Kamis, 28 November 2013

Piagam Madinah yang rapuh 01




Piagam Madinah dan  
Negara Nasional Madinah yang rapuh


Oleh : Dr. H.M. Nasim Fauzi


   
Peta Madinah dan sekitarnya
Pendahuluan
   
Pada tanggal 7 Nopember 2013 yang lalu di Radar Jember Harian Jawa Pos  telah dimuat makalah yang ditulis oleh Prof. Dr. H. Abdul Halim Soebahar, MA berjudul ”Perpektif ‘Ukhuwah Wathaniyah’ Perspektif Kebangsaan’. Makalah itu sepenuhnya penulis kutip di bagian ke-2 makalah ini.
  
  
Istilah Ukhuwah Wathoniyah artinya adalah persaudaraan sesama warga bangsa. Istilah ini dikutip dari “tri ukhuwah” yang dikonstuksi oleh K.H. Achmad Siddiq  (Mantan rois ‘Aam PBNU) yang terdiri dari: ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama Islam), ukhuwah wathoniyah (persaudaraan sesama warga bangsa), ukhuwah basyariyah (persaudaraan berdasar kemanusiaan). Menurut K.H. Achmad Siddiq, konsep tri ukhuwah terinspirasi oleh Piagam Madinah yang pernah digagas oleh Nabi Muhammad Saw.
Dengan adanya tri ukhuwah di dalam masyarakat Madinah terkesan bahwa Negara Madinah adalah sebuah Negara Nasional atau Negara Bangsa.
Negara Madinah sebagai Negara Nasional atau Negara Bangsa
Menurut Konvensi Montevideo 1933, negara harus mempunyai empat unsur konstitutif :
1. Harus ada penghuni (rakyat, penduduk, warga negara) atau bangsa (staatsvolk) ;
2. Harus ada wilayah atau lingkungan kekuasaan;
3. Harus ada kekuasaan tertinggi (penguasa yang berdaulat) atau pemerintahan yang berdaulat; dan
4. Kesanggupan berhubungan dengan negara-negara lain.
Empat unsur konstitutif ini telah dipenuhi oleh Negara Madinah yaitu:
1. Dihuni oleh bangsa Arab (Muhajirin dan Anshor yang terdiri dari suku Aus dan Hajraj) serta Bangsa Yahudi yang terdiri dari Bani Qainuqo`, Bani Nadhir dan Bani Quraizhoh.
2. Wilayahnya adalah kota Madinah.
3. Kekuasaan tertinggi dipegang oleh Nabi Muhammad Saw.
4. Sanggup berhubungan dengan negara-negara lain.
Makna Bangsa
Bangsa adalah suatu komunitas etnik yang memiliki ciri-ciri : memiliki nama, wilayah tertentu, mitos leluhur bersama, kenangan bersama, satu atau beberapa budaya yang sama dan solidaritas tertentu.
  
  
Menurut Bung Karno, bangsa adalah :
a. Ras, yaitu sekelompok orang yang mempunyai ciri-ciri jasmaniah sama yang dibawa sejak lahir.
b. Volk, yaitu sekelompok orang yang sudah mempunyai kesamaan dalam kebudayaan.
c. Natie, yaitu sekelompok orang yang sudah mempunyai persamaan kesadaran bernegara dan kesadaran berpolitik tanpa membedakan ras atau volk, bahkan tidak lagi membedakan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).
Di dalam Piagam Madinah istilah untuk bangsa atau masyarakat adalah qoum.
Negara Madinah adalah Negara Bangsa/Nasional yang rapuh
Di dalam perjalanannya Negara Nasional Kota Madinah mengalami desintegras karena bangsa Yahudi berkhianat sehingga diperangi dan diusir dari kota Madinah.
Mengapa hal itu terjadi ?
Suatu negara tidak cukup dilengkap dengan empat unsur konstitutif seperti di atas saja, melainkan harus ada kehendak untuk bersatu di kalangan mereka, sebagaimana pendapat para ahli berikut:

 
Ernes Renan (Perancis) bangsa adalah sekelompok manusia yang memiliki kehendak bersatu sehingga merasa dirinya adalah satu.
  
Menurut Friedrich Hertz (Jerman), ada 4 unsur yg berpengaruh dalam terbentuknya suatu bangsa :
  • Keinginan untuk mencapai kesatuan nasional.
  • Keinginan untuk mencapai kemerdekaan dan kebebasan nasional sepenuhnya.
  • Keinginan akan kemandirian, keunggulan, individualitas, keaslian atau kekhasan yang mandiri.
  • Keinginan untuk menonjol (unggul) di antara bangsa-bangsa dalam mengejar kehormatan, pengaruh dan prestise.
Mengapa bangsa Yahudi dan bangsa Arob tidak mau bersatu ?
Baiklah kita pelajari sejarah mereka masing-masing.
Sejarah Bangsa-bangsa di Madinah
Sejarah bangsa Yahudi (kaum Israel).


