Sabtu, 31 Mei 2014

Lubang Cacing dan Sidrotul Muntaha


Lubang Cacing dan Sidrotul Muntaha




Benarkah Nabi Muhammad 
Bermi'roj ke Langit ke-7  ?






Oleh : Dr. H.M. Nasim Fauzi









A. Latar  Belakang Masalah


          Bulan Mei 2014 tahun ini bertepatan dengan bulan Rojab tahun 1435 H., di mana umat Islam banyak yang merayakan peristiwa Isro’ dan Mi’roj.      
Isro’ adalah perjalanan malam Nabi Muhammad Saw. dari Masjidil Harom di Mekah ke Masjidil Aqsho di Palestina. Dilanjutkani ke Sidrotul Muntaha untuk menerima perintah sholat wajib lima waktu. Dari situ beliau lalu pergi ke Akhirot (di antaranya adalah padang Mahsyar, Shiroth, Neraka dan Surga) yang berada di masa depan. Kemudian beliau balik ke masa kini (waktu itu), kembali lagi ke Sidrotul Muntaha. Akhirnya beliau pulang kembali ke Mekah malam itu juga.

Tiap hari penulis menyaksikan acara-acara peringatan Isro’dan Mi’roj itu di TV-TV dan membacanya di koran dan buku-buku.

Di mass-mass media kebanyakan yang dibahas adalah tentang Masjidil Aqso dan perintah sholat wajib lima waktu. Jarang dibicarakan tentang kepergian beliau ke Akhirot. Penulis hanya menyaksikan satu orang da’i yang membicarakan tentang kepergian beliau ke Surga dan Neraka. Rupa-rupanya peristiwa kepergian beliau ke Akhirot itu terlalu rumit karena menyangkut masalah yang belum terjadi.

Padahal menurut faham penulis, dari enam rukun iman (iman kepada (i) Alloh, (ii) Malaikat-malaikat, (iii) Rosul-rosul, (iv) Kitab-kitab suci, (v) Takdir dan ( vi) Hari akhir), percaya kepada Alloh dan hari akhir adalah rukun iman yang paling penting.


Maka, pada makalah ini penulis mencoba membahas masalah hari Akhirot ini dalam hubungannya dengan peristiwa Isro’ dan Mi’roj.

Sumber-sumber data

Data-data tentang peristiwa Isro’ dan Mi’roj dapat diperoleh dari Kitab Suci Al Qur-an, hadits-hadits Nabi Muhammad Saw, buku-buku agama dan umum serta dari internet.

Khusus tentang hadits Nabi Muhamad Saw. yang membahas masalah Isro’ Mi’roj, menurut Abu Majdi Haraki dalam buku “Misteri Isra’ Mi’raj”, nilainya kurang bisa dipercaya karena banyak hadits palsu. Sebabnya adalah : karena di kota Mekah jumlah kaum muslimin masih sedikit dan posisinya terpencar-pencar, sehingga para perowi hadits di sekitar Nabi Muhammad Saw. jumlahnya sangat sedikit.

Selain itu, setelah Nabi Muhammad Saw. wafat timbul “Fitnah kubro” yaitu terjadi pertengkaran kaum muslimin, di mana untuk memperkuat kedudukannya, masing-masing golongan sama-sama membuat hadits-hadits palsu sehingga jumlah hadits tentang isro’ mi’roj itu menjadi berlipat ganda.
Untuk lebih jelasnya mari kita pelajari sejarah hidup Nabi Muhammad Saw. sampai dengan peristiwa isro’ Mi’roj.
Sejarah hidup Nabi Muhammad Saw. sampai dengan peristiwa isro’ Mi’roj.
Beberapa bulan sebelum Muhammad Saw. lahir: Ayah beliau Abdulloh bin Abdul Mutholib wafat di Madinah.
Tahun 570 M. Muhammad bin Abdulloh lahir di Mekah.
Waktu berumur enam tahun (576 M.) ibu beliau Aminah binti Wahb wafat di antara Madinah dan Makkah. Beliau lalu diasuh oleh kakeknya Abdul Mutholib.
Waktu berumur delapan tahun (578 M.) kakek beliau Abdul Mutholib wafat di Mekah. Beliau lalu diasuh oleh pamannya Abu Tholib dan isterinya Fatimah binti Asad.
Waktu berumur 25 tahun (595 M.) bekerja sebagai pedagang milik Khadijah binti Khuwailid ke Negeri Syam.
Waktu berumur 25 tahun (595 M.) kawin dengan Khodijah binti Khuwailid janda berumur 40 tahun dengan mahar 50 dirham.
Waktu berumur 40 tahun (610 M.) menerima wahyu pertama di Gua Hiro’.
3 tahun setelah Kenabian (613 M.) beliau menyebarkan Islam secara terang-terangan.
S.A.WS.A.W7 tahun setelah Kenabian (617 M.) musyrikin Quroisy memboikot kaum Muslimin, Bani Hasyim dan Bani Abdul Mutholib berjumlah kira-kira 40 orang dewasa.
Lama boikot itu 3 tahun (sampai 620 M.).
10 tahun setelah kenabian (620 M.) beliau berdakwah ke Thoif.
10 tahun setelah kenabian (620 M.), paman beliau Abu Tholib bin Abdul Mutholib wafat, selang 1 bulan kemudian wafat pula isteri beliau Khodijah binti Khuwailid.
Setahun sebelum Hijroh (622 M.) beliau menjalani Isro’dan Mi’roj.
13 tahun setelah kenabian (623 M.) beliau berhijroh ke Madinah.
     

Maka untuk menghindari terambilnya hadits palsu, penulis tidak menggunakan data dar[ hadits tentang isro’ dan mi’roj.

Data dari Al Qur-an.
1.      
QS Al-Isro [17] : 1
Terjemah
   سُبۡحَـٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلاً۬ مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِى بَـٰرَكۡنَا حَوۡلَهُ ۥ لِنُرِيَهُ ۥ مِنۡ ءَايَـٰتِنَآ‌ۚ إِنَّهُ ۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ 
      Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya [1] agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda [kebesaran] Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. 


