Diedit tgl. 20-05-2016
ANALISA KALIMAT
SURAT AN-NISA' AYAT 2 dan 3
Oleh : Dr. H.M. Nasim Fauzi
I. Pendahuluan
Surat
An Nisa’ ayat 2 dan 3 ini sangat terkenal dan paling banyak dibahas di
dunia Islam, karena menyangkut masalah yang sangat sensitif yaitu poligami. Dua
ayat ini terdiri dari empat kalimat yang saling berhubungan sehingga
menimbulkan keruwetan yang bisa menimbulkan salah tafsir.
Masalah poligami telah penulis bahas secara panjang lebar dalam tiga seri tulisan berjudul : "Mengapa wanita pada umumnya anti poligami ?" Mungkin tiga makalah ini terlalu panjang sehingga para pembacanya segan membacanya sampai tuntas.
Maka dalam makalah ini penulis membuat makalah yang jauh lebih pendek sehingga mudah dibaca dan difahami.
Masalah poligami telah penulis bahas secara panjang lebar dalam tiga seri tulisan berjudul : "Mengapa wanita pada umumnya anti poligami ?" Mungkin tiga makalah ini terlalu panjang sehingga para pembacanya segan membacanya sampai tuntas.
Maka dalam makalah ini penulis membuat makalah yang jauh lebih pendek sehingga mudah dibaca dan difahami.
Surat
An-Nisa Ayat 2 dan 3
Dan
berikanlah kepada anak-anak yatim harta mereka dan janganlah kamu tukar yang
baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka dengan hartamu.
Sesungguhnya itu adalah dosa yang besar.
Dan
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (qisth = seimbang) terhadap
anak-anak yatim, maka kawinilah apa yang baik di antara wanita-wanita itu bagi
kamu: dua, tiga atau empat orang. Kemudian jika kamu takut takkan dapat berlaku
adil ('adl = jujur) maka hendaklah seorang saja atau hamba
sahaya yang menjadi milikmu.
Yang
demikian itu lebih dekat tidak berbuat aniaya.
Keterangan penulis Tafsir kata adil lihat makalah Tafsir kata adil adalah jujur 1 dan 2 di Blog ini juga. .:
Keterangan penulis Tafsir kata adil lihat makalah Tafsir kata adil adalah jujur 1 dan 2 di Blog ini juga. .:
Asbabun Nuzul
Hadis 01 : A’isyah r.a. berkata: “Ada gadis yatim di bawah
asuhan walinya. Ia berserikat dengan walinya dalam masalah hartanya, walinya
itu tertarik kepada harta dan kecantikan gadis tersebut. Akhirnya ia bermaksud
untuk menikahinya, tanpa memberikan mahar yang layak.” (HR. Bukhori)
Hadis 02 : Dari Urwah ibn Zubair, bahwa beliau bertanya
tentang ayat ini, yang oleh Aisyah dijawab, Ayat ini turun berkaitan dengan
perempuan yatim yang dipelihara oleh walinya, tetapi kemudian harta dan
kecantikan perempuan yatim itu menarik hati si wali. Tetapi si wali itu ternyata
tidak berlaku adil, dia tidak mau memberi maskawin sebagaimana yang diberikan
suami kepada isterinya yang setara. Ayat ini mencegah mereka berbuat demikian
dan memerintahkan mereka untuk menikahi perempuan lain. (HR. Bukhori dan
Muslim).
Hadis 03 : Dari ‘Aisyah “Sesungguhnya seorang laki-laki yang
memiliki tanggungan wanita yatim, lalu dinikahinya, sedangkan wanita itu
memiliki sebatang pohon kurma yang berbuah. Laki-laki itu menahannya sedangkan
wanita itu tidak mendapatkan sesuatu pun dari laki-laki itu, maka turunlah ayat
ini. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil.” Aku mengira ia
mengatakan: “Ia bersekutu dalam pohon kurma dan hartanya.” (HR. Bukhori).
Hadis 04 : Dari ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdulloh, telah menceritakan
kepada kami Ibrohim bin Sa’ad dari Sholih bin Kaisan dari Ibnu Syihab, ia
berkata: ’Urwah bin az-Zubair mengabarkan kepadaku bahwa ia bertanya kepada Siti
‘Aisyah r.a. tentang firman Alloh swt. “Dan jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil terhadap perempuan yatim bilamana kamu mengawininya,“ beliau
menjawab: “Wahai anak saudariku, anak yatim perempuan yang dimaksud adalah
wanita yatim yang berada pada pemeliharaan walinya yang bergabung dalam
hartanya.” Sedangkan ia menyukai harta dan kecantikannya. Lalu, walinya ingin
mengawininya tanpa berbuat adil dalam maharnya, hingga memberikan mahar yang
sama dengan mahar yang diberikan orang lain. Maka, mereka dilarang untuk
menikahinya kecuali mereka dapat berbuat adil kepada wanita-wanita tersebut
dan memberikan mahar yang terbaik untuk mereka. Dan mereka diperintahkan untuk
menikahi wanita-wanita yang mereka sukai selain mereka. (HR. Bukhori)
.