Tahun 2018 SM. Nabi Ibrohim, Saroh dan keponakannya Lut meninggalkan Khaldea pergi ke Kanaan;
  

Pharao
  
Tahun 1918 SM. Pada saat di Mesir, Abraham mendapat hadiah dari Pharao seorang budak wanita bernama Hagar. Dari Hagar ini beliau mendapatkan putera Ismael yang kemudian dibawa oleh Abraham ke Paran (Mekah).
Tahun 1904 SM. Dari Sarah, Abraham mendapatkan putera Ishak, 14 tahun setelah kelahiran Ismael. Saat itu usia beliau menginjak 100 tahun.
Tahun 1858 SM. Dari isterinya (Rebekka), Ishak mendapat anak kembar Esau dan Yakob (Israel). Dari 12 orang anak Yakob, sepuluh orang berasal dari isteri pertama, dua orang dari isteri kedua yaitu Yosep dan Benyamin. Putera yang paling dicintai Yakob adalah Yosep. Hal ini membuat cemburu saudara-saudaranya yang akhirnya bersepakat untuk membuang Yosep ke sebuah sumur, lalu ditemukan oleh sekelompok musafir dan dijadikan barang dagangan. Yosep kemudian dibeli oleh seorang penguasa Mesir dan istrinya dengan harga 20 dirham.
Tahun 1728 SM. Di negeri Mesir, Yosep hidupnya sukses menjadi bendaharawan negara. Lalu ia mengajak ayah dan saudara-saudaranya pindah ke Mesir.
     Sementara itu terjadi perpindahan kekuasaan raja Mesir yang pro kaum Israel ke pro penduduk asli.
  
Yoseph
  
Tahun 1593 SM. Ketika Mesir berada di puncak kezaliman Pharao terhadap kaum Israel, dia menyembelih anak-anak lakinya dan membiarkan hidup anak-anak perempuan. Kala itu lahirlah Moses lalu diangkat anak oleh isteri Pharao. Namun setelah dewasa Moses bersama adiknya Aaron diutus Allah berda'wah kepada Pharao.
Tahun 1513 SM. Upaya Moses dan Aaron ini pun mendapat perlawanan keras dari Pharao dan para tukang sihirnya sehingga Moses dan kaum Israel melarikan diri keluar dari Mesir. Pelarian mereka dikejar oleh Pharao dan tentaranya sampai ke tepi laut Merah (Teluk Suez). Allah memerintahkan Moses untuk memukulkan tongkatnya ke laut sehingga terbentuk jalan di laut yang bisa dilintasi Moses dan kaum Israel sehingga selamat sampai ke seberang. Tatkala Pharao beserta tentaranya yang mengejar mereka masuk ke jalan tersebut, Moses memukulkan tongkatnya ke laut sehingga air laut itu kembali semula dan menenggelamkan Pharao beserta bala tentaranya.

Bani Isroil menyeberangi laut
  
Tahun 1473 SM. Di padang pasir, sewaktu melewati Gunung Sinai, Moses dipanggil Allah ke atas gunung untuk menerima firman Allah. Selama 40 hari Moses mendapat firman kemudian ditulisnya menjadi Kitab Torah yang merupakan perjanjian Allah dengan kaum Israel. Setelah turun gunung Moses dipanggil lagi oleh Allah untuk mendapatkan loh batu yang bertuliskan Sepuluh Amar Tuhan (Ten Commandment).

Batu 10 Perintah Tuhan
  
     Kemudian loh batu itu disimpan di dalam Kerubium (peti Ark) di dalam kemah sembahyang. Batu dan peti berisi Kitab Torah itu disebut Tabut Perjanjian. Bila mereka berpindah tempat, Tabut itu ditaruh di atas pedati Tabernakel yang ditarik oleh 12 ekor lembu.
Selanjutnya mereka diperintahkan pergi ke Negeri Kanaan. Di negeri ini, kaum Israel mendapatkan suatu kaum yang kuat dan gagah. Musa pun memerintahkan para pengikutnya untuk berjihad memerangi mereka namun mereka enggan sehingga Allah marah dan menghukum mereka menjadi pengelana di padang pasir Sinai selama 40 tahun. Selama itu Allah memberi mereka rizki berupa manna dan salwa. Pada masa 40 tahun di dalam kesesatan ini Moses dan Aaron meninggal dunia.
Tahun 1280-1200 SM. Kemudian kepemipinan kaum Israel dipegang oleh Yusak yang berhasil menundukkan Kanaan. Setelah kaum Israel menetap di Kanaan, mereka lupa dengan perjanjian Tuhan (Kitab Torah dan 10 Amar Tuhan), maka Allah mengingatkan mereka kembali dengan mengangkat Nabi-nabi dan hakim-hakim dalam tiga masa berturut-turut :
Tahun 1004-965 SM. David menjadi raja.