QS An-Najm [53] : 1-18
Terjemah
وَٱلنَّجۡمِ إِذَا هَوَىٰ (١
 مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمۡ وَمَا غَوَىٰ (٢
 وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ (٣
 إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡىٌ۬ يُوحَىٰ (٤
 عَلَّمَهُ ۥ شَدِيدُ ٱلۡقُوَىٰ (٥
ذُو مِرَّةٍ۬ فَٱسۡتَوَىٰ (٦
 وَهُوَ بِٱلۡأُفُقِ ٱلۡأَعۡلَىٰ (٧
 ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّىٰ (٨
فَكَانَ قَابَ قَوۡسَيۡنِ أَوۡ أَدۡنَىٰ (٩
 فَأَوۡحَىٰٓ إِلَىٰ عَبۡدِهِۦ مَآ أَوۡحَىٰ (١٠
مَا كَذَبَ ٱلۡفُؤَادُ مَا رَأَىٰٓ (١١
 أَفَتُمَـٰرُونَهُ ۥ عَلَىٰ مَا يَرَىٰ (١٢
 وَلَقَدۡ رَءَاهُ نَزۡلَةً أُخۡرَىٰ (١٣
 عِندَ سِدۡرَةِ ٱلۡمُنتَهَىٰ (١٤
 عِندَهَا جَنَّةُ ٱلۡمَأۡوَىٰٓ (١٥
 إِذۡ يَغۡشَى ٱلسِّدۡرَةَ مَا يَغۡشَىٰ (١٦
 مَا زَاغَ ٱلۡبَصَرُ وَمَا طَغَىٰ (١٧
 لَقَدۡ رَأَىٰ مِنۡ ءَايَـٰتِ رَبِّهِ ٱلۡكُبۡرَىٰٓ (١٨


 Demi bintang ketika terbenam, (1) 
       kawanmu [Muhammad] tidak sesat dan tidak pula keliru, (2) 
      dan tiadalah yang diucapkannya itu [Al Qur’an] menurut kemauan hawa nafsunya. (3) 
      Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan [kepadanya], (4) 
      yang diajarkan kepadanya oleh [Jibril] yang sangat kuat, (5) 
      Yang mempunyai akal yang cerdas; dan [Jibril itu] menampakkan diri dengan rupa yang asli, (6) 
      sedang dia berada di ufuk yang tinggi. (7) 
      Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, (8) 
      maka jadilah dia dekat [pada Muhammad sejarak] dua ujung busur panah atau lebih dekat [lagi]. (9) 
      Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya [Muhammad] apa yang telah Allah wahyukan. (10) 
      Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya [1]. (11) 
      Maka apakah kamu [musyrikin Mekah] hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? (12) 
      Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu [dalam rupanya yang asli] pada waktu yang lain, (13) 
      [yaitu] di Sidratil Muntaha [2]. (14) 
      Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (15) 
       [Muhammad melihat Jibril] ketika Sidratulmuntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. (16)
      Penglihatannya [Muhammad] tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak [pula] melampauinya. (17)
      Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda [kekuasaan] Tuhannya yang paling besar. (18)


  Dari dua surat ini kita mendapatkan empat kata kunci.
1.     Masjidil Harom
2.     Masjidil Aqsho
3.     Sidrotil Muntaha
4.     Jannatul Ma’wa
Sesuai dengan topik makalah, yaitu membahas masalah akhirot, kita tidak membicarakan tentang Masjidil Harom dan Masjidil Aqsho. Maka tinggal masalah Sidrotil Muntaha dan Jannatul Ma'wa sajalah yang akan kita bahas.


B. Permasalahan


  1.    Apa yang dimaksud dengan Sidrotil Muntaha itu ?
2.    Apa hubungannya dengan Jannatul Ma’wa ?
3. Benarkah Nabi Muhammad Saw. bermi'roj ke langit ke-7 ?


C. Pemecahan Masalah


Untuk memecahkannya mari kita lihat di sumber-sumber data.

Pertama dari Wikipedia
Sidratul Muntaha
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ini adalah versi stabil, diperiksa pada tanggal 7 November 2013. Ada perubahan templat/berkas menunggu peninjauan.
Sidrat al-Muntahā (bahasa Arab: المنتهى سدرة, Sidratul Muntaha) adalah sebuah pohon bidara yang menandai akhir dari langit ke tujuh, sebuah batas dimana semua makhluk Alloh tidak dapat melewatinya, menurut kepercayaan Islam. Dalam kepercayaan ajaran lain ada pula semacam kisah tentang Sidrat al-Muntahā, yang disebut sebagai "Pohon Kehidupan".
Pada tanggal 27 Rajab selama Isra Mi'raj, hanya Muhammad yang bisa memasuki Sidrat al-Muntaha dan dalam perjalanan tersebut, Muhammad ditemani oleh Malaikat Jibril, dimana Allah memberikan perintah untuk Salat 5 waktu.
Dalam Agama Baha'i Sidrat al-Muntahā biasa disebut dengan "Sadratu'l-Muntahá" adalah sebuah kiasan untuk penjelmaan Tuhan.

Etimologi

Sidrat al-Muntahā berasal dari kata sidrah dan muntaha. Sidrah adalah pohon Bidara, sedangkan muntaha berarti tempat berkesudahan, sebagaimana kata ini dipakai dalam ayat berikut:



   QS An-Najm [62] 41-42
     

    Terjemah
 ثُمَّ يُجۡزَٮٰهُ ٱلۡجَزَآءَ ٱلۡأَوۡفَىٰ 

 وَأَنَّ إِلَىٰ رَبِّكَ ٱلۡمُنتَہَىٰ 

 Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu), 

Dengan demikian, secara bahasa Sidratul Muntaha berarti pohon Bidara tempat berkesudahan. Disebut demikian karena tempat ini tidak bisa dilewati lebih jauh lagi oleh manusia dan merupakan tempat diputuskannya segala urusan yang naik dari dunia di bawahnya maupun segala perkara yang turun dari atasnya. Istilah ini disebutkan sekali dalam Al-Qur'an, yaitu pada ayat:
عِندَ سِدۡرَةِ ٱلۡمُنتَهَىٰ
...(yaitu) di Sidratil Muntaha. (An-Najm, 53:14)

Wujud Sidrat al-Muntahā

Sidratul Muntaha digambarkan sebagai Pohon Bidara yang sangat besar, tumbuh mulai Langit Keenam hingga Langit Ketujuh. Dedaunannya sebesar telinga gajah dan buah-buahannya seperti bejana batu.[1]
Menurut Kitab As-Suluk, Sidrat al-Muntahā adalah sebuah pohon yang terdapat di bawah 'Arsy, pohon tersebut memiliki daun yang sama banyaknya dengan sejumlah makhluk ciptaan Allah.[2]
Allah berfirman dalam surah An-Najm 16,
 إِذۡ يَغۡشَى ٱلسِّدۡرَةَ مَا يَغۡشَىٰ 
Ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya (an-Najm, 53: 16)
Dikatakan bahwa yang menyelimutinya adalah permadani yang terbuat dari emas.
Jika Allah memutuskan sesuatu, maka "bersemilah" Sidratul Muntaha sehingga diliputi oleh sesuatu, yang menurut penafsiran Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu adalah "permadani emas". Deskripsi tentang Sidratul Muntaha dalam hadits-hadits tentang Isra Mi'raj tersebut menurut sebagian ulama hanyalah berupa gambaran (metafora) sebatas yang dapat diungkapkan kata-kata.