.
II.
Permasalahan
Kita
telah melihat bahwa ayat-ayat 2-3 Surat An-Nisa ini ruwet. Maka agar tidak
kelihatan ruwet kita buatkan lajur dan kolom sehingga menjadi lebih sistematis dan
hubungan satu kalimat dengan kalimat lainnya mudah terlihat.
QS. An-Nisa’ [4] : 2
|
QS. An-Nisa’ [4] : 3
|
|
Kalimat A
Dan
berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan
kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka
bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu,
adalah dosa yang besar.
|
Kalimat B1
Dan
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (qisth =seimbang) terhadap (hak-hak) perempuan
yatim (bilamana kamu mengawininya),
|
KalimatC1
Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil ('adl = jujur)(bila mengawini wanita-wanita
lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat)
|
Kalimat B2
maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
|
Kalimat C2
maka (kawinilah) seorang saja,
atau budak-budak yang kamu miliki.
|
|
Permasalahan :
Menerangkan tentang kalimat manakah (A, B atau C), kalimat D itu ?
|
Kalimat D
Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
|
III. Pemecahan Masalah
Kemungkinan 1 : Kalimat D (Yang
demikian itu dst.) menerangkan
tentang Kalimat C
sebagai
berikut:
QS. An-Nisa’ [4] : 2
|
QS. An-Nisa’ [4] : 3
|
|
Kalimat A
Dan berikanlah kepada anak-anak
yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan
yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya
tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.
|
Kalimat B1
Dan jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (qisth =seimbang) terhadap (hak-hak) perempuan yatim
(bilamana kamu mengawininya),
|
KalimatC1
Kemudian jika kamu takut tidak
akan dapat berlaku adil ('adl = jujur)(bila mengawini wanita-wanita lain yang kamu senangi,
dua, tiga atau empat)
|
Kalimat B2
maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
|
Kalimat C2
maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
|
|
Kalimat D
Yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.
|
Kesimpulan : Mengawini seorang wanita saja, atau budak-budak yang dimiliki (Kalimat C2), adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya (Kalimat D)
Lebih
lengkapnya adalah :
Kemudian
karena takut tidak berbuat adil (bila mengawini wanita-wanita lain yang
disenangi, dua, tiga atau empat), (Kalimat C1) sehingga mengawini
seorang saja, atau budak-budak yang dimiliki, adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.(Kalimat D)
Ini berarti perkawinan monogami adalah yang paling baik karena lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya, sedang perkawinan poligami sering menimbulkan ketidakadilan dan percekcokan.
Ini berarti perkawinan monogami adalah yang paling baik karena lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya, sedang perkawinan poligami sering menimbulkan ketidakadilan dan percekcokan.
Komentar penulis
Tafsir Al Qur-an dengan menganalisa
kalimat secara yang demikian ini dipakai oleh semua penafsir Al Qur-an modern yaitu :
1. Tafsir Al-Maroghi karangan Al-Syaikh Mustofa Al-Maroghi
2. Tafsir Al-Misbah karangan Prof M. Dr. Quroisy Shihab MA
3.
Tafsir Al-Azhar Karangan Buya HAMKA
4. Tafsir An-Nuur Karangan Prof. Teungku M. Hasbi Ash-Shiddieqy
5. Al-Qur’an dan Tafsirnya Departemen Agama
Kelemahan tafsir ini adalah :
1. Kalimat C1 ini sebenarnya adalah kalimat lanjutan, karena dimulai dengan kata sandang “kemudian” (fa). Kalimat pokoknya adalah kalimat B1, yang dimulai dengan kata sandang “dan” (wa). Di dalam bahasa Arob kalimat pokok biasanya dimulai dengan kata sandang "dan" (wa) atau tanpa kata sandang. Maka sebenarnya Kalimat B dan Kalimat C adalah merupakan satu kesatuan yang tidak boleh dipisah-pisah. Maka, Kalimat D (Yang demikian itu dst.) seharusnya menerangkan tentang Kalimat B + Kalimat C seperti Kemungkinan 2.