Kanisah Raja Solomon
  
Tahun 963-926 SM. Salomon menjadi raja. Mendirikan Kanisah yaitu Rumah Allah di atas bukit Moria di utara Yerusalem. Di dalam Kanisah disimpan Tabut Perjanjian yang berisi batu tulisan 10 Amar Perintah Tuhan.
Masa Perpecahan. Setelah Salomon wafat terjadi perselisihan antara Roboam bin Salomon dengan Yeroboam bin Nabat. Roboam dan keturunan Yahudza serta Benyamin mendirikan Kerajaan Yuda dengan ibu kotanya di Yerusalem.
Sedangkan Yeroboam bin Nabat dengan 10 keturunan yang tersisa mendirikan Kerajaan Israel di Samaria yang terletak di utara Kanaan dengan ibu kotanya Nablus.
Tahun 722 SM. Kerajaan Israel jatuh ke tangan orang-orang Assyur di bawah pimpinan raja Sarjun.
Tahun 603 SM. Kerajaan Yuda jatuh ke tangan orang-orang Pharao.
Tahun 586 SM. Nabukodonosor, raja Babel menduduki Yerusalem dan mengusir orang-orang Pharao serta menghancurkan negara Yuda. Kanisah Salomon dibakar, sedang peralatannya dibawa ke Babilon. Kaum Yahudi ditawan di sana, yang kemudian dikenal dengan masa 'Tawanan Babilon'. Di negeri ini Allah mengutus Daniel.

Masa tawanan Babilon
  
Tahun 538 SM. Cyrus, Raja Parsi menaklukan Babilon serta melepaskan para tawanan Yahudi. Sebagian dari mereka kembali ke Kanaan. Alat-alat peribadatan dikembalikan serta Kanisah Allah dibangun kembali di Yerusalem.
Tahun 331-142 SM. Selanjutnya bangsa Yahudi di Palestina dan Yuda dijajah oleh bangsa-bangsa asing silih berganti. Pada tahun 142 SM. mereka merdeka dari jajahan Siria, tetapi masih selalu terjadi perselisihan antar suku.
Tahun 63 SM. Romawi menguasai Yuda dan Palestina.
Tahun 1 M. Pada saat Palestina dibawah kekuasan Romawi ini, Allah mengutus Yesus sebagai Rosul kepada kaum Israel.
     Para tukang tenung dan ulama Yahudi mendatangi Raja Romawi di Palestina meminta mereka menangkap dan membunuh Yesus. Permohonan mereka dikabulkan, namun menurut Al Qur-an, Allah mengangkat Yesus ke langit dan menggantikannya dengan orang yang mirip dengannya yang kemudian disalib.
Tahun 135 M. Orang-orang Romawi pada masa pemerintahan Adryan berhasil memadamkan pemberontakan orang-orang Yahudi dan menghancurkan negeri mereka termasuk Kanisah Allah beserta isinya yaitu Tabut Perjanjian. Orang-orang Yahudi diusir ke luar negeri, menjadikan mereka terpencar-pencar ke berbagai tempat di bumi di antaranya menempati Madinah dan sekitarnya.
Ketika masyarakat Yahudi tiba di Madinah, sejumlah kabilah Arab kecil telah mendiami kota  tersebut. Namun demikian, klan-­klan besar Yahudi, seperti  Bani Nadhir, Bani Quraizhah dan Bani Qainuqa` berhasil menempati tempat-­tempat strategis. Daerah `Awali (Wadi Mudzainib), Wadi Mahzur dan Wadi Buth­han yang merupakan sumber air di Madinah, berhasil dikuasai. Selain tanah, mereka juga menguasai perdagangan. Pasar Bani Qainuqa` menjadi pasar paling ramai dan lengkap, sekaligus jantung perekonomian Madinah.
Di luar kota Madinah Bani Quraizhoh juga menempati Fadak dan Yahudi Khaibar menguasai perkebunan kurma.
Sejarah bangsa Arob di Madinah
Bangsa Arob di Madinah ada dua suku yaitu Aus dan Khazraj. Mareka berasal dari Azd (Yaman). Mungkin mereka meninggalkan Yaman setelah rusaknya Bendungan Maarib yang dibangun pada zaman Ratu Bilqis.
          Sejak kedatangan mereka, dominasi Yahudi di Madinah mulai pudar. Aus dan Khazraj berhasil menggeser posisi Yahudi meskipun tidak dapat menguasai daerah-­daerah subur yang menjadi pemukiman dan kebun mereka.
Kehadiran Aus dan Khazraj yang mengancam hegemoni dan stabilitas masyarakat Yahudi tidak disikapi secara konfrontatif. Masyarakat Yahudi lebih mengutamakan perlindungan internal dengan membangun bangunan­-bangunan kokoh di daerah pemukimannya dalam bentuk benteng, atham (semi benteng) dan ratij (rumah berdinding tanah liat). Terdapat lebih dari 59 atham dan ratij milik Yahudi di Madinah.
Perpecahan di kalangan internal Yahudi mendorong mereka untuk membangun aliansi dengan masyarakat Arob guna memperkuat posisinya. Bani Qainuqo` beraliansi dengan Khazraj, sedangkan Bani Nadhir dan Bani Quraizhoh beraliansi dengan Aus.
Di dalam kitab-kitab suci orang Yahudi diberitakan akan kedatangan Nabi akhir zaman. Orang-orang Yahudi itu meharapkan Nabi itu menolong mereka memerangi Suku Aus dan Khazraj sebagaimana memerangi kaum ‘Ad dan Tsamud. Keyakinan akan datangnya Nabi tersebut juga diyakini oleh penduduk Yatsrib selain bangsa Yahudi.
Masuk Islamnya Penduduk Yatsrib
Pada musim haji di Mekah, Rosulullah saw. berdakwah dengan mendatangi kabilah-kabilah yang tengah melaksanakan haji di Baitulloh. Rosululloh saw. berjumpa dengan rombongan dari Suku Khazraj. Beliau menawarkan Islam kepada mereka. Orang-orang Khazraj saling berkata kepada satu sama lain, “Ketahuilah, demi Alloh, ini adalah Nabi yang pernah dijanjikan oleh orang-orang Yahudi kepada kalian. Maka, jangan sampai mereka mendahului kalian.”
Spontan orang-orang Suku Khazraj itu menerima ajakan Rosululloh saw. Mereka masuk Islam. Mereka kembali ke Yatsrib dan mengajak kaumnya masuk Islam sehingga tidak ada satu pun rumah-rumah Suku Khazraj dan Aus yang penghuninya tidak membicarakan tentang Rosululloh saw. dan agama Islam.
Baiat Aqabah
Setahun setelah perjumpaan pertama itu, 12 orang penduduk Yatsrib yang telah beriman pergi ke Mekkah untuk melaksanakan haji dan menemui Rosululloh saw. Mereka bertemu di Aqobah. Di sana mereka berbai’at (bersumpah setia) kepada Rosululloh saw. Mereka juga sholat bersama Rosululloh saw. Kemudian Rosululloh saw. mengutus Mus’ab bin Umair untuk mewakili Rosululloh saw. membacakan Al-Qur’an dan mengajarkan Islam kepada mereka di Yatsrib.
  