Peristiwa di Sidratul Muntaha bagi Muhammad

Ketika Mi'raj, di sini Muhammad melihat banyak hal, seperti:

Melihat bentuk asli Malaikat Jibril

Dikatakan bahwa Muhammad telah melihat wujud asli dari Malaikat Jibril yang memiliki sayap sebanyak 600 sayap.[3]
وَلَقَدۡ رَءَاهُ نَزۡلَةً أُخۡرَىٰ
...dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (An-Najm 53:13)

Melihat cahaya Tuhan

Dikatakan pula bahwa Muhammad telah melihat Allah yang berupa cahaya atau hanya tertutup dengan cahaya.[4][5][6]
Untuk hal ini terdapat beda pendapat di kalangan ulama, apakah Nabi Muhammad pernah melihat Tuhannya? Jika pernah apakah beliau melihat-Nya dengan mata kepala atau mata hati? Masing-masing memiliki argumennya sendiri-sendiri. Di antara yang berpendapat bahwa beliau pernah melihat-Nya dengan mata hati antara lain al-Baihaqi, al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, dan Syaikh al-Albani dalam tahqiqnya terhadap Syarah Aqidah ath-Thahawiyah. Salah satu argumentasi mereka adalah hadits yang telah dikutip di atas. Jadi menurut riwayat yang shahih adalah Nabi Muhammad lihat hanyalah cahaya yang menghalangi antara dirinya dengan Allah.

Mendapatkan Perintah Salat

Di Sidratul Muntaha ini Nabi Muhammad mendapatkan perintah salat 5 waktu. Perintah melaksanakan salat tersebut pada awalnya adalah 50 kali setiap harinya, akan tetapi karena pertimbangan dan saran Nabi Musa serta permohonan Nabi Muhammad sendiri, serta kasih dan sayang Allah, jumlahnya menjadi hanya 5 kali saja. Di antara hadits mengenai hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud.[7]
Dari Abdullah (bin Mas'ud), ia telah berkata: "Ketika Rasulullah diisrakan, beliau berakhir di Sidratul Muntaha (yang bermula) di langit keenam. Ke sanalah berakhir apa-apa yang naik dari bumi, lalu diputuskan di sana. Dan ke sana berakhir apa-apa yang turun dari atasnya, lalu diputuskan di sana."
Ia berkata: "Kemudian Rasulullah diberi tiga hal: Diberi salat lima waktu dan diberi penutup Surah al-Baqarah serta diampuni dosa-dosa besar bagi siapapun dari umatnya yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun".[8]

Referensi

1.   Dari Anas bin Malik, dari Malik bin Sha'sha'ah, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Diapun menyebutkan hadits Mi'raj, dan di dalamnya: "Kemudian aku dinaikkan ke Sidratul Muntaha". Lalu Nabiyullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengisahkan: "Bahwasanya daunnya seperti telinga gajah dan bahwa buahnya seperti bejana batu". Hadits telah dikeluarkan dalam ash-Shahihain dari hadits Ibnu Abi Arubah. Hadits riwayat al-Baihaqi (1304). Asal hadits ini ada pada riwayat al-Bukhari (3207) dan Muslim (164).^ Kabil Akbar katanya: “Allah SWT telah menciptakan sebuah pohon di bawah Arsy yang mana daunnya sama banyak dengan bilangan makhluk yang Allah ciptakan. Jika seseorang itu telah diputuskan ajalnya, maka umurnya tinggal 40 hari dari hari yang diputuskan. Maka jatuhlah daun itu kepada Malaikat Maut, tahulah bahwa dia telah diperintahkan untuk mencabut nyawa orang yang tertulis pada daun tersebut.

2     Asy-Syaibani berkata: Aku menanyai Zirr bin Hubaisy tentang firman Allah {maka jadilah dia dekat dua ujung busur panah atau lebih dekat (an-Najm, 53: 9)}. Dia menjawab: "Telah mengabariku Ibnu Mas'ud bahwasanya Nabi telah melihat (bentuk asli) Jibril. Ia memiliki enam ratus sayap." Hadits riwayat Muslim (174), Kitab Iman, Bab tentang Penyebutan Sidratul Muntaha.
3.   Dari Abu Dzar, ia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah: "Apakah paduka melihat Tuhan paduka?". Ia menjawab: "Hanya cahaya. Bagaimana mungkin aku dapat melihat Allah?" Hadits riwayat Muslim (178.1), Kitab al-Iman, Bab Tentang Sabdanya "Bahwasanya aku melihat-Nya sebagai cahaya" dan Tentang Sabdanya "Aku telah melihat cahaya".
4.   Dari Abdullah bin Syaqiq, ia telah bersabda: Aku bertanya kepada Abu Dzar: "Seandainya aku melihat Rasulullah, pasti aku akan menanyainya." Lantas dia berkata: "Tentang sesuatu apa?" Aku akan menanyainya: "Apakah baginda melihat Tuhan baginda?" Abu Dzar berkata: "Aku telah menanyainya, kemudian beliau jawab: 'Aku telah melihat cahaya'." Hadits riwayat Muslim (178.2), Kitab al-Iman, Bab Tentang Sabdanya "Bahwasanya aku melihat-Nya sebagai cahaya" dan Tentang Sabdanya "Aku telah melihat cahaya".
5.   Syarh Nawawi tahqiq Khalil Ma'mun Syiha III/15 no.442 dan juga no. 443
6.   Dari Ibnu Abbas, ia telah berkata: "Nabi kalian diperintah lima puluh kali salat (sehari semalam), kemudian beliau meminta keringanan Tuhan kalian agar menjadikannya lima kali salat." Hadits riwayat Ibnu Majah (1400) dengan redaksi di atas, dan Ahmad (2884). Menurut al-Albani, hadits ini hasan lighairih.
7.   HR Muslim (173) dengan redaksi di atas, at-Tirmidzi (3276), an-Nasai (451), dan Ahmad (3656 & 4001).