2. Tidak memperhatikan asbabun nuzul ayat. Sejatinya bahasan utama kedua ayat ini adalah tentang masalah keadilan terhadap anak yatim. Sedang masalah perkawinan hanya merupakan pembahasan sampingan, karena dalam Agama Islam beristeri sampai empat hukumnya sudah final yaitu boleh / mubah.
Sedang ayat
tentang perkawinan adalah QS. An-Nuur [24] : 32
Dan
kawinkanlah orang-orang yang sendirian [1035] di antara kamu, dan orang-orang
yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan
kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
1035] Maksudnya: hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita-wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.
1035] Maksudnya: hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita-wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.
Seorang
laki-laki yang sendirian bisa berupa seorang jejaka atau duda yang bisa
mengawini seorang wanita yang sendirian juga yaitu seorang gadis atau janda.
Seorang wanita yang sendirian bisa berupa seorang gadis atau seorang janda. Bagi keduanya, bisa kawin dengan seorang laki-laki yang sendirian juga yaitu seorang jejaka atau seorang duda.
Seorang wanita yang sendirian bisa berupa seorang gadis atau seorang janda. Bagi keduanya, bisa kawin dengan seorang laki-laki yang sendirian juga yaitu seorang jejaka atau seorang duda.
Tetapi
bila keduanya tidak bisa menemukan laki-laki yang masih lajang yang bisa
dikawini, tidak menutup kemungkinan bagi keduanya untuk kawin dengan seorang laki-laki
yang sudah beristeri / poligami.
3. Para ahli tafsir ini
telah melupakan sejarah bahwa para Nabi di antaranya, Ibrohim As, Ismail,
Ishak, Ya'kub dan banyak lagi lainnya, beristeri lebih dari satu, apalagi Raja
Daud dan Sulaiman, isteri mereka berpuluh-puluh.
4. Telah melupakan hadits
dan sejarah bahwa Nabi Muhamad Saw diizinkan Alloh Swt beristeri sampai
sembilan, para sohabat Nabi Saw, di antaranya Umar bin
Khottob Ra, Ali bin Abi Tholib Kw (sepupu dan menantu Nabi), Muawiyah bin Abi
Sofyan Ra dan Muaz bin Jabal Ra melakukan poligami.
Hadits 06 : "Sunnah Rosulullah Saw. yang memberikan
penjelasan dari Alloh Swt. menunjukkan bahwa tidak diperbolehkan bagi seseorang
selain Rosulullah Saw. untuk menghimpun lebih dari empat wanita." (HR. Syafi'i)
Hadits 07 : Dari Anas bahwa Rosulullah Saw. kawin dengan 15
orang wanita. Di antara mereka yang telah digauli adalah 13 orang dan yang
dihimpun beliau adalah 11 orang. Sedangkan di saat wafat, beliau meninggalkan 9
orang isteri. (HR. Bukhori)
Hadits 08 : Dari Salim, dari ayahnya bahwa Ghoilan bin Salamah
ats-Tsaqofi masuk Islam, saat itu ia memiliki 10 orang isteri. Maka, Nabi Saw.
bersabda: "Pilihlah 4 orang di antara mereka." (HR. Ahmad)
5. Telah meninggalkan hasil ijtihad para imam mazhab yang empat (lima
dengan mazhab syiah) yaitu:
a. Imam Abu
Hanifah
b. Imam Malik ibn Anas
c. Imam Asy-Syafi'i.
d. Imam Ahmad ibn Hanbal.
e. Mazhab Imam Syi’ah
b. Imam Malik ibn Anas
c. Imam Asy-Syafi'i.
d. Imam Ahmad ibn Hanbal.
e. Mazhab Imam Syi’ah
Kelimanya dengan bukti Al Qur-an dan Hadits Nabi,
berpendapat bahwa mengawini perempuan sampai dengan empat hukumnya mubah.
6. Dasar yang dipakai
terutama adalah fikiran / logika yang disalahkan oleh Nabi saw. pada hadits
berikut:
Hadis 09: Dari Haban bin Hilal dari Suhail bin Abi Hazam dari
Abu Imron Al-Juwainy dari Jundub, dari Rosululloh saw. yang bersabda : “Barang
siapa yang berbicara tentang Al Qur-an menurut pendapatnya (logika) sendiri,
sekalipun ia benar, maka ia telah melakukan
kekeliruan. (HR. Abas bin A. Azim Al-Ambary).