Masjid Bai'at Aqobah
Pada musim haji berikutnya Mus’ab bin Umair membawa rombongan muslimin Yatsrib yang terdiri atas 73 pria dan 2 wanita menuju Mekkah. Mereka membuat janji bertemu dengan Rosululloh saw. pada pertengahan hari tasyrik di Aqobah.
Rosululloh saw. menerima mereka didampingi oleh Abbas, paman beliau. Abbas menyelidiki ketulusan orang-orang Yatsrib untuk membela Rosululloh saw. Setelah itu Rosululloh saw. bersabda, “Aku membaiat kalian untuk membelaku -jika aku datang kepada kalian-seperti kalian membela anak dan istri kalian; dan bagi kalian surga.” Setelah itu, satu per satu orang-orang Yatsrib yang hadir berdiri dan membaiat Rosululloh saw. Lalu Rasulullah saw. meminta mereka menyiapkan 12 orang naqib.
Pada Baiat Aqabah kedua ini, Rosululloh saw. menambahkan satu isi yang tidak ada di Baiat Aqobah pertama, yaitu syarat ikut berperang. Kaum muslimin Yatsrib diminta berjanji untuk ikut berperang di sisi Rosululloh saw. Ubadah bin Shamit r.a. adalah salah seorang yang hadir dalam peristiwa itu. Ia berkata, “Kami telah berbaiat kepada Rosululloh saw. pada baiatul-harbi (bai’at perang) untuk mendengar dan setia dalam keadaan susah dan senang, dalam keadaan bahagia dan sengsara, serta mendahulukan kepentingan dakwah atas kepentingan diri sendiri, tidak akan menentang urusan dari ahlinya, mengatakan yang benar di manapun kami berada, serta kami tidak akan takut kepada celaan orang lain dalam menegakkan agama Alloh.”
Hijroh Ke Madinah
Rosululloh saw. memberi izin kaum muslimin untuk hijroh ke Yatsrib. Maka bergegaslah mereka hijroh diam-diam secara sendiri-sendiri atau berombongan. Hingga kaum muslimin di Mekkah hanya tersisa Rosululloh saw. bersama Abu Bakar dan Ali bin Abu Tholib serta beberapa orang lagi yang ditahan paksa musyrikin Quraisy.
Akhirnya Rosululloh saw. dan Abu Bakar ikut berhijroh ke Madinah dengan menginap di Gua Tsur selama 3 hari.
Beberapa hari kemudian menyusullah kelurga beliau di Mekkah, kecuali putri beliau Zaenab.
Mempersaudarakan Mujahirin dan Anshor
Selain membangun masjid, mengubah nama kota dari Yatsrib menjadi Madinah, dan membuat perjanjian dengan kelompok-kelompok Yahudi dan kabilah lainnya, Rosululloh saw. juga mempersaudarakan antara kaum muslimin asal Mekkah -disebut Muhajirin-dengan kaum muslimin asal Madinah -disebut Anshor–. Jumlah mereka seluruhnya 90 orang pria.
Piagam Madinah, Konsepsi Konstitusi Islam untuk Masyarakat Plural
Kedatangan Rosululloh ke Madinah secara langsung menjadi penguasa baru di kota tersebut, karena Aus dan Khazraj, dua klan Arpb yang mendominasi  Madinah, adalah pihak yang mengundang sekaligus mengangkat beliau sebagai pemimpin. Latar belakang  masyarakat Madinah yang sangat majemuk, karena terdiri dari beberapa etnik Arob dan Yahudi mendesak adanya  peraturan umum yang mengatur kehidupan bersama dengan baik. Di sinilah letak pentingnya Piagam Madinah yang ditetapkan oleh Rosululloh berdasarkan kaedah dan prinsip Islam. Hal ini juga membuktikan, ajaran Islam dapat  mengatur kepentingan bersama masyarakat muslim dan non muslim, tanpa harus menghilangkan karakter khas masing­-masing, terutama agama.