Apakah pohon bidara atau Sidr itu ?
Bidara
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

?Bidara
Ziziphus mauritiana di savana Bekol,
Taman Nasional Baluran, Jawa Timur
Kerajaan:
Divisi:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
Z. mauritiana
Ziziphus mauritiana
Lam.
Rhamnus jujuba L. (1753),
Ziziphus jujuba
(L.) Gaertn. (1788) non Miller (1768)
Bidara atau widara (Ziziphus mauritiana) adalah sejenis pohon kecil penghasil buah yang tumbuh di daerah kering. Tanaman ini dikenal pula dengan pelbagai nama daerah seperti widara (Sd., Jw.) atau dipendekkan menjadi dara (Jw.); bukol (Md.); bĕkul (Bal.); ko (Sawu); kok (Rote); kom, kon (Timor); bĕdara (Alor); bidara (Mak., Bug.); rangga (Bima); serta kalangga (Sumba)[1].
Sebutan di negara-negara lain di antaranya: bidara, jujub, epal siam (Mal.); manzanitas (Fil.) zee-pen (Burma); putrea (Kamboja); than (Laos); phutsaa, ma tan (Thai); tao, tao nhuc (Vietnam)[2]. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Jujube, Indian Jujube, Indian plum, atau Chinese Apple; serta Jujubier dalam bahasa Prancis.

Pengenalan

Daun dan perbungaan
Perdu atau pohon kecil, biasanya bengkok, tinggi hingga 15 m dan gemang batang hingga 40 cm. Cabang-cabang menyebar dan acap menjuntai, dengan ranting-ranting tumbuh simpang siur dan berambut pendek. Selalu hijau atau semi menggugurkan daun.[2]
Daun-daun penumpu berupa duri, sendirian dan lurus (5–7 mm), atau berbentuk pasangan dimorfis, di mana yang kedua lebih pendek dan melengkung, kadang-kadang tanpa duri.[2]
Daun-daun tunggal terletak berseling. Helai daun bundar telur menjorong atau jorong lonjong, 2–9 cm x 1.5–5 cm; bertepi rata atau sedikit menginggit; gundul dan mengkilap di sisi atas, dan rapat berambut kempa keputihan di sisi bawahnya; dengan tiga tulang daun utama yang nampak jelas membujur sejajar; bertangkai pendek 8–15 mm.[2]
Perbungaan (close up)
Perbungaan berbentuk payung menggarpu tumbuh di ketiak daun, panjang 1–2 cm, berisi 7–20 kuntum. Bunga-bunga berukuran kecil, bergaris tengah antara 2–3 mm, kekuningan, sedikit harum, bertangkai 3–8 mm; kelopak bertaju 5 bentuk delta (menyegitiga), berambut di luarnya dan gundul di sisi dalam; mahkota 5, agak seperti sudip, cekung dan melengkung.[2]
Buah batu berbentuk bulat hingga bulat telur, hingga 6 cm × 4 cm pada kultivar-kultivar yang dibudidayakan, namun kebanyakan berukuran jauh lebih kecil pada pohon-pohon yang meliar; berkulit halus atau kasar, mengkilap, tipis namun liat, kekuningan, kemerahan hingga kehitaman jika masak; daging buahnya putih, mengeripik, dengan banyak sari buah yang agak masam hingga manis rasanya, menjadi menepung pada buah yang matang penuh. Biji terlindung dalam tempurung yang berbingkul dan beralur tak teratur, berisi 1–2 inti biji yang coklat bentuk jorong.[2]

Kegunaan

Berkas:Zizip maurit 110716-15922 Fr sntong.jpg
Buah yang muda
Bidara – buah segar
Nilai nutrisi per 100 g (3.5 oz)
2.476 kJ (592 kcal)
17 g
- Gula
5.4-10.5 g
0.60 g
0.07 g
0.8 g
81.6-83.0 g
0.02-0.024 mg (-2%)
0.02-0.038 mg (-3%)
0.7-0.873 mg (-5%)
25.6 mg (3%)
0.76-1.8 mg (-14%)
26.8 mg (4%)
[3]
Persentase merujuk kepada
rekomendasi Amerika Serikat untuk dewasa.
Sumber: Data Nutrisi USDA
Buah bidara kultivar unggul diperjual belikan sebagai buah segar, untuk dimakan langsung atau dijadikan minuman segar. Di beberapa tempat, buah ini juga dikeringkan, dijadikan manisan, atau disetup. Buah muda dimakan dengan garam atau dirujak.[2] Buah dari pohon yang meliar kecil-kecil dan agak pahit rasanya[1]. Buah bidara merupakan sumber karoten, vitamin A dan C, dan lemak.[4]
Daun-daunnya yang muda dapat dijadikan sayuran. Daunnya yang tua untuk pakan ternak.[2] Rebusan daunnya diminum sebagai jamu. Daun-daun ini membusa seperti sabun apabila diremas dengan air, dan digunakan untuk memandikan orang yang sakit demam.[1] Di Jakarta, daun-daun bidara digunakan untuk memandikan mayat.Berkas:Zizip maurit 110717-16059 Fr sntong.jpg
Buah masak berjatuhan di pasir pantai
Selain daun, buah, biji, kulit kayu, dan akarnya juga berkhasiat obat, untuk membantu pencernaan dan sebagai tapal obat luka. Di Jawa, kulit kayu ini digunakan untuk mengatasi gangguan pencernaan; dan di Malaysia, kulit kayu yang dihaluskan dipakai sebagai obat sakit perut.[2] Kulit kayu bidara diyakini memiliki khasiat sebagai tonikum, meski tidak terlalu kuat, dan dianjurkan untuk penyakit lambung dan usus. Kulit akarnya, dicampur dengan sedikit pucuk, pulasari, dan bawang putih, diminum untuk mengatasi kencing yang nyeri dan berdarah.[1]
Kayunya berwarna kemerahan, bertekstur halus, keras, dan tahan lama. Kayu ini dijadikan barang bubutan, perkakas rumah tangga, dan peralatan lain.[2] Di Bali, kayu bidara dimanfaatkan untuk gagang kapak, pisau, pahat, dan perkakas tukang kayu lainnya.[1] Berat jenis kayu bidara berkisar antara 0,54-1,08. Kayu terasnya yang bervariasi dalam warna kuning kecokelatan, merah pucat atau cokelat hingga cokelat gelap, tidak begitu jelas terbedakan dari kayu gubal. Kayu ini dapat dikeringkan dengan baik, namun kadang-kadang sedikit pecah. Di samping penggunaan di atas, kayu bidara juga cocok digunakan untuk konstruksi, furnitur dan almari, peti pengemas, venir dan kayu lapis.[4]
Bidara menghasilkan kayu bakar yang berkualitas baik; nilai kalori dari kayu gubalnya adalah 4.900 kkal/kg. Kayu ini juga baik dijadikan arang. Ranting-rantingnya yang menjuntai mudah dipangkas dan dipanen sebagai kayu bakar.[4]
Kulit kayu dan buah bidara juga menghasilkan bahan pewarna[2]. Bahan-bahan ini menghasilkan tanin dan pewarna coklat kemerahan atau keabuan dalam air[4]. Di India, pohon bidara juga digunakan dalam pemeliharaan kutu lak; ranting-rantingnya yang terbungkus kotoran kutu lak itu dipanen untuk menghasilkan sirlak (shellac)[2].