7. Menurut
Dr. Ahmad Syurbasyi dalam bukunya “Sejarah Perkembangan Al-Qur’an Al-Karim”,
syarat-syarat untuk penafsiran Al Qur-an yang baik secara singkat adalah :
a. Memenuhi kaidah bahasa Arob Al Qur-an
yang baik. Bahasa Arob Al Qur-an adalah bahasa Arob saat diturunkannya Al
Qur-an yaitu bahasa Arob kuno.
b. Dalam menafsirkan ayat-ayat tentang
sifat-sifat Alloh swt. dan tentang keimanan harus memenuhi kaidah ilmu
Ushuluddin.
c. Bila menafsirkan ayat-ayat yang akan
dijadikan dasar pembuatan hukum Islam harus memenuhi kaidah ilmu Ushul Fiqh.
d. Agar tafsir Al Qur-an itu tepat dalam
maksud dan tujuannya, harus dikaji dulu Asbabun Nuzulnya. Asbabun nuzul adalah
sebab-sebab atau latar belakang turunnya ayat-ayat Al Qur-an.
e. Agar bisa menggolongkan suatu ayat
apakah bersifat umum yaitu berupa garis besar (mujmal), atau bersifat
samar-samar (mubham). Ayat-ayat yang mujmal dan mubham itu hendaknya dilengkapi
dengan hadits Nabi Muhammad saw. Yang isinya berupa perincian ayat yang mujmal
dan menerangkan ayat yang mubham.
f. Ayat-ayat yang membahas masalah sains
dan teknologi memerlukan spesialisasi keilmuan yang berkaitan.
Kemungkinan 2 : Yang demikian itu menerangkan tentang Kalimat B dan C.
Kesimpulan
:
Karena takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana mengawininya) (Kalimat B1), maka mengawini wanita-wanita lain yang disenangi, dua, tiga atau empat (Kalimat B2).
Dan karena takut tidak berbuat adil (bila mengawini wanita-wanita lain yang disenangi, dua, tiga atau empat), (Kalimat C1) sehingga mengawini seorang saja, atau budak-budak yang dimiliki (Kalimat C2).
Kedua perbuatan itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Kalimat D).
Artinya baik monogami atau poligami sama baiknya bila syarat-syaratnya dipenuhi.
QS. An-Nisa’ [4] : 2
|
QS. An-Nisa’ [4] : 3
|
|
Kalimat A
Dan
berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan
kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka
bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu,
adalah dosa yang besar.
|
Kalimat B1
Dan jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (qisth =seimbang) terhadap (hak-hak) perempuan yatim
(bilamana kamu mengawininya),
|
KalimatC1
Kemudian jika kamu takut tidak
akan dapat berlaku adil ('adl = jujur)(bila mengawini wanita-wanita lain yang kamu senangi,
dua, tiga atau empat)
|
Kalimat B2
maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
|
KalimatC2
maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
|
|
Kalimat D
Yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.
|
Kesimpulan
:
Karena takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana mengawininya) (Kalimat B1), maka mengawini wanita-wanita lain yang disenangi, dua, tiga atau empat (Kalimat B2).
Dan karena takut tidak berbuat adil (bila mengawini wanita-wanita lain yang disenangi, dua, tiga atau empat), (Kalimat C1) sehingga mengawini seorang saja, atau budak-budak yang dimiliki (Kalimat C2).
Kedua perbuatan itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Kalimat D).
Artinya baik monogami atau poligami sama baiknya bila syarat-syaratnya dipenuhi.
Komentar penulis
Tafsir Al Qur-an dengan menganalisa kalimat secara demikian ini dipakai oleh
penafsir Al Qur-an klasik. Di antaranya Kitab Tafsir Jalalain. Yang
menyimpulkan kalimat "yang demikian itu" sebagai berikut.
Yang demikian itu maksudnya mengawini sampai empat orang istri atau
seorang istri saja, atau mengambil hamba sahaya (lebih
dekat) kepada (tidak berbuat aniaya) atau berlaku zalim.
Demikian juga Tafsir Al Qur-an karangan Ibnu Katsir
yang berpendapat :
Firman-Nya: "Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya." Yang shohih, artinya adalah janganlah kalian berbuat aniaya. (Dalam bahasa Arab) dikatakan (aniaya dalam hukum) apabila ia menyimpang dan zholim.
Kemungkinan 3 : Yang demikian itu menerangkan tentang Kalimat A, B dan C.
Kesimpulan :
1) Memberikan kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, tidak menukar harta mereka yang baik dengan yang buruk dan tidak makan harta mereka bersama harta kita (Kalimat A).