Pengkhianatan dan Konspirasi Yahudi

Dipandang dari sudut mana pun, bagi masyarakat Yahudi, kedatangan Rosululloh dan kaum muslimin ke Madinah tidak menguntungkan. Keharmonisan Aus dan Khazraj adalah ancaman terbesar sejak  lama, apalagi ditambah pihak ketiga yang menjadi kekuatan baru yang semakin merekatkan hubungan  mereka. Masyarakat Yahudi tidak pernah dapat menghapus trauma kehadiran pihak asing yang bertentangan dengan kepentingan mereka. Eksistensi Yahudi di Madinah benar­-benar di ambang kehancuran.
Terlebih lagi, masyarakat Muhajirin Mekah adalah pedagang­-pedagang handal. Sejak hari­-hari pertama kedatangannya, Abdurrohman bin `Auf telah menunjukkan kepiawaian dalam meraih keuntungan di pasar Bani Qainuqa` Seiring dengan perjalanan waktu, Usman bin `Affan, Zubair bin `Awwam dan nama-­nama populer lainnya dalam kancah perdagangan Arob masa itu menjadi pesaing-­pesaing baru bagi pedagang Yahudi.
Persaingan di pasar diperparah dengan kehadiran aturan-­aturan baru dalam segala transaksi ekonomi yang dibuat oleh Rosululloh. Larangan menipu, menimbun, menjual khomr dan praktik riba, adalah di antara yang semakin mengekang sistem ‘pasar bebas’ yang berkembang sebelumnya. Khomr (arak)  merupakan komoditi yang sangat potensial bagi masyarakat Yahudi. Selain menjajakan arak lokal, mereka biasa mengimpornya dari Syam.
Semua faktor di atas, selain tentu saja keyakinan dan agama, meningkatkan ketegangan antara Yahudi dan kaum muslimin. Beberapa fakta membuktikan adanya usaha individu ataupun kolektif  kelompok Yahudi untuk memicu perselisihan hingga perang besar­-besaran.
  
Perang Badar

Bani Qainuqo` adalah klan Yahudi yang lebih dulu menunjukkan aksi pengkhianatan kolektif terhadap kesepakatan Piagam Madinah. Kemenangan kaum muslimin di Badar membuka mata mereka, bahwa kekuatan dan dominasi kaum muslimin di Madinah menjadi kenyataan. Bagi Bani Qainuqo`, ketergantungan ekonomi kepada mekanisme pasar yang mereka kuasai tidak lagi menggairahkan seperti dahulu.
Tampaknya benih pengkhiantan kolektif  Bani Qainuqo` telah tercium oleh Rosululloh. Beberapa saat setelah kembali dari Badar, Rosululloh mengumpulkan Bani Qainuqo` di pasar mereka untuk  memberi peringatan. Namun juru bicara Bani Qainuqo` malah menjawab, “Hai Muhammad! Jangan pernah merasa bangga hanya karena berhasil membunuh segelintir orang-­orang Quroisy yang tidak pandai berperang itu. Seandainya kami yang menjadi lawanmu, engkau baru akan tahu, kamilah tandinganmu yang sebenarnya. Dan, engkau tidak akan banyak berkutik melawan kami”.
Setelah terjadi kasus pelecehan wanita muslim di pasar Bani Qainuqao yang disusul dengan pembunuhan lelaki muslim yang membelanya, Rosululloh saw. mengepung Bani Qainuqo` lalu mengusir mereka dari Madinah.
Pengusiran Bani Qainuqo