Ekologi dan penyebaran

Buah kultivar unggul yang diperdagangkan
Tanaman ini terutama tumbuh baik di wilayah yang memiliki musim kering yang jelas. Kualitas buahnya paling baik jika tumbuh pada lingkungan yang panas, kaya cahaya matahari, dan cukup kering; namun hendaknya mengalami musim hujan yang memadai untuk menumbuhkan ranting, daun dan bunga, serta untuk mempertahankan kelembaban tanah selama mematangkan buah. Bidara berkembang luas pada wilayah dengan curah hujan 300-500 mm pertahun. Untuk keperluan komersial, pohon bidara dapat dikembangkan hingga ketinggian 1.000 m dpl.; akan tetapi di atas ketinggian ini pertumbuhannya kurang baik.[4]
Tahan iklim kering dan penggenangan, bidara mudah beradaptasi dan kerap tumbuh meliar di lahan-lahan yang kurang terurus dan di tepi jalan. Tumbuh di pelbagai jenis tanah: laterit, tanah hitam yang berdrainase baik, tanah berpasir, tanah liat, tanah aluvial di sepanjang aliran sungai (riparian).[5]
Bidara diperkirakan memiliki asal usul dari Asia Tengah, dan menyebar alami di wilayah yang luas mulai dari Aljazair, Tunisia, Libia, Mesir, Uganda dan Kenya di Afrika; Afganistan, Pakistan, India utara, Nepal, Bangladesh, Cina selatan, Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaya, Indonesia, hingga Australia. Kini bidara telah ditanam di banyak negara di Afrika, dan juga di Madagaskar.[4] Namun yang mengembangkannya secara komersial hanyalah India, Cina, dan sedikit di Thailand[2].

Jenis serupa

Bidara acap dipertukarkan identitasnya dengan bidara cina (Ziziphus zizyphus; sinonim Z. jujuba Miller, Z. vulgaris Lamk.). Bidara yang terakhir ini dibudidayakan di Cina bagian utara.[2]
Ziziphus spina-christi, atau dikenal sebagai Christ's Thorn Jujube ("bidara mahkota duri Kristus"), tumbuh di daerah Afrika utara dan tropis serta Asia Barat, termasuk di Israel/Palestina. Diyakini merupakan bahan membuat mahkota duri yang ditaruh di kepala Yesus Kristus menjelang penyaliban-Nya.[6]

Kedudukannya dalam agama Islam

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sidratul Muntaha
Bidara atau Sidr (bahasa Arab: (سدر) bahasa Inggris: Lote tree) memiliki kedudukan di dalam agama Islam. Pohon ini disebutkan di beberapa surah dalam Al-Qur'an, yaitu:
 وَبَدَّلۡنَـٰهُم بِجَنَّتَيۡہِمۡ جَنَّتَيۡنِ ذَوَاتَىۡ أُڪُلٍ خَمۡطٍ۬ وَأَثۡلٍ۬ وَشَىۡءٍ۬ مِّن سِدۡرٍ۬ قَلِيلٍ۬
*      Sebagai Pohon bidara yang sedikit jumlahnya (sidrin qolil) (QS.34. Saba':16),
 فِى سِدۡرٍ۬ مَّخۡضُودٍ۬ 
*      Sebagai Pohon bidara yang tak berduri (sidr makhdud) (QS.56. Al-Waqiah:28),
 عِندَ سِدۡرَةِ ٱلۡمُنتَهَىٰ
 إِذۡ يَغۡشَى ٱلسِّدۡرَةَ مَا يَغۡشَىٰ 
*      Sebagai Pohon bidara perbatasan akhir (sidratul muntaha) dan Pohon bidara yang diliputi (sidrata ma yaghsya) (QS.53. An-Najm: 13-16)
Pohon ini selain disebutkan di dalam Al-Qur'an juga terdapat anjuran penggunaannya di dalam hadits. Dia digunakan dalam berbagai prosesi ibadah, misalnya daunnya disunnahkan untuk digunakan ketika mandi wajib bagi wanita yang baru suci daripada haid.[7] Juga ketika memandikan jenazah dan menghilangkan najis dari tubuh mayat, jenazah disarankan dimandikan dengan air yang dicampur daun bidara.[8] Daun bidara juga kadang kala dipergunakan dalam proses Ruqyah untuk mengobati orang yang kesurupan.

Catatan kaki

1.       a b c d e Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 3: 1270. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta. (sebagai Zizyphus Jujuba Lamk.)

1.       a b c d e f g h i j k l m n Latiff, A.M.. 1991. Ziziphus mauritiana Lamk. In: Verheij, E.W.M. and Coronel, R.E. (Editors). Plant Resources of South-East Asia No. 2: Edible fruits and nuts. Pudoc, Wageningen, The Netherlands, pp. 310-312
3.       a b c d e f ICRAF AgroForestryTree Database. Ziziphus mauritiana. Diakses pada 30/09/2011.
5.       Catholic Encyclopedia
6.       Dari ‘Aisyah bahwa Asma’ binti Syakal bertanya kepada Rasulullah tentang mandi haidh: “Salah seorang di antara kalian (wanita) mengambil air dan sidrahnya (daun pohon bidara) kemudian dia bersuci dan membaguskan bersucinya, kemudian dia menuangkan air di atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air sampai pada kulit kepalanya, kemudian dia menyiramkan air ke seluruh badannya, lalu mengambil sepotong kain atau kapas yang diberi minyak wangi kasturi, kemudian dia bersuci dengannya. Maka Asma’ berkata: “Bagaimana aku bersuci dengannya?” Beliau bersabda: “Maha Suci Allah” maka ‘Aisyah berkata kepada Asma’: “Engkau mengikuti (mengusap) bekas darah (dengan kain/kapas itu).” (HR. Muslim)
7.       Telah berkata Ummu 'Athiyyah: Rasulullah masuk (menengok) anak perempuannya yang wafat, lalu berkata: "Mandikanlah ia tiga kali, lima kali, atau lebih --kalau kau fikir perlu-- dengan air dan bidara, dan diakhir sekali campurlah dengan kapur barus. Maka apabila selesai, beritahukanlah kepadaku." Sesudah selesai lantas kami beritahukan kepadanya. Lalu ia berikan kepada kami kainnya, sambil berkata: "Pakaikanlah kain ini di badannya." (SR. Bukhari - Muslim)



D. Komentar penulis


Dari uraian di atas kita mendapat gambaran tentang arti kata majemuk Sidrotul Muntaha.
1.     Sidr berarti pohon bidara, pohon yang tumbuh di Asia, Afrika dan Australia. Dipakai sebagai sumber makanan, obat-obatan dan bahan bangunan. Termasuk pohon yang sangat berguna, tetapi bukan merupakan pohon yang istimewa.