2) Dan karena takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana mengawininya) (Kalimat B1), maka mengawini wanita-wanita lain yang disenangi, dua, tiga atau empat. (Kalimat B2).
3) Dan karena takut tidak berbuat adil (bila mengawini wanita-wanita lain yang disenangi, dua, tiga atau empat), (Kalimat C1), sehingga mengawini seorang saja, atau budak-budak yang dimiliki (Kalimat C2).
Ketiga perbuatan itu (Kalimat A, B dan C) adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya (Kalimat D).
QS. An-Nisa’ [4] : 2
|
QS. An-Nisa’ [4] : 3
|
|
Kalimat A
Dan
berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan
kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka
bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu,
adalah dosa yang besar.
|
Kalimat B1
Dan jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (qisth =seimbang) terhadap (hak-hak) perempuan yatim
(bilamana kamu mengawininya),
|
KalimatC1
Kemudian jika kamu takut tidak
akan dapat berlaku adil ('adl = jujur)(bila mengawini wanita-wanita lain yang kamu senangi,
dua, tiga atau empat)
|
Kalimat B2
maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
|
Kalimat C2
maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
|
|
Kalimat D
Yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.
|
Kesimpulan :
1) Memberikan kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, tidak menukar harta mereka yang baik dengan yang buruk dan tidak makan harta mereka bersama harta kita (Kalimat A).
2) Dan karena takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana mengawininya) (Kalimat B1), maka mengawini wanita-wanita lain yang disenangi, dua, tiga atau empat. (Kalimat B2).
3) Dan karena takut tidak berbuat adil (bila mengawini wanita-wanita lain yang disenangi, dua, tiga atau empat), (Kalimat C1), sehingga mengawini seorang saja, atau budak-budak yang dimiliki (Kalimat C2).
Ketiga perbuatan itu (Kalimat A, B dan C) adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya (Kalimat D).
Komentar penulis
Tafsir Al Qur-an dengan menganalisa
kalimat pada kemungkinan ke-3 ini adalah yang paling tepat.
IV. Kesimpulan dan Penutup
Kita sering mengalami kesukaran dalam menganalisa kalimat-kalimat di dalam
ayat-ayat Al Qur-an yang panjang-panjang, karena kehilangan hubungan antara
satu kalimat dengan kalimat yang lain. Akibatnya kita bisa mengambil kesimpulan
yang keliru.
Agar hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya tidak hilang
maka kita bisa memasukkan kalimat-kalimat itu dalam kolom dan lajur seperti
contoh di dalam makalah ini.
Selain itu kita harus melihat rambu-rambu yang lain di antaranya adalah
asbabun nuzul, hadits-hadits Nabi Muhammad Saw, pendapat shohabat Nabi, para
ulama besar di antaranya para imam madzhab.
Akhirnya, penulis yakin bahwa karena penulis bukanlah seorang ahli
tafsir, tentunya makalah ini tak akan lepas dari kesalahan. Bila para pembaca
menemukan kesalahan di dalamnya, mohon diberitahukan kepada penulis, agar dapat
dilakukan perbaikan seperlunya.
Wallohu al-muwaffiq ila aqwamith thorieq. Wassala mu alaikum war, wab.
Jember, 14 Maret 2014
Dr. H.M.
Nasim Fauzi
Jalan Gajah Mada 114
Tilp. (0331) 481127 Jember
Kepustakaan.
01. Ahmad
Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Penerjemah Bahrun Abubakar, Lc,
PT Karya Toha Putra, Semarang, 1993.
02.
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya, Jilid 2, Jakarta, 2009.
03. Dr.
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir
Jilid 2, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Bogor, 2008.
04. Dr.
Thameem Ushama, Metodologi Tafsir Al-Qur-an, Riora Cipta, Jakarta, 2000.
05. M.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 2, Lentera Hati, Jakarta, 2002.
06. Prof.
Dr. H. A. Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar Juzu’ IV, Yayasan Nurul Islam,
Jakarta, 1981.
07. Teungku
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, PT Pustaka
Rizqi Putra, Semarang, 2000.
Tanya:
BalasHapusKata "kamu" pada B2 itu maksudnya siapa pak? Para wali yatim yg berniat menikahi anak yatim dalam perwaliannya? Atau Rasulullah? Atau umat (laki-laki) pada umumnya?
Klw melihat ayat di atas karena khitobnya (lawan bicara) yg dimaksud adalah wali2 yatim, maka kata "kamu" dlm ayat tersebut adalah wali yatim. Itu menurut sy.
Hapus