Pengusiran Bani Qainuqo dari Madinah cukup meredam gejolak penghianatan klan Yahudi lainnya. Teiapi kekalahan kaum musliman dalam perang Uhud dan tragedi Bi’r Ma’unah menumbuhkan kepercayaan diri Yahudi. Bani Nadhir, klan yang paling kuat saat itu berkhianat. Diawali dengan memberi perlindungan kepada Abu Sufyan pemimpin Bani Quroisy di Mekah saat melakukan operasi militer (perang Sawiq) ke Madinah.
Pelanggaran terhadap salah satu pasal Piagam Madinah tersebut disusul dengan pelanggaran lain. Bani Nadhir tidak bersedia menanggung biaya diyat (denda pembunuhan) yang seharusnya dipikul bersama. Bahkan lebih jauh lagi, mereka menyusun rencana pembunuhan Nabi Saw. Rencana busuk itupun terbongkar, sehingga Rosululloh saw. segera mengumumkan ultimatum pengusiran Bani Nadhir dari Madinah.
Mulanya Bani Nadhir berusaha bertahan karena Abdulloh bin Ubay, pemimpin kelompok munafiq berjanji akan membantu, tetapi kemudian menyerah dan terpaksa meninggalkan Madinah setelah dikepung selama 15 hari. Pada dasarnya mereka diusir ke Syam, tetapi mereka memutar haluan menuju Khaibar koloni Yahudi terkuat di Hijaz. 
Kelihaian Lobi Yahudi, Kasus Perang Ahzab
Ahzab adalah aliansi sejumlah klan Arob besar yang meliputi Quroisy, Ahbasy, Ghathafan bersama sekutunya. Mereka melakukan kesepakatan dengan Yahudi untuk menyerang Madinah. Perang Ahzab yang mencatat rekor fantastik dalam sejarah peperangan Arob saat itu, sebenarnya bisa dikatakan sebagai bukti kelihaian lobi Yahudi. Para sejarawan mengungkapkan, provokator perang Ahzab adalah sebuah tim kecil yang dibentuk di  Khaibar dan dipimpin oleh kalangan elit Bani Nadhir dengan target yang sangat besar, menggalang kekuatan Arob dalam satu pasukan terpadu untuk menyerang Madinah.
  
Berkas:Trench.jpeg
Peta perang Khandaq
Sasaran tim yang paling realistis adalah dua kabilah Arob, Quroisy dan Ghathafan. Selain merupakan kabilah besar dan memiliki sekutu yang loyal, keduanya memiliki kepentingan langsung dengan Madinah. Menggalang dukungan Quraisy tentu lebih mudah, karena permusuhan mereka dengan Madinah sudah cukup menjadi pemicu utama. Tapi para provokator ini menambahkan dukungan moral yang tidak kecil, yakni memberi pengakuan bahwa agama Quroisy lebih baik daripada agama Muhammad saw.
Allah swt. mengecam pragmatisme murahan Yahudi ini dalam surah al-Nisa’[4]: 51-52:
  
4:51
  
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al  kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orangorang  Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang  yang beriman.
   
4:52
  
Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barangsiapa yang dikutuki  Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya”.
Sedangkan untuk meraih dukungan Ghothofan, tim Yahudi melakukan kontrak kesepakatan dengan kabilah besar Najed tersebut dalam dua pasal yang saling menguntungkan; 
1).  Ghothofan harus menghimpun pasukan sebanyak 6000  orang; 
2). Yahudi akan membayar klan-klan Ghothofan yang bergabung dalam  pasukan tersebut dengan seluruh hasil panen kurma Khaibar dalam setahun.
Lobi Yahudi ini berhasil dengan gemilang. Kabilah-kabilah Arab yang telah melakukan kesepakatan itu berdatangan ke Madinah dengan seluruh kekuatan yang mereka miliki. Tidak tanggung-tanggung, jumlah mereka mencapai 10.000 pasukan. Rekor fantastis dalam sejarah kemiliteran Arob pada masa itu.
Merasa tidak cukup dengan menggalang kekuatan Arab. Huyay bin Akhthab berusaha keras membujuk klan Yahudi terakhir yang masih  berada di Madinah dan  mentaati kesepakatan Piagam Madinah, Bani Quroizhah, untuk mendukung logistik Ahzab dan menggerogoti kekuatan Madinah dari dalam. Lobi inipun akhirnya berhasil. Quroizhah berkhianat, sehingga Madinah semakin terjepit. 
Namun dengan strategi yang jitu yaitu membuat parit sekeliling Madinah, dan pertolongan Alloh swt., akhirnya kaum muslimin berhasil keluar dari medan perang sebagai pemenang.
Dengan pengkhianatan Bani Quroizhah, habislah kekuatan Yahudi di Madinah. Rosululloh saw. menghukum meraka sebagai pengkhianat perang, semua laki-laki  Bani Quroizhah yang terlibat perang dipancung, anak-anak dan wanita ditawan, dan  harta benda mereka dirampas.
Setelah  itu, kekuatan Yahudi yang signifikan hanya tersisa di Khoibar. Di tempat inilah tersimpan potensi ancaman yang tidak dapat diremehkan. Selain  menjadi rahim yang melahirkan provokasi Ahzab, Khoibar memiliki benteng-benteng yang kuat dan letaknya sangat strategis karena berada di persimpangan jalan yang menghubungkan daerah timur dan selatan Jazirah Arob.
  