2.     Maka fungsi pohon bidara ini di Sidrotil Muntaha adalah sebagai batas terjauh perjalanan yang dapat ditempuh oleh makhluk Alloh Swt.. yaitu manusia, jin dan malaikat.

3.     Di seberang  pohon pembatas ini terdapat Jannatul Ma’wa yang letaknya ada di masa depan.

4.     Maka Sidrotul Muntaha selain sebagai batas jarak atau ruang terjauh, juga merupakan batas waktu.

5.     Sesuai dengan uraian tentang Lubang cacing atau lorong waktu, menurut mekanika kwantum ada dua jenis waktu yaitu waktu nyata atau waktu manusia dan waktu maya atau waktu Alloh. Uraian tentang masalah ini dapat dibaca pada makalah “Lubang cacing dan Isro’ mi’roj.”

6.     Pada kondisi waktu nyata (waktu manusia) waktu hanya bisa berjalan maju dengan laju tetap, menuju nanti, besok, seminggu, sebulan, setahun lagi dan seterusnya, tidak bisa melompat ke masa lalu atau ke masa depan. Menurut Hawking, pada kondisi waktu maya (waktu Tuhan) melalui “lubang cacing” kita bisa pergi ke waktu manapun dalam riwayat bumi, bisa pergi ke masa lalu dan ke masa depan. Termasuk pergi ke Jannatul ma’wa yang ada di seberang Sidrotul Muntaha yang ada di masa depan..

7.     Maka melalui jalan inilah Nabi Muhammad Saw. sewaktu mi’roj pergi ke masa kebangkitan di hari kiamat, pergi ke neraka dan shiroth, kemudian pergi ke surga.

8.     Waktu yang digunakan oleh Nabi Muhammad Saw. untuk pergi ke akhirot tidak terbatasi oleh waktu mi’roj yang hanya semalam, tetapi bisa berhari-hari, karena waktu di akhirot tidak diikat oleh waktu di dunia.

9.     Kemudian Nabi Muhammad kembali melalui jalan yang sama (dan waktu yang sama pula dengan waktu berangkat ke akhirot) di Sidrotul Muntaha, selanjutnya pulang kembali ke Mekah.

10. Bila memang demikian adanya Sidrotul Muntaha itu, Nabi Muhammad Saw. tidak perlu naik ke langit ke tujuh untuk pergi ke Sidrotul Muntaha, tetapi cukup di Masjidil Aqsho atau di manapun di bumi, asalkan bisa masuk ke waktu maya yaitu waktu Alloh Swt. Tentu saja mutlak perlu bantuan Alloh Swt. 

11. Dalam hadits-hadits itu bentuk langit adalah berlapis-lapis (7 lapis langit). Padahal menurut pengertian penulis, di dalam Al Qur-an dan dalam ilmu astronomi tidaklah demikian.

Pembentukan langit dan bumi di dalam Al Qur-an

 Yang dimaksud dengan langit adalah semua struktur yang terletak di luar bumi.
Sedang yang dimaksud dengan bumi adalah bumi kita dan planet-planet lainnya.

Dalam Al-Quran, kita dapat menemukan ayat yang sesuai dengan teori big bang, yaitu:
 21:30
   
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya..... (QS Al-Anbiya [21] : 30)

Sedangkan ayat yang menceritakan pengembangan alam semesta salah satunya adalah:
    51:47
    
Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya (QS Adh-Dhariyat [51] : 47)
41:12    
Maka dia menjadikan tujuh langit dalam dua hari. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (QS. Fushilat [41] : 12).

Tafsir penulis 
Dalam bahasa Arob tujuh berarti banyak. Maka yang dimaksud dengan tujuh langit adalah langit yang banyak atau yang sangat luas.
الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا ۖ  
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis,  (QS Al-Mulk [67] : 3)
Tafsir penulis 
         Yang dimaksud dengan tujuh langit berlapis-lapis adalah langit yang luas dan berlapis-lapis. Contohnya galaksi yang berbentuk spiral itu bentuknya seperti berlapis-lapis.
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ 
 ‘Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi.’ (QS. Ath-Thalaq [65] : 12)
Tafsir penulis 
     Tujuh bumi artinya bumi/planet itu jumlahnya banyak, dan masing-masing planet itu berlapis-lapis.

Pembentukan langit dan bumi di dalam Astronomi modern.

Lebih dari 15 milyar tahun yang lalu, penciptaan alam semesta dimulai dari sebuah singularitas dengan rapatan dan kelengkungan ruang waktu yang tak terhingga, meledak dan mengembang. Peristiwa ini disebut Dentuman Besar (Big Bang), dan sampai sekarang alam semesta ini masih terus mengembang hingga mencapai radius maksimum sebelum akhirnya mengalami Keruntuhan Besar (Big Crunch) menuju singularitas yang kacau dan tak teratur.





Atlas Alam Semesta (langit dan bumi)

Atlas 250 tahun cahaya

 

Peta ini adalah plot dari 1500 bintang yang paling terang dalam jarak 250 tahun cahaya. Semua bintang ini jauh lebih bercahaya daripada Matahari dan kebanyakan dari mereka dapat dilihat dengan mata telanjang. Sekitar sepertiga dari bintang-bintang terlihat dengan kebohongan mata telanjang dalam waktu 250 tahun cahaya, meskipun ini hanya bagian kecil dari galaksi kita.
Atlas daerah seluas 50.000 tahun cahaya. (Peta galaksi).

 
Peta ini menunjukkan satu ukuran penuh galaksi Bima Sakti – sebuah galaksi spiral paling sedikit dua ratus miliar bintang. Matahari kita terletak jauh di dalam Lengan Orion sekitar 26000 tahun cahaya dari pusat. Di bagian tengah Galaxy bintang-bintang ini berkumpul rapat daripada bintang-bintang di sekitar kita. Silahkah di klik untuk melihat lebih besar. Perhatikan juga adanya gugus bola kecil dari bintang-bintang yang terletak dengan baik di luar bidang Galaxy, dan perhatikan juga keberadaan galaksi kerdil terdekat – kerdil Sagitarius – yang terlihat seolah-olah secara perlahan akan ditelan oleh pusaran galaksi kita.
Atlas 500.000 tahun cahaya
Apabila kita mundur terus menjauhi bumi sebanyak sepuluh kali dari galaksi Bima Sakti diatas, maka kita akan melihat Galaksi Bima Sakti menjadi kecil seperti di bawah ini. 

