yang baik secara singkat adalah :  

a. Memenuhi kaidah bahasa Arob Al Qur-an yang baik. Bahasa Arob Al Qur-an adalah bahasa Arob saat diturunkannya Al Qur-an yaitu bahasa Arob kuno.

b. Dalam menafsirkan ayat-ayat tentang sifat-sifat Alloh swt. dan tentang keimanan harus memenuhi kaidah ilmu Ushuluddin.

c. Bila menafsirkan ayat-ayat yang akan dijadikan dasar pembuatan hukum Islam harus memenuhi kaidah ilmu Ushul Fiqh.

d. Agar tafsir Al Qur-an itu tepat dalam maksud dan tujuannya, harus dikaji dulu Asbabun Nuzulnya. Asbabun nuzul adalah sebab-sebab atau latar belakang turunnya ayat-ayat Al Qur-an.

e. Agar bisa menggolongkan suatu ayat apakah bersifat umum yaitu berupa garis besar (mujmal), atau bersifat samar-samar (mubham). Ayat-ayat yang mujmal dan mubham itu hendaknya dilengkapi dengan hadits Nabi Muhammad saw. Yang isinya berupa perincian ayat yang mujmal dan menerangkan ayat yang mubham.

f. Ayat-ayat yang membahas masalah sains dan teknologi memerlukan spesialisasi keilmuan yang berkaitan.


Kemungkinan 2 : Yang demikian itu  menerangkan tentang Kalimat B dan C.

QS. An-Nisa’ [4] : 2
QS. An-Nisa’ [4] : 3
Kalimat A
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.
Kalimat B1
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (qisth =seimbang) terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya),
KalimatC1
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil ('adl = jujur)(bila mengawini wanita-wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat)
Kalimat B2
maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
KalimatC2
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Kalimat D
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Kesimpulan 

Karena takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana mengawininya) (Kalimat B1), maka mengawini wanita-wanita lain yang disenangi, dua, tiga atau empat (Kalimat B2).

Dan karena takut tidak berbuat adil (bila mengawini wanita-wanita lain yang disenangi, dua, tiga atau empat), (Kalimat C1) sehingga mengawini seorang saja, atau budak-budak yang dimiliki (Kalimat C2).

Kedua perbuatan itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Kalimat D).

Artinya baik monogami atau poligami sama baiknya bila syarat-syaratnya dipenuhi.


Komentar penulis

Tafsir Al Qur-an dengan  menganalisa kalimat secara demikian ini dipakai oleh penafsir Al Qur-an klasik. Di antaranya Kitab Tafsir Jalalain. Yang menyimpulkan kalimat "yang demikian itu" sebagai berikut.

Yang demikian itu maksudnya mengawini sampai empat orang istri atau seorang istri saja, atau mengambil hamba sahaya (lebih dekat) kepada (tidak berbuat aniaya) atau berlaku zalim. 
Demikian juga Tafsir Al Qur-an karangan Ibnu Katsir yang berpendapat : 

Firman-Nya: "Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya." Yang shohih, artinya adalah janganlah kalian berbuat aniaya. (Dalam bahasa Arab) dikatakan (aniaya dalam hukum) apabila ia menyimpang dan zholim.



Kemungkinan 3 : Yang demikian itu  menerangkan tentang Kalimat A, B dan C.

QS. An-Nisa’ [4] : 2
QS. An-Nisa’ [4] : 3
Kalimat A
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.
Kalimat B1
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (qisth =seimbang) terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya),
KalimatC1
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil ('adl = jujur)(bila mengawini wanita-wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat)
Kalimat B2
maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
Kalimat C2
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Kalimat D
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.


Kesimpulan

1) Memberikan kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, tidak  menukar harta mereka yang baik dengan yang buruk dan tidak makan harta mereka bersama harta kita (Kalimat A).

2) Dan karena takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana mengawininya) (Kalimat B1), maka mengawini wanita-wanita lain yang disenangi, dua, tiga atau empat. (Kalimat B2).

3) Dan karena takut tidak berbuat adil (bila mengawini wanita-wanita lain yang disenangi, dua, tiga atau empat), (Kalimat C1), sehingga mengawini seorang saja, atau budak-budak yang dimiliki (Kalimat C2).

Ketiga perbuatan itu (Kalimat  A, B dan C) adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya (Kalimat D).


Komentar penulis

Tafsir Al Qur-an dengan menganalisa kalimat pada kemungkinan ke-3 ini adalah yang paling tepat.


IV. Kesimpulan dan Penutup

 Kita sering mengalami kesukaran dalam menganalisa kalimat-kalimat di dalam ayat-ayat Al Qur-an yang panjang-panjang, karena kehilangan hubungan antara satu kalimat dengan kalimat yang lain. Akibatnya kita bisa mengambil kesimpulan yang keliru.

Agar hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya tidak hilang maka kita bisa memasukkan kalimat-kalimat itu dalam kolom dan lajur seperti contoh di dalam makalah ini.

Selain itu kita harus melihat rambu-rambu yang lain di antaranya adalah asbabun nuzul, hadits-hadits Nabi Muhammad Saw, pendapat shohabat Nabi, para ulama besar di antaranya para imam madzhab.

Akhirnya, penulis yakin bahwa karena penulis bukanlah seorang ahli tafsir, tentunya makalah ini tak akan lepas dari kesalahan. Bila para pembaca menemukan kesalahan di dalamnya, mohon diberitahukan kepada penulis, agar dapat dilakukan perbaikan seperlunya.

Wallohu al-muwaffiq ila aqwamith thorieq. Wassala mu alaikum war, wab.



Jember, 14 Maret 2014



Dr. H.M. Nasim Fauzi

Jalan Gajah Mada 114

Tilp. (0331) 481127 Jember



Kepustakaan.


01. Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Penerjemah Bahrun Abubakar, Lc, PT Karya Toha Putra, Semarang, 1993.

02. Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya, Jilid 2, Jakarta, 2009.

03. Dr. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Bogor, 2008.

04. Dr. Thameem Ushama, Metodologi Tafsir Al-Qur-an, Riora Cipta, Jakarta, 2000.

05. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 2, Lentera Hati, Jakarta, 2002.

06. Prof. Dr. H. A. Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar Juzu’ IV, Yayasan Nurul Islam, Jakarta, 1981.

07. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, PT Pustaka Rizqi Putra, Semarang, 2000.
 

2 komentar:

  1. Tanya:
    Kata "kamu" pada B2 itu maksudnya siapa pak? Para wali yatim yg berniat menikahi anak yatim dalam perwaliannya? Atau Rasulullah? Atau umat (laki-laki) pada umumnya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Klw melihat ayat di atas karena khitobnya (lawan bicara) yg dimaksud adalah wali2 yatim, maka kata "kamu" dlm ayat tersebut adalah wali yatim. Itu menurut sy.

      Hapus