Perang Khaibar

Rosululloh saw. harus konsentrasi penuh guna melumpuhkan kekuatan Khoibar. Gencatan senjata yang disepakati dengan Quroisy dalam Perjanjian  Hudaibiyah  pada tahun 6 H menjadi momentum yang sangat tepat. Beberapa saat setelah itu Rosululloh saw. langsung melancarkan serangan besar-besaran ke Khoibar dan menang. Masyarakat Yahudi Khoibar yang kebanyakannya petani tidak diusir dari daerah tersebut, melainkan diizinkan tinggal untuk mengelola kebun-kebun Khaibar dan berbagi hasil dengan para pemilik barunya, kaum muslimin.
Demikianlah sekelumit gambaran kehidupan masyarakat Yahudi, terutama di Madinah, Menunjukkan kerapuhan Negara Nasional Madinah karena bangsa Yahudi tidak mau bersatu dengan bangsa Arob.

Kesimpulan

Piagam Madinah yang bertujuan membentuk Negara Nasional antara Bangsa Arob dan bangsa Yahudi di kota Madinah tidak dapat diwujudkan karena syarat terbentuknya Negara multietnis tidak lengkap yaitu salah satu pesertanya yaitu Bangsa Yahudi tidak ingin bersatu dengan bangsa Arob.
Kami yakin tulisan ini tidak sempurna, bagi pembaca yang menemukan kekurangannya dan kesalahannya sudilah memberitahukan kepada kami untuk diadakan perbaikan seperlunya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih
.
Wal ‘lloohu ‘lmuwaffiq ilaa aqwamith thorieq.