 
    
Di dalam radius 500 000 tahun cahaya ini :
1. Jumlah galaksi besar = 1 
2. Jumlah galaksi kerdil = 12 
3. Jumlah bintang = 225 miliar

Bima Sakti dikelilingi oleh beberapa galaksi kerdil, biasanya mengandung beberapa puluhan jutaan bintang, yang tidak signifikan dibandingkan dengan jumlah bintang di Bima Sakti itu sendiri. Peta ini menunjukkan galaksi kerdil terdekat, mereka semua terikat pada gravitasi Bima Sakti memerlukan milyaran tahun untuk orbit itu.

Atlas radius 5 000 000 (lima juta) tahun cahaya

Semakin kita menjauhi bumi, maka akan semakin banyak galaksi yang akan terlihat. Dalam radius 5 juta tahun cahaya ini akan terdapat:
1. Jumlah galaksi besar = 3 
2. Jumlah galaksi kerdil = 46 
3. Jumlah bintang = 700 miliar

 
Bima Sakti adalah salah satu dari tiga galaksi besar milik kelompok galaksi yang disebut Grup Lokal (Local Group) yang juga berisi beberapa lusin galaksi kerdil. Sebagian besar dari galaksi ini digambarkan di peta diatas, walaupun galaksi kerdil sebagian besar begitu samar, namun jelas akan ada beberapa mungkin lebih menunggu untuk ditemukan. Jadi kalau ada yang tertarik belajar astronomi barangkali akan menemukan galaksi baru.
Atlas radius 100 juta tahun cahaya
Ternyata sampai jarak 100 juta tahun cahayapun manusia masih mampu mengamati semesta ini.
Galaksi kita hanyalah salah satu dari ribuan yang terdapat dalam 100 juta tahun cahaya. Peta di atas menunjukkan bagaimana galaksi cenderung mengelompok dalam kelompok-kelompok, cluster dekat terbesar adalah cluster Virgo, konsentrasi beberapa ratus galaksi yang mendominasi kelompok galaksi di sekitarnya. Secara kolektif, semua kelompok galaksi dikenal sebagai Supercluster Virgo. Cluster terkaya kedua di buku ini ruang adalah Cluster Fornax, tetapi hampir tidak sekaya cluster Virgo. Hanya galaksi terang yang digambarkan di peta, galaksi kita hanyalah sebuah titik. 
Dalam radius 100 juta tahun cahaya ini akan terdapat :
1. Jumlah galaksi kelompok = 200 
2. Jumlah galaksi besar = 2500 
3. Jumlah galaksi kerdil = 50 000 
4. Jumlah bintang = 200 triliun
Atlas radius 1 milyar tahun cahaya (1 000 000 000 tahun cahaya)
Galaksi dan cluster galaksi tidak terdistribusi secara merata di alam semesta, tetapi mereka berkumpul dalam cluster yang luas dan lembaran serta dinding galaksi yang diselingi dengan rongga besar antar galaksi yang sangat sedikit. Peta di atas menunjukkan banyak dari superkluster termasuk supercluster Virgo – yang berupa supercluster kecil dimana galaksi kita hanyalah sebuah anggota terkecil. Seluruh peta di atas adalah sekitar 7 persen dari diameter Alam Semesta yang terlihat atau teramati selama ini. 
Apa saja yang terdapat dalam radius 1 milyar tahun cahaya ini
1. Jumlah superkluster = 100 
2. Jumlah kelompok galaksi = 240 000 
3. Jumlah galaksi besar = 3 juta 
4. Jumlah galaksi kerdil = 60 juta 
5. Jumlah bintang = 250 000000000000000 (250 000 trilliun)
Radius terjauh semesta yang teramati. (14 Milyar tahun cahaya)
Tentulah sampai ada batasnya manusia mampu mengamati. Saat ini manusia hanya mampu mengamati hingga radius 14 milyar tahun cahaya. Namun tidak menutup kemungkinan akan lebih luas lagi.
Peta ini mencoba untuk menampilkan seluruh Alam Semesta yang terlihat manusia di bumi. Galaksi-galaksi di alam semesta cenderung untuk berkumpul menjadi lembaran yang luas dan superkluster galaksi sekitarnya lubang (void) besar alam semesta memberikan penampakan selular. Karena cahaya di alam semesta hanya bergerak pada kecepatan tetap, kita melihat benda di tepi alam semesta ketika masih sangat muda sampai 14 miliar tahun yang lalu. 
Berapa jumlah bintang dan galaksi yang manusia perkirakan di alam semesta ini ?
1. Jumlah superkluster = 10 juta
2. Jumlah kelompok galaksi = 25 miliar
3. Jumlah galaksi besar = 350 milyar
4. Jumlah galaksi kerdil = 7 triliun
5. Jumlah bintang = 30 miliar triliun (3×10 ² ²)
Perkiraan jumlah ini caranya mirip memperkirakan jumlah butir padi dalam satu truk. Kalau dalam satu cm kubik ada 300 bulir beras, maka kita dapat memperkirakan jumlah bulir beras dalam satu gudang beras sekalipun 
Subhanallah


Komentar Penulis
Secara astronomis, alam semesta ini sangat luas, tidak bertepi, tetapi ukurannya terbatas, dimana setiap titik di alam semesta adalah merupakan pusat alam semesta. Kalau kita bisa bepergian ke manapun di alam semesta akhirnya akan berakhir ke tempat semula.
               
E. Kesimpulan dan Penutup


Di dalam surat Al Isro’ dan Surat An-Najm kita tidak menemukan kalimat bahwa Nabi Muhammad Saw. telah naik ke langit untuk mencapai Sidrotul Muntaha.
Semua uraian tentang mi’roj Nabi Muhammad Saw. melalui beberapa langit itu hanya ada di dalam hadits-hadits tentang Isro' dan Mi'roj.
Pada bab A (Latar Belakang Masalah), penulis telah menyitir pendapat Abu Majdi Haraki, bahwa hadits-hadits tentang peristiwa Isro’ Mi’roj nilainya kurang bisa dipercaya karena banyak hadits palsu. 
==============================================================
Ada kemungkinan cerita perjalanan Nabi Muhammad Saw. ke langit 
hanyalah karangan para pemalsu hadits belaka.
==============================================================
Selain kritik terhadap hadits tentang Isro'Mi'roj dari Abu Majdi Haraki di atas, penulis kutip juga kritik terhadap hadits isro'mi'roj dari 
http://www.al-ulama.net/home-mainmenu-1/articles/356-tinjauan-kritis-isra-miraj-.html 
Kutipan itu penulis lampirkan di bawah, setelah makalah ini.