Jember, 28 Nopember 2013


Dr. H.M. Nasim Fauzi
Jl. Gajah Mada 118
Tilpun (0331) 481127 Jember



Rabu, 20 November 2013

Piagam Madinah yang rapuh 02


 
“Ukhuwah Wathaniyah”
Perspektif Kebangsaan

Oleh : Prof. Dr. H. Abd. Halim Soebahar, MA

UKHUWAH wathaniyah (persaudaraan sesama warga bangsa) dan pengembangan komitment kebangsaan akhir-akhir ini menjadi kian penting dipahami dan diwujudkan. Konsep yang pernah dikonstuksi oleh K.H. Achmad Siddiq  (Mantan rois ‘Aam PBNU) menjadi bagian dari “tri ukhuwah” yakni tiga konsep persaudaraan sebagai upaya memposisikan kita sebagai orang Islam, sebagai warga negara dan sebagai sesama manusia, yang terkenal dengan:  ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sesama warga bangsa), ukhuwah basyariyah (persaudaraan berdasar kemanusiaan). Menurut K.H. Achmad Siddiq, konsep tri ukhuwah terinspirasi oleh Piagam Madinah yang pernah digagas oleh Nabi Muhammad Saw.
Secara historis, ketika Nabi Muhammad Saw hijrah ke Yatstrib (Madinah), penduduk Yatstrib waktu itu terdiri dari kaum Muhajirin dan Ansar, orang-orang Yahudi yang terdiri dari Bani Qainuqa’ di sebelah dalam, Bani Quraidah di Fadak, Banu an-Nadhir tidak jauh dari situ, dan Yahudi Khaibar di utara. Selain itu ada juga sisa-sisa kaum Musyrik yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj, perkembangan selanjutnya setelah umat Islam menguat, muncul lagi kelompok baru yang belum dikenal di Mekah, yaitu kelompok munafiqun  yang merupakan musuh dalam selimut.
Nabi berkomitmen, bahwa tugas dakwah harus berhasil. Salah satu kuncinya adalah adanya jaminan keamanan dan kedamaian yang bisa dinikmati oleh semua pihak. Nabi Muhammad Saw merasa sangat perlu menciptakan kerukunan dan kedamaian antar seluruh anggota masyarakat. Dari sinilah dirumuskan naskah yang kemudian dikenal dengan “Piagam Madinah”.
Memang ada yang menduga bahwa piagam ini tidak pernah ada karena sumbernya hanya Ibnu Ishaq tanpa menyebutkan sanad (rangkaian perawi-perawinya), tapi akhirnya dugaan itu terbantah karena seperti hasil penelitian Karam Dhiya’ al Umari dalam Sirah-nya yang berusaha menjelaskan riwayat sejarah berdasar metode kritik hadits, bahwa riwayat tentang piagam itu ditemukan dalam sumber yang terpercaya selain Ibnu Ishaq, dan ditemukan butir-butirnya secara terpisah pada kitab-kitab hadits standard termasuk kitab Bukhari dan Muslim. Menurut Dr. Karam Dhiya’, bahwa piagam yang populer ini terdiri dari dua piagam, satu berkaitan dengan orang-orang Yahudi yang disusun sebelum peperangan Badar dan yang kedua yang berkaitan dengan hak dan kewajiban kaum Muslim, Muhajir dan Anshar yang disusun setelah peperangan Badar. Selanjutnya para sejarawan menggabungkannya menjadi satu. Namun demikian, kapanpun terjadinya, dan apakah dia satu piagam atau dua yang disatukan, yang jelas ia terjadi pada masa-masa awal kehadiran Nabi Muhammad Saw di Madinah al-Munawarah.
Piagam tersebut, antara lain mengandung butir-butir sebagai berikut: (1) Kaum Muslim, baik yang dari Mekah maupun yang bermukim di Yatstrib, serta yang mengikut dan menyusul mereka dalam berjuang bersama adalah satu umat (kesatuan), (2) Kaum Muhajir dan kalangan Quraisy tetap dapat melaksanakan adat kebiasaan mereka yang baik dan berlaku di kalangan mereka, seperti bersama-sama menerima dan membayar tebusan darah di antara mereka dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang Mukmin, demikian juga Bani Auf menurut adat kebiasaan mereka yang baik, (3) Orang-orang yang beriman harus membantu sesama Mukmin dalam memikul sesama beban utang yang berat atau dalam membayar tebusan tawanan dan diyah, (4) Orang Mukmin harus melawan orang yang melakukan kejahatan/permusuhan dan perusakan walau terhadap anak-anak mereka, (5) Orang Mukmin tidak boleh membunuh orang Mukmin demi kepentingan orang kafir, (6) Siapapun dari kalangan orang Yahudi yang bersedia memihak kepada kelompok/mengikuti kaum Muslim, maka ia berhak mendapat pertolongan dan persamaan, (7) Persetujuan damai orang-orang mukmin sifatnya satu, sehingga tidak dibenarkan seorang Mukmin mengadakan perjanjian sendiri dengan meninggalkan Mukmin lainnya dalam keadaan perang di jalan Alah, (8) Tidak dibenarkan melindungi harta dan jiwa kaum Quraisy (yang kafir) dan tidak boleh juga merintangi orang beriman (dalam perjuangannya), (9) Bilamana terjadi perselisihan antara para ”penanda tangan piagam ini’, maka keputusan dikembalikan kepada Rasul Saw, (10) Masyarakat Yahudi harus menanggung biaya perang (pertahanan) selama masih dalam keadaan perang, (11) Masyarakat Yahudi Bani ‘Auf adalah satu umat (kesatuan masyarakat) dengan orang-orang beriman. Masyarakat Yahudi bebas melaksanakan agama mereka dan kaum Musliminpun demikian, bahwa tidak ada seorangpun diantara mereka yang boleh keluar, kecuali atas izin Muhammad Saw, (12) Seseorang tidak boleh dihalangi dalam menuntut haknya. Barangsiapa yang diserang, maka ia bersama keluarganya harus menjaga diri, kecuali yang berlaku aniaya, (13) Orang Yahudi menanggung nafkah sesama mereka, orang-orang Mukminpun demikian. Tetapi mereka semua (Mukmin dan Yahudi) harus saling membantu menghadapi pihak yang menentang piagam ini. Mereka semua sama-sama berkewajiban, nasehat menasehati, bahu membahu dalam kebajikan, dan menjauhoi dosa dan keburukan. (14) Seseorang tidak boleh melakukan keburukan kepada sesamanya dan bahwa pertolongan /pembelaan harus diberikan kepada yang teraniaya, (15) Kota Yatstrib adalah kota “Haram” (suci/terhormat) bagi para penanda tangan piagam ini. Kota yang dihormati tidak boleh dihuni tanpa izin penduduknya. (16) Siapapun yang keluar atau tinggal di kota Yatstrib, maka keselamatannya terjamin, kecuali yang melakukan kedhaliman/kejahatan.
Dalam rumusan tersebut terlihat pengertian umat yang disamping dapat mencakup umat yang memiliki persamaan agama, juga dapat dicakup oleh mereka yang berbeda-beda agama, selama mereka mempunya persamaan tujuan. Disisi lain, kendati mereka berbeda-beda, tetapi sama dalam hak dan kewajibannya, penganiayaan harus dihindari, bahkan dilenyapkan. Kepastian hukum harus ditegakkan walau terhadap anak kandungnya sendiri.
Jika dicermati, butir-butir Piagam Madinah adalah dokumen yang sangat strategis bagi pengembangan komitment kebangsaan yang digagas oleh Nabi Muhammad Saw lebih seribu empat ratus tahun yang lalu yang isinya jauh mendahului rumusan kebebasan beragama dan hak-hak asasi yang dikenal saat ini. Dapat dipastikan bahwa para sahabat Nabi ketika itu menerima dengan sepenuh hati dan pikiran dan melaksanakannya dalam kehidupan keseharian mereka. Rasionya kita memangn perlu belajar dan mengambil hikmah dari pesan-pesan piagam yang digagas Nabi Muhammad Saw sehingga pesan bijaknya bisa dijadikan rujukan dalam menggagas perdamaian yang akhir-akhir ini kioan dibutuhkan, atau setidaknya menjadi sumber inspirasi untuk mewujudkan kehidupan yang harmoni “sepakat dalam persamaan atau perbedaan, sehingga kita bisa “hidup bersama dalam persamaan, atau meski banyak perbedaan”. Ini berat tapi harus dilatih dan terus diperjuangkan, karena membangun ukhuwah wathaniyah berarti membangun komitmen kebangsaan dan sekaligus membangun peradaban bangsa. Wallahu a’lam.
Prof. Dr. H. Abd. Halim Soebahar, MA, adalah Guru Besar Pendidikan STAINJember dan Ketua umum MUI Kabupaten Jember.