Demikianlah uraian penulis tentang masalah Lubang cacing dan Sidrotul Muntaha.
Penulis yakin bahwa makalah ini tak lepas dari kekeliruan. Maka bila para pembaca menemukannya mohon dapatnya diberitahukan kepada penulis untuk mendapatkan perbaikan.
Untuk itu penulis ucapkan banyak terima kasih.
Akhirnya, wallohu almuwaffiq ila aqwamith thoriq.
Wassalamu ‘alaikum War. Wab


Jember 31 Mei 2014


Dr. H.M. Nasim Fauzi
Jalan Gajah Mada 118
Tilp. (0331) 481127
Jember


Kepustakaan

01. Abu Majdi Haraki, “Misteri Isra’Mi’ra”, DIVA Press, Jogjakarta, 2007.
02. H.M.H. Al Hamid Al Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad S.A.W., Yayasan Al Hamidiy, Jakarta, 1996.
02. Muhammad Husain Haikal, “Sejarah Hidup Muhammad”, Pustaka Jaya, Jakarta, 1979. 
06. http://versesofuniverse.blogspot.com/2011/07/bigbang-bigcrunch.html

***

Lampiran
Tinjauan Kritis Hadits Isra’ Mi’raj
 Dikutip dari http://www.al-ulama.net/home-mainmenu-1/articles/356-tinjauan-kritis-isra-miraj-.html

   سُبۡحَـٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلاً۬ مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِى بَـٰرَكۡنَا حَوۡلَهُ ۥ لِنُرِيَهُ ۥ مِنۡ ءَايَـٰتِنَآ‌ۚ إِنَّهُ ۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ
Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui” (Qs. Al Israa : 1)
Setiap tanggal 27 Rajab biasanya sebagian Umat Islam memperingati peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW dengan ceramah Agama. Umumnya pula para penceramah mulai dari tingkat RT sampai Istana Negara menerangkan hikmah peristiwa itu dengan turunnya perintah sholat 5 waktu berdasarkan sebuah hadits isinya cukup panjang yang diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya nomor 234 dari jalan Anas bin Malik. Namun benarkah sesungguhnya demikian ?
Adapun hadits tersebut secara riwayat adalah shahih karena terdiri dari para perawi yang tsiqoh(dipercaya). Namun secara matan (isinya) sebagian bertentangan dengan Al Quran dan hadits lainnya yang shahih. Maka kedudukan hadits tersebut adalah dhoif (lemah) dan mualal (sisipan) karena isinya diselipkan cerita – cerita Israiliyat dari kaum Bani Israil yang sengaja secara tersirat ingin mengagungkan bangsa mereka dan Nabi Musa serta mengecilkan peran Nabi Muhammad beserta pengikutnya.

Kelemahan hadits tersebut :
Yang menjadi subjek memperjalankan Rasulullah Muhammad dalam Peristiwa Isra’ (perjalanan) yang bermakna Mi’raj (naik melalui tangga – tangga) adalah Allah Subhanahuta’ala (Qs.17 : 1), Dia yang Maha Berkehendak. Sedangkan dalam hadits tersebut Nabi Musa yang menyuruh Nabi Muhammad untuk naik – turun dari langit sebanyak sembilan kali guna mendapat pengurangan perintah sholat dari 50 rakaat menjadi 5 rakaat.
Nampak pula dalam kisah palsu ini seolah Nabi Musa begitu perkasanya dan berilmu sehingga mampu mendikte Allah sehingga menuruti pandangan Musa alaihissalam dalam hal perintah sholat.
Hadits ini menerangkan proses perintah sholat kepada Nabi Muhammad sedangkan kewajiban sholat sudah ditetapkan Allah pada tahun awal Kenabian dengan turunnya surah al Muzammil ayat 1 – 9, jauh sebelum turunnya Surah Al Isra pada tahun ke empat Kerasulan.
Keganjilan tampak jelas dalam hadit ini, bahwa sebelum menuju langit Rosulullah sholat dua rakaat di Baitul Maqdis, sedangkan perintah sholat belum diterima.
Dalam hadits ini menggambarkan bahwa Para Nabi yang sudah wafat sudah berada di langit. Sedangkan seluruh Manusia termasuk para Nabi yang sudah wafat berada di alam Qubur / Barzakh / dinding yang membatasi Alam Dunia dan Akhirat. Ulama menyebutnya alam genggaman Allah atas dasar Surah Azzumar ayat 42 menunggu datangnya Hari Berbangkit (Qs. 18 : 47)
ٱللَّهُ يَتَوَفَّى ٱلۡأَنفُسَ حِينَ مَوۡتِهَا وَٱلَّتِى لَمۡ تَمُتۡ فِى مَنَامِهَا‌ۖ فَيُمۡسِكُ ٱلَّتِى قَضَىٰ عَلَيۡہَا ٱلۡمَوۡتَ وَيُرۡسِلُ ٱلۡأُخۡرَىٰٓ إِلَىٰٓ أَجَلٍ۬ مُّسَمًّى‌ۚ إِنَّ فِى ذَٲلِكَ لَأَيَـٰتٍ۬ لِّقَوۡمٍ۬ يَتَفَكَّرُونَ
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir”. (Qs. Az-Zumar [39] : 42)

dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan dapat melihat bumi itu datar dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak Kami tinggalkan seorangpun dari mereka. (Qs. 18 : 47)
Nabi Muhammad adalah semulia para Nabi. Beliau tidak pernah membantah atau minta dispensasi (pengurangan) tugas dari Allah. Sedangkan yang biasa menawar dan membantah perintah Allah dan rasulNya sejak dahulu adalah orang kafir dari Bani Israil. Fakta ini dapat kita temukan dalam nash Al Quran dan Hadits yang shahih. Maka mustahil rosul kita mengadakan tawar menawar kepada Musa apalagi kepada Allah. Sedangkan seluruh rosul telah berjanji kepada Allah untuk beriman dan menolong misi Muhammad Rasulullah (Qs. 3:81)
dan (ingatlah), ketika Allah mengambil Perjanjian dari Para nabi: "Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan Hikmah kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya". Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?" mereka menjawab: "Kami mengakui". Allah berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai Para Nabi) dan aku menjadi saksi (pula) bersama kamu".
Demikianlah sebagian tinjauan kritis terhadap sebagian isi hadits tentang Mi’raj, tanpa menafikan hadits lainnya yang menceritakan kebenaran peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Selanjutnya insyaAllah kita akan meninjau peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini menurut dalil yang shahih.


Wallahu’alam